Senin, 13 Februari 2017

[ TRANSLATE ] Oregairu Vol 2 Chapter 1 : Kemudian, Yuigahama Yui memutuskan untuk belajar -3






Tanpa ditemani HP untuk menghabiskan waktunya, Yuigahama hanya duduk tenggelam dengan bersandar ke kursinya. Secara tidak sengaja, itu membuat dadanya terlihat menonjol, dimana itu membuat sesuatu di dalam diriku mulai menggelora dan akupun berusaha mengalihkannya, jadi aku berusaha menatap ke arah Yukinoshita, dimana dadanya tidak memicu reaksi semacam itu.

Yukinoshita, yang dadanya adalah contoh yang bagus untuk implementasi istilah Safe For Work, menutup bukunya.

"Jika kau tidak ada yang bisa dilakukan lagi, kenapa kau tidak belajar saja? Sebentar lagi  kita akan memasuki ujian tengah semester." Yukinoshita mengatakan itu dengan nada yang kurang setuju.

Dari caranya berbicara, Yukinoshita tampak kurang menekankan alasan pentingnya dibalik sugestinya. Bagi Yukinoshita, ujian tengah semester adalah permasalahan orang lain. Baginya, ujian tengah semester semacam rutinitas harian. Gadis ini adalah peringkat pertama dari ujian apapun yang dialamatkan kepadanya. Apalagi, ini cuma level ujian tengah semester, mungkin tidak terasa apapun baginya.

Yuigahama lalu menatap ke arah lain, seperti sadar dengan situasinya. Dia lalu menggumamkan sesuatu.

"Apa sih untungnya belajar? Tidak ada seorangpun yang menerapkannya dalam kehidupan nyata..."

"Kau baru saja mengucapkan kalimat standar yang biasa diucapkan orang bodoh!" kukatakan saja.

Sangat mudah ditebak kalau itu akan keluar darinya, sampai-sampai itu membuatku secara spontan mengatakannya. Serius, masih ada orang yang mengatakan hal semacam itu di jaman yang seperti ini?

Seperti marah karena disebut orang bodoh, Yuigahama lalu membetulkan posisi duduknya.

"Tidak ada gunanya belajar, serius ini! Kehidupan SMA itu terlalu pendek, dan belajar itu buang-buang waktu! Tahukah kalian kalau hidup ini cuma sekali?"

"Tapi tidak serta-merta kau bisa mengacaukan hidup itu."

"Ya ampun, kau ini mengesalkan sekali!"

"Maaf saja ya, aku ini lebih suka memikirkan dampak jangka panjang."

"Tapi kalau kau yang menjadi objeknya, kurasa kau sendiri sudah gagal dalam segala aspek kehidupan SMA." kata Yukinoshita.

Benar sekali. Kau tidak bisa selalu memenangkan segalanya.

Tunggu dulu, ayolah! Apa yang dia barusan katakan adalah aku tidak punya kehidupan sama sekali? Apa aku harus memeriksa riwayat kehidupanku seperti tamu yang hendak check-out dari hotel?

"Tahu tidak? Aku belum gagal...Aku hanya berbeda dari orang kebanyakan. Itulah sifatku! Semua orang berbeda, dan perbedaan itu baik!"

"Be-Benar! Aku juga punya sifatku sendiri! Tidak bagus dalam belajar adalah salah satu sifatku!"

Kami berdua mengatakan kalimat klise bodoh tersebut di saat yang bersamaan. Tapi serius ini, sifatku ataupun karakter diriku adalah kata-kata yang sangat nyaman ketika diucapkan.

"Kaneko Misuzu yang pertamakali mengucapkan kata-kata itu tampaknya bisa-bisa bangkit dari kubur jika dia mendengar kalimatnya diucapkan seperti barusan..."

Yukinoshita tampak mengembuskan napasnya, sambil memegangi keningnya.

"Yuigahama-san, kata-katamu barusan tentang belajar adalah hal yang sia-sia, adalah salah. Malahan, belajar adalah proses untuk menemukan siapa dirimu sebenarnya. Karena itulah, setiap orang mungkin punya alasan yang berbeda untuk belajar, tapi mengatakan belajar itu sia-sia bukanlah alasan yang tepat untuk menolak belajar."

Kurasa itu hanya sekedar opini belaka. Malahan, orang dewasa yang mendengarnya akan menganggap kata-kata itu masuk lewat telinga kiri dan keluar telinga satunya. Bahkan sebuah pernyataan sederhana seperti "Sebenarnya belajar itu apa?", akan memberikan efek yang sama. Jadi setiap orang dewasa di jaman ini tidak akan paham maksud kata-kata tersebut.

Sebenarnya, aku bukannya hendak menyombongkan diri atau sejenisnya karena bisa menyimpulkan sejauh itu. Hanya saja, satu-satunya orang yang mempercayai hal itu hanyalah Yukinoshita.

"Tapi kau ini orang pintar, Yukinon...Aku sendiri ini kurang suka belajar...Lagipula tidak ada satupun di grupku yang melakukan itu..."

Tatapan mata Yukinoshita tiba-tiba menajam. Aku merasa kalau suhu ruangan ini turun setidaknya sepuluh derajat karena sikap Yukinoshita yang mendadak diam, Yuigahama yang terdiam, tampak terguncang. Sepertinya dia mulai mengingat-ingat kembali seluruh kata-katanya yang baru saja dia ucapkan.

Dia lalu menarik kembali ucapannya.

"Ba-Baiklah, aku akan melakukanny! Ngo-Ngomong-ngomong! Hikki, apa kau juga belajar?!?"

Oooh, jadi dia berhasil menghindari kemarahan Yukinoshita. Sepertinya, rencana hebatnya kali ini adalah mengalihkan serangan tersebut ke arahku. Okelah, usaha yang bagus, Yuigahama.

"Yeah, aku juga belajar," kataku.

"Dasar pengkhianat! Kupikir kau juga orang bodoh sepertiku!"

"Kampret. Gue ini ranking tiga di Sastra Jepang!" aku sengaja memberikan jeda untuk menguatkan efeknya. "Plus, aku juga tidak buruk-buruk amat di pelajaran lainnya."

"Mustahil...Aku tidak menyangka..."

Kebetulan, pihak sekolah tidak menaruh pengumuman tentang hasil ujian tersebut. Mereka hanya memberitahu ranking dan nilaimu secara personal. Hasilnya, dimana setiap orang memberitahu orang lain tentang rankingnya, tidak ada yang tahu tentang diriku   karena aku tidak punya seseorang untuk kuberitahu. Juga tidak ada yang menanyakan aku berada di ranking berapa.

Tentunya, tidak ada seorangpun yang bertanya secara umum tentang diriku.

"Bukankah secara tidak langsung itu mengatakan kalau kau ini sebenarnya pintar, Hikki?!"

"Kurasa itu bukanlah sesuatu yang perlu dibesar-besarkan." kata Yukinoshita.

"...Kenapa malah kau yang menjawabnya?"

Well, tentunya nilaIku tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Yukinoshita, tapi nilaiku juga tidak bisa dikatakan buruk.

Itu artinya Yuigahama adalah orang paling bodoh diantara kita bertiga.

"Aww," dia mulai mengeluh. "Jadi aku satu-satunya karakter orang bodoh disini."

"Jangan langsung menyimpulkan seperti itu, Yuigahama-san."

Ekspresi beku Yukinoshita tampak mulai mencair, dan kedua matanya tampak hendak mengatakan sesuatu yang jujur.

Mendengar kata-kata tersebut, wajah Yuigahama tampak ceria kembali.

"Yu-Yukinon!"

"Kau bukanlah sebuah karakter fiksi. Kebodohanmu itu semacam sesuatu yang turun-temurun."

"Waaaaaaah!" Yuigahama tampak membuka kedua tangannya di depan Yukinoshita.

Sepertinya dia tidak tahu harus bereaksi seperti apa, Yukinoshita sendiri hanya mengembuskan napasnya.

"Yang ingin kukatakan adalah, menilai seseorang hanya dari nilai akademis dan posisinya di ranking adalah hal bodoh. Siswa-siswa yang katanya berada di ranking atas saja, ada yang merupakan manusia rendahan."

"Hei, kenapa kau sengaja menatapku ketika mengatakan kata-kata barusan?" tanyaku.

Entah mengapa, kini mereka berdua menatapku.

"Aku katakan ini untuk memperjelas saja, aku ini belajar karena aku menyukainya."

"Begitu ya..."

"Itu karena kau tidak punya apapun untuk dilakukan."

Kedua gadis itu mengatakan sesuatu secara bersamaan. Yuigahama mengatakan kalimat pendek barusan, sedang yang terpanjang adalah milik Yukinoshita. Tanpa sadar, mereka berdua juga sedang menepuk kening mereka sendiri.

"Okelah. Tapi bukankah kau juga begitu?" kataku ke Yukinoshita.

"Tapi kau tidak menyangkalnya," katanya.

"Tolong katakan kalau itu tidak benar! Itu membuatku sedikit sedih!" Yuigahama mengatakan itu.

Yukinoshita mengatakan itu dengan dingin, tapi Yuigahama tampak sedang terbakar empati. Yuigahama lalu memegangi Yukinoshita dengan hangat, seperti hendak menghilangkan luka di hati Yukinoshita. Wajah Yukinoshita sendiri seakan-akan hendak mengatakan "...Aku sulit bernapas!", tapi dia tidak melakukannya karena tidak ingin membuatnya merasa tidak nyaman. Sedari tadi Yuigahama hanya memeluknya dengan erat.

Oi, ayolah! Bagaimana denganku?! Aku juga tidak punya kerjaan lain selain belajar! Sepertinya aku menyerah saja karena tidak akan ada pelukan yang datang ke arahku. Well, kupikir akan terasa aneh jika dia memelukku.

Tapi serius ini, kenapa para riajuu ini suka sekali menyentuh-nyentuh orang lain? Apakah saling bersentuhan kulit itu semacam hal yang wajar? Apa mereka pikir mereka sedang berada di Amerika? Orang Amerika sendiri sering colek sana-sini untuk bercanda, tapi jika ada sesuatu yang serius mereka akan berpelukan seperti menganggap itu adalah hal yang pintar untuk dilakukan. Jika mereka itu berkesempatan untuk menjadi pilot Eva, maka mereka tidak akan bisa menggunakan AT Field. Kebaikan hati mereka tidak memiliki batasan yang jelas.




x x x




Sambil memegangi kepala Yukinoshita, Yuigahama membuka mulutnya.

"Tapi tahu tidak, Hikki, aku agak terkejut ketika mendengar kau belajar tekun."

"Nah, bukannya aku belajar demi mendapatkan kemajuan dalam pembelajaran seperti alasan siswa-siswa lainnya. Aku juga belum mengambil les apapun untuk Liburan Musim Panas nanti."

SMA Sobu ini memang didesain untuk mempersiapkan siswa ke jenjang Universitas. Hasilnya, mayoritas siswa disini adalah calon-calon mahasiswa kelak. Para siswa seangkatanku yang sadar akan hal itu mungkin sudah mengisi kepala mereka dengan ujian penerimaan mahasiswa sejak memasuki musim panas kelas 2 SMA. Ini mirip momen dimana mereka mulai bingung apakah mereka hendak menghadiri bimbingan belajar di Tsudanuma ataukah Kawai School Centre, atau juga bimbingan belajar di Inage-Kaigan.

"Oh, tapi ada satu hal," tambahku. "Aku mengincar posisi sebagai mahasiswa program beasiswa."

"...Beasiswa?" Yuigahama mengulangi kata-kataku.

"Kalau kau sih, kurasa kau tidak perlu mengincar apapun lagi karena kau sekarang sudah berada di puncak kehidupanmu," kata Yukinoshita. "Kau kan kurang lebih sampah masyarakat."

"Ada apa ini, Nona Yukinoshita? Kau baik sekali kepadaku hari ini. Kupikir kau akan menolak cara hidupku selama ini."

"Itu sebuah saran yang bagus," Yukinoshita memegangi kepalanya sambil memasang ekspresi yang jijik akan sesuatu.

"Hei, hei, apa itu beasiswa?"

Sepertinya Yuigahama sejak tadi sudah tersesat dengan kata beasiswa. Wow, serius kau, Nona Yuigahama?

"Beasiswa itu, kau akan menerima uang untuk menjalani masa studimu." Yukinoshita menjelaskan.

"Universitas saat ini, memberikan pengecualian bagi mahasiswa yang berprestasi untuk membayar uang kuliahnya. Sederhananya, kalau aku mendapatkan beasiswa, maka uang dari orangtuaku yang seharusnya dipakai untuk membayar kuliah, akan masuk ke kantong pribadiku."

Aku akan menari-nari jika itu benar terjadi. Aku bisa membayangkan bagaimana ekspresi adikku yang memasang wajah jijik, dan akupun tidak mempedulikannya sambil meneruskan tarianku.

Orangtuaku akan tenang-tenang saja selama aku belajar tekun dan memiliki tujuan yang jelas, lalu aku mencapai hasil yang mereka harapkan. Dan aku bisa memperoleh keuntungan dari hal itu selagi bisa. Itu adalah rencana yang sangat jenius.

Tapi kedua gadis disini malah melihatku dengan ekspresi yang meragukan.

"Bukankah itu semacam penipuan...?"

"Dia tidak akan mempermasalahkan itu karena kau sendiri tidak bisa membuktikan kalau orangtuanya dirugikan, karena mereka mengadopsi selama sesuai dengan hasil yang diinginkan, maka tidak masalah. Jika begitu, maka tinggal tunggu momen saja dia diterima program beasiswa. Berdasarkan idealismenya yang tidak wajar itu, maka kau tidak bisa menyebut itu sebuah penipuan," Yukinoshita menjelaskannya dengan nada yang tegas.

Me-Memangnya kenapa? Bohong sedikit kan boleh, selama tidak ada yang dirugikan.

Yuigahama lalu melirikku.

"Jadi itukah rencanamu dalam hidup, huh..." dia menggumamkan itu.

Dia kini memegangi lengan Yukinoshita dengan lebih erat.

Melihat sikapnya itu, Yukinoshita lalu menatap ke arah Yuigahama.

"Apa ada sesuatu...?"

"Oh, um, tidak ada sih..." Yuigahama tampak tidak bisa membohongi pernyataannya karena dia menambahkan suara tawa yang dibuat-buat.

"Hanya saja, aku berpikir kalau kalian ini kan orang pintar, aku tidak tahu apakah kita akan bisa bertemu lagi setelah kita lulus SMA nanti."

"Memang...Aku sendiri tidak akan melihat Hikigaya-kun lagi." Yukinoshita mengatakannya sambil tersenyum.

Aku hanya bisa duduk tenggelam mendengar kata-katanya barusan. Seperti terpancing oleh reaksi non-verbalku, Yukinoshita menatapku dengan penuh tanda tanya.

Yang benar saja. Aku malahan setuju denganmu pada bagian tersebut, Yukinoshita.

Well, mereka memang eksis di dunia ini: Orang-orang yang belajar sampai mati sehingga mereka bisa masuk sekolah paling elit, sehingga tidak bertemu lagi dengan teman satu SMP-nya dulu. Orang-orang seperti itu adalah tipe orang yang hendak membuang masa lalunya dan bersumpah untuk tidak bertemu teman satu sekolahnya lagi. Yuigahama sendiri kurang lebih adalah tipe-tipe yang seperti itu.
[Note: Anda tidak boleh langsung percaya begitu saja dengan monolog Hachiman di atas. Ini jelas bullshit alias bohong. Orang yang dimaksud di atas adalah Hachiman sendiri, bukan Yuigahama.]

Lalu ada tipe-tipe orang yang selalu berhasrat dengan pertemanan mereka dengan selalu ingin bersama teman satu grupnya. Dengan perkembangan teknologi, mereka masih bisa berhubungan. Kurang lebih begini, jika kau tidak mau mengikuti cara berhubungan seperti di atas, maka kau akan ditinggal begitu saja. Maksudku begini, kau hanya bisa berhubungan dengan mereka lewat telepon atau email, atau kau tidak akan bisa berhubungan sama sekali. Lalu bisakah kau sebut hal semacam itu dengan nama pertemanan? Aku yakin kalian akan menyebutnya pertemanan. Itu artinya semuanya diatur dengan HP, dan jumlah teman yang kau punya bisa dihitung dari banyaknya kontak di HP-mu.

Yuigahama lalu menggenggam lebih erat HP-nya ketika melihat senyum Yukinoshita.

"Tapi bukankah tidak akan menjadi masalah karena kita semua punya HP? Kita akan selalu berhubungan!"

"Ya, tapi aku ingin kau berhenti mengirimiku SMS setiap hari..." jawab Yukinoshita.

"Huh?! Ka-Kau tidak menyukainya...?"

Yukinoshita lalu terdiam untuk sejenak.

"Kadang, itu sangat menggangguku."

"Blak-blakan sekali!"

...Sepertinya mereka berdua benar-benar akrab. Sejak kapan mereka menjadi dekat sampai saling mengirim SMS? Tambahan lagi, aku tidak bisa membayangkan seperti apa SMS yang berasal dari Yukinoshita.

"Memangnya SMS semacam apa yang kau kirim setiap hari?"

"Uhh..." kata Yuigahama. "Ya hal-hal semacam Hari ini, aku memakan cream puff ✩ "

"Kubalas 'Ya' ". jawab Yukinoshita.

" 'Yukinon, bisakah kau membuat cream puff? Aku ingin mencoba memakan manisan yang lainnya kalau sempat!' ".

" 'Baiklah' ".

"Yukinoshita, ternyata skill percakapanmu sangat bagus sekali..."

Yukinoshita tampak membuang muka dariku.

"Aku tidak menjawab banyak disana," gumamnya.

Itu memang menyedihkan, dan aku tahu bagaimana rasanya.

Tidak, serius ini, memangnya kau akan merespon apa dengan percakapan yang semacam itu? Ini semacam percakapan dengan memakai topik cuaca, tapi akan langsung berakhir setelah mereka mengatakan seperti ini.


'Cuaca yang bagus, huh?'

'Yeah'.

'Err, uh, un ange passe. Eheheh,'


Itulah yang terjadi setelah adanya kesunyian dalam percakapan menggunakan HP.

"Yeah...Aku sendiri tidak banyak-banyak merespon dalam percakapan HP," kataku. "Kurasa berkomunikasi menggunakan HP bukanlah hal yang bagus."

Kupikir HP itu semacam alat yang bisa membantu penyendiri. Kau bisa membiarkan HP-mu begitu saja jika ada panggilan, kau bisa blok nomer HP orang, kau bisa blok SMS orang     ya semacam itu. Kau bisa memilih apakah kau akan menerima atau menolak semua komunikasi sesuai suasana hatimu.

"Memang. Si penerima merasa harus membalas SMS ataupun  mengangkat teleponnya." Yukinoshita mengangguk setelah mendengar kata-kataku.

Kalau kau hanya melihat tampilannya, maka dia adalah gadis yang cantik. Kalau dipikir lagi, mungkin dia sudah sering ditanya nomor HP dan emailnya oleh banyak orang.

Sedangkan diriku, dulu aku pernah sekali dimana aku mengumpulkan segenap keberanianku untuk meminta nomor HP seorang gadis yang manis. Ini terjadi ketika aku masih seorang siswa SMP yang lugu. Setiap kali aku bertanya nomor HP-nya, dia berkata, 'Aduuuh, batere HP-ku sudah habis. Bagaimana kalau nomormu ku SMS saja nanti?'. 

Yang masih misteri, bagaimana mungkin aku yang tidak pernah memberitahunya tentang nomorku berapa, bisa berjanji kalau dia akan mengirimiku SMS. Aku masih menunggu SMS darinya hingga saat ini...

"Lagipula, aku tidak mau melihat segala SMS yang tampak menjijikkan..." Yukinoshita menjelaskan itu, seperti baru saja teringat sesuatu.

"Hmmm?" Yuigahama menaruh jari telunjuknya di dagu dan memiringkan kepalanya. "Apakah itu berarti...SMS-ku terasa menjijikkan untukmu?"

"...Aku tidak mengatannya begitu." Yukinoshita yang yang sedari tadi menatap Yuigahama, kini memalingkan pandangannya. "Hanya saja, itu cukup mengganggu."

Wajahnya tampak memerah. Kupikir, reaksinya barusan itu terasa sangat manis. Tapi karena tidak ada hubungannya denganku, persetan dengan itu.

Melihat ekspresi Yukinoshita, Yuigahama tampak sedikit melompat dan melepas pegangannya ke Yukinoshita. Masih menjadi misteri, Yukinoshita memalingkan wajahnya dengan ekspresi yang lembut     dia seperti meleleh. Sekali lagi, karena ini tidak ada hubungannya denganku, jadi persetan dengan itu.

"Oh, begitu ya. Tapi memang, HP tidaklah sempurna..." Yuigahama lalu memeluk tubuh Yukinoshita lagi, seperti berusaha menegaskan hubungan diantara mereka.

"Aku akan belajar dengan keras, yep...Akan sangat luar biasa jika aku pergi ke sekolah yang sama denganmu," dia menggumamkan itu, dan menatap ke arah lantai. "Apa kau sudah memutuskan akan pergi ke Universitas mana dan jurusan apa, Yukinon?"

"Tidak, masih belum pasti. Kalau cuma rencana, aku sendiri berencana untuk masuk Fakultas MIPA di Universitas Negeri."

"Kau ternyata sangat berpikiran ke depan!" Yuigahama mengatakan itu, lalu menambahkan, "Jadi, um...Bagaimana denganmu, Hikki? Ka-Kalau boleh, aku ingin tahu juga."

"Jurusan Liberal Art di Universitas Swasta."

Lalu Yuigahama tersenyum.

"Sepertinya aku masih memungkinkan untuk kesana!"

Ayolah, ada apa dengan reaksi barusan?

"Kuberitahu ya, belajar di jurusan Liberal Art pada Universitas Swasta, tidak semudah yang kau bayangkan. Kuminta kau untuk segera meminta maaf ke seluruh jurusan Liberal Art di negeri ini! Kau dan diriku ini tidaklah berada di level yang sama."

"Ooooh...Jadi aku akan belajar tekun untuk itu!" Yuigahama lalu melepaskan pegangannya dari Yukinoshita.

"Dan kalau begitu, kita harus belajar bersama mulai minggu ini," dia mengatakan itu dengan keras.

"...Apa yang kau maksud?" Yukinoshita tampak bertanya-tanya.

Yuigahama tidak mempedulikan pertanyaannya dan langsung mengatur beberapa hal.

"Karena kita tidak punya aktivitas Klub seminggu sebelum ujian, jadi kita punya waktu luang sepulang sekolah, benar kan? Oh, Selasa bagus juga, karena para guru ada kegiatan tamasya pekan ini."

Serius, tamasya? Siswa SMA macam apa yang mengatakan itu?

Tamasya yang Yuigahama maksud tadi itu, adalah sebuah pertemuan dengan Dinas Pendidikan, dan karena seluruh guru diwajibkan untuk hadir, para siswa dipulangkan lebih awal dan seluruh aktivitas Klub diliburkan.

Well, aku sendiri tidak bisa mengatakan kalau aku setuju dengan rencana Yuigahama. Yukinoshita, siswa peringkat satu yang berencana masuk MIPA di Universitas Negeri, dan diriku, siswa peringkat tiga di Sastra Jepang, tampak tenang-tenang saja dengan ujian tengah semester. Lagipula, aku sendiri ini memiliki nilai akademis yang lebih baik daripada adikku yang goblok     Adikku yang goblok itu, nilainya tidak ada yang bagus. Setiap kali dia punya masalah yang tidak bisa dipecahkan, selalu dirikulah yang membantunya.

Kalau kau tanya apa yang kubenci, maka jawabnya adalah waktu luangku diambil dariku. Aku bahkan tidak mau menghadiri perayaan setelah Festival Olahraga.

Bu-Bukan karena aku tidak diundang atau sejenisnya! Alasanku adalah karena aku sangat menghargai waktu luangku, dan itu akan sangat menyiksaku jika aku menghabiskannya dengan orang lain.

"Uhh..."

Ayo cepat tolak ajakannya! Begitulah yang ada dalam pikiranku sekarang, meski belum terucap, lalu Yuigahama terus melanjutkan.

"Bagaimana kalau kita pergi ke Saize di Chiba?"

"Aku sebenarnya tidak masalah dengan itu..." kata Yukinoshita.

"Yuigahama, um, begini..."

Jika aku tidak mengatakannya dengan cepat, mereka akan menganggapku sudah setuju! Berhentilah berputar-putar dan segera tolak, pikirku. Lalu aku mulai membuka mulutku.

"Ini pertamakalinya kita pergi bersama, Yukinon! Hanya kita berdua saja!" Yuigahama memotongku.

"Memang," kata Yukinoshita.

...

Jadi aku ternyata sejak awal tidak diundang.

"Hikki, apa kau tadi hendak mengatakan sesuatu?" tanya Yuigahama.

"N-Nah...Selamat belajar bersama ceria."

Lagipula, lebih efektif belajar sendirian.

...Aku tidak kalah barusan, oke.







x Chapter III | END x





Oke, siapa saja pasti tahu kalau tipe orang yang sengaja belajar mati-matian demi pergi ke sekolah elit yang tidak ada satupun siswa SMP-nya menuju ke sana, demi membuang masa lalu, adalah Hikigaya Hachiman. Ini dijelaskan dengan baik di vol 5 chapter 2 dan vol 8 chapter 3.

Anda tidak perlu mempercayai semua monolog Hachiman, karena di volume-volume setelah ini banyak juga yang terbantahkan oleh perilaku Hachiman sendiri.


...............


Di vol 5 chapter 6, Haruno mengatakan kalau dia kuliah di MIPA Univ.Negeri. Dijelaskan disana, kalau sebenarnya Haruno sudah punya jurusan lain yang dia sukai, tapi dia dipaksa oleh Ibunya.

Jadi jika Yukino memiliki rencana ke jurusan yang sama dengan Haruno, sedikit banyak, ini ada campur tangan Ibunya.

Namun kita semua tahu faktanya, Yukino mengatakan keputusan bulat belum diambil. Ini yang perlu dipastikan oleh Ibunya, dan ternyata Yukino memilih untuk kuliah di Liberal Art, bersama Hachiman.

Di vol 10 chapter 7, Hachiman mengira Yui akan otomatis mengikuti Yukino, Liberal Art. Namun faktanya, hingga dua volume berlalu (vol 10.5 dan vol 11), tidak sekalipun Yui diajak oleh Hachiman dan Yukino. Bahkan, Yukino tidak memberitahu Yui tentang jurusannya.


..............


Buat yang penasaran mengapa Hachiman memilih Universitas Swasta daripada Negeri, karena ujian masuknya cuma 5 mata pelajaran, sedang Negeri ada setidaknya 7, volume 10 chapter 3.


..............


Mudah sekali menebak kalau Yui sengaja bertanya ke Yukino tentang jurusannya kelak, sebenarnya agar punya momentum untuk bertanya jurusan Hachiman.


..............


Hachiman memilih menghabiskan waktunya sendiri daripada diundang datang pesta perayaan? Bukan karena tidak diundang.

Ooh aku percaya...Pembaca percaya...

Sebenarnya, contoh yang baik untuk kejadian serupa ada di vol 6 chapter 10.


.............


Berhentilah berharap SMS dari gadis tersebut! You just not good enough for her!


.............


Buat yang belum tahu, Universitas Swasta favorit Hachiman ada di Kyoto, Universitas Doshisha. Bahkan, Hachiman menyebut Universitas tersebut sebagai tempat sakral, Volume 7 Chapter 2. Universitas tersebut memang terkenal karena jurusan Liberal Art-nya.


..............


Jika tebakan saya benar, Yukino dulunya memang banyak siswa laki-laki yang meminta nomor HPnya. Lalu SMS menjijikkan, jika melihat apa yang terjadi di volume 1 chapter 2, kemungkinan besar adalah SMS kaleng dari para gadis yang membencinya karena laki-laki yang mereka suka tampak menyukai Yukinoshita.


.............


Orang yang hendak membuang masa lalunya itu adalah Hachiman. Dia dipermalukan oleh insiden Kaori yang menolaknya, seluruh siswa SMP-nya tahu soal itu. Lalu, Hachiman mencari tahu SMA dimana alumni SMP-nya paling sedikit disana, didapatlah SMA Sobu dimana dalam sejarahnya, baru 1 alumni SMP-nya yang diterima disana. Karena nilai penerimaan SMA Sobu sangat tinggi, Hachiman tidak punya pilihan lain selain belajar mati-matian.

Semua demi satu alasan, "membuang masa lalu dan memiliki hidup yang baru".

Namun, masa lalu akan terus menghantui dan muncul di momen yang tidak tepat, Kaori akhirnya muncul dan bertemu dengannya meski berbeda sekolah.

Kita memang tidak bisa membuang masa lalu dan sengaja menghindarinya selama hidup kita. Yang bisa kita lakukan adalah, menerima masa lalu itu sebagai bagian dari diri kita.

3 komentar:

  1. Superrr sekali Hikagaya Kun.

    BalasHapus
  2. Mungkin lebih tepatnya aoi ways, atau gegara kebanyakan nonton naruto jadi bisa keluarin ceramah no jutsu

    BalasHapus