Minggu, 15 Desember 2019

[ TRANSLATE ] Oregairu Vol.14 : Prelude II



Hatiku mulai bisa merasakan getaran yang terjadi di tanganku ini. Aku yakin, ini tentang sebuah kejadian yang barusaja terjadi, jadi aku tidak terkejut dengan itu. Kucoba mengumpulkan segenap tenagaku, mengetahui kalau ini akan terjadi membuat hatiku bergetar hebat.

Hari ini, seusai sekolah, dia dipanggil oleh Guru. Kulihat dia meninggalkan kelas, dan aku yakin dia tidak akan kembali lagi ke kelas.

Aku tidak ada keinginan untuk jalan-jalan sepulang sekolah. Jadi aku langsung pulang ke rumah, dan berbaring di sofa ruang keluarga dengan memakai seragam sekolah, lalu menatap langit-langit rumahku. Ibuku memperingatkanku kalau rok dan blazerku akan mengkerut kalau aku terus melakukan itu. Dengan susah payah, kupaksa untuk ganti baju dan berbaring di kamarku. Kuselimuti tubuhku dengan selimut hangat ini dan tubuhku sudah diam tak bergerak lagi.

Handphoneku bergetar, hanya satu getaran. Apakah ini dari siswa itu, atau siswi itu?  Aku tidak yakin itu siapa, tapi isinya kemungkinan besar kabar buruk.

Kuambil handphoneku dan berharap kalau pengirimnya adalah orang lain. Di bagian notifikasi, ada pesan darinya. Tidak perlu sampai membuka aplikasinya, karena pesannya singkat, cukup jelas meski berasal dari info notifikasi. Bahkan, bisa dibaca tanpa perlu mengaktifkan tanda “dibaca” di aplikasi.

“Bisakah kita bertemu?”

Hanya itu saja, tidak ada yang lain. Tapi aku tahu kalau telah terjadi sesuatu.

Aku bisa saja pura-pura tidak membaca dan membalasnya nanti. Karena dengan begitu, maka kita bisa mempertahankan hubungan ini sedikit lebih lama. Hal-hal egois semacam itu muncul di pikiranku. Tapi yang paling penting, ada sesuatu yang ingin dia sampaikan, hal itu membuatku sangat gembira, saking gembiranya sampai ingin menangis. Perasaanku campur aduk saat ini.

Karena kupikir aku sudah menunggu momen ini dari dulu, momen dimana dia sudah siap untuk memberitahuku. Dan karena aku juga terlalu takut untuk mengatakan itu.

Karena itulah, akupun membalasnya, mengatakan kalau aku akan kesana, dan memakai kembali mantelku. Ketika aku mulai memakai kembali sneakersku, aku menerima sebuah pesan tentang lokasi pertemuan itu.

Tempat pertemuan kita tertulis disana. Tempatnya tidak jauh, malahan cukup dekat. Kemudian, ini akan berakhir.

Aku sebenarnya tidak berniat untuk lari, tapi ketika langkahku sudah berada di luar rumah, tiba-tiba langkah kakiku semakin cepat dari biasanya.

Area depan stasiun cukup ramai. Meski begitu, cukup mudah bagiku untuk menemukan dirinya yang sedang duduk di bangku.

Duduk sambil menutup kedua matanya, kedua tangannya diletakkan di atas pangkuannya, tampilan yang semacam ini mengesankan kalau dirinya sedang menyatu dengan lingkungan sekitarnya. Dia memakai mantel, meski sekitarnya cukup dingin, sepertinya itu tidak mengganggunya.

Mendengar suara langkahku, dia mulai membuka matanya. Kemudian, dia tersenyum manis seperti langit malam di musim dingin.

“Sore.”

Senyum manisnya cukup memukau sehingga membuatku kehilangan kata-kata. Kurasa ini adalah momen dimana ada orang bijak berkata kalau ada sesuatu yang indah sudah mencuri napasku.

Akupun mengangguk, kesulitan mengatakan sesuatu karena kehabisan napas sehabis berlari. Kurapikan mufflerku lalu duduk disampingnya. Karena kalau tidak kulakukan basa-basi seperti tadi, sulit rasanya memalingkan pandanganku darinya.

Aku belum pernah melihat gadis secantik dirinya. Aku tahu seperti apa gadis manis dan cantik itu, tapi yang satu ini memang berbeda.

Akupun mencoba mengumpulkan napasku kembali.

“Ada apa?”

“Aku ingin membicarakan sesuatu denganmu,” jawabnya, lalu terdiam sejenak. Lalu, dia melanjutkan seperti sedang memilih dengan hati-hati kata-katanya.

“Kita akan menyelenggarakan Malam Perpisahan Siswa.”

“Oh, bagus, itu bagus sekali...” kataku, akhirnya pikiranku bisa tenang.

Itu adalah sesuatu yang ada di pikiranku belakangan ini. Untuk sejenak, aku bisa bernapas lega. Gesturku sepertinya terlihat jelas karena dia mulai tersenyum.

“Ini karena dirimu.”

“Aku tidak melakukan

Apapun. Aku tidak melakukan apapun.

Akupun terdiam. Dia melihatku, lalu menatap ke arah kejauhan, lalu mengatakan sesuatu dengan pelan.

“...Dan juga karenanya.”

Mendengar kata-katanya, badanku tiba-tiba terdiam. Aku hanya diam menatap lantai, tanpa mampu menatap ke arahnya.

“...Itu tidak benar. Kau juga berusaha keras.”

“Tidak apa-apa, aku tahu kalau ini bukan masalah sebenarnya.”

Kata-kataku tadi terkesan seperti pengalihan topik, atau mencari-cari alasan, namun dia menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Aku mengandalkannya lagi...” katanya.

Tidak seperti dirinya yang terlihat dewasa ketika mengatakan sesuatu, dia mengatakan itu dengan nada kekanak-kanakan. Dia lalu tersenyum seperti berusaha menyembunyikan rasa malunya.

“Aku sebenarnya tahu tentang rencananya itu, tapi aku tidak bisa menolaknya” katanya, sambil memalingkan pandangannya ke kejauhan. Kulihat arah tatapannya, hanya ke sebuah gedung tinggi.

“Tapi semua sudah berakhir.”

Meski suasana malam disini sangat ramai, namun aku masih bisa mendengar suaranya dengan jelas, suara yang lembut dan rapuh, seperti image gedung yang sangat jauh dari pandangan. Seperti lampu merah yang terlihat dari kejauhan, lalu tiba-tiba hilang ditelan kegelapan. Suara yang kemudian hilang tertiup angin.

“Aku memberitahukan semua kepadanya.”

Rambutnya yang panjang tampak mengibas, menyelimuti wajahnya seperti sebuah kerudung. Ketika berhenti mengibas, dia merapikan rambutnya dengan tangan, lalu menaruhnya kembali di belakang telinga.

Lalu, dia tersenyum; Senyum yang murni, seperti sang malam dan angin sudah membersihkan sekitarnya hanya untuk membiarkan senyumnya muncul. Senyum yang cantik dan selalu kusuka.

Senyum yang menyadarkanku kalau hubungan ini akan segera berakhir.




x Prelude 2 | END x

9 komentar:

  1. udh ketebak anjir disini hachiman suka sama siapa !!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dari volume sebelum2nya pun udah ketauan lah, dari setiap monolog 8man kalo menyangkut tentang dia pasti puitis lebay gimana gitu hahahh
      Btw di prelude ini gk ada sangkut pautnya sama perasaan 8man.
      Ini monolog yui

      Hapus
    2. o iyah udh w liat lagi ini monolog yui

      Hapus
  2. Ini monolog siapa sih? Emang hachiman pake rok?

    BalasHapus
  3. Bgi yg bingung ini monolog yui ketemuan ama yukino

    BalasHapus
  4. Agak aneh , Di prelude I Yukino bermonolog musim ini akan berakhir , sedangkan Yui di prelude II Bermonolog hubungan ini akan berakhir

    BalasHapus
  5. maksud yukino udahmemberitahukan segalanya itu apa

    BalasHapus