x x x
Esoknya, Yuigahama terlihat sangat antusias.
Dia tidak berada di tempat yang biasanya
ketika jam istirahat tiba, malahan dia mentraktirku roti dan minuman. Lalu,
kami melakukan rapat strategi.
“Aku akan mencoba bertanya-tanya sebentar
lagi...Jadi kau tidak harus turun tangan, Hikki. Malahan, kau sepertinya tidak
perlu melakukan apapun.”
“Oh, keren itu. Aku sangat menghargai itu.
Tapi apa yang membuatmu sangat termotivasi kali ini...?” tanyaku. Dia bahkan
tidak terlihat setengah-setengah ketika hendak melakukannya.
“Adalah,
begitu? Ka-Karena aku diminta Yukinon, ya begitu!”
Dedikasinya untuk melaksanakan permintaan
Yukinoshita memang sedikit menyentuh. Tapi, aku sendiri lelah melihatnya. Entah
mengapa ada sesuatu yang kurang nyaman timbul di diriku.
“Memang bagus kalau terlihat termotivasi,
tapi apa yang akan kau lakukan dengan mereka?”
“Hmm, aku akan mencoba mendengarkan
pembicaraan para gadis. Kalau membahas soal hubungan di kelas, para gadis suka
membahasnya lebih dalam. Dan mereka benar-benar antusias ketika yang
dibicarakan adalah orang yang sama-sama tidak mereka sukai.”
“Whoa, para gadis memang menakutkan. Sial.”
Pada dasarnya, ini seperti quote musuh dari musuhku adalah temanku. Apa tidak
ada yang tahu kalau mereka sedang menerapkan strategi level elit seperti itu selama ini?
“Tidaklah sejahat yang kau bayangkan! Hanya
sekedar mengeluhkan orang itu – atau mungkin lebih tepat jika dikatakan
bertukar informasi?”
“Oh, itu seperti ini bukan tentang apa yang
dikatakan, tapi bagaimana cara mengatakannya?”
“Ngomong-ngomong! Kau buruk sekali ketika
membahas soal ini, Hikki. Diam saja dan biarkan aku yang melakukannya!”
Tapi yang dikatakan Yuigahama ada benarnya
juga. Sejujurnya, ini bukanlah kebiasaanku untuk mencari info dari obrolan
orang-orang. Biasanya ketika aku mendekati mereka, mereka langsung curiga
kepadaku. Setelah itu mereka akan bertanya “Kamu
siapa sih?” kepadaku.
Tidak seperti diriku, Yuigahama memiliki
status ‘disukai siapa saja’ di kelas
ini. Belum lagi, orangnya gampang akrab. Hal-hal seperti ini bisa dimiliki jika
sejak kecil sudah membiasakan untuk hal-hal seperti ini. Punya skill untuk bisa
menemukan tempat yang tepat untuk bergabung memang benar-benar berguna.
“Yeahh, kau benar...Maaf. Kuserahkan
kepadamu. Semoga sukses!”
“Mmm! Yep!”
Yuigahama mengatakan itu dengan semangat
membara, sebelum mendekati grup gadis yang berteman dengan grup Hayama. Dia
berjalan ke grup Miura sambil mengatakan “Maaf
aku tadi agak lama!”
“Oh, Yui. Apa yang membuatmu sangat lama
sekali?”
Miura, pemimpin grup itu menanyakan itu
dengan ekspresi kurang tertarik.
“Hei, tahu tidak, Tobecchi, Ooka-kun, dan
Yamato-kun belakangan ini terlihat aneh. Mereka itu agak...Tahulah. Maksudku – “
Buset!
Akupun terkejut mendengar kata-kata Yuigahama.
Dia langsung melempar bolanya lurus ke depan!
Dan tidak lupa bolanya sedikit melenceng dari sasaran! Kalau kita membahas dari
segi kekuatan, maka dia bisa dikategorikan rank S. Tapi kontrol bolanya parah –
pasti langsung rank F.
“Huh...Jadi kau suka gosip ya, Yui...” kata
seorang gadis, yang terlihat mendekatinya.
Kalau
tidak salah, namanya Ebina-san kah?
Miura menatap ke arah Yui dan matanya tampak
bersinar cerah.
“Begini, Yui. Kurang bagus jika mengatakan
hal-hal seperti itu, tahu tidak? Kurang bagus kalau membicarakan kejelekan
teman kita!”
Kalau melihat kata-katanya tadi, Miura memang
mengatakan hal-hal yang benar.
Atau lebih tepatnya, Yuigahama sekarang
berada di posisi orang jahatnya. Apa sih
yang dia lakukan?
Meski begitu, Yuigahama memberikan yang
terbaik untuk meyakinkan mereka kalau dia tidaklah salah.
“Bukan! Kau tidak paham maksudku! Aku,
seperti, tertarik dengan mereka.”
“Apa, apa kau menyukai salah satu dari
mereka?”
“Enggak
lah! Memang aku sekarang sedang tertarik ke seseorang sih, tapi...Well...Huh?!”
Di saat yang bersamaan, ekspresi Yuigahama
mengatakan “oh sial!”. Miura yang
mengetahui itu lalu tersenyum.
“Oho...Jadi kamu ini sedang menyukai
seseorang, Yui? Ayo ceritakan! Mengakulah. Kita bisa membantumu!”
“Seperti kataku tadi! Itu bukanlah
masalahnya! Aku tertarik dengan hubungan mereka bertiga, tahu tidak? Seperti,
kupikir belakangan ini sikap mereka agak aneh!”
“Oh, begitu kah? Ah membosankan.”
Miura langsung kehilangan minatnya. Dia
membuka HP-nya dan mulai bermain-main dengan HP-nya.
Tapi Ebina-san masih tertarik dengan hal itu.
“Aku paham maksudmu...Kau pasti tertarik juga
kan, Yui...Sebenarnya, aku juga!”
“Yeah, yeah! Mereka, seperti, bersikap aneh
dan sejenisnya!”
“Kupikir juga begitu,” Ebina-san mengatakan
itu dengan keyakinan yang tinggi. “Kalau kulihat-lihat, Tobecchi itu seperti uke! Dan Yamato-kun itu bertipe pasif.
Oh, dan Ooka-kun itu tipe yang suka menggoda. Pasti ada ‘sesuatu’ diantara mereka bertiga!”
“Oh, kau akhirnya paham,” awalnya Yuigahama
mengatakan begitu. Kemudian, “...Huh?”
“Tapi tahu tidak! Ketiganya pasti mengincar
Hayato-kun! Eeeek, aku merasa kalau mereka berteman dengannya karena mengincar
itu! Oh, pikiranku mulai dipenuhi hal itu!”
Wow,
serius nih? Aku baru tahu kalau Ebina-san
menyukai itu secara berlebihan? Hidungnya bahkan mimisan.
Yuigahama terlihat gugup dan bingung dengan situasi
itu, sementara Miura terlihat mendesahh kesal.
“Ya mulai lagi deh. Ini semacam penyakit
yang diderita Ebina. Ya ampun, kau akan terlihat manis jika kau ini diam, jadi
cepat bersihkan hidungmu sana!”
“Ahahaha...” Yuigahama tertawa dengan aneh.
Ketika dia menyadari kalau aku sedang
melihatnya, dia menepuk kedua tangannya, seperti memberitahu kegagalannya. “Maaf!”.
...Yeah, kurasa aku tidak akan terkejut kalau
seperti itu hasil akhir yang dia dapatkan dari serangan langsung tadi. Bahkan
jika Ebina-san tidak ada disana sekalipun, akhirnya pasti akan tetap
mengecewakan.
Jadi pada akhirnya, aku tetap harus melakukan
sesuatu.
Tapi, ikut dalam obrolan bersama teman-teman
sekelas kurasa bukanlah keahlianku. Jadi
bagaimana aku bisa mencari informasi dari mereka?
Jawabannya jelas. Yang bisa kulakukan
hanyalah mengamati mereka. Jika aku tidak bisa mengobrol dengan mereka – bukan,
karena aku memang tidak bisa berkomunikasi dengan mereka, maka aku harus
mencari cara lain untuk memperoleh informasi.
Kata orang, 30% komunikasi manusia itu lewat
kata-kata. Sisa 70% lewat gerakan mata dan bahasa tubuh lainnya. Kalimat “sebuah gambar berbicara lebih dari seribu
kata” datang dari pentingnya komunikasi non-verbal. Dengan kata lain,
bahkan seorang penyendiri yang tidak bisa berbicara dengan mereka, masih bisa
mencari informasi jika fokus di 70% sisanya. Benar tidak? Benar kan?
Sekarang, saatnya mempraktekkan salah satu dari 108
skill spesialku : “mengamati manusia”.
Skill lainnya adalah menembak dengan menggunakan senjata. Oleh karena itu aku
ini memang mirip Nobita-kun.
Mengamati perilaku manusia itu sangat mudah:
[1] Pakai earphone tapi tidak menyalakan
musik sehingga kau bisa fokus dengan sekelilingmu.
[2] Pura-pura tertidur, tapi di kenyataannya,
kau sedang mengamati setiap detail ekspresi dari member grup Hayama.
Itu saja.
Hayama dan yang lainnya sedang mengobrol di
dekat jendela belakang. Hayama sedang menyandar di tembok, dikelilingi oleh
Tobe, Yamato, dan Ooka.
Ini saja sudah mengatakan banyak hal. Dengan
mudah aku melihat kalau Hayama adalah orang paling menonjol di grup itu. Itu
karena dia menyandar di tembok, dimana dia memiliki pertahanan terbaik di
grupnya, seperti seorang raja yang sebenarnya. Meski begitu, mereka semua tidak
menyadarinya. Itu karena mereka punya kesadaran diri yang rendah dan memakai
insting mereka untuk bertindak.
Aku bisa melihat kalau mereka bertiga punya
peran masing-masing di grup itu.
“Yo, bro.
Pelatih Klub Baseball gue memukul
bola waktu latihan dan kena ke Klub Rugby! Parah banget! Belum lagi bolanya kenceng
banget tuh!”
“...Yeah, pembina klub gue kena bola kampret
dari pelatih lo.”
“Wah jengkelin
banget tuh! Tapi tahulah, tim Rugby
yang kena bolanya aja masih
tenang-tenang aja. Tapi tim sepakbola
gue parah bro. Lu tahu pas tuh bola ketendang ampe keluar lapangan, orang-orang pada marah semua. Kayak judul
film, fast and furious!”
Ooka membuka candaannya, lalu Yamato
meneruskannya. Lalu Tobe mengatakan punchline-nya.
Ini seperti menonton latihan drama. Shakespeare pernah berkata, “Dunia ini panggung sandiwara”, tentunya
orang-orang akan memainkan drama sesuai peran yang diberikan kepada mereka.
Juga, sutradara dan penontonnya dijabat oleh
Hayama. Hayama tertawa mendengarkan semua cerita mereka, mengatakan sebuah
topik dan bersemangat mendengarkan cerita-cerita mereka. Aku menyadari banyak
hal dari mengamati mereka:
Oh, dia
terlihat cemberut secara diam-diam sehingga kalian tidak melihatnya.
Dia akan langsung diam ketika pria di sebelahnya mulai berbicara.
Dia akan bermain dengan HP-nya dengan ekspresi kebosanan di wajahnya dan
tidak mendengarkan topiknya.
Ketika ada guyonan berbau porno dibahas, dia selalu tersenyum – dasar perjaka
yang menyedihkan. Tidak ada keraguan soal itu. Sumber: diriku. (Kenapa
ya ketika ada candaan berbau porno
muncul, orang-orang pura-pura menganggapnya santai tanpa mempedulikan perasaan
mereka yang sebenarnya...?)
...Kurasa informasi yang terakhir tadi tidak
ada hubungannya dengan yang kulakukan ini.
Tampaknya tidak banyak yang bisa kudapatkan.
Setelah memikirkan hal itu, akupun mendesah.
“...Sebentar ya, aku ada perlu sebentar,”
Hayama mengatakan itu dan melihat ke arahku.
Tampaknya aku dari tadi mengamati mereka dengan serius sehingga Hayama
menyadari diriku. Jantungku berdetak kencang ketika mengira mereka akan
mengatakan kepadaku, “Oi, lu lihat apaan
kesini? Mau ngajak berantem?” atau sesuatu seperti itu.
Hayama lalu berjalan ke arahku. Akupun
mengatakan sesuatu dengan ekspresi kurang senang ketika Hayama datang kepadaku.
“Ada apa?”
Hayama tidak terlihat kesal, ataupun menarik
kerah bajuku, juga tidak memintaku untuk merubah sikap. Dia hanya tersenyum.
“Oh, kupikir kau sudah menemukan sesuatu.”
“Nah...”
Hal-hal besar yang kutemukan hanyalah
Ebina-san adalah seroang fujoshi dan Ooka adalah perjaka. Sambil memikirkan
itu, aku melihat ke arah Ooka dan yang lainnya, dan aku melihat sebuah pemandangan
yang mengejutkan.
Ketiganya hanya bermain-main dengan HP-nya.
Dan sesekali, mereka melirik ke arah Hayama.
Aku langsung mendapatkan sebuah jawaban
seketika. Seperti di manga Detektif Conan ketika disetrum oleh pistol setrum
setelah mendapatkan kesimpulan tentang kasus.
“Apa terjadi sesuatu?” tanya Hayama.
Akupun tersenyum licik kepadanya.
“Aku sudah memecahkan semua misteri dalam
kasus ini!”
Tentunya,
analisis akan ditunjukkan setelah jeda
iklan.
x
x x
Orang-orang yang berkumpul di ruangan Klub
Relawan sepulang sekolah adalah Yukinoshita, Yuigahama, dan diriku. Oh, ada
Hayama juga.
“Apa yang kau temukan?”
Yuigahama memasang ekspresi tertawa yang
dibuat-buat.
“Maaf ya! Aku sudah bertanya ke para gadis
kalau mereka punya info atau tidak, tapi hasilnya zonk!” dia mengatakan itu sambil meminta maaf.
Yeah, mau bagaimana lagi. Itu karena
Ebina-san menjadi gila terhadap
sesuatu yang seharusnya Yuigahama tidak ketahui. Yuigahama lalu mendengarkan
info-info yang tidak penting itu darinya.
Yukinoshita merendahkan kepalanya dan menatap
ke arah Yuigahama. Tapi dia tidak marah dengan hal itu.
“Begitu ya? Kalau begitu, kurasa tidak
masalah.”
“Huh? Apa kau benar-benar tidak apa-apa
mengenai itu?”
“Sebaliknya, hari ini kau menemukan fakta
kalau para gadis tidak tertarik dan tidak ada hubungannya dengan grup Hayama-kun.
Dengan begitu, bisa disimpulkan kalau masalah itu hanya berputar-putar di
sekitar member grup Hayama-kun saja. Yuigahama-san, kau sudah melakukan hal
yang bagus.”
“Y-Yukinon...” mata Yuigahama seperti
dipenuhi emosi tertentu.
Yukinoshita lalu bisa menghindari pelukan
Yuigahama. Kepala Yuigahama lalu menabrak tembok dan dia terlihat hendak
menangis.
Seperti terkejut, Yukinoshita mengelus kening
dari Yuigahama. Di saat yang bersamaan, dia melihat ke arahku.
“Bagaimana denganmu?”
“Maaf, aku tidak menemukan petunjuk mengenai
si pelaku.”
“...Begitu ya.”
Kupikir dia akan menghajar kepalaku sampai
babak belur, tapi Yukinoshita hanya mendesah. Dia melihatku dengan tatapan mata
yang menyedihkan. “Kurasa tidak ada seorangpun yang mau berbicara kepadamu.”
“Bukan, bukan begitu...”
Memang benar kalau aku sangat yakin tidak
akan ada yang mau berbicara denganku jika aku berbicara dengan mereka. Adegan
mengobrol ke orang dan memancing mereka untuk membahas topik tertentu terlalu
banyak memakan kalori spiritual tubuhku. Sangat membuang-buang MP hanya untuk
Magic Burst.
“Aku memang tidak menemukan siapa pelakunya,
tapi aku menemukan satu hal,” kataku.
Yukinoshita, Yuigahama, dan Hayama
mencondongkan tubuhnya ke arahku. Tatapan yang penuh tanda tanya, tatapan yang
sudah menduga sesuatu itu dariku, tatapan yang tertarik akan apa yang akan
kukatakan setelah ini – setelah melihat sikap mereka, akupun pura-pura batuk.
Seperti memperoleh momen tersebut, Yukinoshita bertanya.
“Kira-kira apa yang kau temukan?”
“Grup mereka itu, adalah Grup Hayama.”
“Huh? Bukankah semua orang tahu itu?”
Yuigahama mengatakan itu seperti aku baru saja mengatakan sesuatu yang idiot.
Tapi yang kulihat dari tatapan matanya adalah, “Siapa yang perjaka disana? Ooka?” Hei, tolong jangan bawa-bawa Ooka.
“Uhh...Hikitani-kun, apa maksudmu?”
“Oh, kurasa aku mengatakan itu dengan kurang
jelas. Maksudku, kata ‘Hayama’ itu menyatakan kepemilikan grup. Dengan kata
lain, grup itu milik Hayama dan grup itu ada hanya demi Hayama.”
“Nah, kupikir tidak seperti itu...” kata
Hayama.
Tapi dia mengatakan itu karena dia tidak
menyadarinya. Kalau begitu, mungkin juga ketiga member grupnya merasakan hal
itu, kalau mereka semua tidak menyadari grup mereka itu adalah Grup Hayama.
Tapi karena aku adalah orang luar, aku bisa merasakan perbedaan itu dengan sangat jelas.
“Hayama, apa kau pernah melihat mereka
bertiga ketika kau tidak ada disana?”
“Tidak, tidak pernah...”
“Bukankah itu sudah jelas,” Yukinoshita
mengatakan itu seperti menganggapku seorang idiot. “Dia itu bukan dirimu yang
bisa melihat semuanya meski kau tidak ada disana.”
Akupun mengangguk.
“Itulah mengapa Hayama sendiri tidak pernah
menyadarinya. Mereka bertiga tidak terlihat akrab ketika tidak ada Hayama
diantara mereka. Sederhananya, bagi mereka, Hayama itu adalah teman mereka.
Tapi, yang lainnya hanyalah ‘teman dari
teman mereka’.”
Yuigahama langsung bereaksi setelah aku
mengatakannya.
“Oh. Oooohhh. Aku paham sekarang. Memang akan
terasa aneh jika orang yang membuat obrolan di grup mengalir tidak ada diantara
mereka. Aku tidak tahu harus mengatakan apa, jadi aku memilih untuk
bermain-main dengan HP-ku...” dia mengatakan itu seperti teringat akan sesuatu
yang kurang menyenangkan.
Yukinoshita lalu menatap ke arah Yuigahama.
“Apakah memang seperti itu?”
Dia membisikkan itu ke telinga Yuigahama,
sambil memegangi lengannya. Yuigahama menyilangkan lengannya dan mengangguk
untuk mengkonfirmasi itu.
Begitulah Yukinoshita. Dia tidak punya teman,
jadi dia tidak ada pengalaman dengan itu.
Hayama hanya terdiam saja daritadi, seperti
memikirkan dengan dalam kata-kataku tadi. Tapi ini memang diluar kuasa Hayama.
Baginya, mereka bertiga adalah temannya. Tapi hubungan semacam itu tidak
terjadi diantara mereka bertiga – mereka hanya basa-basi saja terhadap member
yang lain.
Menjadi teman dari seseorang itu seperti rela
membungkuk ke belakang demi mereka. Jadi aku sendiri tidak menganggap kalau
punya banyak teman adalah hal yang menyenangkan.
Hayama seperti terjebak di rawa-rawa. Dia
dikelilingi oleh teman-temannya, tapi di lain pihak, kau bisa mengatakan kalau
dia terjebak di tengah-tengah mereka. Melarikan diri bukanlah sebuah opsi.
Kalau dalam Dragon Quest, itu disebut “But
Thou Must”.
Tapi, aku tahu sebuah cara untuk keluar dari
situasi itu.
“Menganggap kalau kata-katamu itu benar
adanya, Hikigaya-kun, itu hanya memperkuat motif mereka saja.”
Yukinoshita lalu menaruh tangannya di dagu
dan melanjutkan. “Mungkin tidak ada cara lain lagi untuk mengetahui siapa
pelakunya diantara mereka bertiga. Situasi ini tidak bisa dikontrol kecuali
pelakunya dikeluarkan. Kita butuh bukti-bukti lain untuk menguatkan siapa pelakunya...”
Mengeluarkan orang dari sekolah, dia mengatakan itu dengan
santai – Yukinoshita memang menakutkan. Apa dia sudah membuat drop-out si Sagawa-san dan Shimoda-san di masa lalu?
Kalau dipikir-pikir, membuat orang
dikeluarkan dari sekolah adalah hal yang buruk, jadi aku mengusulkan cara lain.
“Nah, kurasa kita tidak perlu membuat si
pelaku sampai keluar sekolah segala. Aku tahu sebuah cara yang lebih baik,”
kataku.
Yukinoshita memiringkan kepalanya dan
menatapku dengan penuh tanda tanya.
Memang benar kalau pelakunya layak
dikeluarkan dari sekolah atas kejahatan seperti itu. Tapi akan selalu ada
pilihan yang lebih baik. Misalnya dalam sebuah kasus pencurian permata, kejahatan tidak akan pernah terjadi jika
permatanya tidak ada. Jadi kita tinggal meniadakan permatanya sehingga tidak
akan ada yang bisa dicuri. Aku, dengan skill ninjaku, memilih jalan hidup sebagai pencuri
bayangan daripada menjadi seorang detektif.
“Hayama, kau bisa menyelesaikan kasus ini
jika kau mau. Kau tidak perlu mencari pelakunya dan situasinya tidak akan
memburuk lagi – dan jika sukses, mungkin mereka bisa berteman akrab setelah
ini.”
Entah wajahku terlihat seperti apa ketika aku
mengatakannya. Aku sedang tersenyum, setidaknya begitu. Dan saking sempurnanya
senyumku itu, Yuigahama terlihat ketakutan ketika melihat wajahku.
Secara tidak sadar, aku mulai bersuara
seperti Zaimokuza. Kalau seandainya iblis yang mengejar-ngejar manusia agar mau
membuat perjanjian dengan mereka itu benar-benar ada di dunia ini, mungkin
iblis itu akan terlihat seperti diriku saat ini.
“Kau ingin tahu?” tanyaku.
Hayama, manusia yang malang, domba yang
tersesat, mendengarkan penawaran dari iblis dan mengangguk ketika mendengarnya.
x
x x
Esok hari setelah Hayama memutuskan untuk
menerima tawaranku mengenai nasibnya itu.
Di kelas, tertulis nama-nama siswa 2F di
papan tulis. Setiap grup tertulis 3 nama, dan tiap grup itu menandakan grup
untuk kegiatan Mengunjungi Tempat Kerja.
Ketiga gadis yang duduk di sebelahku tertawa dan tersenyum satu sama lain
sebelum mereka pergi menulis namanya di papan tulis, tentunya sebelum itu mereka
sudah membuat janji bersama kalau mereka akan satu grup.
Bagiku, aku tidak mencari siapapun dan hanya
duduk disini menonton mereka seperti sedang tertidur. Beginilah caraku
menangani kegiatan yang diharuskan untuk membentuk grup. Di momen seperti ini,
sangat penting untuk tidak bergerak sedikitpun. Kata-kata terakhir Takeda
Shingen juga mengatakan hal yang serupa: “Jangan
bergerak seperti sebuah gunung”. Dia memang benar sekali. “Cepat seperti angin, senyap seperti hutan,
membosankan seperti api, tidak bergerak seperti gunung”. Itu benar-benar
menggambarkan diriku. Aku sedang menunggu angin keberuntungan untuk berhembus dan membuat Wali Kelasku berkata, “Ya,
ya, Ibu tahu kalian semua membenci Hikigaya-kun, tapi tidak bagus jika kalian
meninggalkannya! Itu tidak baik!”.
(...Itu
yang dikatakan wali kelasku di kelas 4 SD. Aku tidak akan pernah memaafkan si
nenek tua Isehara.)
Ngomong-ngomong, seperti istilah “Hal-hal baik akan mendatangi mereka yang
mau bersabar”, yang dilakukan seorang penyendiri hanyalah menunggu dan
setengah tertidur hingga ada teman sekelas yang tidak bisa menemukan orang
ketiga di grupnya dan memanggil namamu. Dan begitulah grup yang menyenangkan
milik kami terbentuk!
...Persetan
dengan semua itu, aku tidur sajalah.
Aku menggunakan salah satu dari 108 skillku –
pura-pura tidur. Kebetulan juga, salah satu skillku yang lain adalah “Menjadi protagonis ketika berada di cerita
yang panjang”. Kurasa aku sekarang mirip Giant.
Ketika aku mulai tertidur, seseorang
menggoyang-goyankan bahuku. Aku bisa merasakan kelembutan dari tangan tersebut,
bahkan seperti menembus pakaianku. Ketika sebuah suara memanggil nama “Hachiman”, seperti sebuah lagu dari
surga bagiku. Seperti baru dibangunkan oleh surga, akupun membuka mataku.
“Pagi, Hachiman.”
“...Apakah kamu malaikat? Oh, ternyata
Totsuka.”
Whoa, aku tidak sadar mengatakannya! Saking
manisnya sehingga aku melihatnya sebagai malaikat. Sambil tertawa, Totsuka
duduk di kursi kosong sebelahku yang sudah ditinggalkan oleh para gadis
tersebut.
“Ada apa?” tanyaku.
Totsuka memegangi lengan baju olahraganya dan
menatapku.
“So-Soal grup kunjungan kerja...” dia
mengatakan itu dengan ragu-ragu.
“Hmm? Oh, ya. Semoga grupmu menyenangkan.”
Mau bagaimana lagi, Totsuka sudah punya grup
sendiri. Sayang sekali.
Sambil melemaskan tubuhku, akupun melihat
sekelilingku. Mayoritas siswa sudah punya grup, tampaknya ini momen bagi
penyendiri untuk muncul. Aku harus bergabung dengan penyendiri lainnya dan
membuat grup. Meski terdengar enak, sebenarnya satu grup dengan penyendiri
sangat merepotkan, dan jika aku telat sedikit, aku akan bergabung dengan grup
yang terdiri dari dua orang yang sudah berteman dengan akrab. Itu artinya orang
yang tertulis di papan sebagai orang ketiga di grup adalah seorang pecundang.
Di saat yang bersamaan, ada sebuah grup yang
ditulis di papan. Nama ketiga orang itu mengingatkanku sesuatu.
“Tobe, pria pirang yang goblok.”
“Yamato, orang bodoh yang plin-plan.”
“Ooka, perjaka oportunis.”
Kurasa ini adalah susunan Three Musketeer
yang baru! Aku ternyata menjadi saksi dari sebuah sejarah baru!
Ngomong-ngomong, karakter favoritku adalah Ooka si perjaka oportunis. Dia menulis
namanya sendiri dan melihat wajah temannya, dia lalu tertawa. Aku tidak melihat
nama Hayama tertulis di grup manapun yang ada di papan tulis.
Sambil melihat ketiganya, aku mendengar
sebuah suara.
“Boleh aku duduk disini?”
Tanpa menunggu jawabanku, dia duduk di
sebelah Totsuka. Melihat ada orang yang tidak terduga duduk di sebelahnya,
Totsuka melihatku dengan penasaran dan menggumam.
“Er, uhh...”
Manisnya...
“Terima kasih ya, kami akhirnya bisa
menyelesaikan ini dengan damai. Terima kasih ya bro.”
Orang yang baru duduk itu tersenyum dengan ceria.
Dia adalah Hayama Hayato.
“Aku tidak melakukan apapun,” akupun memaksa.
Kenapa sih
orang ini berbicara kepadaku seperti sudah kenal lama diriku? Apa dia nice guy? Benar-benar nice guy?
“Kurasa aku harus berterima kasih kepada
dirimu. Jika kau tidak mengatakan itu, mungkin mereka bertiga masih berkelahi
sampai saat ini.”
Begitulah kata Hayama, tapi aku tidak
melakukan satupun hal yang bagus. Bahkan, aku ini mulai menyeret Hayama menuju
jalan seorang penyendiri.
Alasan mereka bertiga berkelahi karena mereka
ingin bersama Hayama. Jadi aku tinggal mengambil akar masalahnya dan voila!
Sebenarnya, jawabannya adalah memisahkan
Hayama Hayato dari teman-temannya. Seorang penyendiri itu seperti sebuah negara
yang netral. Jika kau tidak sendirian, masalah akan datang padamu meski kau
tidak melakukan apa-apa. Jika dunia ini diisi oleh penyendiri semua, maka tidak
akan pernah ada perang atau diskriminasi. Hei,
aku pantas mendapatkan Nobel Perdamaian karena itu!
“Aku selalu berharap kalau semua orang bisa
akrab, tapi sekarang aku sadar kalau aku ternyata bisa menyebabkan sebuah
konflik...”
Hayama menggumamkan itu, dan ini
pertamakalinya aku melihatnya seperti seseorang yang kesepian.
Aku tidak tahu harus menjawab apa, akupun
hanya diam saja. Hayama pergi ke Klub Relawan untuk mencari solusi atas teman
dan grupnya, dan solusi yang kuberikan padanya adalah solusi yang kasar dan
pahit.
Meski dia sudah berusaha keras untuk
berbicara denganku dan mengingat nama Zaimokuza...
Meski dia adalah nice guy...
Meski dia hidup di komunitas sekolah yang
lebih gemerlap daripada siswa yang lain...
...Hayama Hayato mengatakan tidak menyukai
dirinya yang itu dan dia mengatakan hal-hal semacam itu.
“Mereka bertiga terkejut ketika kukatakan
kalau aku tidak ingin satu grup dengan mereka. Kupikir itu akan sangat bagus
karena bisa memotivasi mereka agar mereka bertiga bisa benar-benar menjadi
teman yang akrab.”
“...Yeah, kurasa begitu.”
Jujur saja, kurasa orang bisa berbsikap sebaik dirinya
itu pastinya karena sedang mengidap sebuah penyakit. Akupun meresponnya dengan
santai sambil bersandar ke belakang.
“Terima kasih ya. Oh, tahu tidak, aku belum
memutuskan grup kegiatan ke tempat kerja itu, bagaimana kalau kau dan diriku
membentuk sebuah grup?”
Hayama tersenyum sambil menjulurkan tangan
kanannya ke arahku.
...Huh?
Jabat tangan? Ada apa dengan sikap riajuu yang ramah ini kepadaku? Ya ampun,
jangan mempermainkanku. Apa dia ini semacam orang Amerika atau sejenisnya?
“O-Oke, bro.”
Karena itu, aku secara tidak sengaja menjawabnya ala American Yankee.
Akupun menepuk tangannya, Hayama berkata “Ouch!” dan tersenyum kepadaku. Sekarang
dia menjadi penyendiri sepertiku, kita mungkin bisa memahami satu sama lain
dengan lebih baik ke depannya.
Sekarang, tinggal mencari satu orang lagi dan
grup kita selesai.
Tiba-tiba, ada makhluk manis sedang
menggerutu di sebelahku.
“...Totsuka, ada apa?” akupun melihatnya.
Wajah Totsuka yang kesal memang sangat manis.
“Hachiman...Bagaimana denganku?”
“Er, uh, huh?” akupun mengedipkan mataku. “Kupikir
kau sudah punya grup?”
“Aku memang sudah punya!”
Totsuka menarik-narik lengan blazerku. “Ya
grupku itu sejak awal bersama dirimu, Hachiman.”
“Jadi begitu ya maksudmu tempo hari ‘sudah memutuskan’...”
Apa ini semacam trik? Tapi tahulah, penyendiri
itu punya kemampuan untuk membaca bermacam-macam makna dari tiap kata-kata,
jadi aku tidak pernah sadar kalau aku adalah orang yang dia maksud ‘sudah diputuskan’ itu. Ketika aku
melihat Totsuka yang wajahnya memerah dan kesal, akupun melunak. Ketika aku
tertawa, Totsuka mulai tersenyum.
Hayama, yang melihat kami berdua, berdiri dan
menoleh ke arah kami berdua dari balik bahunya.
“Oke, kalau begitu aku pergi dulu untuk menulis
nama kita bertiga ya. Kalian ingin grup kita pergi kemana?”
“Terserah kau saja,” kataku, dan Totsuka juga
mengangguk.
Jadi Hayama mulai menulis nama kami di papan
tulis:
Hayama.
Totsuka.
Hikigaya.
Oh, jadi dia menulis namaku dengan benar. Itu
membuatku senang, kurasa begitu. Mungkinkah dia ini temanku?
Hayama lalu menulis “Tempat kerja yang ingin kami kunjungi...”. Dan kemudian...
“Oh, ooooh,” ada seorang gadis menyadari itu
dan menghapus tulisan di grupnya. “Aku ingin ke tempat yang sama dengan Hayato
juga!”
“Ya ampun, Hayama-kun pergi kesana?” ada
gadis lain menyahut. “Oh, aku akan mengubah tujuan grupku juga!”
“Aku juga deh!”
dan lainnya menyahut juga.
“Hayato memang sesuatu! Dia super Hayato!”
Teman-teman sekelasku mulai menghujani Hayama
seketika. Kemudian, mereka mulai ramai sendiri, lalu mereka mengubah tujuan
grup mereka agar sama seperti Hayama. Tidak lama kemudian, namaku seperti
hilang ditumpuk bermacam-macam nama disana. Sekali lagi, eksistensiku
sepertinya tidak dihiraukan oleh mereka.
Beginilah, karena itulah aku menjadi ninja.
Aku harunys pergi ke Iga atau Kuga sebagai tujuan Kunjungan Kerja kali ini.
Dengan begitu, aku bisa bergerak tanpa diketahui orang lain, tuan dan nyonya sekalian.
Tanpa perlu kukatakan lebih jauh, pertemanan
juga merupakan sesuatu yang bisa pergi tanpa disadari oleh orang kapanpun dan
dimanapun.
x Chapter III | END x
Mari kita kembali ke vol 1 chapter 3, disana Yui mengatakan kalau menyukai orang karena kenal selama 2 minggu adalah proses yang terlalu cepat. Di chapter ini, Yui mengakui ke Ebina dan Miura kalau dia sudah punya orang yang disukai. Di vol 1 chapter 3, timeline ada di bulan April, sedang chapter ini awal Mei. Artinya, selisih waktunya sekitar 2-3 minggu.
Menggunakan kata-kata Yui sebagai pembanding, itu artinya orang yang disukai Yui di vol 1 chapter 3 adalah orang yang sama ketika Yui mengatakan itu ke Miura dan Ebina di chapter ini.
...
Ironisnya, di volume 7 Hayama sendiri yang mengkhianati persahabatan grupnya.
Hmmm...
BalasHapusBanyak referensi anime lain disini, kayak alat setrumnya conan, terus phantom thief - kaito kid. Terus protagonis di cerita panjang - si jayen. Si jayen kalo di movie langsung baik benget beda kalo di serial
BalasHapus