x x x
Kubanting
kertas-kertas itu ke meja. Isinya cuma membuat alisku naik seperti di Gulungan
Laut Mati.
“...Apa-apaan tulisan ini?”
Pagi ini mataku menatap ke arah tulisan di
halaman tersebut, bulu kudukku langsung berdiri. Ini dikarenakan diriku merasakan
sebuah deja vu, tentunya ini karena
tulisan tersebut berisikan volume selanjutnya dari novel yang ditulis Zaimokuza
Yoshiteru-sensei, dimana dia menuliskan banyak sekali detail di dalamnya.
Bolehkah kubunuh dia sebagai hadiah telah membaca volume pertama dan sebagai
permulaan yang bagus untuk membaca volume selanjutnya?
Ceritanya tidak masuk akal, dan banyak sekali
lubang-lubang ceritanya. Satu-satunya hal yang kusukai hanyalah si protagonis
adalah ahli pedang yang kesepian.
Itu adalah satu-satunya hal yang menarik
bagiku, maksudku, bagian ‘kesepian’-nya. Semua pahlawan adalah penyendiri.
Menjadi penyendiri berarti memiliki kekuatan. Tidak terikat dengan siapapun
artinya tidak punya satupun untuk dilindungi. Keinginan untuk melindungi
sebenarnya adalah sebuah kelemahan. Achilles, pahlawan Yunani kuno, dan Benkei,
seorang biksu petarung yang kuat, bisa dikalahkan karena mereka punya
kelemahan. Seandainya mereka tidak punya kelemahan, mereka pasti akan tercatat
dalam buku sejarah sebagai seorang pemenang.
Aku mendukung orang yang tidak punya
kelemahan, tidak memiliki orang yang dekat ataupun bisa dilindungi karena
alasan itu.
Dengan kata lain, akulah yang terkuat.
Novel sampah Zaimokuza ini berisikan
cerita-cerita di sekitar ahli pedang yang kuat ini, dan hasilnya tidak ada yang
bagus sama sekali. Semuanya sampah, jadi kutulis saja di halaman pertama dengan
spidol berwarna merah.
INI
SAMPAH.
...Sudah, kurasa ini sudah bagus.
Setelah aku merasa puas, Komachi terlihat
sudah menyiapkan sarapan pagi itu. Karena kedua orangtua kami sudah pergi
bekerja, hanya Komachi dan diriku yang ada di ruang keluarga ini.
Komachi yang memakai celemek mempersiapkan
sarapan dengan berisik. Kalau kau tanya aku, memakai celemek dengan tank-top
dan celana pendek sebenarnya bukan ide yang bagus. Dia seperti sedang telanjang
dan memakai celemek.
Dia duduk sambil memakan roti isi selai
berwarna coklat muda dan memegang secangkir kopi di depanku. Oh, dan ada selai
menempel di mulutnya. Aroma dari roti selai dan kopi yang dibuat dengan baik
terasa enak, seperti sedang memainkan ‘musical suite’. Varian dari selai itu juga adalah ‘suite’
(paham tidak?) juga – Pretty Cure Breakfast.
“Selamat makan,” kataku.
“Yep yep, it’s chow time,” kata Komachi
sambil menyanyikan lagu. “Selamat makan untukku juga.” kami berdua menepukkan
kedua tangan kami dan memakan roti selai itu. Lalu Komachi menambahkan.
“Aku kemarin membeli sesuatu yang agak
eksotis untuk sarapan pagi ini. Roti selai ini termasuk engrish, benar tidak?”
“...Engrish
apaan? Semacam gerakan ultimate untuk membunuh?”
“Bukan, maksudku super English.”
“Serius kamu? Kupikir yang benar itu British.”
“Mustahil Onii-chan. Tidak ada negara yang
bernama British.”
“...Negara Inggris adalah bagian dari
Persemakmuran Inggris Raya, dimana dunia internasional biasanya menyebut itu
Kerajaan Inggris. Jadi kalau kita melakukan kebiasaan dengan bergaya Kerajaan
Inggris disebut British. Sedikit info
saja untukmu.”
“Ter-Terserah kamulah! Ingrish itu adalah
kata serapan Jepang saat ini! Seperti great-o
g’day-o!”
...great-o
g’day-o tidak terkesan seperti English
atau bahasa Jepang untukku.
Tanpa mempedulikan alasan tidak jelas
Komachi, aku mulai meminum segelas kopi susu di depanku. Aku teringat kalau
meminum kopi susu dengan gaya seperti meminum MAX COFFEE bisa disebut
Chiba-ish, atau Chibash. Sekalian kau bisa menyebat anime basket di masa depan
sebagai Basquash.
“Tahu tidak,” kataku, “Kalau membahas gaya
Inggris, bukankah kita akan teringat dengan teh?”
“Yeah, aku tahu, tapi kau lebih suka kopi,
Onii-chan. Kupikir itu bisa membuat poin Komachi bertambah banyak.”
“Mm. Kuakui kalau poinmu sekarang bertambah
banyak. Ketika kau punya sistem poin, itu sangat bagus dan memudahkan.”
Bahkan terlihat lebih bagus jika pilihan “ya”
dan “tidak” ditampilkan dengan jelas, sekaligus dengan level keakrabannya.
Tidak akan ada rasa salah paham jika kau pilih ‘tidak’ maka kau akan dengan
mudah melihat level keakrabannya menurun, jadi mencampakkan gadis akan
terdengar seperti hal yang mudah. Itu saja sudah membantu banyak sekali
pria-pria yang malang, kujamin itu.
Sambil memikirkan itu, akupun mengaduk Max
Coffee palsuku, lalu Komachi menatapku. Wajahnya terlihat pucat dan bahunya
seperti bergetar hebat.
“O-Onii-chan, kau ini bersikap aneh deh...”
“Huh?”
“Aneh sekali! Biasanya, kau merasa terganggu
dan memperlakukanku seperti seorang idiot ketika aku menceritakan hal-hal
semacam ini. Aku bisa merasakan cintamu dari perlakuan dinginmu!”
“Dan kau sebut sikapku yang memperlakukanmu
dengan baik ini aneh?”. Dia ini terlihat sensitif sekali?
“Ngomong-ngomong, itu sebenarnya hanya
candaan.”
Seperti kata Komachi, tapi itu cukup
menakutkan karena aku sendiri tidak tahu apakah itu candaan atau tidak. Jika
seandainya adikku ini adalah seorang gadis mesum yang marah jika diperlakukan
dingin, maka aku sudah tidak tahu lagi harus berinteraksi seperti apa
dengannya. Ini cukup menggangguku. Tampaknya, memperlakukannya seperti orang idiot
setiap harinya membuat poinnya terus naik. Ada apa dengan cinta antar saudara
ini?
“Onii-chan, kau belakangan ini agak aneh,
tahu tidak? Kau terlihat tidak punya ambisi...? Meski itu normal sih. Ah aku tahu – matamu tampak
agak...? Sikapmu ini seperti tidak serius...? Tapi kurasa itu sudah seperti itu
sejak lahir. Hmm. Intinya, kau terlihat aneh!”
“Entah kau ini sedang menyindirku atau kau
ini sedang peduli kepadaku. Tolong pilih salah satu. “ Aku tidak tahu apa dia
menyayangiku atau dia membenciku. “Ngomong-ngomong, belakangan ini sangat
panas. Membuatku gampang emosi – membuat mataku dan sikapku seperti itu.”
“Ooh, yang kau katakan itu ada benarnya!”
Ekspresi datar Komachi yang kagum denganku
terlihat mengganggu. Akupun membusungkan dadaku dan sedikit tertawa, tapi
ketika aku mulai memikirkan kata-katanya itu, entah mengapa aku merasa kalau
dia memilih kata-kata yang cukup kejam, benar tidak?
“Tapi, tahu tidak, itu memang buruk sekali
ketika masuk bulan Juni,” akupun menambahkan. “Tidak ada hari libur, banyak
sekali hujan, dan terasa panas. Banyak sekali orang bilang kalau Juni adalah
bulan yang menyenangkan, tapi tidak ada yang terlihat menyenangkan di bulan
Juni. Aku benar-benar tidak paham soal itu.”
“Itu hanya Onii-chan saja yang berpikiran
brengsek seperti itu.”
“Be-Begitu ya...”
Kasar sekali penilaian Komachi barusan. Aku
merasa tersudutkan setelah mengatakan sesuatu dengan bangga lalu disangkal
begitu saja. Kurasa aku sekarang bisa memahami seperti apa perasaan
Hiratsuka-sensei.
Ngomong-ngomong soal Hiratsuka-sensei, aku
sadar kalau aku harus secepatnya berangkat ke sekolah. Aku pasti akan dihajar
kepalan tangan besinya jika aku terlambat lagi. Akupun memakan potongan
terakhir roti selaiku dan menghabiskan kopi Chiba-ish
milikku.
“Aku harus pergi sekarang,” akupun
memberitahu Komachi.
“Oh, aku ikut ya.” Dia mengatakan itu sambil
mengunyah roti itu.
Komachi lalu mulai mengganti bajunya. Sudah kubilang berapa kali, tolong jangan
ganti baju di depanku?!
“Kutunggu diluar.”
Meninggalkan Komachi yang menggerutu di
belakangku, akupun berjalan ke arah pintu keluar. Diluar, aku melihat langit
yang berawan menandakan musim penghujan, seperti sedang mengepungku dari segala
arah.
Sejak kegiatan Mengunjungi Tempat Kerja, aku
belum pernah melihat langit yang benar-benar cerah.
x x x
Udara yang panas menyelimuti gedung sekolah.
Ini diperparah oleh keramaian siswa yang terburu-buru masuk ke sekolah.
Kata ‘penyendiri’ membuatmu berpikir tentang ‘seseorang
yang bersembunyi dalam sudut yang gelap’, tapi ketika kau sudah mencapai level
penyendiri sepertiku, kau mungkin akan memilih untuk menyimpan ‘kualitas
penyendiri’ tadi di dalam kantong seragammu. Begitulah, ketika aku berjalan
sendirian di lorong sekolah, orang-orang di sekitarku berubah menjadi semacam
tornado yang mengelilingimu.
Pasti sangat berat menjadi orang yang
memiliki teman, panasnya udara yang dihasilkan oleh orang-orang sekitarmu
membuat protein tubuh mereka meningkat 36. Seorang penyendiri bisa
menghabiskan musim penghujan di musim panas ini dengan level kenyamanan yang
diluar rata-rata. Dengan adanya ventilasi udara yang bagus, mereka punya
kehidupan sekolah yang lebih damai dari orang lain.
Ketika aku mengganti sepatu indoorku di pintu
masuk sekolah, aku melihat seseorang yang familiar.
“Oh...”
Yuigahama, yang sedang memakai sepatu
indoornya, memalingkan wajahnya. Dia sepertinya sengaja menghindariku.
Akupun tidak menghindarinya.
“Yo,” aku memanggilnya seperti biasa dengan
nada yang biasa.
“...Um, hi.”
Dan tanpa mengatakan apapun, aku menaruh
tasku di punggung.
Di ruangan ini, hanya suara langkah kakinya
yang menggema di lantai. Tapi suara langkah kakinya itu dengan cepat ditelan
langkah kaki siswa lainnya yang baru datang.
Suasana yang nyaman diantara diriku dan
Yuigahama ini tidak berubah meski sudah lewat sepekan, tanpa sadar hari-hari
terlewati dan sekarang sudah masuk hari Jumat.
Dia tidak menyapaku dengan sapaan
berlebihannya, dan kami tidak berjalan bersama-sama ke kelas. Kita telah
kembali ke kehidupan kita yang biasanya, sama seperti sebelumnya.
Oke. Aku akan tetap terlihat tenang. Semuanya
sudah kembali seperti dulu.
Biasanya, seorang penyendiri itu eksis untuk
tidak mengganggu kehidupan orang lain. Mereka tidak akan pernah melukai orang
yang mereka sendiri tidak kenal. Mereka bersih, bersahabat dengan
lingkungan, dan sudah terbukti klinis.
Aku mendapatkan kembali ketenangan pikiranku
dengan menekan kembali tombol reset dan Yuigahama bisa bebas kembali ke
kehidupannya yang riajuu, tidak lagi terpaku oleh rasa bersalahnya. Sejujurnya, ini
bukanlah pilihan yang salah. Kau bahkan bisa mengatakan kalau ini adalah
pilihan yang benar.
Dia tidak perlu bersikap baik kepadaku karena
aku sudah menyelamatkan anjingnya. Itu hanya kebetulan saja aku menyelamatkan
anjingnya. Ini sama persis seperti memungut dompet yang jatuh di jalan ataupun
memberikan kursi ke orang tua. Setelah itu, kau akan tersenyum ke dirimu
sendiri dan berkata, “Whoa! Aku telah melakukan sesuatu yang bagus! Sekarang
aku tahu bagaimana rasanya menjadi para idiot yang menunjukkan perbuatan
baiknya itu!” Kurang lebih begitu.
Aku tidak perlu terus mengkhawatirkan hal-hal
yang diakibatkan oleh kebetulan semacam itu, dan karena aku memang sudah
ditakdirkan menjadi penyendiri setelah masuk ke SMA Sobu, itu saja sudah cukup
untuk membuatku tidak khawatir dengan diriku sendiri.
Jadi aku ingin mengakhiri semuanya disini.
Menekan tombol reset dan kembali ke kehidupan kami yang biasanya, dan itu
adalah pilihan yang terbaik. Hidup tidak memiliki tombol reset, tapi hubungan
bisa direset. Sumber: diriku. Tidak ada satupun teman sekelasku yang pernah
menghubungiku...Tunggu, itu karena aku menghapus semua nomor mereka, bukan
reset. Haha.
x
x x
Jam pelajaran keenam akhirnya berakhir,
setelah dari tadi hanya membuatku serasa ingin menangis saja karena mati
kebosanan.
Karena aku adalah murid yang rajin dan
terfokus, aku tidak berbicara dengan siapapun di kelas dan diam saja
menghabiskan waktuku. Kebetulan, jam pelajaran keenam adalah pelajaran Bahasa
Inggris dengan tugas : mengobrol memakai
bahasa inggris dengan teman di sebelahmu. Tapi ketika itu dimulai, gadis di
sampingku mulai bermain dengan HP-nya. Kupikir Guru Bahasa Inggrisku akan menegurku
karena tidak melaksanakan perintahnya, tapi Bu Guru tersebut tampaknya
tidak melihatku karena skill tidak
terlihat yang kumiliki, jadi aku bisa santai-santai saja. Seperti yang kau
harapkan dari diriku.
...Kecuali, aku tidak bisa mematikan aktivasi
skill itu.
Bahkan setelah pengarahan Wali Kelas di jam
terakhir, skillku itu terus aktif dan tidak ada satupun yang menyadari
eksistensiku sampai aku merapikan dan mengumpulkan barang-barangku ke tas.
Siapa diriku ini sebenarnya, apa aku seorang mata-mata?
Sial. CIA pasti sedang mengamati bakatku ini
dan hendak merekrutku. Jika aku salah dan ternyata yang datang adalah Agensi
AIC, aku tidak akan mengeluh – malahan aku ingin membuat OVA dari Tenchi Muyo.
Ketika pikiran-pikiran tersebut berterbangan
di kepalaku, sebuah kata-kata konyol terdengar dari belakangku, seperti
mengatakan, “INILAH MASA MUDA!”
Para member klub olahraga seperti berusaha
menyemangati dirinya sendiri sambil mengobrolkan topik-topik sampah tentang
betapa buruknya senpai mereka di klub dan jeleknya guru pembina mereka sambil
mempersiapkan diri mereka berangkat ke klub.
Ada juga member Klub Budaya yang hanya
senyum-senyum saja dan mengobrolkan tentang camilan apa yang mereka bawa ke
klub hari ini.
Dan ada juga mereka yang tidak ikut satupun
klub, mengobrol dengan yang lain seperti bagaimana rencana mereka menghabiskan
waktu luangnya sepulang sekolah nanti.
Diantara mereka, ada seseorang yang mengobrol
dengan suara yang cukup keras.
“Pembina Klub Sepakbola bilang katanya hari
ini dia tidak bisa hadir. Dih, gue
juga pengen lah libur juga!”
Kulihat asal suara itu, ternyata berasal dari
grup Hayama, sebenarnya itu adalah gabungan grup dengan gender berbeda dan
terdiri dari 7 orang. Mereka berkumpul bersama dan duduk membentuk lingkaran,
dan mengobrolkan bermacam-macam hal.
Diantara mereka, Ooka dari Klub Baseball
(Sang Perjaka Tanggung) menunjukkan ketidaksetujuannya. Menanggapi itu, Yamato
dari Klub Rugby (Anak Bawang Grup) mengangguk setuju.
Tobe (Orang Yang Hiperaktif) membuat
obrolannya menjadi gaduh.
“Oh sial, tapi kalian dan jadwal kegiatan
klub kalian membuatku bingung! Sial. Apa yang harus kulakukan? Apa yang harus
kulakukan?”
“Kuserahkan kepadamu.” kata Miura sambil
bermain dengan HP-nya di tangan kanan dan ekspresi yang terlihat kurang
tertarik, dia memberikan gestur dengan tangan kirinya kepada Tobe. Ebina-san
dan Yuigahama berdiri di belakangnya. Sang Ratu sedang memerintah dengan
tangan besi seperti biasanya.
Tobe tiba-tiba bersemangat setelah diserahi
kuasa oleh Miura.
“Oh! Jadi ke Baskin-Robbins atau sejenisnya
kurang bagus? Atau itu sebenarnya bukan sesuatu yang jelek?”
Setelah itu, Miura menutup HP-nya.
“Hm? Nah.”
...Jadi
dia ternyata tidak menyerahkan itu kepadanya!
Secara spontan, aku melakukan semacam
Tsukkomi dan melihat ekspresi-ekspresi idiot di sekitar pembicaraan mereka.
Setiap hari, aku seperti mengasah skill tsukkomi-ku ini.
Secara tidak sadar, mataku mulai melihat ke
arah Miura dan yang lain. Ketika itu terjadi, kedua mataku bertemu dengan
Yuigahama, yang berada diantara mereka.
Dia tidak mengatakan apapun. Akupun tidak
mengatakan apapun.
Meski kita tahu kalau kami ada di ruangan
yang sama, tidak ada satupun kata yang keluar, dan kami hanya menatap saja.
Ini seperti ketika kau berada di stasiun
dekat rumahmu dan kau melihat teman SMP-mu di tempat tunggu penumpang yang
berada di seberang rel.
Kau lalu sadar, “Oh sial, itu Oofuna-kun...”
dan dia seperti, “Uh...Kau ini siapa ya...? Hi-Hiki...Meh, sudahlah”. Dia
menyerah begitu saja ketika mencoba mengingat namaku, dasar bajingan!
Ngomong-ngomong, kurang lebih seperti itu.
Bukannya aku hendak mempermasalahkan orang itu tidak ingat namaku – hanya saja
aku punya ingatan yang bagus. Otakku ini memang super. Penyendiri harusnya
punya ingatan yang bagus dalam mengingat nama orang. Itu karena ketika mereka
berbicara dengan orang, jantung mereka berdetak dengan kencang.
Ingatanku sangat bagus, saking bagusnya aku
sampai ingat nama seorang gadis yang belum pernah kuajak bicara sebelumnya.
Ketika kuajak gadis itu bicara, ekspresi wajahnya terlihat ketakutan. “Dari mana pria ini tahu namaku...? Ini
benar-benar menakutkanku...” Tapi kurasa cerita itu cukup sampai disini
saja.
Ngomong-ngomong, saat ini hubunganku dengan
Yuigahama seperti dua orang yang sedang bertarung anggar, mereka menjaga jarak
satu sama lain. Suasananya seperti menghadapi sebuah jalan buntu.
Dan satu-satunya orang memecahkan kesunyian
itu adalah Miura.
“Kurasa kita sebaiknya pergi ke arena bowling
saja.”
Tanpa memikirkan lebih jauh, Ebina mengangguk
mendengar ajakan Miura.
“Ah aku tahu! Pin dalam bowling itu terlihat
seperti pe-“
“Ebina, diamlah! Tolong tisu untuk mimisanmu,” Miura yang
terlihat jijik mengatakan itu sambil memberikan Ebina tisu. “Bersihkan atau
tutup hidungmu.”
Memberikan tisu memang aksi dari Miura, tapi
entah mengapa ketika kau lihat itu, itu seperti melihat SPG yang membagikan
tisu gratis dan mempromosikan acara kencan, situasi yang kulihat kurasa situasi
semacam itu.
“Bowling itu jelas keren! Bro, gue gak bisa mikir yang laen kecuali
bowling!”
“Benar, kan?”
Miura mengatakan itu sambil memutar-mutar rambutnya setelah melihat Tobe setuju
dengannya.
Tapi Hayama malah menaruh tangannya di dagu
seperti memikirkan sesuatu, seperti mengatakan kalau dia memikirkan hal yang
sebaliknya.
“Tapi bukannya kita minggu lalu
kesana...Kenapa kita tidak main darts saja atau sejenisnya karena kita sudah
lama sekali tidak kesana?”
Miura mengubah nadanya seketika.
“Ya sudah kalau Hayato bilang begitu,” dia
mengatakan itu.
Apa kau
ini punya semacam dua wajah selama ini?
“Kalau begitu, ayo kita berangkat sekarang?”
Hayama mengatakan itu sambil berdiri di
kursinya dan mulai berjalan. “Bilang saja kalau ada yang belum pernah main
sebelumnya, jadi aku bisa mengajari kalian.”
Miura, Tobe, dan Ebina-san mengikuti di
belakangnya. Tapi, seperti melihat ada seseorang yang tertinggal, Miura menoleh
dan memanggilnya.
“Yui, apa yang kau lakukan? Ayo jalan!”
“...Oh, uh...um, oke! Aku ikut!”
Yuigahama, yang menjadi member pasif dalam
percakapan tadi, menaruh tasnya di punggung dan mulai berjalan. Dia berdiri dan
berlari kecil, tapi ketika dia hendak melewatiku, langkahnya melambat.
Apa dia sedang bimbang, mungkin? Tentang
apakah dia harus pergi dengan Miura dan yang lain ataukah dia harus pergi ke
Klub Relawan? Aku tidak akan terkejut – dia itu pada dasarnya adalah Nice Girl. Karena itulah dia tidak punya
alasan untuk peduli kepadaku.
Meski aku sudah pernah berkata kepadanya
untuk tidak khawatir, dia masih saja bimbang dan terus memikirkan itu.
Ini tidak seperti seharusnya. Penyendiri
harusnya tidak pernah membuat orang lain memiliki masalah.
Kuputuskan untuk lebih dulu meninggalkan kelas
daripada dirinya. Dengan kerennya, Hikigaya Hachiman keluar dari kelas. Aku ini
terlalu keren untuk sekolah ini, kalau kau ingin tahu seberapa keren diriku.
KEREN! KEREN! KEREN!
Kulakukan sebisaku agar tidak melihat ke arah
Yuigahama, dan keluar dari kelas secepatnya.
x x x
Tapi yang berbeda darinya hari ini adalah dia sedang membaca majalah fashion dari yang biasanya hanya novel. Dia terlihat tidak seperti biasanya.
Kalau boleh kukatakan tentang hal lainnya yang berbeda darinya, dia sepertinya sudah mengganti model pakaian seragamnya ke model seragam musim panas. Dari yang biasanya memakai blazer, dia menggantinya dengan memakai rompi musim panas sekolah. Rompi sekolah yang merupakan set seragam musim panas dan terlihat biasa-biasa saja, berubah menjadi menarik ketika dia memakainya, dan entah mengapa terlihat cantik ketika dipakai olehnya.
“Yo,” kataku.
Yukinohista mendesah pendek.
“Oh, ternyata kamu, Hikigaya-kun.”
Lalu kedua matanya turun ke bawah dan melanjutkan kegiatan membaca majalahnya.
“Umm, bisakah kau tidak bereaksi seperti gadis di sebelah tempat dudukku yang ditugaskan untuk percakapan bahasa Inggris? Sebenarnya itu terasa menyakitkan bagiku.”
Tidak ada event sekolah yang memberikan trauma seperti ‘pergantian tempat duduk’. Itu langsung memberikan trauma bagi kehidupan sehari-harimu yang santai. Bukannya aku mau menciptakan drama sinetron, tapi itu sangat menjijikkan karena bisa memunculkan sifat asli dari manusia.
Pergantian tempat duduk yang dilakukan beberapa bulan sekali adalah contoh yang bagus.
“Serius ini, kenapa mereka memperlakukanku seperti aku punya bau yang tidak enak sementara aku sendiri tidak melakukan sesuatu yang salah? Tempat duduk ditentukan dengan undian dan ketika mereka tahu mereka dapat tempat duduk di sampingku, mereka mulai menggerutu dan menyalahkan kesialan yang mereka dapatkan, ya ampun.”
“Jadi kau mengakui sendiri kalau tempat duduk di sebelahmu adalah tempat yang paling tidak diinginkan di kelas...”
“Aku tidak mengatakan kalau itu ‘paling tidak diinginkan’. Itu adalah kesimpulan yang kau ambil secara sepihak.”
“Kalau begitu maafkan aku. Aku mengatakan itu begitu saja tanpa berpikir,”
Yukinoshita mengatakan itu sambil tertawa kecil. Rasa simpatinya yang kurang sudah membuatku merasakan sakit yang tidak perlu.
“Bukankah sudah kukatakan kalau aku mengatakan itu secara spontan, jadi tidak usah dipikirkan. Kupikir barusan kau sedang menceritakan Yuigahama-san.”
“Oh, jadi begitu ya, huh?”
Yukinoshita memang punya alasan kuat untuk berpikir seperti itu. Yuigahama memang sudah beberapa hari tidak datang ke klub. Mungkin Yukinoshita berharap Yuigahama akan datang ke klub hari ini.
“Dua hari lalu dia mengirim SMS kalau dia harus memeriksakan anjingnya ke dokter hewan, dan kemarin dia bilang harus langsung pulang ke rumah karena ada pekerjaan di rumah...”
Yukinoshita mengatakan itu dengan pelan sambil menatap layar HP-nya. Dia mungkin sedang melihat SMS yang dikirimkan Yuigahama kepadanya – tapi dia sendiri tidak bercerita apapun kepadaku.
Akupun berpikir bagaimana seandainya Yuigahama datang ke klub hari ini. Kalau dia disini, aku yakin kalau dia akan bersikap kaku di dekatku seperti yang dia lakukan pagi ini.
Aku sudah bisa menduga akhir dari interaksi seperti ini. Kami pada akhirnya akan mencoba menghindar satu sama lain dan tidak berkomunikasi, dan akan berakhir dengan tidak akan bertemu sama sekali. Sumber: diriku.
[note: Ini pengalaman Hachiman dengan Kaori.]
Teman sekelas ketika SD dan SMP – begitulah ceritanya bagaimana aku tidak melihat mereka lagi. Hal yang sama mungkin terjadi dengan Yuigahama.
Suasana di klub tampak sunyi.
Satu-satunya suara yang bisa didengar adalah suara Yukinoshita yang membalikkan halaman majalahnya.
Ini mengingatkanku akan sesuatu. Klub kami ini terlihat berisik sekali belakangan ini. Pada awalnya, ketika hanya ada aku dan Yukinoshita, suasana terlihat tenang. Jika tidak begitu, kegiatan kami hanyalah saling menyindir satu sama lain.
Hanya dalam dua bulan, itu seperti menjadi masa lalu, dan akupun menatap ke arah pintu. Yukinoshita membuka mulutnya seperti tahu apa yang sedang kupikirkan.
“Kalau kau berpikir Yuigahama-san akan datang, dia tidak akan datang hari ini. Aku baru saja menerima SMS darinya.”
“Be-Begitu ya...Bu-Bukannya aku khawatir dengannya atau sejenisnya!”
“Aku tidak mengerti mengapa kau mengatakannya dengan nada negatif...”
Setelah merasa sedikit lega, akupun memindahkan tatapanku dari pintu ke Yukinoshita.
“Apa Yuigahama-san sudah tidak berniat lagi menghadiri kegiatan klub...”
“Kenapa kau tidak tanya langsung saja kepadanya?”
Yuigahama masih mengontak Yukinoshita, jadi dia mungkin akan menjawab jika Yukinoshita menanyakan itu.
Tapi Yukinoshita hanya mencondongkan kepalanya secara perlahan.
“Aku tidak akan melakukan sampai sejauh itu. Kalau kutanya langsung, dia mungkin akan bilang kalau dia akan datang di pertemuan selanjutnya. Meski, mungkin dalam hatinya sendiri tidak ingin datang...Dia kemungkinan besar akan bereaksi seperti itu.”
“Yeah, kupikir begitu...”
Yuigahama Yui adalah orang dengan sifat seperti itu. Dia selalu memprioritaskan hal lain di atas perasaannya sendiri. Dan dia bahkan mau berbicara dengan seorang penyendiri dan mendekatimu jika kau SMS dia.
Tapi kebaikan dan simpati seperti itu hanyalah sekedar ‘sesuatu yang harus ditampilkan’. Meski begitu, itu saja sudah cukup untuk membuat seorang anak laki-laki yang masih hijau untuk salah paham dengannya. “H-huh? Mu-Mungkinkah dia menyukaiku?” Dan dengan mudahnya dia akan menjadi beban si gadis. Kuharap hal-hal semacam ini di kemudian hari bisa terlihat lebih mudah dilihat sejak awal dan lebih mudah ditangani, aku benar-benar menginginkan itu.
Mungkin kita semua akan merasa lebih nyaman jika semua SMS dari para gadis itu ditulis oleh semacam aplikasi otomatis yang menuliskan SMS dengan bahasa-bahasa formal. Dengan begitu, para pria tidak akan terus dihantui oleh ekspektasi yang tidak realistis lagi.
...Tunggu. Ide tersebut sangat brillian dan aku mungkin bisa dapat uang banyak dari ide itu.
Ketika aku mulai berfantasi untuk memperoleh uang dengan mudah, Yukinoshita dari tadi terus menatapku dengan diam-diam. Ditatap seperti itu, membuat jantungku berdetak kencang. Karena ketakutan.
“A-Ada yang bisa kubantu?”
“...Apa terjadi sesuatu diantara kau dan Yuigahama-san?”
“Nah, tidak ada.” aku menjawabnya dengan spontan.
“Kalau tidak ada, kurasa aku sulit percaya begitu saja kalau Yuigahama memang tidak mau datang ke klub karena ada kegiatan lain. Apa kalian berdua bertengkar?”
“Tidak, kami tidak bertengkar. Kurasa begitu.” Akupun menjawabnya dengan tenang.
Tapi, itu bukanlah sebuah kebohongan. Aku tidak tahu bagaimana caranya menilai apakah itu pertengkaran atau bukan. Aku tidak dekat dengannya sampai bisa dikategorikan bertengkar. Penyendiri adalah pecinta damai, tahu tidak? Sebelum terjadinya gesekan-gesekan yang tidak perlu, maka kami tidak akan berhubungan dengan siapapun. Kalau kau melihat itu dari sudut pandang sejarah, aku ini mirip Gandhi.
Satu-satunya pertengkaran yang kutahu adalah pertengkaran antar-saudara, tapi itu sudah lama sekali dan terjadi ketika SD. Komachi biasanya mengancamku kalau dia akan memberitahu ayah sebelum pertengkaran terjadi. Dan ketika kita akan bertengkar ketika ayah sedang tidak ada di sekitar kita, dia akan mengaktifkan kartu jebakannya (baca:ibu), dan aku sudah pasti kalah.
Orangtuaku pasti akan menceramahiku, dan ketika makan malam tiba kami akan disuruh duduk bersebelahan di meja makan, dan pertengkaran berakhir.
Ketika aku merenungkan semua ini, Yukinoshita berbicara lagi seperti melanjutkan kata-katanya tadi.
“Yuigahama-san itu terlihat rumit dan tidak punya harga diri. Dia mengatakan apapun tanpa berpikir dahulu, dia selalu masuk ke ruang pribadi orang lain, dia selalu berbohong dan mendapatkan masalah, dan dia sangat cerewet.”
“Tampaknya kau lebih meyakinkan untuk menjadi orang yang bertengkar dengannya daripada aku...”
Yuigahama mungkin akan menangis jika mendengar itu semua.
“Tolong jangan dipotong dulu. Dia memang banyak kekurangan, tapi...Kurasa dia bukan orang jahat.”
Sesuai dugaanku, dia menyebutkan banyak sekali kekurangan Yuigahama sebelum menyimpulkan dia bukan orang jahat, dan semua kekurangannya itu bukanlah hal serius. Tapi jika melihat Yukinoshita yang mengatakannya dengan wajah memerah dan memalingkan wajahnya, aku paham kalau ini mungkin adalah pujian tertinggi yang pernah dikatakan oleh Yukinoshita. Yuigahama mungkin akan menangis jika mendengar itu semua – maksudku menangis bahagia.
“Nah, aku paham maksudmu. Kita sebenarnya tidak bertengkar atau sejenis itu. Kau hanya bisa disebut bertengkar dengan seseorang jika kau dekat dengan mereka, kurang lebih begitu. Jadi itu bukanlah sebuah pertengkaran, mungkin lebih tepat jika dikatakan...”
Ketika aku mencari jawaban yang tepat dan menggaruk-garuk kepalaku, Yukinoshita menaruh tangannya di dagu seperti menemukan sesuatu.
“Apa mungkin, perdebatan?”
“Ah, mungkin, tapi kurasa kurang tepat.”
“Sebuah pertarungan?”
“Pastinya jauh di bawah level itu.”
“Kalau pembantaian?”
“Apa kau mendengarkanku? Kau sudah jauh di luar topiknya.”
Kenapa dia berpikir sangat jauh sehingga mengesankan situasi kami seperti telah terjadi kekerasan? Instingnya ini mungkin lebih mirip insting Oda Nobunaga.
“Jadi...Apakah mungkin terjadi salah paham diantara kalian?”
“Hmm, kurang lebih begitu.”
Ini seperti kejadian itu. Ketika kami masuk ke map dungeon yang dinamakan Masayuki. Waktu itu teman-teman sekelasku di SMP bermain bersama menggunakan wireless dan mereka mengatakan, “Siapa player yang bernama 8man ini?”.
Serius ini, kuharap mereka tidak menaruh lagi fungsi wireless di game. Aku sebenarnya tidak ada masalah dengan bermain kompetitif di game internet, tapi bermain game yang membutuhkan komunikasi dengan bertatap muka secara langsung merupakan ‘pintu kematian bagi penyendiri’. Karena itulah, aku tidak bisa mengembangkan Pokemon-ku dan menyelesaikan Pokedex-ku.
“Begitu ya. Mau bagaimana lagi.” Yukinoshita menutup majalahnya dan mendesah kecil.
Dibalik kata-katanya itu, sikapnya seperti sedang kecewa ketika mengatakannya.
Setelah itu, dia tidak bertanya-tanya lagi. Yukinoshita dan diriku tetap bersikap seperti biasanya.
Cara kita untuk menahan emosi kita berdua mungkin mirip. Sangat jarang melihatnya untuk ikut campur dalam privasi orang lain dengan menggosipkan atau terfokus ke salah satu bagian orang itu. “Umurmu berapa?”, “Kamu tinggal dimana?”, “Kapan ulang tahunmu?”, “Kau punya saudara?”. “Orangtuamu kerja dimana?”. Aku belum pernah melihatnya bertanya hal-hal seperti itu.
Aku punya beberapa dugaan tentang itu. Mungkin dia tidak begitu tertarik dengan hobi orang lain, atau mungkin dia tidak ingin menginjak ranjau darat milik orang lain. Mungkin juga dia tidak begitu bagus dalam bertanya ke orang lain, seperti para penyendiri kebanyakan. Tanpa memikirkan alasan yang diperlukan, bertanya hal-hal semacam itu ke orang lain memang membuat orang lain merasa tidak nyaman.
Ini seperti sedang berduel tanpa menginjak jari kaki orang lain yang menjadi lawannya.
“Kurasa kita semua familiar dengan situasi semacam ini. Ini seperti sebuah hal yang lumrah dalam kehidupan ketika kita mendapatinya untuk pertama kali. Kalau ada pertemuan, maka akan selalu ada perpisahan.”
“Kata-kata yang bagus, meski artinya campur-aduk...”
Yukinoshita mengatakanya dengan nada yang jijik, tapi jujur saja, kau pasti akan mendapati kejadian ini dalam hidupmu.
Ini seperti kejadian waktu SD, ketika ada teman sekelasku yang pindah ke sekolah lain. Meski kita sudah berjanji akan saling memberi kabar, aku adalah satu-satunya orang yang tidak membalas suratnya dan aku juga tidak pernah menulisnya surat. Meski, aku pernah menerima surat dari Kenji-kun...
Orang yang bijak tidak akan mencari masalah; dia tidak akan begitu saja ramah terhadap siapapun. Itu mungkin satu-satunya cara agar tidak terperangkap dengan resikonya.
“Meski begitu...Tetap berhubungan dengan orang memang merupakan hal yang sulit,” Yukinoshita menggumamkan itu. “Sebuah hubungan bisa hancur dengan mudah hanya karena hal-hal kecil.”
Kedua matanya seperti diselimuti kepedihan yang mendalam dan diarahkan ke dirinya sendiri.
Di saat yang beramaan, pintu tiba-tiba terbuka.
“Tapi kau bisa memperbaiki hal-hal kecil itu, Yukinoshita. Ini bukan waktunya untuk menyerah.”
Orang yang mengatakan kalimat keren tersebut berjalan ke arah kami, jubah putihnya berkibar, siapa lagi kalau bukan musuh utamaku, Hiratsuka-sensei.
“Sensei, tolong ketuk pintunya terlebih dahulu...”
Tanpa mempedulikan permintaan Yukinoshita, Hiratsuka-sensei melihat ke seluruh sudut ruangan.
“Hmm. Jadi Yuigahama sudah seminggu tidak hadir kesini, huh...Kupikir kalian sudah melakukan sesuatu untuk mengatasi itu. Jangan bilang kepadaku kalau kalian seminggu ini sakit dan tidak bisa melakukan apapun.” Sensei mengatakan itu dan membuat kekagumanku menghilang begitu saja.
“Umm, sensei...Apa yang kau inginkan?” tanyaku.
“Oh, benar. Hikigaya, aku pernah memberitahumu – tentang syarat perlombaan ini.”
Mendengar kata-kata ‘perlombaan’ membuatku teringat sesuatu. Memang, ini tentang memutuskan siapa yang lebih baik dalam membantu klien klub – Yukinoshita atau diriku. Robattle!
Sejenis itulah – tapi bukan Robonpon. Seperti yang biasa dilakukan developer perusahaan game, Hiratsuka-sensei telah memutuskan kalau dia ingin mengubah beberapa peraturan. Mungkin dia mampir kesini karena hendak memberitahu aturan baru tersebut.
“Aku kesini hendak memberitahu aturan yang baru.” Hiratsuka-sensei melipat lengannya dan berjalan ke arah kami. Yukinoshita dan diriku mulai membetulkan posisi duduk kami dan memperhatikan kata-katanya.
Melihat sikap kami berdua, Hiratsuka-sensei tampak puas. Sikapnya yang terlihat serius ini membuatku merasa gugup. Saking sunyinya situasi disini sehingga kau bisa mendengar suara pin yang terjatuh.
Agar kesunyian ini hilang, Hiratsuka-sensei membuka mulutnya dengan serius.
“Kalian berdua saling bunuh, yang berdiri terakhirlah pemenangnya.”
x x x
“...Kuno sekali.”
Kau sering melihatnya di acara Friday Roadshow belakangan ini. Juga, kenapa mereka terus menayangkan ulang Laputa? Aku sudah punya DVD-nya. Ya ampun Ged. (Aku sebenarnya belum pernah membeli filmnya).
Kalau dipikir-pikir, anak sekolahan jaman sekarang tidak akan tahu film sejenis itu, aku memikirkan itu sambil melihat ke arah Yukinoshita. Yukinoshita melihat ke arah Hiratsuka-sensei dengan tatapan dingin seperti melihat sampah yang ada di pinggir jalan.
Seperti sadar apa maksud tatapan dingin dari Yukinoshita, Hiratsuka-sensei pura-pura batuk.
“Ahem. Be-Begini! Sederhananya, kita akan menerapkan aturan battle royale. Memiliki pertarungan 3 pihak yang berbeda jelas bisa memperpanjang cerita dalam manga action. Dan sebenarnya, itu sangat efektif di Yaiba.”
“Lagi-lagi judul manga jaman dulu...”
“Karena situasinya adalah 3 pihak yang melakukan batle royale, sangat umum kalau ada pihak yang beraliansi. Kalian tidak hanya belajar bagaimana berkompetisi dengan yang lain, kalian juga akan belajar bagaimana caranya menyatukan kekuatan.”
Begitu ya. Memang benar kalau taktik bersekutu dengan pihak terlemah dan membunuhnya terakhir adalah politik yang umum dalam sistem battle royale.
“Jadi yang Sensei coba katakan adalah Hikigaya-kun ke depannya akan selalu sendirian melawan musuh yang bersekutu...”
“Kurang lebih begitu.” Aku menerima begitu saja skenario itu tanpa membantahnya.
Mau dipikir berapa kali-pun, ini pasti akan berakhir dengan “aku vs mereka”.
Tapi, Sensei tersenyum dengan santai seperti tidak mempedulikan sikapku yang sudah menyerah itu.
“Santai saja. Kali ini, kalian bisa merekrut anggota baru di klub sesuka kalian. Tentunya, harus kalian sendiri yang merekrutnya. Dengan kata lain, kau bisa mencari sekutu sesuka kalian asal kalian sendiri yang meminta mereka bersekutu dengan kalian. Tangkap mereka semua! Incar yang ke-151!”
Hiratsuka-sensei berbicara seperti seorang wasit, tapi jumlah kawan yang dia sebutkan itu benar-benar tidak bisa membohongi umurnya. Tahu tidak, jumlahnya sekarang sudah hampir 500. Itu 151 jumlah di tahun berapa?
Tapi yang benar saja, meningkatkan jumlah sekutu terdengar lebih mudah diucapkan daripada dilakukan.
“Dengan kata lain, aturan ini akan selalu menempatkan Hikigaya-kun dalam situasi yang merugikannya,” kata Yukinoshita. “Dia tidak bisa merekrut orang.”
“Ooh, terima kasih sudah memberitahu info yang bagus, Nona Yukinoshita...” kataku.
“Kenapa? Bukankah itu berarti agar tercipta 3 pihak, maka kalian cuma perlu minimal merekrut 1 orang lagi,” kata Hiratsuka-sensei. “Kurasa itu tidak begitu sulit.”
Well, sebenarnya kata-katanya itu benar adanya. Aku tidak bagus dalam hal rekrut-merekrut, punya skillnya saja tidak.
Malahan, orang yang punya skill bagus dalam hal ini adalah Yuigahama, yang sudah tidak datang lagi ke klub. Seperti menyadari hal itu, ekspresi Hiratsuka-sensei terlihat sedikit suram.
“Ngomong-ngomong, Yuigahama sudah tidak terlihat lagi disini belakangan ini...Ini adalah peluang yang bagus. Meski itu berarti anggota yang baru hanya mengisi posisi yang ditinggalkan Yuigahama, kalian anggap saja ini seperti sebuah kesempatan bagus untuk merekrut anggota baru.” Hiratsuka-sensei mengatakan itu, dan membuat Yukinoshita menegakkan kepalanya seperti terkejut akan sesuatu.
“Tunggu dulu Sensei. Sensei tadi mengatakan itu seolah-olah menganggap kalau Yuigahama-san sudah secara resmi berhen – “
“Bukankah berhenti itu sama saja artinya dengan tidak pernah datang lagi? Aku sendiri, tidak mau klub yang kubina ini diisi member hantu seperti itu.”
Setelah melihat ekspresinya, suasana ceria di ruangan ini menghilang seketika. Yukinoshita dan diriku seperti bereaksi oleh tatapan dingin dan tajam dari Sensei.
“Kalian ini sepertinya salah paham dengan klub ini ya?”
Dia seperti tidak menanyakan sesuatu. Kalau dari caranya berbicara, dia seperti sengaja memberikan rasa bersalah ke kami.
Yukinoshita dan diriku terdiam dan tidak menjawab, lalu Hiratsuka-sensei menambahkan.
“Klub ini bukanlah tempat untuk mementaskan drama pribadi kehidupan masing-masing. Cari tempat lain saja kalau cuma ingin menampilkan omong kosong masa muda seperti itu. Kalian disini berada di klub untuk mengubah diri kalian menjadi orang yang lebih baik. Ini bukan tempat untuk memuaskan kepentingan pribadi dan berbohong ke diri sendiri.”
Kami hanya bisa terdiam.
Bibirnya seperti terkunci, Yukinoshita berusaha menghindari tatapan mata Hiratsuka-sensei.
“Klub Relawan bukanlah sebuah ‘klub untuk main-main’. Klub Relawan adalah sebuah klub yang memiliki kegiatan dan diakui oleh SMA Sobu. Dan kalian yang ada di klub ini, malah tidak termotivasi oleh kegiatan klub. Karena bergabung dengan klub ini atas keinginan sendiri, kalau sudah tidak memiliki dedikasi lagi terhadap klub ini, lebih baik keluar saja.”
Motivasi dan dedikasi, huh...?
“Pe-permisi...Bolehkan saya keluar dari klub karena saya sendiri tidak punya motivasi dan dedikasi...?”
“Apa kau pikir kau punya pilihan lain dimana statusmu saat ini adalah ‘siswa yang sedang menjalani hukuman’?”
Hiratsuka-sensei mengepalkan kepalan tangannya sambil menatap ke arahku.
“Ta-Tampaknya saya memang tidak ada pilihan lain lagi...”
Jadi aku benar-benar tidak bisa kabur dari ini, huh...
Setelah memberikan alasan kepadaku disertai gestur intimidasi, Hiratsuka-sensei menatap ke arah Yukinoshita. Meski Yukinoshita hanya terdiam, sangat mudah untuk melihat kalau dia sendiri tidak suka dengan situasinya.
Seperti menyadari hal itu, Hiratsuka-sensei tersenyum.
“Tapi tahu tidak, karena Yuigahama, sekarang aku melihat ada sebuah hubungan positif antara kegiatan klub dan jumlah membernya. Akan sangat bagus kalau ada member lain yang bisa menyeimbangkan ini. Kalau begitu...Kalian punya waktu hingga Senin untuk menemukan pengganti Yuigahama yang punya motivasi dan dedikasi untuk menjadi bagian klub ini.”
“Seseorang yang memiliki motivasi dan dedikasi pada hari senin...Kurasa itu hal yang sulit...Hei, apa ini akan berakhir dengan membuatku dimakan oleh kucing liar?”
“Kau ternyata penggemar Miyazawa Kenji...” kata Yukinoshita.
Obrolan semacam ini hanya bisa terjadi jika yang berbicara adalah ranking 1 dan 3 dalam Sastra Jepang.
Jika Senin adalah deadlinenya, maka kita hanya punya empat hari jika kita hitung hari ini dan Senin. Menemukan seseorang yang termotivasi untuk bergabung dengan Klub Relawan dan berniat membuat dirinya menjadi orang yang lebih baik di masa depan kurasa adalah tugas yang super sulit. Ada apa ini? Seperti di karya Cerita bambu yang dipotong? Ah, mungkin karena inilah Hiratsuka-sensei tidak bisa menikah. Seperti dalam cerita Kaguya-hime, dia harus pergi dari rumah cepat atau lambat.
“Sensei tiran sekali...” aku menggumamkan itu dengan spontan.
Hiratsuka-sensei malah tersenyum.
“Maaf jika kau berpikiran seperti itu. Ini adalah caraku untuk bersikap baik kepada kalian.”
“Saya tidak melihat adanya sikap baik disini...”
“Tidak masalah jika kau tidak melihatnya. Benar, aktivitas klub hari ini sudah selesai. Waktunya bagi kalian untuk berpikir bagaimana agar tugas kalian itu bisa terselesaikan,” Hiratsuka-sensei mengatakan itu sambil mendorong Yukinoshita dan diriku keluar dari ruangan klub. Setelah itu dia melemparkan tas kami keluar ruangan begitu saja, lalu mengunci ruangan itu.
Setelah mengunci pintu, dia mulai berjalan pergi dengan santainya.
Yukinoshita memanggilnya dari belakang.
“Hiratsuka-sensei. Saya ingin mengkonfirmasi satu hal, yaitu kita boleh merekrut siapapun itu asal siswa SMA Sobu, benar?”
“Benar sekali, Yukinoshita.” Setelah memberikan jawaban yang singkat itu, Hiratsuka-sensei pergi.
Hanya saja, ketika kulihat dari balik bahunya, dia seperti sedang tersenyum.
Sambil melihat Hiratsuka-sensei pergi, Yukinoshita dan diriku saling melihat satu sama lain.
“Jadi, apa rencanamu untuk merekrut orang?” tanyaku.
“Entahlah. Aku belum pernah mengajak orang lain untuk bergabung, jadi aku tidak tahu bagaimana caranya. Tapi aku sepertinya tahu siapa yang cocok untuk bergabung dan memenuhi kriteria itu.”
“Siapa? Totsuka? Totsuka, benar? Pasti Totsuka.”
Tidak ada satupun image yang muncul di kepalaku kecuali Totsuka.
Yukinoshita malah merespon harapanku tentang Totsuka dengan kesal.
“Salah. Meski dia memang berpeluang besar untuk bergabung jika diajak...” dia mengatakan itu. “Bukankah kita semua tahu ada yang jauh lebih mudah?”
Begitulah katanya. Jujur saja, tidak banyak orang yang mau berbicara kepada kita. Ketika kupikir lagi, kurasa ada Hayama Hayato, salah satu orang langka yang menganut riajuu. Dia mungkin mau membantu kita jika kita ajak baik-baik, kurasa begitu. Tapi aku cukup ragu dia masuk kriteria ‘termotivasi’ dan ‘berdedikasi’. Aku tidak bisa berpikir tentang calon yang lain. Hmm? Zaimokuza? Nama yang benar-benar lucu. Jadi siapa namanya?
Aku langsung kehilangan selera ketika memikirkan itu, Yukinoshita melihat ke arahku dan mendesah kecil.
“Kau tidak paham-paham juga? Aku ini sedang berbicara tentang Yuigahama-san.”
“Huh? Bu-Bukannya dia sudah berhenti?” kataku.
Yukinoshita mengibaskan rambutnya yang ada di bahu dan melihatku dengan tatapan besinya. Meski aku membalas tatapannya, dia tidak menunjukkan tanda-tanda akan menyerah dengan idenya tersebut.
“Memangnya kenapa?” tanya Yukinoshita. “Kita hanya perlu memintanya kembali bergabung. Hiratsuka-sensei mengatakan siapa saja boleh kita rekrut.”
“Yeah, kurasa begitu...”
Memang, mengisi slot tersebut dengan siapapun akan menyelesaikan masalahnya. Tapi, kurangnya motivasi merupakan hambatan terbesar dalam tugas ini. Dengan kata lain, Yuigahama akan terus tidak datang ke klub kecuali kita bisa memperbaiki motivasinya.
Yukinoshita tampaknya menyadari hal ini, karena dia sejak tadi menaruh tangannya di dagunya.
“Ngomong-ngomong,” dia berhenti sejenak, “Aku akan memikirkan suatu cara agar Yuigahama-san kembali ke dirinya yang seperti dulu.”
“Dia itu sebenarnya punya motivasi yang kompleks ketika bergabung,” kataku, membuat Yukinoshita tersenyum kecut.
“Memang.” Dia berhenti sejenak. “Aku mungkin baru menyadarinya sekarang, kurasa dua bulan bersamanya disini sudah membuat kami terlihat lebih akrab.”
Akupun menatapnya sambil membuka mulutku. Mendengar Yukinoshita mengatakan hal semacam itu...
Menyadari diriku yang terdiam, wajah Yukinoshita tiba-tiba memerah.
“A-Ada apa? Ekspresi wajahmu sangat aneh.”
“Oh, nah. Tidak apa-apa. Dan satu hal lagi, aku tidak punya ekspresi aneh di wajahku, serius ini.”
“Ya, kau punya.”
“Tidak, aku tidak punya.”
“Kalau begitu kukoreksi dulu. Kau baru saja punya ekspresi wajah yang aneh di wajahmu.”
Yukinoshita mulai berjalan pulang seperti memberitahu kalau saatnya bagi kami untuk pulang. Dari samping, aku tidak bisa melihat ekspresi wajahnya yang terasa depresi, dimana aku pernah melihatnya sekilas hari ini, yang terlihat hanyalah ekspresinya yang penuh percaya diri. Yukinoshita sudah kembali ke dirinya yang dulu.
x Chapter I | END x
Mungkin buat yang belum tahu, atau sudah tahu karena membaca vol 3 chapter 6 terlebih dahulu, sikap Hachiman yang seperti itu karena dia baru saja menolak gadis yang menyukainya, yaitu Yuigahama Yui di vol 2 chapter 5.
...
Kata-kata Hachiman kalau penyendiri bisa mengingat nama orang sebenarnya bohong belaka. Yang benar-benar Hachiman ingat hanyalah Yukinoshita Yukino, di vol 1 chapter 1. Hachiman bahkan tidak tahu nama Yui (vol 1 chapter 3), Totsuka (vol 1 chapter 6), dan Saki (vol 2 prolog).
Bahkan orang yang selama pelajaran beladiri menjadi partner judonya, Shiroyama, tidak bisa Hachiman ingat dengan baik (vol 7.5 side B).
...
Deskripsi Nice Girl Hachiman terhadap Yui kali ini, benar-benar cocok.
...
Jelas saja Yui agak ragu ketika melewati Hachiman, karena Yui baru saja mengirim SMS kepada Yukino kalau dia ada perlu di rumah sehingga tidak bisa hadir ke Klub. Kenyataannya, Yui hendak bermain darts bersama Miura, Hayama, dan kawan-kawan.
...
Chapter ini membuktikan dengan jelas, sejelas-jelasnya kalau motif Yui bergabung dengan Klub Relawan murni karena ingin mendekati Hachiman.
Di vol 1 chapter 8, Yui jujur memberi kabar ke Yukino kalau dia tidak bisa hadir ke Klub karena jalan-jalan dengan Miura. Tapi di chapter ini, Yui berbohong. Apa perbedaan antara vol 1 chapter 8 dengan chapter ini? Perbedaannya hanya satu, di chapter ini Hachiman tahu perasaan Yui kepadanya dan Hachiman menolak perasaan itu.
Ini artinya, alasan Yui bergabung ke Klub Relawan yang pernah diutarakan ke Miura di vol 1 chapter 4, yaitu ingin belajar tentang arti sebuah hubungan pertemanan, adalah basa-basi belaka. Yui memanggil Yukino temannya di vol 1 chapter 7, adalah basa-basi belaka. Jika benar teman, maka Yui tidak akan tega membohongi Yukino.
Cepat atau lambat, Hachiman pasti akan menyadari ini. Kalau hubungannya dengan Yui menyandera hubungan pertemanan Yui dengan Yukino. Sayangnya, Hachiman menyadari itu di vol 3 chapter 3.
...
Pertanyaan sederhana, apakah Sensei mengadakan battle royale dengan harapan Yui kembali?
Fakta kalau Sensei mengatakan orang itu boleh siapa saja, lalu mengatakan kalau jumlah minimal anggota baru adalah 1, maka Sensei tidak mengharap kalau Yui akan kembali lagi. Ini sesuai dengan perkataan Sensei di vol 2 chapter 5 kalau keberadaan Yui di Klub mengganggu kalkulasinya.
Tapi Sensei jelas menduga kalau Yui setidaknya akan menjadi target dari Yukino, karena hanya Yui saja yang Yukino kenal. Sedang Hachiman sendiri, pasti akan mengajak Totsuka dan Zaimokuza jika memang dibutuhkan.
Yang tidak Sensei duga adalah: Yukino berinisiatif mengajak Hachiman bekerjasama untuk mengajak kembali Yui.
...
Sebenarnya bisa ditebak jika kita membaca volume 8 chapter 6, hari Senin adalah hari dimana administrasi kesiswaan mendapat prioritas di SMA Sobu. Jika Sensei menetapkan Senin sebagai deadline, dimana itu adalah 3 hari lagi, artinya ada sesuatu yang penting dengan minimal jumlah member Klub 3 orang, berhubungan dengan administrasi sekolah.
Dugaan saya, Senin adalah batas waktu terakhir untuk verifiksi Klub di SMA Sobu, salah satu syaratnya adalah minimal anggota 3 orang. Hari ini Sensei hendak memastikan itu, tapi malah melihat ketiadaan satu anggota yang harusnya ada tiga sejak minggu lalu.
...
Sebenarnya, kata-kata Sensei tentang formalitas tujuan kegiatan Klub Relawan juga penuh dengan omong kosong.
Sensei sendiri yang menjelaskan di vol 9 chapter 5 kalau dia menaruh Hachiman di Klub Relawan dengan harapan Hachiman bisa membuka hati Yukino. Dan itu berdasarkan pengalaman Sensei sendiri di masa lalu.
Ok fix
BalasHapusMin bagian mananya Yui yang bohong? Bukannya kata Yukino Yui kemarin yang ada perlu di rumah? Hari ini kan gak dijelasin alasannya Ama Yukino?
BalasHapusitu pas yui sms ke yukino bilangnya ada urusan dirumah , eh tauh nya dia pergi tuh main draft brng miura dkk, tu kebohongan yui
HapusMin bikin ringkasan tiap chapter per Volume nya dong,penasaran tapi kerjaan selalu berkata halo di saat saya sedang santai membaca...
BalasHapus