Jumat, 02 Oktober 2015

[ TRANSLATE ] Oregairu Vol 4 Chapter 6 : Sebuah kesalahan, Hikigaya Hachiman tidak membawa baju renang



*   *   *








  Aku pernah bermimpi.

  Tangan yang kecil dan lembut menyentuh tubuhku dengan perlahan. Seakan-akan menembus batas mimpi itu, aku bisa merasakan kehangatan tubuh itu di kulitku. Sebuah suara yang manis terdengar memanggil namaku.

  Di pikiranku kala itu, itu adalah mimpi yang sangat indah.

  Tetapi aku sadar betul kalau itu hanyalah mimpi. Adikku biasanya tidak membangunkanku, bahkan kedua orangtuaku meninggalkanku tidur begitu saja dan keluar rumah. Pada akhirnya, yang mengusirku dari mimpi indah itu adalah alarm HP yang tidak berperikemanusiaan.

  Oleh karena itu, baik hati dan tubuhku beranggapan situasi kali ini hanyalah mimpi.

  "Hachiman, ini sudah pagi. Bangun..." suara itu mengatakan hal tersebut berulang-ulang.

  Karena tubuhku digoyang-goyangkan sedemikian rupa, kedua mataku akhirnya terbuka. Cahaya matahari pagi terasa menyilaukan. Totsuka membelakangi cahaya tersebut dengan senyumnya yang membuat mataku terbuka lebar-lebar.

  "Akhinya bangun juga...Selamat pagi, Hachiman."

  Butuh waktu lama bagiku untuk sadar ada apa ini sebenarnya.

  "Yeah," aku akhirnya berhasil menjawabnya.

  Adegan ini terasa tidak nyata sehingga aku hanya bisa terdiam saja. Cahaya matahari yang berwarna putih tampak menembus kaca jendela ruangan ini, serangga dan burung-burung terdengar menyanyikan suaranya di luar ruangan ini.

  "Huh..."

  "Kamu akan ditinggal sarapan pagi jika tidak bergegas."

  Mendengar informasi semacam itu, aku mulai memahami situasiku saat ini. Benar sekali, jadi aku disini sedang mengikuti perkemahan musim panas.

  Setelah aku keluar dari kasur, aku melipat kasurnya. "Yang lain pergi kemana?"

  "Hayama-kun dan Tobe-kun sudah berangkat lebih dulu. Kamu tadi terlihat seperti tidak akan bisa bangun pagi, Hachiman..." Dia melihatku dan mengatakan hal tersebut.

  "Ah, maaf..." aku segera meminta maaf, seperti sedang menyesali perbuatanku.

  Tetapi Totsuka masih mengeluh kepadaku. "Tahu tidak, Hachiman? Jadwal rutinitas harianmu tampaknya kacau balau ketika liburan musim panas."

  "Y-Yeah, kupikir begitu."

  "Apa kamu tidak pergi olahraga atau semacam itu?"

  "Yeah, begitulah. Aku tidak melihat ada hal penting dari olahraga di musim panas. Lagipula, pasti panas sekali."

  "Bukankah itu buruk bagi tubuhmu kalau tidak berolahraga? Kamu setidaknya berolahra    oh, aku tahu! Ayo kapan-kapan kita main tenis bersama!" Totsuka mengajakku secara spontan.

  "Oh, kamu ingin melakukannya? Ya panggil saja aku kalau jadi." Aku mengatakannya saja dengan asal-asalan, seperti yang biasa dijawab oleh orang-orang ketika diundang sesuatu. Ketika kamu berada dalam komunitas sosial, kebanyakan undangan mereka hanya sekedar basa-basi saja.

  Hanya sekedar mengingatkan: Pria yang mengatakan "panggil saja aku jika benar-benar jadi" ketika diundang, biasanya tidak akan diundang. Sumber: aku.

  Aku melihat ke arah Totsuka dengan sabar, menunggu hukum alam tadi berlaku kepadanya.

  "Oke, sesuai katamu! Nanti aku akan beritahu kamu!"

  Entah mengapa, responnya yang cerita itu membuatku tenang.

  Aku sebenarnya tidak punya alasan jelas untuk menolak ajakan dari laki-laki. Maksudku, jika Zaimokuza menelponku dan mengajakku, itu adalah cerita yang berbeda. Tetapi selain melakukan sesuatu untuk Komachi, aku tidak punya rencana yang lain. Jadwalku sangat senggang sehingga jika ada lomba 'berapa banyak waktu luang yang kaupunya?', aku akan memenangkannya. Aku sebenarnya tidak pernah diundang kemanapun, dan aku pasti tidak akan mengundang siapapun untuk jalan bersamaku kecuali aku, diriku, dan Hachiman.

  Aku memutuskan untuk tidak pernah mengajak seseorang untuk jalan bersamaku semenjak kejadian di SMP, ketika Ooiso-kun mengatakan di telpon kalau dia membatalkan ajakanku karena ada acara di rumah, tetapi ketika aku pergi ke game center sendirian, aku melihatnya bersama Ninomiya-kun di tempat Karaoke yang bersebelahan. Maksudku, kamu pasti tahu rasanya. Membuat kecewa orang lain rasanya sangat menyakitkan. Jadi sikapku yang tidak mengajak siapapun jalan bersama, bisa kaukatakan adalah bentuk kebaikan dari diriku.

  "Oke, kalau begitu ayo kita sarapan pagi?" tanyaku.

  "Tentu. Err, uh...Aku tidak tahu alamat emailmu, Hachiman..."

  Oh, benar juga. Aku tidak sadar kalau selama ini aku gunakan HP-ku hanya untuk menghabiskan waktu luang dan alarm, aku baru sadar kalau Totsuka dan diriku tidak pernah bertukar alamat e-mail.

  Jadi akhirnya aku bisa mendapatkan e-mail Totsuka, ya? Dengan perasaan yang campur aduk, aku mengambil HP-ku dan membuka bagian daftar kontak.

  "Huh?! H-Hachiman, kenapa kamu seperti hendak menangis?!"

  "Oh, itu tidak apa-apa. Hanya efek akibat menguap saja..."

  Tampaknya uap itu berubah menjadi air mata...

  "Oh, benar juga. Kamu kan baru saja bangun tidur. Oke, beritahu aku emailmu."

  "Ini." Aku menunjukkannya alamat e-mailku.

  "Er, uh..."

  Totsuka memegang HP-ku dan HP miliknya, lalu mengirimkan pesan ke HP-ku. Dia melakukannya seperti sudah terbiasa melakukan hal semacam itu. Aku sedikit khawatir kalau dia salah menekan tombol dan menulis alamatku dengan salah, aku pasti akan merasakan penderitaan yang tiada berakhir.

  "Oke, selesai...Aku mengirimkan pesan ke HP-mu."

  "Ohh, thanks."

  Tidak beberapa lama kemudian, HP-ku berbunyi.

  Achivement unlocked: Mendapatkan alamat email Totsuka! (high five!).

  Yeah, ini hebat sekali. Sekarang yang kuperlukan adalah menyimpan alamatnya, Aku memikirkannya sambil membuka SMS yang dia kirim.



  Subjek : Hi, ini Saika!

  Isi : Hachiman, selamat pagi. Ini SMS pertamaku! Mari kita pererat pertemanan kita dari sekarang!



  Ketika aku membaca huruf-huruf tersebut, sesuatu yang hebat terjadi di hatiku. Tanpa adanya peringatakan apapun, aku tiba-tiba merasa lemas dan terjatuh begitu saja.

  "Hkkkk! Gaaaaaah!"

  "Hachiman?! A-Ada apa?! Apa kamu baik-baik saja?!" Totsuka mulai mendorong-dorong punggungku dengan panik.

  Waaah, meskipun tangannya sangat kecil, aku merasakan sentuhan yang lembut dan hangat...

  "A-Aku baik-baik saja..."

  "Untung saja..."

  Ketika aku mulai bisa berdiri lagi, Totsuka terus menatapku seperti kurang percaya dengan yang barusan kukatakan. Untuk meyakinkannya, aku tersenyum kepadanya dan berkata, "Oke, ayo kita sarapan!"

  "Oh, oke."

  Aku berusaha mendorong Totsuka dari belakang untuk memaksanya berjalan.

  Aku cukup yakin kalau dia sudah memikirkan isi SMSnya tadi karena aku lihat dia mengetiknya sambil memiringkan kepalanya. Tampaknya Totsuka berbakat untuk mengirimkan pesan yang menunjukkan sisi manis dirinya. Seseorang, tolong berikan dia medali!

  Ngomong-ngomong, aku akan menyimpan pesan pertama ini baik-baik. Juga, aku akan mensetting ring tone spesial kapanpun aku menerima SMS dari Totsuka dan membuat folder khusus untuk semua SMS-nya. Aku harusnya juga menyediakan backup data tersebut di PC-ku untuk jaga-jaga.






*  *  *





  Tidak ada tanda-tanda siswa SD di ruang makan ini. Hanya Hiratsuka-sensei dan orang-orang yang terlihat familiar bagiku.

  "Selamat pagi."

  "Mm. Selamat pagi." Sensei menjawabnya sambil menutup koran yang dibukanya dengan suara keras thwack!

  Kamu tidak akan pernah melihat adegan klasik semacam itu lagi pada jaman sekarang. Mengingatkanku ke era Showa.
[Note: Era Showa adalah sebutan dinasti kaisar Jepang yang memimpin. Showa memimpin sampai pertengahan 1990-an, dan setelah itu berganti ke era Heise yang bertahan sampai saat ini.]

  Ketika Totsuka dan diriku duduk di kursi kosong yang bersebelahan, Yuigahama yang duduk di seberang mengucapkan selamat pagi. "Oh, Hikki. Selamat pagi!"

  "Mmm."

  Yuigahama menyapaku dengan sapaan umum "selamat pagi". Mungkin, tampaknya "Yahallo" bukanlah sapaan yang digunakan di pagi hari. Mungkin itu adalah sapaan yang digunakan menjelang siang dan seterusnya.

  Yuigahama duduk bersebelahan dengan Yukinoshita, dan di sebelahnya lagi ada Komachi. Komachi juga menyapa kita, hanya sekedar menyapa pendek dan melanjutkan kegiatannya yang lain.

  Untuk Yukinoshita, dia menyapa Totsuka terlebih dahulu sebelum matanya menatap ke arahku. "Selamat pagi. Jadi kamu ternyata bisa bangun pagi juga..."

  "Hei, jangan tunjukkan matamu yang seolah-olah kecewa! Selamat pagi." Aku meresponnya dengan salam yang agak keras. Aku merasa dia menaruhku dalam peringkat yang lebih rendah dari sekedar monster slime di matanya. Apa ada yang baru lagi?

  Tiba-tiba ada seseorang yang menaruh sarapan pagi di depanku.

  "Hii, maaf membuatmu menunggu. Ini untuk Totsuka-san juga!"

  Tampaknya Komachi tadi memang sengaja terburu-buru pergi untuk mengambilkan sarapanku. "Terima kasih."

  "Te-terima kasih...oke, selamat makan!" kata Totsuka.

  Mengikutinya, aku menyatukan kedua tanganku. "Selamat makan."

  Sarapannya sangat sederhana dan terkesan masakan rumahan: nasi, sup miso, ikan goreng, salad, telur dadar, olahan tepung ikan, rumput laut, bumbu pelengkap, dan buah jeruk sebagai penutup. Sesuai bayanganku mengenai sarapan standar di hotel-hotel.

  Memakan sarapan dengan sunyi, aku menyadari kalau nasinya kurang. Aku menghitung kalau olahan ikan dan rumput lautnya sendiri bisa menghabiskan hampir 2 mangkok nasi. Belum lagi, telur mentahnya sendiri juga cukup menghabiskan 1 mangkok, ini buruk sekali.

  Aku melihat ke sekitarku ketika mangkok nasiku hampir habis, Komachi lalu memanggilku. "Onii-chan, mau tambah lagi?"

  "Ya, tolong."

  Aku memberikan mangkokku kepadanya. Entah mengapa, Yuigahama mengambil mangkok milikku.

  "A-Aku akan melakukannya untukmu!" dia mulai mengambil nasi yang berada di tempat nasi yang berbentuk kayu, dia melakukannya seperti menikmatinya saja. "Ini...!"

  Oh wow. Dia memberiku segunung nasi di mangkokku. Terserah dia saja maksudnya bagaimana, karena aku sudah tidak sabar untuk menghabiskan sarapanku, jadi aku tidak mempertanyakan lebih jauh. "Terima kasih..."

  Aku mulai memakan sarapanku untuk ronde kedua.

  Tetapi (cukup mengejutkan), nasi kali ini terasa lebih enak.

  Semua orang terlihat sudah menghabiskan sarapannya, aku menutup sarapanku dengan meminum teh. Sama sepertiku, Totsuka memuji orang yang memasak makanan enak ini dan menutupnya dengan meminum tehnya.

  Ketika semua orang di ruangan ini terlihat mengobrol tentang kegiatan mereka kemarin dan rencana hari ini, Hiratsuka-sensei mulai menggulung korannya. "Karena sarapannya sudah selesai, mari kita bahas rencana kita hari ini."

  Dia meminum tehnya dulu, lalu melanjutkannya lagi.

  "Para siswa SD punya jam bebas hari ini. Acara jerit malam dan api unggun dijadwalkan untuk dilaksanakan malam ini. Aku ingin kalian mempersiapkan acara itu."

  Aku mengeluh. "Api unggun, kah?" aku menunjukkan rasa ketidaksenanganku.

  "Ah, itu acara dimana kita bisa melakukan folk dance." Yuigahama menjawabnya secara spontan.
[Note: Folk Dance semacam tarian tradisional yang biasa dilakukan di dekat api unggun. Biasanya ada adegan tari dimana setiap peserta saling berpegangan tangan melingkari api unggun.]

  Mendengar percakapan kami, Komachi langsung berkata, "Ohh! Itu acara dimana kita bisa melakukan Bentora-Bentora Dance!"

  "Maksudmu Oklahoma Mixer? Aku setuju...tetapi hanya bagian terakhirnya yang terlihat sama," kata Yukinoshita, tampaknya itu percakapan yang sudah kuduga keluar darinya.
[Note: Oklahoma Mixer semacam tarian yang diiringi musik dan dimainkan berpasangan dengan pola langkah kaki yang selaras. Tiap pasangan membentuk semacam pola dengan pasangan yang lain. Tidak ada yang tahu asal tarian ini dari mana, kemungkinan besar Eropa. Populer di Amerika, biasanya ramai dipertontonkan di Thanksgiving dan hari-hari besar lainnya. Dafuq, napa gue nulis ginian!]

  Hal-hal seperti Bentora-Bentora tadi, itu semacam tarian yang dipercaya untuk berkomunikasi dengan makhluk luar angkasa, atau dengan kata lain...alien. "Tarian-tarian itu tidak jauh berbeda. Teman menarimu tampaknya seorang alien."

  "Apa kamu bisa menjelaskannya dengan lebih sederhana, Hachiman...?" Totsuka tampaknya tidak menangkap maksudku.

  Sebenarnya aku ada alasannya!

  "Nah, aku hanya berpikir tentang kenyataannya." aku menghirup napas yang sangat panjang. "Awalnya kita akan menari dengan biasa. Tetapi ketika kita melakukan untuk keempat kalinya, si gadis berkata, 'kita tidak harus berpegangan tangan, tahu enggak?' lalu kemudian semua gadis berpasangan dengan gadis lainnya dan melakukan Air Oklahoma..."

  "Hikigaya, matamu terlihat busuk...well, kedua mata itu sangat cocok untuk memerankan monster. Aku mengandalkanmu untuk acara Jerit Malam."

  "Jadi tugas kita di acara itu adalah menakut-nakuti anak-anak itu?"

  Mau bagaimana lagi, ini tugas bagi sukarelawan dari luar sekolah. Tapi, sengaja tinggal di dalam hutan pada malam hari jauuuuh lebih menakutkan.

  "Yep. Maksudku, jalur acaranya sudah dibuat dan kita juga sudah mempersiapkan kostum monsternya. Beri yang terbaik! Sekarang, ayo kita semua keluar, akan kujelaskan tentang persiapannya di luar."

  Hiratsuka-sensei berdiri. Kami semua membereskan peralatan makan di atas meja terlebih dahulu dan mengikutinya keluar.







*   *   *







  Kami berkumpul dengan Hayama dan lainnya di lapangan.

  Tempat ini semacam area untuk berolahraga, dengan pepohonan hutan sebagai pagar alaminya. Di pinggiran, terlihat banyak sekali peralatan.

  Setelah Sensei memberikan instruksi kepada para laki-laki, kami mulai untuk membuat tumpukan kayu untuk api unggunnya. Totsuka dan Tobe memotong kayu serta membawanya kesini. Hayama menumpuk kayunya, sedang aku mengatur bentuk kayunya.

  "Menumpuk kayu sendirian seperti ini, mirip bermain jenga," kataku.

  "Huh? Kamu bisa bermain jenga sendirian?" Hayama bertanya kepadaku dengan tatapan tanda tanya.

  Tunggu dulu, kamu tidak pernah? Kupikir itu mirip dengan bermain menyusun menara kartu...

  Bagi para gadis, mereka ditugaskan untuk menggambar garis putih di sekitar lokasi api unggun. Garis tersebut akan digunakan sebagai pertanda folk dance.

  Kami memotong kayu, lalu menyusunnya. Tentunya, semua persiapannya bisa kami selesaikan dengan cepat. Tetapi karena kita bekerja di bawah terik matahari, membuat semua itu terasa melelahkan.

  Aku menyeka keringatku. "Panas ini seperti membunuhku saja."

  "Setuju..."

  Hayama dan diriku berbicara seolah-olah kami saling memahami situasinya.

  "Kerja bagus." Hiratsuka-sensei datang dan melihat pekerjaan kita, lalu memberikan kami dua kaleng jus.

  Tepat ketika aku menerima jus terima kasihnya    

  "Yang lain sudah menyelesaikan pekerjaannya. Sisanya, kalian tinggal mempersiapkan Jerit Malam di pertemuan sore nanti. Kalian punya waktu bebas sekarang."

  Hanya Hayama dan diriku yang berada di lapangan ini, seperti menjadi rombongan terakhir. Ngomong-ngomong, kami mulai menaruh peralatan-peralatan yang kami gunakan di pinggir lapangan kembali.

  Ketika aku mulai berjalan kembali ke kabin, aku mencoba berpikir tentang apa kegiatanku selanjutnya.

  "Aku akan kembali ke kabin dulu, bagaimana denganmu, Hikitani-kun?"

  "Oh, aku juga..." jawabku, tapi sesuatu terlintas di kepalaku.

  Jika aku kembali ke kabin seperti ini, maka aku akan berjalan bersama Hayama. Sebenarnya ini bukan masalah besar, tetapi aku punya perbedaan sikap dengannya. Misalnya, ini seperti berjalan pulang seusai mengikuti reuni ke arah yang sama dengan orang yang tidak kamu kenal baik, artinya kamu harus basa-basi dengan melakukan berbagai percakapan selama di perjalanan. Dalam situasi itu, hal yang harus kau lakukan adalah menghindari situasi itu terjadi. Maka, hanya ada satu jawaban untuk situasi ini.

  "Ah, aku ingat kalau ada tempat yang harus kudatangi terlebih dahulu."

  Sebenarnya, aku tidak ada rencana ke tempat manapun setelah ini. Ini hanyalah sebuah kebohongan kecil untuk menunda diriku kembali ke kabin. Ada beberapa orang yang tidak bisa membaca maksud situasinya seperti, "Huh? Kemana? Aku ikut juga deh!" golongan manusia yang tidak tahu situasi dan kondisinya. Aku menduga Hayama adalah orang yang bisa membaca situasi itu dengan baik.

  "Baiklah. Kalau begitu aku pergi dulu," Hayama mengatakan itu dan pergi menuju arah kabin, dengan satu tangannya melambai ke arahku.

  Aku merespon sekedarnya dan melihat dia pergi.

  Sekarang, aku harus kemana?

  Kalau begini, aku akan bertemu lagi dengan Hayama jika aku kembali ke kabin, jadi semua usahaku tadi terasa sia-sia. Pergi ke suatu tempat untuk menghabiskan waktu terdengar seperti ide yang bagus.

  Aku berjalan ke jalan setapak terdekat sambil memikirkan banyak hal, kakiku secara spontan berjalan mengikuti arah jalan kecil ini.

  Aku mendengar suara aliran air secara samar-samar.

  Ah, benar. Aku berkeringat...air di daerah ini sangat bersih, lagipula, tidak ada orang yang tinggal di aliran sungai yang berada di atas daerah ini. Airnya mungkin cukup bersih untuk membersihkan wajahku.

  Ketika aku melanjutkan perjalananku, pepohonan mulai terlihat berkurang. Suara air terdengar semakin jelas, dan aku melihat sebuah area terbuka di depanku.

  "Ohhh, tempat ini bagus sekali," aku mengucapkannya secara spontan melihat hal itu.

  Sungainya memiliki lebar sekitar 2 meter, kedalamannya mungkin tidak sampai pinggangku, dan arus airnya tidak begitu kencang. Airnya tampak sempurna untuk kupakai.

  Sambil menatap refleksi air yang terlihat indah, aku berjalan menyusuri pinggir sungai dan    

  "Dingin sekali!"

  "Ini luar biasa!"

  Di hutan yang sunyi ini, aku mendengar suara yang sangat tinggi.

  Ketika aku melihat ke asal suara itu, Yuigahama dan Komachi sedang bermain air di sungai tersebut. Bahkan dari jarak sejauh ini, aku bisa tahu mereka sedang memakai pakaian renangnya. Apa sih yang mereka lakukan...?

  "Oh, onii-chan. Hei, hei! Disini!"

  "...Huh? Hikki?"

  Komachi melihatku dari kejauhan ketika aku sedang mempertimbangkan untuk kembali saja ke kabin. Sekarang dia sudah memanggilku untuk kesana, aku tidak punya pilihan lain selain menurutinya. Sebenarnya, aku tidak ada niatan untuk melakukan itu, tidak lupa kalau aku ini seorang gentleman, jadi mendekati para gadis yang memakai pakaian renang tanpa seijin mereka adalah melawan prinsipku. Ah, aku hampir lupa kalau aku harus membersihkan wajahku. Sial, kalau tidak karena itu, jadi aku putuskan untuk ke arah mereka.

  "Apa yang kalian lakukan disini? Dan mengapa kalian memakai pakaian renang?" tanyaku.

  Komachi menggunakan kedua tangannya untuk mengambil air yang mengalir tersebut.

  "Ikutlah tenggelam!"

  Sebuah tsunami. Kepalaku basah semua, air mulai menetes dari rambutku.

  ...dingin sekali disini.

  Untuk sejenak, aku menatap ke arah Komachi, tapi adikku ini tampaknya tidak menunjukkan wajah yang menyesal. "Aku kepanasan ketika melakukan persiapan itu, jadi kami istirahat disini." itu jawaban yang diberikannya atas tatapanku tadi.

  "Soal pakaian renangnya, Hiratsuka-sensei bilang kita boleh bermain di sungai ini...tunggu, kamu kenapa ada disini, Hikki?" Yuigahama menjawab pertanyaanku dengan pertanyaanku, dia berlindung di balik punggung Komachi seperti malu-malu dengan pakaian renangnya.

  "Er, aku kesini untuk cuci muk    "

  "Peduli amat?!" Komachi memotongku. "Lihat, onii-chan! Apa tanggapanmu terhadap baju renangku yang baru?!"

  Dengan ceria, Komachi membuat sebuah pose, sedang aku sendiri tidak paham inti pertanyaannya apa.

  Ujung dari bikini berwarna kuning miliknya itu dihiasi oleh hiasan bergelombang, memberikan kesan suasana tropis. Ketika Komachi bermain dengan air, aku bisa melihat pakaian renangnya seperti bersinar. Apa-apaan suasana ini? Ketika dia selesai berpose, Komachi menatapku.

  "Jadi, apa tanggapannya?"

  Aku menggumam, "Oh benar. Kamu adalah yang termanis di dunia."

  "Whoa, datar sekali." Komachi seperti habis diinjak.

  Maksudku, yang benar saja, dia sering memakai pakaian sejenis itu di rumah...

  Kecewa melihat reaksiku, Komachi mengeluh, lalu kedua matanya berkedip seperti hendak mempersiapkan sesuatu dari belakangnya.

  "Lalu...bagaimana dengan Yui-san?"

  "Hei! Komachi-chan! Eek!"

  Tiba-tiba, Komachi mendorong Yuigahama yang dari tadi bersembunyi di belakangnya. Tampak mengalami hal yang tak terduga, Yuigahama tampak malu-malu di depanku.

  Baju renangnya berwarna biru cerah. Dia bermain-main dengan rambutnya seperti menahan malu dan berusaha merapikan rok bikininya. Kulitnya yang terlihat mulus tampak cocok dengan warna bikininya, dan memantulkan cahaya matahari. Terdapat air yang jatuh dari rambut ke kulitnya, tampaknya itu bekas dia bermain air tadi. Mataku langsung autofokus ke sebuah lengkungan di bawah lehernya, berhenti sejenak untuk memeriksa, sebelum menjelajahi tempat lainnya.

  Sial, mataku tidak mau berkompromi!. Dengan bermodalkan tekad baja, aku akhirnya berhasil memalingkan pandanganku. Sekeras apapun usahaku agar membuat mataku melihat ke arah atas, mereka secara otomatis melihat ke arah bawah. Jadi inilah tiga hukum dasar dari Phytits...Terima kasih, Bewbton-sensei.

  "Er, um...uhhh..." wajah Yuigahama menjadi memerah dan memalingkan wajahnya. Ketika aku terdiam, kedua matanya tampak mengintip sejenak ke arahku.

  Jika dia memang menunggu komentarku, maka ini situasi yang cukup aneh. Apa-apaan situasi ini? Aku seperti dieksekusi mati di spot ini.

  Secara tenang, aku membuka mulutku, memilih pilihan paling aman, kata-kata paling lugu yang pernah kukenal. "Well, uh, terlihat bagus. Cocok denganmu."

  "Oh, oke...terima kasih." Yuigahama tersenyum.

  Tapi aku tidak bisa melihat wajahnya sepenuhnya. Karena aku merasa kalau wajahku menjadi memerah ketika mengatakannya, aku kemudian berlutut di pinggir sungai dan menyiramkan air ke wajahku. Air yang bersih, segar, dan menyejukkan mulai menyentuh kulitku.

  Aku membersihkan wajahku, lalu terdengar suara yang familiar.

  "Oh, kamu sedang menyembah ke sungai?"

  "Yang benar saja! Berdoa ke arah tanah suci lima kali sehari masih masuk akal daripada ini..."
[Note: Ibadah umat Islam Sholat 5 waktu.]

  Aku secara spontan melihat ke asal suara yang dingin dan menusukku tadi.

  Ketika itu, aku seakan-akan lupa untuk bernapas.







*   *   *










  Seperti namanya, Yukinoshita Yukino menggambarkan sebuah salju.

  Kulit putih yang bersinar; kakinya yang panjang dan cantik terlihat memanjang dari pinggangnya; bentuk pinggangnya yang proporsional; dan tampilan dadanya yang menarik.

  Di momen itu, dia menyembunyikan lekuk tubuhnya di balik pareo. Hampir saja. Aku hampir mati dari kehabisan oksigen.
[Note: Pareo semacam kain panjang yang biasa para gadis gunakan untuk rok luar, baju 'dadakan', dll. Biasanya sangat populer di daerah Amerika - Karibia - Eropa terutama daerah pantai. Fungsinya hampir mirip dengan kain-kain tradisional kita dan dipakai di gadis-gadis desa, biasanya yang hendak mandi. Tampaknya TS cukup berpengalaman memantau para 'gadis' ini...nyahaha]

  "Kamu dulu pernah bilang sedang mendalami ritual Budha, bukan?"

  "Oh, yeah."

  Benar, saya sedang mendalami Budha. Oleh karena itu, aku tidak akan terpesona oleh level godaan yang seperti ini. Meski begitu, aku kadang masih bertanya-tanya bagaimana Budha bisa punya anak.

  "Ada apa ini? Kamu datang kesini juga, Hikigaya?" Seseorang menepuk pundakku.

  Ketika aku berbalik, Hiratsuka-sensei berada di belakangku. Miura dan Ebina-san terlihat sedang berjalan ke arah sini dari belakangnya.

  Hiratsuka-sensei memakai bikini berwarna putih, menunjukkan kaki panjangnya dan belahan dadanya ke dunia ini. Dengan paha dan perut yang terlihat proporsional, dia terlihat seperti wanita yang atletis.

  "Anda keren sekali, Hiratsuka-sensei! Orang-orang tidak akan menyangka kalau usia anda sekitar 30-an!"

  "...Kenapa kamu terus mengingatkanku kalau aku berusia 30-an. Terima saja apa yang kau lihat. Kuhajar kau!"

  "Gaaaah!"

  Lututku gemetaran ketika menerima pukulan itu di perutku. Ini bukan maksud dari 'terima saja yang kau lihat'! Ketika aku menggumamkan hal itu, Miura dan Ebina-san berjalan melewatiku.

  Miura memakai bikini ungu cerah dengan bahan yang terbuat dari lame. Mata dan tampilannya memang menunjukkan sesuatu yang sempurna, cocok untuk gelar Ratu. Mungkin butuh usaha ekstra keras untuk bisa menjadi cantik sepertinya. Dia berjalan dengan percaya diri, merasa kalau kerja kerasnya selama ini terbayar. Rasa bangga dirinya seperti terpancar darinya.
[Note: Lame adalah sejenis kain campuran 80% Nylon dan 20% bahan elastis. Biasanya sering dipakai untuk bahan pakaian renang.]

  Ebina-san, memakai pakaian renang yang biasa dipakai di perlombaan. Pakaian renang berwarna biru navy, yang didesain untuk efektivitas, cocok dengan tubuh ramping Ebina-san dan memperlihatkan lekuk tubuhnya. Pola lekukan di baju renangnya yang terletak di bahunya seperti menunjukkan bentuk bahu yang melekuk tajam.

  Ketika dia melewati Yukinoshita, Miura menatap ke arah dada Yukinoshita. Seluruh wajahnya terisi dengan senyum ketika itu.

  "Heh, aku menang..."

  Dia terdengar sangat antusias jika mendengar nada suaranya.

  Ketika itu, ekspresi Yukinoshita seperti penuh tanda tanya. "Hm? Ada apa barusan?"

  Yukinoshita tampaknya tidak mengerti mengapa Miura tersenyum, tetapi aku bisa menduga sesuatu. "Oh, ohh. Aku mengerti sekarang..."

  Ini mungkin saat yang tepat untuk menepuk pundaknya dan menyemangatinya, tetapi, aku adalah tipe orang yang agak gugup ketika menyentuh bahu seseorang. Maksudku, tanganku mungkin mulai berkeringat saat itu.

  "Begini, kalau melihat tampilan kakakmu, kamu mungkin hanya sedikit terlambat saja," kataku.

  "Nee-san? Apa hubungan Nee-san dengan ini?" tanya Yukinoshita.

  Lalu, Komachi memotong. "Yukino-san, tidak apa-apa!" lalu dia memberinya acungan jempol. "Itu tidak menentukan nilai dari seorang gadis    ada elemen-elemen pribadi yang lainnya! Aku mendukungmu, Yukino-san!"

  "Uh-huh...Terima kasih banyak..." Yukino berterima kasih dengan penuh tanda tanya, bahkan matanya masih terbuka lebar seperti berpikir tentang apa yang terjadi. Tapi ketika dia sudah lebih tenang, dia mulai berkata, "Nee-san, sedikit terlambat, nilai, elemen pribadi..." dia mengatakannya dengan pelan, dan mengulang-ulang hal itu sambil berpikir.

  "...ah."

  Boom!

  Tatapan panas dan berwarna putih sedang menatapku tajam. Aku memalingkan wajahku karena panik. Tolong aku, Ibu! Aku takut!

  Lagipula, kenapa dia menatapku? Itu kan Miura yang mengatakan itu pertama kali!

  "Asal tahu saja, itu tidak menggangguku sama sekali. Tetapi orang-orang harusnya tidak memutuskan siapa pemenangnya berdasarkan hal-hal palsu. Jika kamu memaksa untuk menilai seseorang hanya dari tampilan luarnya saja, maka kamu tidak ada bedanya dengan orang yang melihat orang lain dari proporsi tubuhnya. Oleh karena itu, aku merasa tidak terganggu, tidak penting siapa pemenangnya jika hanya itu penilaiannya," Yukinoshita mengatakannya dengan spontan dan cepat. Pipinya terlihat memerah, mungkin karena sedikit marah.

  Hiratsuka-sensei menepuk bahunya. "Yukinoshita, ini bukan waktu yang tepat untuk menyerah."

  Yuigahama ikut dalam pembicaraan. "Kamu sangat cantik, Yukinon, jangan biarkan hal seperti itu mengganggumu!"

  "Bukannya aku barusan mengatakan kalau aku tidak terganggu..."

  Yukinoshita berusaha menghindari mereka yang berusaha menyemangatinya, tetapi dia terus menatap ke arah dada Sensei dan Yuigahama. "Aku tidak merasa terganggu dengan itu," dia mengatakannya dengan pelan, sambil mengembuskan napasnya.

  Yukinoshita tampak menyedihkan jika berada dalam kumpulan gadis itu. Untuk menghiburnya, para gadis mengajaknya ke sungai dan menyiramkan air kepadanya.

  Beberapa orang tiba-tiba muncul.

  "Yo, aku bersemangat sekali!"

  "Oh, Hikitani-kun, kamu datang juga ya."

  Aku membalasnya dengan basa-basi. "Yeah, akhirnya ada disini juga."

  Hayama dan Tobe memakai pakaian renangnya. Begitulah mereka, semuanya memakai pakaian renang. Apa yang harus kulihat disini? Ketika aku melihat ke arah sekitarku, aku melihat Totsuka berdiri diantara mereka berdua.

  Totsuka lalu menyapaku. "Hachiman, kamu tidak membawa pakaian renang?"

  "T-Totsuka!"

  Dia memang mempesona. Dari ujung jari, lutut, pinggang, hingga kulitnya yang pucat. Jaketnya terlihat terlalu besar untuknya. Karena ukurannya yang kebesaran dan berwarna putih, dia seperti sedang memakai kaos putih dan tidak memakai apapun dibaliknya   terlalu seksi!

  Ketika aku melihatnya sedang menggerakkan tangan kecilnya dibalik lengan jaket 3/4 nya, hatiku juga terasa tergerak.

  Pakaian mencerminkan sang pria. Dan pesonanya dibalik jaket itu terlihat lebih kuat.

  "Apa ada yang salah?"

  Kadangkala, terlalu sering menatap adalah sebuah dosa. Ketika dia memiringkan kepalanya dalam pakaian yang seperti itu, hatiku berdegup lebih kencang dari biasanya.

  "Er, jaket itu..."

  "Oh, ini? Ini karena kulitku agak sensitif. Aku tidak boleh membiarkan tubuhku terlalu dingin," dia mengatakannya sambil menggoyang-goyangkan jaketnya.

  Oh tidak, aku harus tidak melihat ini.


  "Be-begitu ya...memang bagus kalau tidak terkena flu ketika sedang liburan."

  "Yep, thanks!" Totsuka mengatakannya sambil berlari menuju sungai.

  Ketika aku melihat ke arah sekitarku, semuanya terlihat sedang bermain dengan air.

  Para gadis tampaknya sedang bersenang-senang menyiramkan air ke sesamanya.

  Para pria tampaknya sedang berusaha menangkap ikan dengan tangan kosong      sesuatu yang ingin kau lakukan jika berada di alam bebas.

  Sedangkan aku, aku tidak membawa pakaian renang satupun...Aku ingin menyiramkan air ke Totsuka juga...

  Ketika membahas tentang pakaian renang, aku hanya punya celana ketat yang biasa kugunakan di pelajaran renang ketika SMP. Aku tidak berencana untuk pergi keluar ketika musim panas, jadi aku tidak membeli lagi ketika sudah lulus SMP.
[Note: Kalau tidak salah, sekolah di Jepang ada mata pelajaran wajib di jam olahraga. Kalau SMP biasanya renang, bergantian dan dipisah antara siswa pria dan perempuan. Kalau SMA biasanya bela diri, antara Kendo dan Judo.]

  Sekarang aku baru menyesalinya. Karena tidak ada yang bisa kukerjakan, aku memutuskan untuk duduk berteduh di bawah pohon.

  Biasanya, kamu memikirkan banyak hal dalam situasi ini, tetapi ketika dulu aku bersama teman sekelasku waktu SD, kegiatan apapun yang kulakukan bisa kaukatakan kegiatan untuk menghabiskan waktu.

   Meski begitu, siswa SD adalah makhluk-makhluk yang menyeramkan. Bagi mereka, bermain dengan semut berarti membasahi sarangnya, atau membakar mereka dengan kaca pembesar.

  Oleh karena itu, apapun yang kaulakukan, akan selalu berakhir dengan membawa bencana bagi orang lain.






*   *   *






  Setelah beberapa saat aku menghabiskan waktuku dengan menatapi semut-semut, aku menyandarkan tubuhku ke pohon dan melihat yang lain bermain air dari kejauhan.

  Yuigahama dan Komachi tampak berlarian kesana-kemari, sedang Miura dan Ebina-san tampaknya sedang menikmati kegiatannya berdiri dan mempertontonkan pakaian renangnya. Jika aku harus menjawab apa yang Sensei lakukan, aku duga dia sedang mengawasi yang lainnya, meskipun dia dari tadi hanya menendang-nendang air ke yang lain sambil berteriak "terima ini!". Hanya Yukinoshita yang terlihat tidak yakin harus bereaksi seperti apa dalam situasi itu, melihat bagaimana dirinya berdiri agak menjauh dalam suasana yang cukup aneh tersebut.

  Sangat sulit bagi seorang penyendiri untuk memahami aksi "membuat dirimu terlihat bodoh". Lagipula, kami para penyendiri tidak mudah ikut tren dan suasana seperti itu. Bukannya aku malu atau semacamnya. Aku hanya memikirkan banyak sekali hal sehingga aku tidak bisa bergerak dengan leluasa, aku tidak ingin menjadi beban atau aku tidak ingin menyebabkan kecelakaan atau aku tidak ingin membuat suasananya terlihat kacau.

  Tetapi Yuigahama tampaknya tidak memikirkan hal-hal semacam itu, melihat bagaimana dirinya menyiramkan air ke Yukinoshita.

  Yukinoshita membalasnya, menyiramkan air seperti sebuah shuriken. Tampaknya dia melakukan serangan telak ke arah kepala Yuigahama.

  Yuigahama membuat suara-suara yang cukup berisik, Komachi lalu mebantunya, membuat situasinya menjadi 2 vs 1. Tetapi Yukinoshita, tampak serius sekarang, menangani pertarungan tidak seimbang itu dengan serius.

  Selanjutnya, giliran Miura yang menyiramkan air ke Yukinoshita seperti sebuah peluru energi. Serangan itu membuat gerakan Yukinoshita menjadi lebih serius lagi.

  Hiratsuka-sensei muncul, membawa pistol air sebagai bala bantuan. Oke, memakai senjata harusnya tindakan yang curang...

  Semua orang pasti berpikiran sama, bahkan Ebina-san yang sekarang berada di kubu musuh membawa pistol air. Tanpa kusadari, kini tempat itu menjadi medan perang air. Kuharap mereka semua tidak terkena flu.

  Ketika aku melihat kegiatan mereka, aku mendengar suara langkah kaki mendekat.

  Ketika aku melihat asal suara itu, aku melihat gadis yang cukup familiar. Itu adalah Tsurumi Rumi.

  "Yo," aku memanggilnya.

  Rumi mengangguk.

  Dia tetap berjalan sambil menundukkan wajahnya, bahkan ketika duduk di sebelahku.

  Bersama-sama, tanpa mengatakan apapun, kami melihat semua orang sedang bermain air di sungai.

  Kesunyian diantara kita berlanjut untuk sementara, tetapi Rumi kemudian berbicara seperti kebosanan melihat perang air itu. "Hei, apa yang kau lakukan sendirian disini?"

  "Aku tidak membawa pakaian renang. Kamu sendiri?"

  Dia mendengarkanku dengan ekspresi ragu. Lalu dia mengatakan, "Kami punya waktu luang saat ini. Aku kembali ke kabinku setelah sarapan pagi selesai, tetapi tidak ada seorangpun disana."

  O-ouch....

  Aku pernah diperlakukan serupa di kelas, ketika aku terbangun, tidak ada seorangpun disana. Seperti dirinya, aku membayangkan apakah mereka sengaja melakukannya untuk meninggalkanku. Tidak ada yang membangunkanku ketika pergantian kelas.

  Melihat dirimu ditinggal sendirian memang cukup mengejutkan. Bahkan tetap mengejutkan jika teman sekelasmu, yang kau perlakukan hanya sebagai latar belakang saja tiba-tiba menghilang tanpa pemberitahuan.

  Ini seperti menjadi karakter utama di sebuah manga dan bam! Tidak ada gambar latar belakang sama sekali.

  Rumi dan diriku menatap ke arah sungai dengan tatapan kosong.

  Yuigahama tampaknya melihat ke arah kami. Setelah itu, dia berbisik ke Yukinoshita, setelah terlibat percakapan kecil, mereka kemudian keluar dari sungai. Mereka mengambil handuk untuk mengeringkan tubuh mereka, lalu berjalan ke arah kita.

  Sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk, Yuigahama duduk di depan kami.

  "Um...kamu mau main bersama kita, Rumi-chan?"

  Rumi menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia bahkan tidak menatap mata Yuigahama.

  "Be-begitu ya..." Yuigahama terlihat kecewa.

  Melihat hal itu, Yukinoshita berkata. "Sudah kubilang tadi."

  Well, menolak undangan adalah reflek prioritas bagi keselamatan penyendiri itu. Ketika kamu mendapat undangan untuk sesuatu, kamu lebih baik menolaknya karena pasti ada motif tersembunyi sehingga mereka mengundangmu.

  Juga, teori yang sama dengan kata-kata "Aku akan pergi jika senggang". Sekitar 80% kamu tidak akan pergi. Sumber: aku.

  Rumi menatap ke arahku, aku yakin kalau dia ketakutan melihat Yukinoshita. "Hei, Hachiman."

  "Kamu lupa menyebutkan 'yang terhormat' di depan namaku..."

  "Huh? Namamu Hachiman, bukan?"

  "Yeah, maksudku bukan itu." Totsuka adalah satu-satunya yang boleh memanggilku dengan nama depanku.

  "Hachiman, apa kamu masih berteman dengan teman satu SD-mu?"

  "Tidak..." Bukannya aku ditolak, aku sendiri yang memang berniat tidak ingin berhubungan dengan mereka. "Well, bukannya aku benar-benar butuh mereka. Biasanya orang-orang ya seperti itu. Biarkan saja mereka. Nantinya juga tidak akan bertemu lagi setelah lulus SD."

  "Itu kan cuma kamu, Hikki!" Yuigahama memaksa.

  "Aku juga tidak pernah bertemu dengan yang lain..." Yukinoshita mengatakannya tanpa menoleh.

  Yuigahama kemudian berpaling ke arah Rumi. "Rumi-chan, kedua orang ini unik."

  "Tidak ada yang salah dengan menjadi unik. Di Perancis, mereka terdengar menyanjungku ketika mengatakan unik."

  "Di Jepang, kamu disebut orang aneh..."

  Yukinoshita menambahkan kalimatku tadi seperti menyetujuiku, entah mengapa. Kata unik memang banyak artinya, tetapi selama si penyendiri menyadarinya, unik selalu memiliki arti yang positif.

  Rumi melihat percakapan kami dengan tanda tanya. Dia tampaknya belum bisa menerima logika kami. Kalau begitu, ini adalah saat yang tepat untuk menyiramkan minyak ke api.






*   *   *






  "Yuigahama, berapa orang siswa satu SD-mu yang masih berbicara denganmu hingga hari ini?" tanyaku.

  Yuigahama menggunakan jari telunjuknya untuk menyentuh dagunya dan melihat ke arah langit. "Tergantung seberapa sering dan untuk apa kita bertemu, tapi...kalau cuma sekedar jalan-jalan, dua atau tiga orang."

  "Kalau boleh tahu, berapa banyak siswa di angkatanmu ketika itu?"

  "Angkatanku ada 3 kelas dengan 30 siswa masing-masing kelas."

  "Sembilan puluh orang. Dari situ, kita bisa mengambil kesimpulan kalau peluang mereka akan tetap menjadi temanmu sekitar 3%-6%. Tapi perlu diingat, kita membicarakan Yuigahama disini. Dia terlihat atraktif bagi orang lain."

  "Kamu pikir aku atraktif..." Yuigahama menggumam, pipinya memerah.

  "Dia sebenarnya tidak sedang memujimu, Yuigahama-san." Yukinoshita tampaknya berusaha menarik Yuigahama yang telah pergi ke dunia mimpi.

  Kubiarkan saja mereka.

  "Karena kamu tidak terlihat atraktif bagi mereka, bagi angka tadi dengan 4," aku melanjutkan. "Er..."

  "Antara 0.75% dan 1.5%. Kamu kembali saja ke SD dengan matematikamu?" Yukinoshita menghitungkannya untukku seperti meragukan usia mentalku. Memangnya dia apa? Nenek dari Komputer?

  Lagipula, kalau aku mengulang lagi SD-ku, aku cukup yakin akan berakhir di jalan yang sama.

  "Sekarang, kalau kau bulatkan maka itu hanya sekitar 1%. Peluang temanmu yang sekarang akan tetap menjadi teman 5 tahun lagi adalah 1%. Itu bahkan bisa digolongkan dalam persentase kesalahan. Oleh karena itu, kamu bisa anggap itu tidak ada. Itu buktinya."

  Kesimpulan yang sempurna. Tetapi Yukinoshita menutup wajahnya dengan telapak tangannya. "Pria ini mencoba membuktikan sesuatu berdasarkan asumsi. Dan perhitungan matematikanya agak..."

  "Bahkan siswa SD sepertiku saja tahu kalau hitung-hitungannya salah..." kata Rumi.

  "Ooh benar seka    um, tunggu! Itu terdengar aneh!" Yuigahama hampir percaya dengan kesimpulanku. Seperti yang kauharapkan dari siswa jurusan literatur.

  Sebenarnya, aku tidak bermaksud menjadikan ini sebuah kelas matematika. "Peduli amat sama angka-angka! Intinya, adalah dilihat dari sudut pandang tertentu."

  "Perhitungan matematikamu barusan sangat mencurigakan dan penuh omong kosong, tetapi kesimpulannya terdengar seperti...sebuah teka-teki..." Ekspresi Yukinoshita seperti berada diantara kagum dan jijik.

  "Hmm...aku tidak begitu setuju. Maksudku, tidak masalah asalkan kamu bahagia dengan yang 1%. Berusaha bisa bersama dengan semua orang hanya akan membuatmu lelah." Suara Yuigahama tadi tampaknya penuh dengan kebenaran. Lalu dia melihat ke Rumi, Yuigahama tersenyum untuk menyemangatinya. "Jadi, berpikirlah positif, Rumi-chan..."

  Rumi hanya tersenyum kecil sambil memegangi kameranya. "Yeah...tetapi Ibuku tidak mengerti itu. Dia selalu menanyakanku tentang kabar teman-temanku. Dia memintaku untuk banyak mengambil gambar bersama teman-temanku di perkemahan memakai kamera ini."

  Jadi itu alasannya dia membawa kamera. Cukup masuk akal untuk menciptakan banyak sekali kenangan dari perjalanan sekolah atau event semacamnya.

  "Begitu ya...dia adalah Ibu yang baik. Dia khawatir kepadamu, Rumi-chan," Yuigahama mengatakannya dengan lega.

  Tetapi Yukinoshita menjawabnya dengan nada yang dingin. "Aku kurang yakin dengan itu...Itu bisa jadi sebagai caranya untuk memanipulasimu, membuatmu berada dalam kontrolnya?" Kata-katanya menggambarkan situasi yang sulit, seperti yang kau harapkan dari Ratu Kebekuan.

  Yuigahama sepertinya tidak mampu menyembunyikan keterkejutannya, seperti hendak menampar dirinya sendiri. "Huh...? Mustahil itu benar! Plus...caramu berbicara itu seperti    "

  "Yukinoshita," aku memotong. "Kamu benar, hal semacam itu memang terjadi. Ibu membuatmu melakukan hal-hal yang tidak perlu, dan yeah, itu seperti sebuah tugas. Dia menyuruhku keluar dari kamar, lalu dia membersihkannya tanpa bertanya dan merapikan bukuku. Dia tidak akan mengontrolmu kalau dia tidak mencintaimu."

  Benar, jadi dia menaruh majalah pornoku di atas meja belajarku adalah caranya mencintaiku. Dan menatapku tajam ketika aku duduk terdiam di kursi ketika makan malam juga terhitung sebuah cara mencintaiku. Mungkin... Jika aku tidak mempercayai hal itu, mungkin jiwaku akan hancur berantakan.

  Ketika aku mengatakan itu, Yukinoshita seperti menggigit bibirnya sendiri dan melihat ke arah bawah. Tatapannya seperti melihat tanah diantara diriku dan dirinya.

  "Ya, kau benar. Biasanya begitu." Dia menaikkan wajahnya sekali lagi, ekspresinya tampak lebih lembut dari biasanya. Yukinoshita menatap ke arah Rumi dan menundukkan kepalanya. "Sepertinya aku sudah salah. Berbicara jauh di luar topik. Maafkan aku."

  "Ah, tidak apa-apa...topiknya memang berat dan aku sulit untuk memahaminya," Rumi yang terlihat malu-malu, menjawab permintaan maaf Yukinoshita.

  Apa aku barusan melihat dirinya meminta maaf untuk pertama kalinya?

  Mata Yuigahama juga terlihat kaget. Rumi juga tampak kurang nyaman dengan situasi itu.

  "Yaaaa...begitulah." kataku. "Ngomong-ngomong, jadi kamu tadi hendak mengambil foto? Fotoku, maksudku? Itu adalah foto yang super langka. Biasanya orang harus bayar dulu."

  "Aku tidak butuh fotomu." Rumi menjawabnya langsung.

  "...oh, oke." aku kecewa mendengarnya.

  Tetapi dia mengatakan hal yang tidak terduga setelahnya.

  "Aku kadang bertanya apakah hal-hal buruk ini akan berubah ketika aku SMA nanti..."

  "Setidaknya, tidak akan ada yang berubah jika kamu tetap seperti ini." Bagus sekali, Yukinoshita-san! Langsung bersikap keras ke anak kecil setelah kamu meminta maaf kepadanya!

  "Tapi akan ada yang berubah, jika orang-orang di sekitarmu berubah," aku berkata. "Kamu tidak perlu pura-pura menjadi teman mereka."

  "Tapi situasi Rumi-chan cukup berat saat ini dan jika kita tidak melakukan sesuatu..." Yuigahama melihat Rumi dengan penuh kekhawatiran.

  Meresponnya, Rumi menolak kata-katanya. "Berat, katamu...Aku tidak suka itu. Membuatku terdengar menyedihkan. Membuatku merasa menjadi orang terbuang karena ditinggal yang lain."

  "Oh," kata Yuigahama.

  "Aku tidak suka itu. Tetapi tidak ada yang bisa dilakukan lagi."

  "Kenapa?" tanya Yukinoshita.

  Rumi tampaknya punya kesulitan untuk berbicara, tetapi dia masih berusaha untuk mencari kata-kata yang tepat. "Aku...ditinggalkan. Aku tidak bisa bersama mereka lagi. Meski aku sudah berusaha, aku tahu mereka akan melakukannya lagi. Jika memang akan terulang lagi, aku pikir lebih baik begini saja. Aku hanya    " dia menelan kata-katanya. "    Aku tidak ingin melihat diriku menjadi orang yang menyedihkan..."

  Oh. Aku paham maksudnya.

  Gadis ini hanyalah korban. Dari dirinya dan orang-orang sekitarnya.

  Jika kamu berubah, maka dunia akan berubah, mereka mengatakannya, tetapi itu hanya omong kosong.

  Jika orang-orang sudah melabeli dirimu, maka tidak mudah merubah anggapan itu. Ketika orang-orang menilai sesamanya, mereka akan melihatmu berdasarkan penilaian orang sekitar dan ciri khasmu.

  Masalahnya, orang-orang tidak melihat siapa dirimu yang sebenarnya. Mereka hanya melihat apa yang mereka ingin lihat, melihat realitas yang mereka harapkan saja.

  Ketika ada orang menjijikkan yang berasal dari kasta bawah sedang bekerja keras, orang yang lebih tinggi hanya akan melihat dan berkata, "ngapain kamu kerja sekeras itu?" dan berakhirlah kerja kerasnya. Jika kamu sudah bekerja dengan benar, kamu hanya akan dikomplain.

  Penyendiri akan dipaksa bersikap seperti penyendiri, dan para otaku akan dipaksa untuk bersikap seperti otaku. Ketika para orang-orang terhormat menunjukkan rasa memahami kepada golongan seperti itu, mereka langsung dipuji karena berpikiran terbuka sedang dalam hati mereka yang sebenarnya, mereka sudah bosan dengan sikap mentoleransi kejanggalan sosial seperti itu.

  Hal-hal seperti itu juga menjadi aturan dasar dalam Kerajaan Anak-Anak. Sebuah keadaan yang menyedihkan.

  Kamu tidak bisa merubah dunia ini, tetapi kamu bisa merubah dirimu. Itu hanyalah kata-kata sampah! Berusaha beradaptasi dengan dunia yang kejam dan berbeda akan membuatmu kalah    dan akhirnya, kamu hanya menjadi budak dunia itu. Berusaha membungkus dirimu dengan tampilan yang manis dan lari dari menjadi dirimu sendiri adalah sebuah kesalahan tertinggi dalam jalan hidupmu.

  Sesuatu seperti sebuah kemarahan yang sudah mendidih dan meledak begitu saja muncul dari diriku.

  "Kamu tidak ingin terlihat menyedihkan?" tanyaku.

  "...yeah." Rumi mengangguk, dia berusaha menggosok matanya yang menangis. Bahkan, aku masih melihat air matanya masih berjatuhan; Dia pasti sangat kesakitan selama ini...

  "...Aku harap acara Jerit Malam kalian akan menjadi acara yang menyenangkan," aku memberitahunya sambil berdiri.

  Tidak ada yang bisa menghentikanku kali ini.

  Aku bahkan menjawab sebuah pertanyaan yang kutanyakan ke diriku sendiri.

  Tanya: Dunia tidak akan berubah. Kamu bisa merubah dirimu sendiri. Kalau begitu, bagaimana kamu akan berubah?

  Jawab: Akulah yang akan menjadi Tuhan dari dunia yang baru nanti.







x Chapter VI | END x




  Opini Yukino tentang seorang Ibu secara tidak langsung menjelaskan situasi antara dirinya dan Ibunya sendiri seperti apa.

  ...

  Sebenarnya, Rumi tidak mengatakan membutuhkan bantuan Klub Relawan, ataupun Yukino sendiri secara resmi menerima permintaan Rumi. Request kali ini, bisa kita kategorikan request pribadi.

  Hal serupa dan terjadi monolog pencerahan tentang kejamnya sistem di dunia ini terjadi lagi di vol 6 chapter 6. Kemungkinan besar, Hachiman membenci orang-orang yang menindas orang lain dan memaksa idealisme mereka. Seperti monolog di volume 6 chapter 5, Hachiman tidak suka jika jalan hidup yang sudah diyakini, dirusak oleh orang lain.

  ...

  "Mereka hanya melihat apa yang ingin mereka lihat" sebenarnya quote yang cukup populer di Oregairu. Quote ini akan muncul lagi di vol 5 chapter 7.

  ...

3 komentar:

  1. Alasan gue baca ln oregairu karna penasaran sama kaori dan tertarik quots hachiman .
    Pertanyaan: dunia tidak akan berubah, tapi kau bisa merubah dirimu sendiri. Jadi bagai mana kau akan berubah?
    Jawaban: kau tinggal menjadi dewa di dunia yang baru.

    BalasHapus
  2. "Mereka hanya melihat apa yang ingin mereka lihat" jadi ingat adegan bermain dadu pas ending film hacker lupa judulnya

    BalasHapus