x x x
Senin.
Perancis menyebutnya Lundi. Dieja L-U-N-D-I. Itu terdengar aneh dan mesum, jadi
aku tidak akan menyebut itu hari yang menyenangkan dalam satu minggu. Malahan,
itu membuatmu mendesah dan berpikir, “Ya ampun, seminggu lagi di sekolah...” Aku
ingin libur dari sekolah sebanyak yang kubisa, seperti bagaimana aku ingin
libur dari segala kehidupan di dunia ini. Bukannya aku mempermasalahkan tidak
adanya orang yang mau meminjamiku catatan pelajaran sekolah, tapi itu juga bisa
menjadi faktor mengapa aku jarang bolos sekolah.
Mempertimbangkan juga kalau aku tidak masuk
sekolah, maka aku juga tidak diberi uang saku. Ini juga berlaku jika kau bolos
kerja maka kau tidak akan dibayar. Sebenarnya, tidak, aku tidak ingin
menyebabkan masalah bagi orang-orang di sekitarku karena bolos kerja, jadi agar
aku tidak menyebabkan masalah bagi orang lain, maka aku harusnya berniat untuk
tidak bekerja sejak awal.
Begitulah, bagaimana mungkin para riajuu ini
mengatakan “Ya ampun, sekolah itu sangat
tidak menyenangkan! Haha! Aku sengaja menghilangkan buku pelajaranku waktu
liburan musim panas!”. Bagaimana mungkin mereka mengatakan itu ketika
mereka sendiri menyukai sekolah? Mereka hadir ke sekolah setiap hari. Mungkin
mengatakan kebohongan dimana sebenarnya itu hanya sebuah candaan adalah salah
satu bagian dari proses menjadi riajuu. Dengan kata lain, berbohong adalah
jalan menuju riajuu.
Ditemani susana ramai dan obrolan para siswa
di sekitarku, aku berjalan menuju kelasku, dan sebentar lagi akan dimulai kelas
pagi untuk pengarahan dari Wali Kelas.
Ada beberapa koloni yang terbentuk di kelas
ini. Ada grup yang terdiri dari pria dan
gadis riajuu, lalu ada grup yang berisi para gadis riajuu yang ingin berteman
dengan siapapun. Lalu ada juga para atlet yang ada di klub olahraga. Ada juga
otaku, yang terdiri dari para gadis yang berpikir dunia ini sedang berputar di
sekitarnya. Ada juga gadis pendiam yang tidak mau menyebabkan banyak masalah.
Lalu ada minoritas lainnya, yaitu penyendiri. Diantara penyendiri tersebut
masih dibagi dalam beberapa tipe, dan...Sial,
aku malah semakin hanyut dalam topik ini.
Meski aku baru saja masuk ke kelas, semua
orang terlihat sibuk dengan obrolan mereka dan tidak ada satupun yang
melihatku. Sebenarnya, untuk mengatakan kalau mereka tidak melihatku itu kurasa
kurang tepat. Lebih tepat jika dikatakan kalau mereka itu sebenarnya memang
tidak berniat untuk melihatku.
Setelah melewati beberapa kepulauan yang ada
di kelasku itu, aku akhirnya sampai di kursiku. Di sebelahku ini ada grup
riajuu – dan juga grup otaku.
Ketika mereka berkumpul, mereka mengobrol
tidak karuan, tapi jika ada yang datang lebih dulu, mereka akan
mengatakan, “Teman seperjuanganku belum
datang...” . Ketika mereka bermain-main dengan HP-nya dan mengibaskan
rambut mereka yang menutupi matanya, mereka juga menatap ke arah pintu untuk
melihat apakah ada teman mereka yang datang. Ini adalah pemandangan yang manis untuk dilihat.
Karena mereka sendiri sadar, kalau orang
diluar grup mereka akan berpikir sinis tentang otaku, mereka tidak pernah
berbicara dengan orang diluar grup mereka. Mereka tidak pernah berkumpul dengan
orang lain kecuali tugas sekolah. Kalau dipikir-pikir, itu semacam hal yang
eksklusif dan diskriminatif.
Pada dasarnya, mungkin kau tidak akan
berpikir seperti ini juga, tapi para penyendiri sebenarnya adalah orang yang
sangat murah hati. Tidak mencintai apapun berarti kau mencintai semuanya dengan
adil. Sial, kurasa tinggal tunggu waktu
saja sebelum mereka memanggilku “Ibu Hikigaya”.
Hal pertama yang kulakukan setelah duduk di
kursiku adalah melamun. Menatap tanganku, lalu berpikir macam-macam seperti “Oh ya, kuku tanganku ternyata bertambah
panjang” atau “Hei, aku sehari lebih dekat dengan kematianku” dan begitulah
hal-hal semacam itu terus bermunculan di pikiranku. Aku sendiri sadar kalau
yang kulakukan hanyalah membuang-buang waktu saja.
Skill yang tidak berguna...
x
x x
Kelas berakhir setelah aku mengeluarkan
banyak sekali skill-skill tidak bergunaku, dan sekarang sekolah telah berakhir
untuk hari ini. Aku berani bertaruh kalau aku sudah membuat tubuhku ini
mencapai limit dan membangkitkan skill Stand Ability.
Aku langsung bersiap-siap untuk pulang dan
berdiri dari kursiku. Seperti biasanya, aku tidak berbicara satupun kata dengan
gadis yang duduk di sebelahku. Mungkin karena kurikulum Bahasa Inggris di
Jepang ini tidak begitu bagus, sehingga ketika Guru menyuruh kami berdua untuk
berdialog, dia tetap tidak mau berbicara denganku.
Ketika aku pergi ke Klub Relawan, Yuigahama
sudah ada disana, dia ternyata keluar lebih dulu dari diriku. Meski begitu, dia
tidak ada di dalam atau sejenisnya – dia sedang berdiri di depan pintu, menarik
napas dan mengeluarkannya.
“...Apa yang kau lakukan disini?” tanyaku.
“Yikes!” dia mengatakan itu.
“Oh, H-Hikki. Aku hanya, umm, tahu tidak?
Mencium bau mawar atau sejenisnya...”
Yuigahama mencoba memalingkan pandangan
matanya.
“.....”
“.....”
Kami berdua hanya terdiam.
Meski kami saling berhadapan, kami tidak
saling menatap satu sama lain. Lalu aku melihat kalau pintunya sedikit terbuka.
Ketika kulihat di balik celah itu, Yukinoshita sedang duduk di tempat biasanya
dan sedang membaca buku.
Entah mengapa, Yuigahama terlihat ragu untuk
masuk ke dalam.
Bukannya tanpa alasan. Dia sendiri sudah
seminggu tidak hadir ke Klub.
Entah itu sekolah atau kerja, ketika kau
libur sehari, kau tidak tahu harus bersikap apa ketika kau hadir lagi. Jika aku
tidak masuk kerja beberapa hari, aku merasa sangat tidak nyaman sehingga aku
malas untuk hadir lagi – dan itu terjadi 3 kali pada diriku. Tunggu, jika
dihitung dengan pekerjaan yang sejak awal aku sudah bolos, kurasa itu totalnya
5 kali.
Oleh karena itu, aku paham dengan apa yang
dia rasakan.
“Ayo, masuk ke dalam.”
Jadi, aku memaksanya masuk. Pintu terbuka
dengan suara yang keras, dan menarik perhatian Yukinoshita.
Seperti terganggu dengan suara yang berisik
itu, Yukinoshita menegakkan kepalanya dan melihat ke arah kami.
“Yuigahama-san...”
“H-Hi, Yukinon...”
Yuigahama menjawabnya dengan nada ceria yang
dibuat-buat, lalu dia melambai-lambaikan tangannya.
Merespon hal itu, Yukinoshita kembali menatap
bukunya seperti tidak pernah terjadi apapun.
“Jangan berdiri saja disana – cepat masuklah
kedalam. Aktivitas klub akan dimulai.”
Gadis ini hanya menundukkan kepalanya saja
dan membaca buku, mungkin ingin menyembunyikan wajahnya. Meski hanya melihatnya
dari jauh, aku bisa tahu kalau wajahnya memerah. Juga, dari caranya berbicara,
aku merasa dia seperti seorang Ibu yang hendak memarahi anaknya karena mereka
lari dari rumah atau sejenis itu...
“O-Oke...”
Yuigahama membalasnya sambil menarik kursi
yang biasanya, disamping Yukinoshita. Tapi setelah dia menarik kursi itu, dia
memberikan jarak yang cukup jauh dari Yukinoshita, seperti cukup untuk
ditempati satu orang lagi untuk duduk disana.
Aku sendiri, aku mengambil posisi yang biasa,
yaitu di sudut yang berseberangan dengan Yukinoshita.
Yuigahama, yang biasanya hanya bermain-main
dengan HP-nya, duduk dengan ekspresi yang penuh keraguan, kedua tangannya
terlihat mengepal.
Yukinoshita berusaha tidak berlebihan dengan
adanya Yuigahama disini, tapi kurasa itu terlihat jelas karena dia berusaha
agar tidak terlihat bergerak sedikitpun semenjak Yuigahama duduk disini.
Ini bukanlah suasana sunyi yang terasa damai,
tapi suasana sunyi yang diisi oleh tekanan. Ini seperti menimbulkan sensasi
tertentu pada kulitku. Bahkan suara batuk yang kecil bisa menggema di ruangan
ini, dan selain suara gerakan jarum jam, suara gerakan tubuh sekecil apapun
akan terdengar jelas disini.
Tidak ada satupun orang yang membuka mulut
mereka. Tapi ketika ada indikasi kalau akan ada seseorang yang membuka
pembicaraan, telinga kami sepertinya sudah siap untuk mendengarkan itu, kami
ini seperti mencari tanda-tanda itu saat ini. Ketika ada suara desahan, kami kemudian
melihat ke arah asal suara tersebut.
Kesunyian ini mulai terasa parah, begitulah
pikirku...Tapi ketika kulihat arlojiku, ini belum lewat 3 menit.
Akupun menatap jarum panjang di arlojiku itu,
dan ketika jarum panjangnya sudah melakukan satu putaran penuh, ada sebuah
suara yang terdengar.
“Yuigahama-san.”
Yukinoshita menutup bukunya, lalu menarik
napas dalam-dalam sehingga bahunya terlihat bergetar, lalu dia mengembuskan
napasnya secara perlahan.
Lalu dia dengan malu-malu menatap ke arah
Yuigahama, mulutnya terbuka seperti hendak menyampaikan sesuatu. Tapi tidak ada
satupun suara yang keluar. Yuigahama menoleh ke Yukinoshita, tapi tidak lama
kemudian mereka hanya menatap ke arah lantai, kedua pasang mata mereka tidak
bertemu satu sama lain.
“Er, uh...Y-Yukinon, kau hendak mengatakan
sesuatu tentang dirimu...Dan Hikki, benar tidak?”
“Ya, aku ingin memberitahumu tentang apa yang
kita lakukan setelah – “
Yuigahama lalu memotong.
“N-Nah, kalau kau khawatir kepadaku, kau
harusnya tidak perlu begitu. Maksudku, tentu, aku sendiri terkejut dan, well,
semacam itulah...Tapi kau tidak perlu segitunya terhadapku, tahu tidak? Ini kan memang hal yang bagus, jadi aku
harusnya memang merayakan dan mendoakan yang terbaik bagi kalian juga – semacam
itu...”
“Ka-Kau ternyata bisa menangkap ini dengan
baik...Aku ingin mengadakan sebuah perayaan untuk itu, begitulah. Dan juga
karena, well, aku ingin berterimakasih kepadamu.”
“Mu-Mustahil laaaah...Aku sendiri tidak
pernah melakukan apapun yang layak untuk diberikan ucapan terima kasih...Tidak ada
sama sekali.”
“Kenapa kau sendiri tidak menyadari semua
perbuatan baik yang telah kau lakukan selama ini? Meski begitu, aku sendiri
berterima kasih...Dan lagipula, tidak semua orang merayakan sesuatu karena apa
yang telah dilakukan orang itu. Aku melakukan ini karena aku sendiri
menginginkannya.”
“...O-Oke...”
Entah
mengapa aku merasa kalau mereka berdua ini tidak membicarakan hal yang sama...
Mereka seperti mengucapkan kata-kata yang
hanya mengisi kekosongan skenario di pikiran mereka. Yuigahama mencoba
menghindari topik utamanya dengan sikap dan kata-katanya yang ambigu, sementara
Yukinoshita mengatakan sesuatu yang mengindikasikan dia sedang malu-malu akan
sesuatu. Kalimat-kalimat dalam pembicaraan mereka sangat tidak sinkron, kurasa
kata-kata mereka seperti saling menghantam satu sama lain.
Yukinoshita yang akhirnya bisa mengucapkan
rasa terimakasihnya yang biasanya dia tidak pernah mau ucapkan, wajahnya
terlihat memerah. Sementara itu, setiap Yuigahama melihat ekspresi Yukinoshita,
wajahnya terlihat lebih suram dari sebelumnya, dan dia hanya memasang senyum
yang dibuat-buat. Kedua matanya seperti merendah dan hendak dihantam badai
dalam waktu dekat.
“O-Oleh karena itu...Itu – “
Yukinoshita terdiam setelah mengatakan itu.
Waktu berlalu, dan mereka hanya diam saling
menatap satu sama lain. Seperti mencampur amarah dengan rasa gugup saja.
Sepuluh detik sudah berlalu jika aku
menghitung waktunya, tapi ini sudah lebih dari cukup untuk memberikan momen
bagi seseorang untuk mengatakan sesuatu. Kami bertiga seperti melihat ke arah
yang berbeda-beda karena suasana yang penuh tekanan ini.
“Umm, begini...”
Yuigahama membuka mulutnya seperti sudah
menemukan sesuatu untuk dikatakan.
Di saat yang bersamaan...
Bang
bang!
Sebuah ketukan terdengar di pintu, seperti
orang yang sedang tidak sabar akan sesuatu. Yukinoshita menaruh bukunya di meja
dan memanggil orang tersebut.
“Silakan masuk.”
Tapi tidak ada respon dari orang tersebut.
Yang bisa terdengar oleh kami hanyalah suara aneh, seperti ada yang sedang
mengatur napasnya dengan berat.
Yukinoshita dan diriku hanya bisa saling
menatap satu sama lain. Lalu Yukinoshita mengangguk. Entah mengapa, sepertinya
ini menjadi tugasku untuk melihat ada apa dibalik pintu tersebut. Untuk sejenak
aku berpikir, Kenapa tidak kau saja yang
melakukannya?....Tapi kurasa meminta seorang gadis untuk memeriksa sumber
bunyi yang menggambarkan sebuah tarikan napas yang mengerikan adalah sesuatu
yang tidak benar.
Akupun menelan napasku ketika mencapai pintu.
Otakku mulai dipenuhi pikiran kalau yang akan kuhadapi sebentar lagi adalah
seekor alien. Akupun mulai dihantui rasa takut dan panik.
Dengan dihantui rasa takut yang luar biasa,
aku mulai menaruh tanganku di pegangan pintu.
x
x x
Tidak lama setelah pintu terbuka, sebuah
bayangan hitam menutupi seluruh tubuhku.
“Oho! Hachiemooon!”
“Zaimokuza, huh...Oh, dan jangan pernah
memanggilku dengan nama itu.”
Pemilik bayangan itu adalah Zaimokuza
Yoshiteru. Tubuhnya dibalut mantel hitam meskipun ini pertengahan bulan Juni,
dan dia tampak kepanasan. Dia lalu memegangi bahuku.
“Hachiemon, dengarkan aku! Mereka kejam
sekali kepadaku!”
Zaimokuza terus berceloteh tanpa mempedulikan kata-kataku untuk tidak memanggilku
dengan nama itu.
Persetan
dengan pria ini!
Dia sangat menjengkelkan, jadi aku memutuskan
untuk mengusirnya saja.
“Maaf Zaimokuza, Klub Relawan ini hanya untuk
kami bertiga. Benar tidak, Gian?”
“Entah mengapa kau melihat ke arahku...”
Yukinoshita menatapku dengan kesal, tapi aku tidak mempedulikannya.
“Hei, tunggu, Hachiman! Aku serius ini! Jika
kau tidak tertarik dengan hal ini, Hachiemon, aku akan berkonsultasi dengan Ninja
Hattori-kun saja, jadi tolong dengarkan aku.”
“Apa aku baru saja diberitahu untuk bersikap
serius oleh orang yang tidak pernah bersikap serius sepanjang waktu...”
Ini memang mengejutkanku.
“Sekarang peluangku!”
Melihat adanya celah diantara pintu dan
diriku, Zaimokuza langsung menyelinap masuk ke dalam ruangan. Dia masuk dengan
mulus – dia meluncur dengan baik. Tapi itu membuat mantelnya kotor.
“Hmph, tidak ada tanda-tanda kehadiran musuh,
huh...Sepertinya seranganku ini sukses.”
Zaimokuza mengatakan itu sambil melihat ke
arah sekitarnya. Seperti lupa kalau dia harus berakting sebagai agen rahasia,
dia lalu menarik kursi di dekatnya dan duduk. Kalau kau memang hendak mempertontonkan drama murahan, sebaiknya jangan
setengah-setengah...
“Sekarang, tuan dan nyonya sekalian. Aku memanggil
kalian hari ini karena memiliki aku sedang memiliki masalah.”
“Aku tidak berminat untuk mendengarnya...”
Kami bertiga pura-pura cuek dengannya. Yukinoshita langsung kembali membaca bukunya
setelah mendengarkan itu. Dia cepat
sekali!
Tapi Zaimokuza menggerutu dan menaikkan
tangannya, memotong kata-kataku. Dia ini hanya membuatku jengkel saja.
“Sekarang begini, dengarkan dulu ceritaku.
Ingat tidak tempo hari, waktu aku berkata kalau aku ingin menjadi penulis
naskah di sebuah game?”’
Kalau dipikir-pikir, kurasa aku pernah
mendengarnya entah dimana.
“Bukannya dulu kau bilangnya ingin menjadi
penulis Light Novel atau sejenisnya...?” Yuigahama memiringkan kepalanya.
“Erk...Well. Ceritanya panjang, tapi aku
berhenti untuk bercita-cita menjadi penulis Light Novel karena penghasilannya
tidak stabil. Jadi aku berpikir untuk menjadi karyawan tetap.”
“Itu bukanlah cerita yang panjang...Itu
bahkan cerita yang terdiri dari dua kalimat. Aku tidak peduli dengan omong
kosongmu, jadi jangan melihat ke arahku ketika kau sedang berbicara.”
Dia sepertinya tidak bisa berbicara kepada
para gadis. Zaimokuza hanya melihat ke arahku saja ketika berbicara.
Suasana di ruangan ini terasa lebih ringan.
Mungkin kau bisa katakan kalau kehadirannya disini itu seperti pewangi ruangan.
Di sebuah ruangan yang dihuni oleh orang-orang yang terlihat pesimis, hanya
Zaimokuza yang terlihat enerjik.
Dia lalu pura-pura batuk.
“Jadi ini tentang penulis skenario di game...”
“Jika kau hanya menulis latar belakang dan
rangkuman ceritanya saja, aku tidak mau membacanya.”
“Ohohoho, bukan begitu. Mereka yang hendak
menghalangi ambisiku telah muncul! Kuduga mereka itu adalah orang yang iri
terhadap bakatku...”
“Oh sial...?”
Ini
membuatku emosi saja. Tidak, harusnya kukatakan saja kalau aku ini benar-benar
marah saat ini.
Orang ini bicara seenaknya saja, mengatakan
kalau dia punya bakat...Aku seperti ingin menghajarnya saja.
“Hachiman, kau tahu Klub UG?”
“Huh? Yu-Gi? Apa itu Yu-Gi-Oh?” aku
mengulangi singkatan tersebut yang terasa aneh di telingaku.
Yukinoshita yang sedari tadi membaca bukunya,
menutup bukunya seperti hendak menjawabnya untukku.
“Itu adalah klub yang baru dibentuk tahun
ini. Itu singkatan dari United Gamers, meski kudengar tujuan berdirinya klub
itu untuk meneliti berbagai macam bentuk hiburan.”
“Oh, jadi sederhananya itu adalah Klub Gamers
atau sejenis itu.”
“Memang. Di sekolah ini ada kumpulan siswa
dengan hobi yang sama tapi tidak punya klub sebagai wadah aktivitasnya, jadi
mereka mendirikan klub tersebut. Kurasa memanggil nama klub itu dengan sebutan
hobi mereka akan membuat orang lain lebih mudah memahami kegiatan dan tujuan
klubnya.”
Jadi
sekolah kita punya klub seperti itu, huh...
“Jadi apa yang dilakukan Klub Gamers ini?”
tanya Yuigahama.
Sekali lagi, Zaimokuza melihat ini sebagai
sebuah pembuka yang baik.
“Oh...A-Aheam. Kemarin, kita bermain bersama
di sebuah stand permainan ketangkasan. Karena kita tidak sedang ada di sekolah,
kupikir aku bisa bebas membicarakan apapun di tempat itu, jadi kuberitahu ke
teman-teman yang bermain bersamaku itu kalau aku punya mimpi untuk menjadi
penulis skenario dalam game.”
Mengatakan itu mimpi memang sangat bagus, tapi sebenarnya itu hanyalah sebuah
ilusi...Kasihan mereka yang mendengarkan kata-katanya itu.
“Semua orang disana kagum dengan impianku
itu. Lakukan yang terbaik ya! Kami
mendukungmu! Kurasa itulah yang kita harapkan dari Sang Ahli Pedang! Dia dengan
santainya melakukan apa yang kita tidak bisa lakukan! Aku terkagum-kagum! Aku
mengagumimu! dan begitulah. Waktu itu aku banjir pujian.”
Hei
jangan bohong! Waktu itu tidak ada seorangpun yang memujimu disana! Kau saja
diperlakukan seperti seorang pecundang waktu itu! Tapi aku tidak jadi
mengatakannya. Aku melihat Zaimokuza yang ceria seperti itu, membuatku
mengurungkan niatku.
“Tapiiii! Tapi ada orang yang mengatakan
kalau impianku itu mustahil dan aku ini sedang bermimpi saja! A-Aku kan orang
dewasa, jadi dalam situasi itu aku mengatakan ‘Oke, kau ada benarnya’.”
Ini tidak keren, Tuan Zaimokuza. Tidak keren.
Zaimokuza lalu terlihat emosi, seperti teringat sesuatu yang menyebabkan
kepalanya mendadak terlihat mendidih. Setelah meminum air mineral dari botol
air ukuran 2 liter yang dia ambil dari tasnya, dia membuka mulutnya lagi.
“Aku bukanlah orang dewasa yang akan mundur
ketika mendengar hal-hal seperti itu!”
“Kamu ini orang dewasa atau tidak? Tolong
pilih salah satu...” Yukinoshita menggumamkan itu dengan nada yang jijik.
Tiba-tiba Zaimokuza terlihat ketakutan
mendengarnya. Lalu dia menambahkan.
“Setelah orang itu pulang, aku lalu
menjelek-jelekkannya di tempat permainan ketangkasan itu. Oho, dia pasti marah
sekali hari ini jika mendengar itu dari teman-temannya.”
“Wooooow...” kataku. “Kau buruk sekali
sehingga aku tidak boleh meremehkanmu...Aku sangat terkesan.”
“Hmph, tapi aku baru tahu kalau orang itu
ternyata satu sekolah dengan kita. Pagi ini ketika aku chat dengan mereka di
internet, mereka menyarankan untuk menyelesaikan masalah ini dengan
pertandingan game. Semua orang di chatroom malah mendukung dia...Hei, apa
mungkin kalau mereka itu membenciku?”
“Entahlah...Well, kalau kau hendak
menyelesaikan itu lewat game, kurasa kau akan baik-baik saja? Kalian akan duel di game pertarungan kan?”
“Hahahaha! Itu saran yang sia-sia.” Zaimokuza
berhenti sejenak. “Dia itu jauh lebih kuat dariku di game.”
“Huh? Bukannya kamu bilang kalau kamu sendiri
yang terbaik di game?’
“Itu, well, kalau diantara para manusia luar
biasa, tentunya aku tidak bisa dikategorikan yang terbaik. Banyak yang di
atasku. Hachiman, tahu tidak? Diantara para pemain game itu, ada orang-orang
yang dijuluki pro-player.”
“Pro...Apa itu benar adanya?”
“Memang. Semakin dalam kau menelusurinya, kau
akan semakin banyak menemukan iblis-iblis dalam dunia itu – itulah dunia game.
Level pria itu bukanlah di level pro, tapi dia jelas lebih kuat dariku,”
Zaimokuza mengatakan itu dengan berat.
Yukinoshita lalu menutup bukunya.
“Kurasa aku sudah menangkap tentang apa ini
semua. Pada dasarnya, kau ingin meminta kita agar membantumu memenangkan game
itu?”
“Nay!” Zaimokuza menjawabnya. “Hachiman, kau
bodoh! Kau menyepelekan game ini?! Kau akan mendapatkan balasannya. Kau tidak
tahu apapun soal game ini.”
Tata bahasanya seperti bercampur aduk jadi
aku tidak tahu apa yang hendak dia katakan, tapi setidaknya amarahnya
tersampaikan. Kuharap amarahku ini juga tersampaikan kepadanya. Jangan ngomong ke gue! Ngomong ke Yukinoshita,
kampret!
Yukinoshita sedang memperhatikan Zaimokuza
seperti melihat onggokan sampah. Yuigahama bahkan mengatakan “yikes” dengan ekspresi menjijikkan.
“Kurang lebih begitu, kuharap bisa menang
telak sehingga aku tidak perlu turun tangan langsung. Jadi bawa semua peralatan
rahasiamu, Hachiemon.”
“Kadang, aku berpikir dengan serius mengapa
aku mau meladeni omong kosongmu ini...”
Ketika kau mengatakan omong kosong, kau
sendiri tidak peduli soal itu, tapi itu jelas-jelas membuat jengkel orang yang
mendengarkanmu...
Zaimokuza tertawa sambil mengatakan “teeheehee” dengan ekspresi yang manis.
Ketika aku memegangi kursiku dan hendak menghajarnya dengan kursi, aku menatap
ke arah Yukinoshita. Seperti yang kuduga, dia menggeleng-gelengkan kepalanya ke
arahku.
Well, kurasa aku tidak terkejut.
“Maaf, tapi tidak,” kataku. “Masalahmu kali
ini jelas-jelas salahmu sendiri. Selama kau tidak babak belur, kurasa kau lebih
baik hadapi saja sendiri.”
Klub Relawan ini bukanlah klub yang akan
menyelamatkan semua orang dan anjing peliharaan mereka. Kita ini bukan mesin
pengabul keinginan, juga bukan robot yang diprogram untuk membantu manusia.
Kami ini hanya membantu orang yang mau berusaha sendiri. Kalau begitu, kami
tidak berminat untuk membantunya karena dia memang layak mendapatkan itu.
Mungkin terdengar kasar, tapi aku ingin
mengatakan yang sejujurnya.
Zaimokuza hanya terdiam. Dia mungkin sedang
memikirkan seluruh perbuatannya.
“Hachiman,” dia memanggil namaku seperti
sudah memutuskan sesuatu.
Apaan?
Aku menjawabnya dengan tatapan mataku. Zaimokuza hanya mendesah saja melihat
ekspresiku itu. Bofu. Huh, apa-apaan
suara desahanmu itu? Suaranya aneh sekali.
“Bofuu, kau berubah, Hachiman. Dirimu yang di
masa lalu pasti akan antusias membantuku.” dia lalu berhenti sejenak. “Dari
samping, wajahmu selalu terlihat sebagai sebuah mata pisau, bergetar bagai
benang busur.”
“Berhentilah berbicara menggunakan nada
falsetto. Wajahku tidak terlihat seperti itu...Apa sih yang mau kau katakan?” tanyaku.
Zaimokuza lalu menurunkan bahunya.
“Ohh, hmm, tidak usah dipikirkan. Kau memang
yang terbaik jika tertawa terkekeh-kekeh dengan para gadis. Lagipula, masalahku
ini memang bukanlah urusanmu lagi. Akan kulakukan yang terbaik sehingga tidak
mengganggu kehidupan indahmu saat ini. Kurasa aku tidak usah berharap apa-apa
dari seorang prajurit yang sudah lupa caranya bertempur.”
“Uh, tunggu. Aku tidak ingat kalau aku pernah
tertawa bersama para gadis. Aku sendiri tidak punya pacar. Oh, tapi waktu itu
bersama Totsuka aku juga tertawa – “
“Jangan banyak omong, Hachiemon!”
Kata-kataku dipotong olehnya.
Setelah suara itu berhenti bergema di ruangan
ini, suasana sunyi mulai menyelimuti ruangan ini. Waktu itu, aku mendengar
secara samar-samar kalau ada orang menggumamkan, “...Huh? Kau tidak punya pacar?...Err, uhh. Apa?”.
“Baiklah, Hachiman. Selamat menikmati kehidupanmu
yang sekarang. Mungkin aku sudah tidak bisa lagi pergi ke tempat permainan
ketangkasan bersama mereka lagi. Kalau begitu, ketika kau dan Tuan Totsuka
pergi ke tempat itu bersama-sama, aku akan menemani kalian, hitung-hitung aku
ini sebagai guide tour kalian.”
Oh! A-Aku mendapatkan pencerahan! Aku tidak
mau diganggu olehnya! Aku harus memastikan Zaimokuza menang!
Yang
barusan apa-apaan sih?
“Nah, aku tidak perlu guide atau
semacamnya...Jujur saja, kau ini kerjanya hanya menggangguku saja.”
“Dufuu.” Zaimokuza lalu tertawa. Setelah dia
melakukannya, kedua gadis ini tampak mulai menjaga jarak darinya. Tanpa sadar,
Yuigahama dan Yukinoshita tampak dekat kali ini.
...Huh, kupikir Zaimokuza ini bisanya menghancurkan
suasana dan membesar-besarkan hal-hal sampah saja. Tapi dia memang seperti itu.
Dia bisa menghancurkan situasi yang tidak nyaman, tapi juga dia bisa
menghancurkan situasi yang damai.
Bukannya dia niatnya seperti itu, tapi kurasa
aku harus berterimakasih kepadanya, kalau melihat situasi Klub Relawan
sebelumnya.
Kalau begitu, kurasa akan terlihat kasar jika
kita menolaknya.
Seperti merasakan kalau hatiku berpindah
haluan, Zaimokuza menatapku dengan tatapan brengseknya.
“Menurutku, nama Klub Relawan itu tidak
jelas. Relawan macam apa yang tidak mau membantu seseorang yang sedang
membutuhkan bantuan di depan mereka? Apa kalian ini benar-benar niat untuk
membantu orang? Kalau tidak ingin nama klub kalian sebagai pemanis saja –
tunjukkan aksi kalian!”
“Ugh, Zaimokuza, kau bodoh sekali...”
Meski puncak dari musim panas masih beberapa
pekan lagi, tapi aku merasa ada udara di sekitarku tiba-tiba memanas.
“...Begitukah menurutmu? Kalau begitu akan
kutunjukkan kepadamu apa yang bisa kita lakukan.”
Yukinoshita menatap tajam ke arah Zaimokuza.
Akupun mendengar suara tawa yang sinis dari gadis itu.
Nah,
lihat kan. Apa ini yang kau maksud dengan aku tertawa bersama gadis.
Kenyataannya jauh lebih menyeramkan...
x x x
Seperti Klub Relawan, Klub Gamers juga
terletak di Gedung Khusus – hanya saja mereka berada di lantai yang berbeda
dari kita.
Ruangan kami berada di lantai empat, sedang
mereka ada di lantai dua. Ruangannya sama seperti ruangan klub kami.
Ruangan klubnya terlihat baru, bisa terlihat
dari sebuah poster yang terlihat baru dipasang di pintu dan tertulis “Klub United
Gamers”.
“Well, ayo kita masuk ke dalam...?”
Akupun membalikkan badanku, menatap mereka semua.
Kulihat Zaimokuza, Yukinoshita, dan Yuigahama berdiri di belakangku.
Zaimokuza berdiri dengan angkuhnya.
Yukinoshita sendiri diam tanpa ekspresi. Sedangkan Yuigahama terlihat tidak
nyaman dan berdiri agak jauh dari mereka berdua.
“...Apa yang kau lakukan?” tanyaku ke
Yuigahama.
Aku ingin memastikan apa dia akan ikut kami
ke dalam atau tidak, hanya untuk jaga-jaga.
Sebagai member klub, dia sudah beberapa hari
tidak hadir, jadi aku merasa dia sendiri bimbang apakah ikut kami atau tidak. Jika
dia menjaga jarak seperti ini, kurasa dia lebih baik tidak ikut kami saja, itu
juga demi kebaikannya.
“A-Aku akan pergi juga...” Yuigahama
mengatakan itu sambil memegangi lengannya sendiri.
“Aku akan ikut, tapi...Hei, Hikki, apa kau
tidak punya pacar?”
Saking tidak logisnya pertanyaannya tadi,
membuatku ingin mati saja. Tahu tidak, kata “tapi” itu sebuah kata yang
paradoks. Itu menghubungkan kalimat pertama dengan kalimat kedua, tapi aku
tidak melihat adanya hubungan dari kalimat terakhirnya dengan kalimat
pertamanya.
“Nah, tidak.”
“Pertanyaan yang bodoh sekali, Yuigahama-san,”
Yukinoshita mengatakan itu sambil mengetuk
kepala Yuigahama.
“Mustahil pria ini punya hubungan yang normal
dengan lawan jenis.”
“Jangan ganggu aku. Aku tidak butuh pacar.
Bagiku, tidak ada yang lebih menyiksa daripada melihat waktu luangku dicuri
dariku. Jika dia menangis kepadaku di tengah malam ketika aku sedang tidur, aku
akan langsung mencampakkannya saat itu juga.”
Kenapa para riajuu sering curhat tentang masalah asmara mereka?
Ini seperti kakek-nenek komplain tentang masalah kesehatan atau seorang pekerja
kantoran yang komplain tentang kesibukannya. Kau bisa melihat sebuah masochism
di keluhan-keluhan mereka sehingga membuatmu jengkel. Apa mereka Misawa atau
sejenisnya?
“Whoa, kau ini yang terburuk...”
Yuigahama mengatakan itu dengan ekspresi
jijik. Tapi entah mengapa, dia terlihat tersenyum. “Ah. Ta-Tahu tidak. Bukankah
kau dan Yukinon terlihat pergi berduaan? Ada apa waktu itu?”
“Waktu itu ada pameran kucing dan anjing,
jadi kita kebetulan bertemu disana,” kata Yukinoshita. “Komachi-san mengajakku
bergabung, itu saja. Apa aku belum memberitahumu?”
“Oh, oke,” kataku. “Aku tidak begitu peduli
dengan itu, tapi apakah kita ini jadi masuk atau tidak? Zaimokuza terlihat
menganggur dan dia mulai melihat-lihat pemandangan di luar jendela.”
“Tu-Tunggu dulu,” Yuigahama memaksa. “Jadi
kalian berdua tidak sedang berpacaran atau sejenis itu?”
“Yang benar saja...”
Gadis ini benar-benar salah paham...Itu jelas
mustahil jika melihat kita berdua seperti apa. Dia harusnya sudah tahu itu.
Ekspresi Yukinoshita mendadak berubah.
“Yuigahama-san, kau harusnya tahu kalau ada
beberapa hal di dunia ini yang bisa membuatku marah?” Sebuah amarah yang dingin
terdengar dari kata-katanya tadi.
“Oh, maafkan aku! Tidak ada apa-apa.
Se-Sekarang ayo pergi, oke?”
Yuigahama yang terlihat tidak sabar langsung
menuju pintu dan mengetuk pintu itu. Dia sangat pintar untuk mengubah
suasananya, sikapnya yang ceria itu seperti kebalikan dari ekspresi Yukinoshita
yang kecut.
Setelah dia mengetuk pintunya, terdengar
suara pelan “Yaaaaa” dari dalam.
Mungkin itu tanda untuk masuk.
Ketika aku membuka pintunya, ruangan itu
dipenuhi berbagai tumpukan kotak-kotak. Tumpukan itu diatur sedemikian rupa
sehingga membentuk sebuah benteng, mungkin lebih tepatnya, labirin.
Ini mengingatkanku tentang perpustakaan
pribadi yang dimiliki oleh seorang maniak buku, dicampur dengan sebuah toko
mainan tua di desa.
“Huh? Apa ini Klub Gamers?”
Yuigahama lalu mengamati salah satu kotak yang
ada di dekatnya.
Kotak itu terlihat biasa dengan motif mawar
dan tengkorak. Kotak itu dipenuhi tulisan dalam Bahasa Inggris, kurasa aku bisa
menyimpulkan kotak ini dari sekali lihat: Kotak ini dikirim dari luar negeri.
“Kesannya tidak seperti ‘gamers’...”
Yuigahama mengatakan itu, dan kuakui memang
ada benarnya. Biasanya, kalau membahas game, kau pasti akan berpikir tentang
console atau PC.
“Begitukah?” kata Yukinoshita. “Menurutku,
tempat ini cocok dengan namanya. Yuigahama-san, yang kau bayangkan itu adalah
benda yang bisa berbunyi.”
“Benda yang bisa berbunyi katamu?” kataku. “Kau
terdengar seperti nenekku. Bahkan Ibuku saja memanggil NES dengan namanya...”
“Maksudku, bukankah benda itu mengeluarkan
suara-suara...?” Yukinoshita mengatakan sesuatu yang kuno. Setahuku, game jaman
sekarang tidak semuanya mengeluarkan suara seperti itu.
“Well, kau tampaknya tidak sering bermain
game ya, Yukinon?” kata Yuigahama.
“Kalau kau sendiri, Yuigahama-san?”
“Weeell, ayahku suka game, jadi aku sering
melihatnya main. Aku akhirnya mencoba untuk bermain itu juga. Seperti Mario
Kart dan Puyo Puyo. Aku juga sedikit bermain seperti Animal Crossing dan
Harvest Moon.”
Sedikit katanya, mungkin lebih tepatnya sering...
“Kau ternyata gamers hardcore,” kataku.
Yuigahama lalu menggeleng-gelengkan
kepalanya.
“Oh, uh, tidak juga lah...Maksudku, semua orang juga main itu,”.
Well, game di jaman sekarang sudah berubah menjadi semacam alat
komunikasi. Sepertinya ada orang-orang yang menikmati game seperti Yuigahama.
“Oh, juga seperti edisi terbaru Final Fantasy
juga. Grafisnya sangat bagus dan keren! Plus, aku sering menangis ketika
menonton filmnya. Dan juga Chocobos menurutku imut.”
“Bah.”
Zaimokuza langsung merespon kata-kata
Yuigahama sambil pura-pura meludah. Karena ini di dalam ruangan, tunggu dulu, dia tadi meludah beneran ya?
Pria yang tidak pernah berbicara tiba-tiba saja meludah memang mengejutkan Yuigahama, jadi bisa kau katakan kalau dia terkejut akan
eksistensinya – atau sederhananya, gadis ini menganggap Zaimokuza sebagai pria
yang licik.
“A-Apa? Aku sampai ketakutan tadi...”
Yuigahama yang terlihat takut itu bersembunyi
di belakangku. Zaimokuza lalu berpura-pura seperti menginjak sesuatu.
“...Dasar cupu!”
“H-Huh?! Aku tidak paham apa maksudmu, tapi
itu benar-benar membuatku jengkel...”
“Hentikan itu, Zaimokuza. Sikapmu tidak masuk
akal. Meski begitu, aku tahu maksudmu. Kau ingin menunjukkan superioritasmu
disini. Seperti hanya aku yang mengerti
diriku, termasuk hal-hal yang menghina diriku.”
“Oho, Hachiman. Kau ternyata punya pikiran
yang sangat positif.”
“Aku percaya jika dia memiliki pikiran
positif maka itu adalah kemungkinan terburuk yang terjadi bagi umat manusia...”
Yukinoshita terlihat jijik ketika mengatakannya.
“Game, huh,” , dia lalu menambahkan, “Tampaknya itu berada di luar pemahamanku.”
“Diluar pemahamanmu, katamu,” aku mengatakan itu. “Yeah,
kurasa itu bisa menjelaskan sesuatu seperti game Pan-san.”
“Huh? Pan-san? Kenapa kau tiba-tiba
membicarakan Pan-san?” tanya Yuigahama, dan wajahnya seperti dipenuhi tanda
tanya.
Apa, jadi Yuigahama tidak tahu kalau
Yukinoshita menyukai Pan-san? Well, daripada mengatakan dia menyukai itu,
mungkin lebih tepatnya jika dia disebut penggila atau maniak atau sejenis itu.
“Begini, itu – “
“Hikigaya-kun, kau sedang membicarakan apa?”
Yukinoshita memotongku.
“Huh? Apa yang kau - ?”
“Aku tidak paham maksudmu,
Hikigaya-kun...Jadi tolong jelaskan kepadaku nanti.”
Ya
ampun, dia seperti ingin membunuhku.
“Uh, oke...”
Kurasa, Yukinoshita benar-benar tidak ingin
menunjukkan kalau dirinya sangat menyukai Pan-san.
Tunggu, apa dia malu? Kurasa tidak masalah
jika dia terbuka soal itu, karena itu adalah satu-satunya hal yang dia suka. Tunggu dulu, dia bilang agar aku
menjelaskannya nanti? Apa dia antusias untuk mendengarkan informasi soal
Pan-san dariku sambil terus merahasiakan soal Pan-san?
Entahlah. Entah apa yang membuat gadis ini
malu, kurasa aku tidak bisa menemukan jawabannya.
Ngomong-ngomong, bukannya aku berniat sesuatu
ketika mengatakan itu. Aku tidak peduli jika seseorang menggosipkanku tentang
apa yang kusukai atau sejenisnya. Kenapa anak SD suka sekali menyebarkan gosip
tentang siapa yang disukai atau siapa menyukai siapa?
Yuigahama, yang menggumamkan “Pan-san” dari
tadi, tampaknya sedang memikirkan sesuatu.
“Ngomong-ngomong, dimana member klubnya?”
tanya Yukinoshita.
“Oh. Yeaaaah,” kataku. “Maksudku, tadi kalau
tidak salah mereka menjawab kita...”
Yuigahama lalu mulai mencari member klub ini
sepertiku. Hoo, jadi begini ya taktikmu,
Yukinoshita.
Karena luas ruangan ini sebenarnya seluas
ruangan kelas, kurasa tidak bisa dikatakan luas sekali. Hanya saja kau tidak bisa
melihat dengan jelas karena banyak sekali tumpukan kotak-kotak.
Zaimokuza lalu pura-pura batuk. “Mereka
sengaja menumpuknya, seperti sengaja membuatnya menjadi permainan menumpuk
balok. Jika kau berdiri di tempat tertinggi, kurasa kau bisa melihat mereka.”
“Ohhh, Zaimokuza, sangat mencerahkan. Tapi
karena kau dari tadi mengoceh saja, bisa tidak kau beritahu itu ke orang selain
diriku?”
Sangat menyedihkan melihat aku adalah
satu-satunya orang yang Zaimokuza ajak berbicara sedari tadi.
Tapi untuk saat ini, aku mengikuti saran
Zaimokuza dan mencari tumpukan tertinggi.
Setelah berhasil menaikinya, memang aku
mendengar suara-suara, tapi aku tidak bisa melihat pemiliknya karena tumpukan
buku dan kotak ini menghalangiku.
Ketika aku menemukan jalan yang tepat, aku
bertemu dengan dua siswa.
“Maaf mengganggu. Aku ingin membicarakan
sesuatu,” akupun mengatakan itu kepada mereka.
Dua pria, yang kupikir member Klub Gamers,
saling melihat satu sama lain dan mengangguk. Keduanya menatapku. Well, ini
adalah pertemuan pertama kami, jika aku bertemu pria asing aku juga akan
menatapnya seperti mereka.
Lalu kuputuskan untuk untuk menatap balik
mereka.
Kulihat, sepatu indoor mereka berwarna
kuning. Kuning itu berarti siswa kelas 1. Dengan kata lain, mereka berdua
adalah siswa kelas 1.
“Hmph, jadi kalian berdua ternyat bocah kelas
1.”
Setelah menyadari kalau mereka juniornya,
sikap Zaimokuza langsung berubah angkuh. Aku sendiri tidak suka bagaimana dia langsung
berubah seperti itu. Aku benar-benar benci jika rasa hormat itu itu didasarkan
oleh tingkatan usia. Tapi ketika aku dihadapkan oleh keuntungan itu, langit adalah
batasanku!
Akupun mulai bersikap angkuh dan berdiri di
samping Zaimokuza. Aku melakukannya karena ini adalah sebuah taktik untuk
memperoleh dominasi psikologis ketika terjadi negosiasi, bukan karena aku punya
sifat yang busuk atau sejenisnya – ingat ya, tidak sedikitpun aku begitu.
“Oi, kalian berdua. Kudengar kalian mengejek
si Zaimokuza,” kataku, lalu memberikan jeda agar terdengar dramatis. “Aku
tertarik dengan cerita itu – tolong ceritakan lebih jauh.”
“H-Huuuuh? H-Hachiemon?!” Zaimokuza melihatku
seperti dia sudah mempercayakan hidupnya kepadaku, jadi itu tidak ada
manis-manisnya sama sekali. Harga diri sosialnya langsung jatuh tidak peduli
seberapa muda lawan bicaranya, kurang lebih begitu.
“...Apa kalian sedang berpura-pura menjadi
badut? Cepat langsung ke topiknya dan katakan seperlunya.” Yukinoshita
menatapku dengan tajam.
Setelah dia mengatakan itu, para siswa kelas
1 itu mulai berbisik-bisik satu sama lain.
“H-Hei, apa dia ini Yukinoshita-senpai yang
dari kelas 2...?”
“M-Mungkin...”
Wow, yang benar saja? Apa Yukinoshita ini
semacam selebritis? Well, ada bagusnya jika mereka mengenalinya dengan sekali
lihat. Memang tidak wajar sih jika
ada seseorang yang tahu banyak tentang orang yang diluar angkatannya. Dulu
ketika SMP, aku juga tahu nama Senpai yang manis itu. Itu saja yang kutahu, beneran!
“Ohhh. Apa kalian ada keperluan dengan pria
ini?” tanyaku.
Aku tidak perlu memperkenalkan Zaimokuza –
dia langsung muncul dari belakangku.
“Mwahahahaha! Akhirnya. Kalian mungkin sudah
banyak omong kemarin, tapi sudah
terlambat untuk menyesalinya sekarang! Kuhukum kalian sekarang – sebagai Senpai
di kehidupan nyata dan Senpai di SMA!”
Zaimokuza benar-benar memanfaatkan status
Senpai tersebut, tapi member Klub Gamers ini tidak bereaksi sedikitpun.
“Hei, apa sih yang dia katakan? Ohhh,
mengganggu sekali.”
“Benar, kan? Kurasa tidak ada yang menarik
disini.”
Mereka menganggap remeh Zaimokuza, dan itu
membuatnya gugup.
“Umm, H-Hachiman. Aku – apa ada yang berubah?”
dia sepertinya sudah kembali normal.
“Jangan berkeringat seperti itu. Ini adalah
kejadian yang sering terjadi di kehidupan sehari-hari,” kataku, sambil menepuk
pundaknya.
“Oke, jadi kami ini dari Klub Relawan. Pada
dasarnya, kami memecahkan masalah dan mendengarkan masalahmu, dan karena
Zaimokuza ada masalah dengan kalian, kami datang kesini untuk
menyelesaikannya...Jadi uh, mana diantara kalian yang ada masalah dengan Zaimokuza?”
tanyaku.
Salah satu dari mereka mengangkat tangannya
dengan gugup.
“Uh, aku. Aku Hatano, kelas 1. Dan dia ini...”
“Sagami. Kelas 1...”
Anak yang bernama Hatano ini badannya kurus,
memberiku kesan kalau punggungnya agak sedikit bungkuk. Memakai kacamata tanpa
frame dan bentuk lensanya seperti trapesium – dia terlihat tajam dengan itu.
Dari pikiran yang tajam, maka muncullah ide yang tajam, kurasa seperti quote
itu.
Sedang Sagami, kulitnya pucat dan terlihat
seperti anak SMP, badannya kurus seperti satunya. Kacamatanya yang berbentuk
bulat memberikan kesan seperti, bernapas
menuju generasi selanjutnya.
Ngomong-ngomong, tidak penting bagiku untuk
mengingat nama mereka, jadi aku memutuskan untuk menamai mereka dari
kacamatanya.
“Jadi,” kataku. “Kudengar kalian ini sepakat
akan bertarung di sebuah game dengan pria ini, tapi kalian ini sangat jago
dalam game pertarungan, benar tidak? Kurasa itu sangat jelas terlihat meski tidak bertarung
bersama kalian, jadi apa kalian bisa menyelesaikannya dengan bermain jenis game yang lain?”
Jujur saja, rencanaku ini seperti omong
kosong. Ini seperti membuat seorang pemain sepakbola mengatakan, “Persetan dengan ini, ayo main baseball
saja!”. Siswa di sebelahnya pasti tidak ingin kehilangan keuntungan itu.
Secara normal, ekspresi wajah mereka yang
suram itu sudah menunjukkan kalau mereka kurang setuju. Mereka yang tidak
mengangguk juga memberitahu kalau mereka tidak setuju.
“Maksudku begini, apakah pertandingannya bisa
game yang lain atau begitulah?” kataku sambil menunjuk ke tumpukan kotak-kotak
ini.
“Kalau begitu...well.”
“Kurasa tidak masalah...”
“Tapi sebelum kita ganti gamenya dan karena mengganti game itu merupakan kerugian bagi kita, kita harus mendapatkan keuntungan dari hukumannya...” kata Hatano.
Well, kurasa ini cukup adil. Akupun
mengangguk dan melanjutkannya.
“Kalau begitu Zaimokuza akan berlutut dan
menyembah di kaki kalian, oke? Jika kalian yang kalah, maka kau hanya perlu meminta
maaf kepadanya.”
Ini benar-benar sangat mengganggu, jadi lebih
baik kita segera mulai saja ini. Zaimokuza seperti menyadari sesuatu dan
mengatakan, “Huh? Aku?”.
“Well, oke kalau begitu...” kedua member Klub
Gamers setuju.
“Kalau begitu kuserahkan game yang akan
dimainkan itu kepadamu. Jangan game yang sulit. Game yang bisa langsung
dimainkan oleh pemula, jadi jangan game pertarungan.
Sebenarnya, kupikir game itu memang harusnya
mudah dimainkan, tapi game saat ini membuat para pemula sulit untuk
memainkannya. Ketika kau menemukan judul game yang ingin kumainkan, seperti
sebuah kumpulan player Guilty Cog – plus veteran mereka yang sudah memainkan
itu sejak edisi game terdahulu – berkumpul di sekitar mesin game itu, jadi kau tidak bisa
masuk begitu saja dan memainkannya. Bahkan jika bisa, mereka akan
mempermalukanmu di game sehingga membuatmu tidak ingin bermain lagi. Mereka
harusnya mempertimbangkan untuk mengakomodir player pemula.
“Kurasa...Aku bisa menyiapkan sebuah
permainan dimana semua orang pasti tahu.”
“Hmph, oke kalau begitu. Apa nama gamenya?”
tanya Zaimokuza.
Mereka berdua merespon bersamaan sambil
menaikkan frame kacamata mereka.
“Kupikir kita akan bermain Double Daifugo.”
Mereka mungkin mengatakan itu dengan normal,
tapi lensa kacamata mereka bersinar terang seperti memancarkan sesuatu yang
licik.
x Chapter V Part 1 | END x
Sebenarnya, jika anda amati sikap Yui dan berbagai kata-kata yang keluar darinya di chapter ini, anda akan dengan mudahnya tahu kalau Yui bergabung dengan Klub Relawan karena Hachiman.
...
Sagami dan Hatano sendiri tidak yakin kalau gadis yang di depan mereka adalah Yukinoshita Yukino. Salah satu bukti kata-kata Hachiman tentang Yukino yang sangat populer, merupakan penilaian yang subjektif semata.
...
Kemungkinan besar, Yui ini adalah seorang gamer.
...
Chapter ini memberikan penjelasan mengapa Hachiman di vol 9 chapter 7 berusaha mencarikan alasan kepada Yukino agar bisa mampir ke toko Pan-san di Disney Land.
Yukino tidak ingin orang lain tahu kalau dirinya maniak Pan-san.
...
Gk ada di animenya ea
BalasHapus