Rabu, 25 Desember 2019

[ TRANSLATE ] Oregairu Vol.14 : Prelude III



Akupun menyelesaikan kata-kataku, dan dia tampak bernapas lega.

“Begitu ya...” kata-kata itu terucap darinya.

Malam semakin larut, dan angin dingin mulai bertiup. Mendengarkan suara angin tersebut, membuat diriku memegangi kedua lenganku. Sensasi yang menembus kulitku ini bukanlah karena angin, tapi karena kesunyian ini.

Kulihat ke arahnya, memikirkan apa yang akan dia katakan selanjutnya, dan akhirnya kedua mata kami bertemu. Dia tersenyum dan mulai bergeser lebih dekat denganku. Kemudian, dia bertanya.

“Apa maksudmu tadi?”

Kedua matanya yang bulat melihatku dari atas. Tatapannya lembut, namun diliputi oleh rasa ingin tahu, tapi sebenarnya, tatapan itu memiliki sesuatu yang dalam.  Matanya mulai sembab, seperti berusaha menahan perasaannya yang tulus. Kebaikan hati yang semacam inilah yang kusukai darinya.

Ditatap seperti itu, aku sendiri tidak yakin kalau aku bisa pura-pura tidak terjadi sesuatu. Akupun mulai merangkai kata-kata, tanpa ada yang ditutupi, sama seperti  ketika aku mengatakan sesuatu kepadanya.

“Kami membicarakan bagaimana setahun ini begitu menyenangkan...Hal-hal yang kita bertiga lakukan  dan belum pernah kulakukan sebelumnya....Benar-benar menyenangkan.”

Kata-kata random keluar dari mulutku, meski begitu, dia mengangguk terhadap semua kata yang kuutarakan.

“Aku juga. Dan aku merasa aneh, merasa seperti kalau ini adalah akhir dari itu...” dia menatapku dan tersenyum. Tapi, kata-katanya dipenuhi dengan nada-nada kesedihan, berbeda dengan karakternya yang ceria. Entah mengapa, aku mulai menundukkan pandanganku.

“Ya, karena ini memang akhir dari itu.”

“Huh?”

Dari nada suaranya, dia tampak terkejut, tapi ekspresinya tidak. Meski, aku sudah menduga akan seperti itu. Kami selalu merasa tentang dekatnya akhir sejak awal musim dingin.

“Perlombaan kami dulu sudah berakhir.”

Wajahnya tampak gelap seperti lampu yang baru saja dimatikan.

“Kuharap kau tidak berusaha mengakhirinya seperti itu, karena aku sendiri tidak merasakan hal yang sama...Sama sekali...”

“Maaf...Tapi aku memang ingin mengakhiri ini.”

Kata-kata tersebut keluar dari mulutku, dan aku sendiri tidak bisa menghentikannya. Aku berharap kalau aku bisa mengatakan itu dengan lebih baik lagi, tapi aku sendiri tidak bisa berbohong. Aku tidak bisa memberitahunya tanpa memberitahu kebenarannya, karena itu adalah hal yang sangat suli. Malahan, aku sedang memegangi tangannya dengan erat.

“Karena itulah, setidaknya, aku ingin memenuhi keinginanmu. Karena keinginanmu juga adalah keinginanku.”

“Aku tidak meminta itu.” Dia membalas genggamanku. Meski genggamannya lemah, tangannya terasa cukup hangat. Dia menatapku dan berkata. “Aku ingin semuanya, semuanya menjadi seperti biasanya lagi.”

Kata-kata yang sama, persis seperti yang dia ucapkan di hari bersalju itu. Hari dimana hal itu terus membekas di pikiranku. Tapi aku mengerti, kalau melakukan semua permintaannya adalah hal yang sulit.

“Kupikir aku aku tidak bisa memberi sesuatu yang kau mau, tapi kupikir aku bisa memberimu sesuatu yang mendekati itu.” Suaraku tampak tergesa-gesa, berdoa semoga ini berjalan lancar, dan semoga seperti inilah akhirnya. “Tapi dia bisa mengabulkan keinginanmu, tanpa gagal.”

Dia adalah satu-satunya orang yang kusebut teman, dan karena itulah, aku ingin melaksanakan keinginannya. Aku mencoba menahan egoku ini, dan melihatnya dalam diam.

“Aku tidak begitu yakin...” dia memiringkan kepalanya sambil tertawa, dan menggosok-gosok sanggul rambutnya. “Aku merasa dia akan mengabulkannya secara tidak langsung, agak sulit untuk menasehatinya.”

Akupun tersenyum. Dia benar sekali. Berdasarkan pengalaman kami, sangat mudah menggambarkan maksudnya. Sampai saat ini, dia selalu menemukan cara untuk melaksanakan request seseorang dengan metode yang diluar dugaan, atau dengan metode yang tidak ingin kita lakukan. Mengingatkanku tentang sebuah cerita pendek yang dulu pernah kubaca.

“Aku mengerti. Dia mirip Monkey Paw.”
[note: cerpen dimana pemilik Monkey Paw akan dikabulkan keinginannya, namun dengan harga yang mahal dan kadang merubah takdir orang itu.]

“Monkey? Kenapa begitu?”

Dia mengedip-ngedipkan matanya sambil memiringkan kepalanya. Sikapnya itu sungguh memukauku sehingga akupun tersenyum.

“Tidak usah dipikirkan...Maksudku bagaimana orang yang memiliki metode berlawanan biasanya orang yang sulit untuk jujur.”

“Aku mengerti. Dia selalu melakukan sesuatunya dengan metode yang aneh, padahal dia bisa melakukannya dengan cara yang biasa...” dia mengembuskan napas kesalnya.

Akupun tersenyum.

“Setuju kalau itu. Dia harus mempertimbangkan bagaimana rasanya berada dalam posisi kita.”

“Betul itu.”

Kami berdua tertawa. Tapi entah mengapa dadaku terasa sakit. Aku sudah tidak perlu berurusan lagi dengan metode-metode anehnya lagi. Tapi ketika realita menghampiriku, suara tawaku mulai menghilang. Dia menatapku dengan khawatir setelah aku mendadak terdiam, dan bertanya ada apa.

Aku menggelengkan kepalaku.

“Kau ingin pergi jalan-jalan waktu liburan musim semi?”

Kupaksakan senyumanku itu dan meresponnya dengan topik lainnya. Aku tahu kalau senyumku ini tidak natural, bahkan aneh. Tapi mulai besok, aku harus lebih baik dari ini.

Sejujurnya aku tidak tahu harus memasang ekspresi yang bagaimana. Aku tidak yakin pula apakah aku harus menatapnya langsung atau tidak. Aku sendiri kurang percaya diri kalau aku akan berbicara normal kepadanya, ataupun aku sendiri tidak tahu harus berkata apa. Dan terakhir, aku tidak tahu harus bersikap bagaimana.

Meski begitu.

Aku yakin, suatu hari nanti, aku akan tersenyum lebih baik, dan lebih natural, dari yang kulakukan saat ini.

x Prelude III | END x



13 komentar:

  1. Kami berdua tertawa. Tapi entah mengapa dadaku terasa sakit. Aku sudah tidak perlu berurusan lagi dengan metode-metode anehnya lagi. Tapi ketika realita menghampiriku, suara tawaku mulai menghilang. Dia menatapku dengan khawatir setelah aku mendadak terdiam, dan bertanya ada apa.
    Damn!!




    Apa yukino tau kalo 8man udah nolak yui min?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ketika dia tahu kalau tidak akan berurusan lagi dengan metode aneh Hachiman, di saat itu juga dia sadar kalau dia akan kehilangan Hachiman.

      Hapus
  2. Nah itu min
    Masalahnya disini yukino lemah terhadap yui, dia lebih mementingkan request yui, perasaan yui.
    Ya mungkin karena yui satu2nya temen dia ya
    Andai yukino tau perasaan 8man ke yui kek gimana, mungkin ceritanya beda lg.

    BalasHapus
  3. Seharusnya di sini yukinon harus lebih tegas dengan perasaan nya dan keinginannya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya
      tegas mentingin orang lain 😁
      Sama kaya si 8man

      Hapus
    2. Haha..
      Kalo mereka berdua jujur..dari awal volume 1 udh jadian kali yah..

      Hapus
  4. Ribet ya pdkt kalau dua2nya sama2 introvert 😅. Bisa sampe 14 volume 😂

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya rasa masalah nya Lebih kompleks dari itu .bukan karena mereka introvert.
      Saya rasa tidak perlu di jelas lagi.

      Hapus
    2. Bayangin 14 volume, nggak ada adegan kissing nya, pelukan cuma sekali, pegangan tangan sekali2, how romantic

      Hapus
    3. Justru itu yg membuat "romantis" di lighy novel ini

      Gk perlu banyak banyak yg penting perasaannya yg mendalam

      Hapus
  5. Happy new year bang dan..
    Semoga di beri selalu kesehatan.
    Semoga di tahun 2020 ini ban dan bisa menyelesaikan translate oergairu.Amiinn

    BalasHapus