x x x
Kami menuangkan teh untuk Hiratsuka-sensei agar dia bisa menenangkan dirinya dan setelah itu kami mulai mendalami proyek yang dia bawa tersebut.
Ceritanya begini, kita diberi tugas oleh majalah lokal untuk mengisi sebuah halaman dengan artikel.
"Tapi, apa yang harus kita lakukan, huh?"
Yuigahama mengatakan itu sambil menyilangkan lengannya dan menggumamkan "hmm".
Jelas saja, disuruh untuk membuat artikel secara tiba-tiba akan membuat ekspresi wajah kami berubah kecut seketika. Hiratsuka-sensei sendiri mungkin tidak tahu harus menulis apa, karena itulah dia membawanya kesini.
Tapi karena temanya sudah diputuskan, kami tidak bisa menulisnya dengan sembarangan. Ini artinya, apa yang bisa kita lakukan untuk ini sudah dibatasi oleh hal-hal tertentu.
"Bagaimana kalau begini, kita tulis saja apa yang ada di pikiran kita seadanya. Aah, bisa juga kita menyerahkan jatah satu halaman itu ke agen iklan dan menjualnya untuk mendapatkan uang. Dengan begitu, kita tidak perlu bekerja dan bahkan kita bisa mendapatkan uang."
"Hikigaya...Itu buruk sekali."
Setelah aku mengatakannya, Hiratsuka-sensei menggelengkan kepalanya. Itu artinya tidak, huh...? Kupikir itu ide yang cukup bagus. Itu adalah metode dimana kau menjual pekerjaanmu dan mendapatkan keuntungan.
"Masalah pertamanya adalah deadline...Jadi berapa banyak waktu yang kita miliki?"
Yukinoshita menaruh cangkirnya di meja dan mulai menatap ke kalender. Hiratsuka-sensei juga mulai menatap ke kalender tersebut.
"Majalah akan mencetaknya minggu depan, jadi sederhananya, kita cuma punya waktu seminggu untuk menyelesaikannya."
"Bukankah itu terdengar sangat mendadak?"
Yukinoshita lalu menatap ke arah Hiratsuka-sensei, tapi Hiratsuka-sensei hanya bisa tersenyum kecut.
"Begini, memang mendengar nama 'pekerjaan' sudah membuat mental kita drop...Tapi itu malah akan membuat kita semakin sulit untuk memulainya."
"Aah, aku benar-benar paham maksudnya."
Yep, yep, aku juga. Ketika kau sudah kehilangan motivasi, maka kau akan mulai terbakar secara perlahan hingga habis. Karena itulah, sebaiknya diselesaikan secepat mungkin selama bisa, dan itu akan bisa mengurangi beban mental. Dunia ini dipenuhi oleh pekerjaan-pekerjaan kotor dan fakta kalau ada orang-orang yang dibayar spesial untuk itu, membuatku ketakutan setengah mati. Aku jelas-jelas tidak akan mau melakukan itu. Seperti yang kuduga, aku yakin kalau aku tidak membutuhkan pekerjaan.
Bukannya aku mau mempertanyakan berapa komisi yang didapatkan atau sejenisnya. Tidak lupa juga, mereka tidak menekankan kalau artikel dari kami harus artikel yang berkualitas.
"Bagaimana kalau kita isi satu halaman itu dengan full tulisan?"
Setelah aku mengatakannya, Yukinoshita menggelengkan kepalanya.
"Kalau begitu, bukankah itu hanya akan menambah beban kita karena tulisannya lebih banyak, bukan?"
"Bagaimana kalau kita kurangi tulisannya dengan menyelipkan desain-desain yang bagus?"
Kalau mengurangi tulisannya dengan membuat desain, bukankah sama saja dengan menambah pekerjaan baru? Maksudku, anime sering melakukannya juga, tahu tidak? Misalnya sejenis menuliskan kata-kata keren dan narasi yang memenuhi layar. Meski kadang itu membuatmu curiga kalau animatornya tidak bisa menyelesaikan animasi adegan tepat waktu, mari kita positif thinking saja, dan anggap itu sebagai hal yang lumrah.
"Kalau kita punya cukup waktu, maka kita mungkin saja mengerjakan itu, tapi tampaknya itu cukup sulit. Lagipula, apa orang-orang amatir seperti kami bisa mengisi area-area kosong tersebut?"
"Bukankah mereka punya desain halaman yang lain? Kita ambil desain halaman lain mereka, lalu kita tinggal hapus tulisan di halaman itu dan mengisinya dengan tulisan kita."
Setelah aku mengatakannya, Yukinoshita mulai memikirkan sesuatu dengan keras.
Yuigahama yang menatap kami berdua sejak tadi, mulai ketakutan dan menarik-narik lengan Hiratsuka-sensei.
"Se-Sensei, mereka berdua terlihat sangat menakutkan..."
"Itu malah membuat mereka berdua lebih bisa diandalkan. Meski sikap mereka ini sudah bukan sikap yang wajar bagi anak SMA..."
Sepertinya, Yukinoshita berhasil menyimpulkan sesuatu dan menaruh tangannya di keningnya.
"Haa, kau ternyata cerdik juga, idemu itu bisa menghemat desain pinggiran halamannya..."
"Kusebut itu sebagai efisiensi."
"Tapi, aku menolak itu. Perintahnya cukup jelas, mengisi sebuah halaman dengan artikel yang menggambarkan pandangan siswa SMA."
Well, yang Yukinoshita katakan memang ada benarnya. Sejak awal, campur tangan kita ini tidaklah dibutuhkan jika pihak majalah benar-benar hendak meminta artikel dari seorang profesional.
Meski begitu, sesuatu yang cocok dengan pandangan siswa SMA, huh...? Tapi apa sebenarnya yang dipikirkan oleh orang-orang pemerintahan dan atasannya yang membuat konsep 'cocok dengan pandangan siswa SMA' ? Apakah siswa SMA yang mereka maksud adalah siswa SMA yang bermain di kompetisi Baseball? Ataukah mereka ingin tahu "Apa yang kulakukan hari ini yaaaaa~" di kepala para siswi SMA?
Setelah memikirkan itu, akupun menatap Yukinoshita.
"Well, sebenarnya ini memang sudah salah sejak awal. Karena kau dan diriku ini tidak memiliki pikiran seperti anak SMA kebanyakan."
"...Itu benar."
Setelah mengatakan itu, Yukinoshita menurunkan bahunya seperti percaya dengan kata-kataku dan memalingkan pandangannya.
"Biasanya, hal pertama yang akan kalian pikirkan adalah apa yang akan dilakukan pertama. Misalnya yang paling mudah adalah bagaimana mengisi area kosong di halaman...Memangnya yang dipikiran kalian berdua ini apa sih?"
Setelah melihat kami berdua, Hiratsuka-sensei memasang ekspresi antara kagum dan terkejut. Kami berdua benar-benar sadar apa maksudnya sehingga kami berdua hanya bisa mendesah saja.
Tunggu dulu.
Ada seseorang...Seseorang yang menggambarkan bagaimana siswa SMA yang normal...Aku baru menyadari ini...
"Yuigahama, ini adalah momen dimana sifat normalmu itu bisa berguna disini."
"Caramu mengatakan itu membuatku marah saja!"
Yuigahama tampak kesal, tapi Yukinoshita membantuku untuk mencairkan situasinya.
"Yuigahama-san, bisakah kami meminta bantuanmu?"
"Malah bertanya seperti itu di situasi yang seperti ini, sungguh rumit sekali!"
Dari yang seharusnya langsung bekerja, Yuigahama malah menggumamkan "uuu" sambil terlihat kesal.
Begini, tahu tidak, kupikir dirimu yang normal itu bisa cukup berguna. Setidaknya, kupikir kata-kata Yukinoshita barusan sedikit menyembuhkannya. Jujur saja, kurasa Yuigahama memang bagusnya bersikap seperti gadis normal yang biasanya.
Yuigahama terus menggumamkan "uu", tapi Yukinoshita hanya terus menatapnya dengan diam, dia malah memanjangkan "uuu"-nya seperti sedang menyiapkan sesuatu.
Yuigahama menyilangkan lengannya.
Yuigahama memegangi kepalanya.
Yuigahama menatap sesuatu di kejauhan.
Sepertinya, kepalanya hendak meledak karena terlalu banyak berpikir. Dia lalu mengatakan 'bleh' seperti jiwanya baru saja disedot keluar. Tapi, tiba-tiba dia menepuk kedua tangannya.
"Ah, bagaimana kalau kita mengumpulkan gambar-gambar desain kostum pernikahan dari kalangan siswa atau sejenisnya!"
"Tidak banyak siswa disini yang bisa menggambar desain kostum pernikahan."
Aku juga sekilas punya ide seperti itu, tapi aku merasa realisasinya akan sangat sulit. Bahkan mencari satu siswa yang bisa menggambar kostum pernikahan saja sudah sulit bukan main. Kita tidak punya waktu untuk memeriksa satu-persatu siswa apakah mereka akan melakukan 'wind' atau 'tidak wind'.
Setelah aku mengatakan itu, Yuigahama menggaruk-garuk punggungnya, lalu dia tiba-tiba mencondongkan tubuhnya ke depan.
"Bagaimana kalau kita jadikan saja itu perlombaan! Atau sejenis itu?"
"Pertimbangkan waktunya, membuat proposal dan mengajukannya ke pihak sekolah mungkin akan memberikan masalah lain kepada kita."
Yukinoshita dengan tenang langsung menolak ide itu. Karena deadlinenya minggu depan, entah waktunya cukup untuk mengumumkannya, mengorganisir dengan Pengurus OSIS, ataupun memang cukup untuk mengadakan itu. Jujur saja, itu sepertinya mustahil. Bahkan jika kita mencoba untuk menyanggupi menulisnya dalam waktu singkat, deadlinenya tidak akan berubah.
Maaf saja, mungkin Yuigahama sudah berusaha keras untuk memikirkan hal-hal itu, tapi dia tidak akan bisa menang melawan persyaratan-persyaratan yang dibuat oleh orang dewasa. Well, persyaratan itu berarti deadline. Kita harusnya melawan segala bentuk sistem deadline ini sejak dulu.
Yuigahama masih berusaha berpikir. Lalu, dia menyilangkan lengannya seperti sudah menyerah.
"Umm, pernikahan, pernikahan, pernikahan...Mmm, kurasa aku tidak ada ide. Hanya saja, aku belum pernah merasakan itu atau sejenisnya."
"Well, itu bukanlah sesuatu yang harus dipikirkan oleh orang-orang seusia kita."
Sebenarnya, usiaku sudah diperbolehkan untuk menikah pada tahun depan, meski begitu, aku tidak pernah sedikitpun berniat untuk menikah tahun depan. Tentunya, dua gadis disini juga berada di situasi yang sama sepertiku.
Tapi, terdengar sebuah nada sedih di ruangan ini.
"Kupikir begitu juga...Ketika aku seumuran kalian, aku juga tidak pernah memikirkan soal hal itu
Yuigahama dan diriku hanya terdiam saja ketika mendengar hal itu, dan kami berdua berusaha memalingkan pandangan kami darinya.
"..."
"..."
Tunggu dulu, apa yang harus kulakukan untuk mencairkan suasana yang suram ini? Ini bukan waktunya bagi kita untuk berleha-leha, Hiratsuka-sensei. Di lain pihak, satu-satunya orang yang masih berpikir jernih disini adalah Yukinoshita. Dia menaruh tangannya di dagu dan mengatakan sesuatu.
"Begini, aku terpikirkan sesuatu..."
"Ahn?"
Ketika aku mengatakan pertanyaan itu, dia lalu memasang ekspresi yakin dan menganggukkan kepalanya.
"Bagaimana kalau kita berpikir sebaliknya, karena kita tidak memiliki ide sama sekali, kenapa kita tidak mengadakan survei saja? Mungkin kita bisa mendapatkan beberapa bahan tulisan yang bagus."
"Masuk akal~. Mungkin akan terasa menyenangkan jika kita berhasil membuat semua orang mengisi kuisioner yang kita bagikan atau sejenis itu."
Yuigahama mengatakan itu sambil mengucapkan "ooh~" dan menepuk kedua tangannya.
Sebuah survei yang berisikan pertanyaan, huh? Jika tujuannya sekedar mengisi halaman majalah, maka itu solusi yang masuk akal. Misalnya di buku kelulusan sekolah, mereka punya bagian halaman dimana temanya "Tuliskan tiga orang teman terbaikmu!".
Huh? Bisakah mereka hentikan kegiatan menuliskan nama-nama orang yang mereka pikir di masa depan akan menjadi orang sukses, sehingga sudah mengambil 'jatah' nama yang bisa dituliskan orang lain di halaman itu? Itu sebenarnya sangat menyakitkanku. Jadi mengapa di buku tahunanku, halaman itu tidak memiliki satupun nama? Apa aku lupa untuk mengisinya atau sejenis itu?
Bahkan bagi majalah lokal seperti ini, bisakah kita mengisinya dengan menaruh halaman putih saja, mengisinya dengan sebuah quote random seperti "Demi masa depan, cinta, dan pernikahan~", dan tuliskan beberapa nama disana? Jika kita tulis sesuatu di halaman itu seperti "tahun ini adalah tahunmu!" dan kata-kata sejenis itu, mungkin bisa membodohi beberapa orang di luar sana.
Ketika aku sedang memikirkan banyak hal, Yukinoshita tampak sedang memikirkan sesuatu dengan gayanya yang khas, tapi kali ini lebih serius lagi.
"Akan memakan banyak sekali waktu untuk melakukan survei ke seluruh siswa di sekolah ini, jadi kupikir akan lebih baik jika kita melakukannya itu dalam ruang lingkup satu kelas saja..."
"Sepertinya itu tidak bisa menjadi sampel yang berguna."
Jika hanya satu kelas, level survei semacam itu jelas di bawah info yang didapatkan dalam album kelulusan. Ini sangat jauh disebut efektif dalam ilmu statistik. Tapi kalau dipikir lagi, kurasa itu bukanlah sesuatu yang harus dikhawatirkan kalau melihat level akademik kami di statistik. Tentunya, Yukinoshita pasti paham soal ini.
"Kalau melihat situasinya, kita tampaknya sudah tidak punya pilihan lagi. Jadi, setelah kita selesai mendesain halamannya, kita mulai membaginya menjadi kolom-kolom. Dari situ, kita tinggal mengisi kolom-kolomnya, kurasa dari situ dan setelahnya akan mulai mudah."
Setelah Yukinoshita mengatakan itu, Hiratsuka-sensei yang melihat kami sejak tadi, mulai berbicara.
"Fumu, mengisi kolom-kolom, huh? Sepertinya momen yang tepat bagi Hikigaya untuk bersinar."
"Kenapa harus saya...?"
Mereka berdua...Yuigahama punya kemampuan menulis yang mengkhawatirkan. Sedang Yukinoshita, tulisannya seperti berada di level yang berbeda. Tapi aku mengatakan itu tidak serta-merta memberitahu kalau diriku mampu untuk menulisnya, oke! Sekali lagi, bukankah ini awalnya adalah pekerjaan Sensei, benar tidak?
Akupun kembali mengatakan "kenapa saya?" dengan sepenuh hati, tapi Hiratsuka-sensei memberikan alasan yang lebih jelas lagi.
"Itu karena kau selalu menulis laporan-laporan kepadaku dengan banyak sekali omong-kosong di dalamnya. Pekerjaan semacam ini pasti sangat mudah untukmu."
Apa kau berharap akan ada seseorang yang mau melakukan itu setelah kau memberitahukan hal-hal semacam itu...Memangnya tidak ada satupun kualitas diriku yang menunjukkan kalau aku ini ada bagusnya?
Mungkin karena aku hanya menunjukkan sedikit ekspresi penolakan, Hiratsuka-sensei kemudian menatapku dengan satu mata tertutup dan mengibaskan rambutnya ke samping.
"Mengesampingkan tentang apa yang kau tulis, sebenarnya aku ini memujimu loh."
Mengatakan itu sambil diselingi senyuman semacam itu, membuatku semakin sulit untuk menolaknya.
"...Umm, sebenarnya saya ini tidak ingin menulis itu."
Dipenuhi dengan perasaan malu-malu, akupun memalingkan pandanganku. Yang kulihat kini, hanyalah Yukinoshita yang sedang memegangi kepalanya, entah mengapa.
"Sepertinya pekerjaan mengedit tulisannya nanti akan menjadi sebuah pekerjaan yang melelahkan..."
Bukan begitu, lagipula aku tidak akan memintamu untuk menjadi editornya...Aku lebih memilih dirimu untuk tidak melakukan apapun karena kau tampaknya akan memberikan banyak sekali coretan merah di tulisanku. Kenapa kau tidak memujiku saja sebagaimana yang para editor betulan lakukan!
Melihat Yukinoshita yang mengembuskan napasnya, Hiratsuka-sensei memasang senyum yang licik.
"Oh? Yukinoshita, kau tampaknya berniat untuk mengawasinya, huh? Kalau begitu, artinya aku tidak perlu mengkhawatirkan apapun lagi."
"...Well, aku sendiri tidak keberatan jika hanya melakukan hal yang seperti itu."
Dia lalu memalingkan wajahnya ke samping sambil memasang ekspresi kurang senang dan membetulkan kerah seragamnya. Bukan begitu, seperti kataku, aku tidak memintamu untuk menjadi editor...Memangnya kau ini apa? Kepala dari seluruh editor atau sejenisnya?
"Oke, setelah ini, kita harus memikirkan pertanyaannya, huh?"
Yuigahama membetulkan posisi duduknya dan berbicara.
Well, karena tujuan akhirnya sudah direncanakan, maka mungkin ada baiknya jika kita mulai bergerak. Hiratsuka-sensei kemudian menatap ke arah kami bertiga.
"Kalau begitu, sebelum membagikannya ke orang lain, kita lakukan tes sederhana ke orang-orang yang ada disini."
Kita lalu menuliskan berbagai pertanyaan yang berbeda di kertas-kertas. Yukinoshita lalu membuat rangkumannya. Setelah itu dia menyerahkan rangkuman itu ke Hiratsuka-sensei yang akan membuat copy kertas itu. Akhirnya, kertas dibagikan kepada kami dan kami mulai menulis jawaban kami.
Setelah semua selesai menulis, Hiratsuka-sensei melihat ke arah kami bertiga.
"Jadi, apa yang kita punya saat ini?"
Setelah dia mengatakan itu, dia mulai mengambil salah satu kertas jawaban.
Tanya: Berapa total gaji dalam setahun yang harusnya dimiliki oleh pasanganmu kelak?
Jawab: Lebih dari 1,2 milyar rupiah.
"Hikigaya-kun..."
"Hikki..."
Ketika Yukinoshita dan Yuigahama melihatku dengan tatapan mata yang menyedihkan, mereka lalu menyebutkan namaku dengan nada yang menghina.
"Tunggu dulu nona-nona. Darimana kalian menyimpulkan kalau aku yang menulisnya?"
"Kami saja bisa tahu dari isi tulisannya..."
Yuigahama melihatku dengan tatapan mata yang menyedihkan dan Yukinoshita mengibaskan rambutnya yang berada di bahu.
"Bukankah itu artinya dia mengatakan kalau dia memang bernilai seperti itu, memangnya benar dia seharga itu? Dia tidak punya teman, kemampuannya di IPA sangat menyedihkan, prospek pekerjaannya suram, dan masa depannya masih abu-abu. Dan yang terpenting, kedua matanya seperti ikan mati..."
"Diamlah. Asal tahu saja, banyak orang-orang di luar sana yang akan menulis hal yang sama persis dengan yang baru saja kutulis."
Kau akan sering melihatnya. Seperti acara TV di malam hari yang mencarikan jodoh bagi yang membutuhkan. Wanita yang berusia di atas 30 tahun dan menghadiri acara cari jodoh pasti akan menulis jawaban yang semacam itu, benar tidak?
Kalau dipikir-pikir, orang yang bisa memenuhi kriteria semacam itu biasanya orang-orang terkenal, jadi mereka tidak akan mau menghadiri acara cari jodoh semacam itu, Kampret betul!
Mungkin lebih tepat jika dikatakan orang-orang semacam itu adalah orang yang tidak mau melihat kenyataan daripada terlalu banyak menonton mimpi.
"Be-Begini, ini seperti, apa ya? Kurasa ada baiknya jika kau bermimpi yang besar, yep."
Momen dimana Hiratsuka-sensei mendukungku, memang cukup langka. Terima kasih, Sensei! Jadi, apa kertas yang sebenarnya dia sembunyikan di belakang tubuhnya itu, hmm?
"Ka-Kalau begitu! Karena kita sudah punya pertanyaannya, jadi mari kita kumpulkan sampelnya!"
Seperti menyadari tatapanku yang sedari tadi, Hiratsuka-sensei dengan enerjik berdiri dari kursinya.
x Side A Part 3 | END x
Ironisnya, ciri-ciri Yui yang seperti gadis SMA kebanyakan, ternyata persis seperti apa yang Hachiman bayangkan mengenai Nice Girl.
...
Duet Ibu Editor dan Pak Penulis Naskah ini ternyata sangat efektif di vol 10.5 chapter 3, koran gratis terbitan Pengurus OSIS periode Ibu Isshiki Iroha.
...
Cukup lucu jika kita melihat fakta kalau Yukino ada keinginan untuk terus bekerja setelah menikah karena suaminya adalah suami rumahan yang tidak mau bekerja, vol 10.5 chapter 1.
...
Kita tahu dari vol 10.5 chapter 1, keinginan Hachiman di chapter ini akan berkebalikan dengan vol 10.5. Hachiman akan berubah menjadi pria yang siap bekerja.
...
Cukup lucu jika kita melihat fakta kalau Yukino ada keinginan untuk terus bekerja setelah menikah karena suaminya adalah suami rumahan yang tidak mau bekerja, vol 10.5 chapter 1.
...
Kita tahu dari vol 10.5 chapter 1, keinginan Hachiman di chapter ini akan berkebalikan dengan vol 10.5. Hachiman akan berubah menjadi pria yang siap bekerja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar