x x x
Akupun
mulai membaca.
Clockwork
Orange, karya Anthony Burgess.
Kelas 2-1, Kosuga Yui.
Setelah selesai membaca buku ini, aku mendengarkan simfoni kesembilan
dari Beethoven. Aku mendengarkannya karena simfoni ini sering disebutkan dalam
buku itu. Lagunya lebih panjang dari dugaanku, tapi chorus terakhir sangat
indah dan membuat hatiku tergetar.
Kubeli buku ini dari sebuah toko buku online tanpa tahu seperti apa
ceritanya. Awalnya kupikir ini tentang mesin-mesin dan buah-buahan, tapi aku
sangat terkejut karena tidak satupun hal-hal tersebut muncul di cerita.
Aku yakin kalau banyak sekali orang yang jijik dan menyerah untuk
membaca buku ini. Alex, sang karakter utamanya, cara bicaranya sangat aneh dan
terus-terusan melakukan hal yang buruk. Dia menghajar orang asing di jalanan,
menerobos masuk rumah dan mencuri uang disana, dan juga menyerang para gadis.
Dia tidak menyesali sedikitpun tindakannya itu dan menghabiskan waktu luangnya
dengan mengobrolkan musik bersama temannya.
Alex akhirnya ditangkap oleh polisi, dimasukkan ke penjara dan dipaksa
untuk berubah karena dia tidak menunjukkan sedikitpun rasa penyesalan. Dia lalu
dipaksa mengkonsumsi obat-obatan dan melihat image kematian dan kebrutalan yang
menjadi bagian dari sesuatu yang disebut “Teknik Ludovico”. Perawatan semacam ini membuatnya tidak bisa
lagi melakukan tindakan kekerasan.
Meski pada akhirnya dia menjadi orang baik, Alex masih belum menemukan
kebahagiannya. Ketika ia diserang oleh teman-teman yang pernah dikenalnya dulu, dia tidak
bisa melawan balik. Alex berteriak kesakitan dan merasa dirinya seperti sebuah
jarum jam saja. Seperti sebuah jarum jam, dia tidak bisa mengontrol
keinginannya sendiri. Seorang pendeta yang menangani para tahanan di penjara
pernah berkata, kalau menjadi orang yang baik kadangkala merupakan sebuah
pengalaman buruk yang sangat tidak menyenangkan. Bacaan ini memberiku kesan
kalau si penulis berusaha mengatakan kalau merampas kemampuan seseorang untuk
berbuat jahat tidak serta merta membuat orang itu menjadi orang yang baik.
Meski ketika kau tidak melakukan satupun hal yang buruk, kau masih saja
memiliki keinginan untuk melakukannya. Juga, melakukan hal-hal buruk itu
sendiri adalah bagian yang tidak terpisahkan dari manusia itu sendiri, karena
semua orang memiliki bagian-bagian yang gelap di hati mereka.
Pada akhirnya, Alex yang sudah didesain sedemikian rupa oleh pihak Rumah
Sakit Penjara, kembali melakukan kejahatan. Tidak lupa juga, ada seorang menteri
yang hendak memanfaatkan Alex untuk sekedar menaikkan popularitasnya. Tidak ada
satupun orang baik yang muncul di novelnya. Satu-satunya hal yang bisa Alex
percayai adalah musik kesukaannya.
Ketika Alex mendengarkan simfoni Beethoven no.9 di Rumah Sakit, dia
membayangkan kalau dunia ini seperti sedang berteriak kepadanya. Ketika aku
mendengarkan lagu tersebut dengan teliti, kupikir aku bisa mendengarkan
teriakan dari dunia ini, seperti yang pernah Alex dengar.
“Bagaimana
menurutmu?”
Ketika Nao menanyakannya, aku masih menatap
ke arah kertas laporan tersebut.
“Ceritanya benar-benar suram.”
Aku benar-benar tertarik di bagian dimana dia
mengatakan kalau tidak ada satupun orang baik yang muncul di novelnya. Cerita
semacam itu adalah cerita yang menarik. Tokoh utamanya adalah pria yang sangat
buruk, tapi bagaimana dengan Si Menteri dan Pendeta?
“Bukan itu yang ingin kutanyakan. Maksudku,
bagaimana pendapatmu tentang review ini?”
“Hmm...Well, ini review yang cukup baik untuk
level anak kelas 2 SMP.”
Aku benar-benar tidak tahu harus berkomentar
apa karena aku sendiri tidak pernah membaca novelnya secara langsung. Juga, aku
tidak tahu harus mana yang harus dikoreksi dari laporan itu.
“Benar kan?
Adikku memang luar biasa!”
Mata dari Nao tiba-tiba berkaca-kaca ketika
mengatakannya.
“Dia suka membaca buku sejak kecil, dan dia
benar-benar pintar dalam membuat review. Yui sering mendapatkan banyak sekali
penghargaan sejak SD.”
“Penghargaan?”
“Dalam sebuah perlombaan review level
sekolahan. Kakakku dan diriku saja tidak pernah memenangkan hal itu. Jujur
saja, kupikir hasil tulisannya itu selalu lebih bagus daripada anak-anak lain
yang seumurannya.”
Bukankah alasannya memuji adiknya sendiri
karena itu adalah adiknya sendiri?
Meski, aku tidak menyangkal kalau kertas laporan ini memang ditulis dengan
sangat baik.
“Jadi, masalahnya dimana?”
Kalau melihat situasinya, adik Si Nao ini
sudah menyelesaikan tugasnya dengan baik. Aku sendiri tidak paham apa yang
salah dengan ini.
“Bukunya sudah habis terjual di Toko Buku
depan Stasiun. Jadi, Yui meminta tolong kepadaku untuk memesannya lewat Toko
Buku Online.”
Dia lalu menyebutkan nama Toko Bukunya. Aku
belum pernah memesan lewat toko tersebut, tapi kudengar kalau mereka akan
langsung mengirimkan bukunya di hari yang sama dengan tanggal pemesanan jika
stoknya ada.
“Aku menjadi penasaran, karena menurutnya
buku itu sangat bagus, dan dia akan menulis laporan tentang itu. Setelah
kirimannya sampai di rumah, aku mencoba untuk membacanya, ternyata banyak
sekali adegan kekerasan disana. Maksudku, itu terasa kejam dan menjijikkan. Aku
hanya membaca bagian awalnya saja, meski begitu adegan di bagian awalnya itu
menurutku terlalu berlebihan.”
Nao mengatakannya sambil menggerutu.
“Tapi Yui membacanya sampai habis, menulis
reviewnya di laporan, dan memberikannya ke sekolah. Kurasa, pihak sekolahnya
sendiri juga tidak mau ambil pusing dengan review buku yang semacam itu.”
“Memangnya, SMP adikmu dimana?”
“SMP Wanita Seiri. Dia baru pindah kesana
tahun ini.”
“Ah.”
Setelah mendengar nama sekolah itu, akupun
menjadi paham. SMP Seiri itu adalah Sekolah Katolik, mereka punya sekolah untuk
level SMP dan SMA. Sekolah itu terkenal karena ketat. Stasiun terdekat dengan
sekolah itu adalah Stasiun Ofune, jadi aku sering melihat siswi dan suster dari
sekolah mereka.
“Masalah dimulai ketika Wali Kelas Yui
menunjukkan review laporan itu beberapa hari lalu, di rapat antara orangtua
siswi dengan para guru di sekolah. Wali Kelasnya bilang, kalau laporannya
ditulis dengan sangat baik,”
Dia lalu menambahkan.
“Setelah itu, Wali Kelasnya mengatakan kalau
ini juga harus diperhatikan betul karena siswi tersebut sedang berada di usia
yang sangat sensitif. Sebenarnya, Wali Kelasnya hanya sekedar memberikan
himbauan saja. Tapi orangtuaku terkejut mendengar hal itu. Mereka sangat serius, berpikir kalau Yui sudah terjebak dalam sesuatu yang tidak pantas untuk gadis
seumurannya. Padahal, dia adalah gadis yang baik, hormat ke sesamanya, tidak
seperti diriku-lah.”
Aku mencoba melihat kertas laporan tersebut
lagi. Aku memang merasa kalau ada beberapa titik dimana adiknya itu bersimpati
dengan tokoh utamanya.
Melakukan
hal-hal buruk merupakan bagian dari manusia. Meski kau tidak melakukan hal-hal
buruk itu, kau tetap merasa tertarik untuk melakukannya.
Opininya terhadap buku itu memang sangat sederhana,
kurasa kalau ada yang bertanya tentang apa yang perlu dikhawatirkan, jawaban yang seharusnya adalah: orangtuanya.
Hmm.
Kumiringkan kepalaku. Apa maksud orangtuanya
dengan khawatir Yui ‘terjebak dalam
sesuatu yang tidak pantas’?
“Mungkinkah, kau bercerita kepada orangtuamu
soal kasus dengan Buku Monumen Pemetik
tempo hari?”
“Hmm? Yeah, aku beritahu mereka.”
Dia menganggukkan kepalanya seperti
mengatakan sesuatu yang biasa-biasa saja.
“Aku tidak memberitahu saudara-saudaraku soal
kasus itu, tapi aku memberitahu orangtuaku.”
Monumen
Pemetik adalah judul buku yang dulu pernah dia curi. Atas permintaan dari
si pemilik buku, masalah dianggap selesai secara kekeluargaan. Karena itulah,
kupikir dia tidak akan memberitahu orangtuanya soal itu. Ternyata, dia jujur
dan menceritakannya, atau lebih tepatnya, dia punya kepribadian yang lurus.
“Orangtuaku mulai menanyai Yui dan diriku
untuk menunjukkan kepada mereka setiap buku yang kami beli. Bukankah itu
artinya mereka tidak mempercayai anak mereka sendiri? Aku paham mengapa mereka
hendak memeriksa barang-barangku, tapi Yui sendiri tidak melakukan hal yang
salah. Aku ingin ini semua dihentikan, jadi aku datang kesini untuk meminta
saran darimu tentang bagaimana caranya untuk mengubah opini mereka.”
Sekarang aku paham masalahnya. Karena Nao
merasa bertanggungjawab. Alasan mengapa orangtuanya bertindak ‘berlebihan’ seperti itu karena kasus
pencurian tempo hari.
Akupun melirik ke arah kasir. Tidak ada
satupun suara yang muncul dari belakang tumpukan buku disana. Mungkin karena
dia sendiri sedang berusaha keras untuk mendengarkan dengan cermat pembicaraan
kami disini.
“Boleh
tidak kalau aku meminjam laporan adikmu ini untuk sementara waktu?”
“Bisa saja, tapi untuk apa?”
“Aku ingin menunjukkannya ke Shinokawa.”
Nao memasang ekspresi wajah yang kecut yang
mengindikasikan kalau dia tidak mau Shinokawa terlibat di dalamnya.
“Dia itu tahu banyak soal buku, dan dia juga
paham rasanya menjadi pecinta buku. Karena itulah, aku ingin berdiskusi
dengannya. Dia malah lebih cocok untuk masalah ini daripada diriku.”
Aku teringat dengan apa yang Shinokawa
katakan kemarin. Tentang bagaimana dia naik sepeda ke Toko Buku setiap
bulannya, dan membeli buku-buku jaman Taisho dengan bahagia. Shinokawa yang
seperti itu mirip sekali dengan Yui. Tidak ada orang yang lebih baik untuk
dimintai tolong dan aku tahu kalau dia akan dengan senang hati membantunya.
“Aku akan mendiskusikan ini dengannya, dan
setelah itu kau akan kukabari. Bagaimana?”
Setelah memikirkan itu untuk sejenak, Nao
menganggukkan kepalanya.
“Ya sudah kalau begitu.”
Ini sudah waktunya untuk tutup toko, jadi aku
mulai menghitung uang yang ada di mesin kasir. Tiupan angin musim gugur
berembus dari pintu kaca toko yang terbuka sebagian. Nao Kosuga lupa untuk
menutupnya.
Aku mendengar suara halaman buku yang sedang
dibalik, tepat dari belakangku. Shinokawa sedang membaca buku laporan tersebut.
Ketika hampir tiba waktunya jam tutup toko, dia akhirnya muncul dari gunung buku kasir toko ini.
“Bagaimana pendapatmu?”
Dia tidak menjawabnya. Kuhentikan pekerjaanku
dan menoleh ke arahnya. Shinokawa sedang duduk di kursi lipat dan menyandarkan
kepalanya ke belakang, di tumpukan buku yang berada di belakangnya.
“Well, ini...Bagaimana ya...”
Shinokawa kemudian membaca lagi laporan itu
dari awal. Dia membacanya dengan ekspresi yang kebingungan.
Wajahnya yang tampak frustasi itu sangat
menarik, juga, akupun merasa terbuai oleh pemandangan ini. Tidak lama kemudian,
dia berbicara, sembari terus membaca laporan itu.
“Buku laporan ini...”
“Ah, tebakanku ternyata benar. Jadi Si Kosuga itu membawanya kesini.”
Suara barusan terdengar kasar. Tanpa
kusadari, ada pria botak dan kurus yang sedang menyandarkan sikunya di meja.
Pria usia kepala lima ini memakai T-Shirt mencolok dan jaket merah yang lusuh.
Tas kotak-kotak yang menggantung di bahunya itu berisikan buku-buku edisi lama.
“Oh, Shida, halo.”
“Jangan santai-santai menyapa Halo kepadaku, dasar goblok! Kau ini sedang mengurus gunung uang disini, jadi
perhatikan dengan serius ketika ada pelanggan masuk ke toko. Bagaimana coba, jika aku ini adalah maling?”
Bully darinya langsung terbang ke arahku.
Shida, pria gelandangan yang berprofesi sebagai pemburu buku, tinggal di kolong Jembatan Kugenuma. Dia adalah
pelanggan tetap toko ini dan pekerjaannya adalah menjual buku-buku tua.
“Su-Sudah lama tidak bertemu.”
Shinokawa tampak terbata-bata menyapanya dan
berusaha berdiri untuk menyambutnya, tapi Shida melambaikan tangannya untuk
memintanya tetap duduk.
“Aduh
Mbak, tidak usah repot-repot berdiri. Mbak
ternyata masih saja berbicara dengan nada suara lemah dan pelan. Coba Si Mbak sesekali belajar untuk berbicara
dengan lantang?”
“Ah...Maaf soal itu...”
Dia menjawabnya dengan malu-malu. Kupikir aku
harus membiarkannya tidak terlibat dalam hal ini...Sepertinya, dia mulai
berusaha untuk bersembunyi di balik tumpukan buku-buku itu lagi.
“Jadi, ada perlu apa hari ini?” tanyaku.
“Oh, aku cuma kebetulan mampir saja.
Kudengar, tempat ini baru saja buka dan berbisnis seperti biasanya, jadi aku mampir
untuk sekedar menyapa dan bersantai disini. Jadi, itukah buku laporan yang
ditulis oleh adiknya Si Nao?”
Dia menunjuk ke arah kertas yang Shinokawa
pegang itu dengan dagunya.
“Kau tahu dari mana?”
“Dia sebelumnya datang ke tempatku dan menunjukkannya
kepadaku. Dia bilang ‘Bagaimana aku bisa
meyakinkan kedua orangtuaku? Bisakah kau membantuku?’ ya begitulah.”
Dia ternyata sangat pandai dalam meniru suara
gadis itu. Shida ini adalah pemilik dari buku Monumen Pemetik yang dicuri oleh Nao Kosuga. Sebuah hubungan yang
aneh tercipta antara korban dan pencurinya setelah kasus itu selesai. Mereka
bertemu sekali dalam seminggu di area dekat sungai untuk bertukar buku dan
membicarakan kesan-kesan mereka. Nao dekat dengannya dan memanggilnya Sensei.
Shida juga ramah kepadanya.
“Jadi, apa yang kau katakan kepadanya?”
Sebagai seorang pemburu buku, Shida juga
memiliki pengetahuan yang luas tentang buku. Tidak ada salahnya bertanya kepada
Sensei yang dia percayai selama ini.
Tapi, fakta kalau dia langsung datang kemari setelah berbicara dengannya, itu
artinya...
“Kuberitahu dia kalau wajar-wajar saja
orangtua khawatir kepada anaknya. Kosuga lalu tampak kecewa. Jujur saja, aku
sendiri sulit untuk menyukai buku yang ada di review itu.”
Ternyata dugaanku benar. Dia datang kesini
karena tidak bisa mendapatkan satupun saran dari Shida.
“Dulu aku pernah membacanya, dan aku tidak
mau membacanya lagi. Hei, Goura, apa kau pernah membaca Clockwork Orange
sebelumnya?”
Kugelengkan kepalaku. Cara dari Shida ketika
mengatakannya kepadaku, membuatku terkejut.
“Ya
seperti yang tertulis di reviewnya. Tokoh utamanya melakukan apapun yang dia
mau. Dia memakai Narkoba, mencuri, menyerang perempuan, apapun yang dia rasa
mampu untuk lakukan. Tapi aku tidak mau berpendapat kalau si penulisnya
berusaha mempengaruhi pembacanya untuk melakukan hal-hal itu, meski disana dia
menciptakan sebuah dunia dimana terjadi banyak sekali mimpi buruk dan tidak ada
satupun harapan di dalamnya. Itu seperti sebuah paradox.”
“Well, manusia memang bisa saja tertarik
dengan hal-hal tersebut, jadi kupikir akan ada beberapa orang yang bersimpati
dengan cerita yang seperti ini. Masalahnya, bukanlah bagaimana cara berpikir
dari gadis tersebut. Masalahnya adalah, apa yang dia tulis di reviewnya, dan
kemudian terjadilah hal-hal serupa di sekolah. Kalau dia sudah seperti itu
ketika SMP, lalu kalau sudah besar dia akan menjadi apa? Bukanlah hal aneh
kalau orang-orang di sekitarnya menjadi khawatir. Kedua orangtuanya mungkin
berpikiran seperti itu. Benar tidak pendapatku barusan?’
“Ah, kau mungkin ada benarnya.”
Karena usia orangtuanya kurang lebih sama
dengan Shida, maka dia bisa melihat masalah ini dari sudut pandang orangtuanya.
Tapi, benarkah itu alasan yang normal untuk memeriksa setiap buku yang dia
baca? Sebagai siswi SMP, dia sedang berada di masa-masa dimana dia tidak ingin
ada orang lain ikut campur dalam kehidupannya. Ini bisa menjadi semakin
kompleks.
“Ngomong-ngomong, akan lebih jika kau tidak
ikut campur dalam masalah ini. Setiap keluarga memiliki caranya sendiri untuk
membesarkan anak-anak mereka...Ah, ternyata sudah hampir waktunya.”
Shida mengatakan itu sambil melihat ke arah
jam dinding.
“Kalau begitu, aku pergi dulu ya. Aku tidak
ingin berlama-lama disini ketika kalian hendak tutup toko.”
Dia lalu membalikkan badannya dan pergi,
seperti kurang puas akan sesuatunya.
Kesunyian kembali melanda Toko Buku Antik
Biblia. Kupalingkan kepalaku ke arah Shinokawa. Dia hanya melihat buku laporan
yang berada di pangkuannya tanpa bergerak sedikitpun. Sepertinya dia sedang
berpikir serius tentang sesuatu. Aku sendiri juga heran dengan dirinya yang
hanya terdiam seperti ini. Nao pergi ke Shida terlebih dahulu untuk meminta
bantuan, tapi Shida tidak bisa melihat masalah ini dari sudut pandang yang sama
dengan Nao. Akupun merasa aneh melihat Shinokawa tidak mengatakan apapun
meskipun ini adalah diskusi tentang buku.
“Apa ada sesuatu?”
Dia lalu menegakkan kepalanya dan
menggelengkannya.
“Bu-Bukan begitu...Hanya saja...Well...Tunggu
sebentar.”
Kesunyian yang aneh melanda tempat ini. Percakapan yang barusan masih teringat jelas
di pikiranku.
“Aku ingat tadi, kalau kau ingin mengatakan
sesuatu sebelum Shida memotongmu. Memangnya ada apa?”
Aku baru ingat tentang hal itu, sikapnya
mulai aneh semenjak dia membaca buku laporan itu. Pasti ada sesuatu yang
mengganggu pikirannya. Dia tampak sedikit ragu sebelum menjawabnya. Tidak lama
kemudian, dia seperti sudah menemukan apa yang hendak dia katakan, dan membuka
mulutnya.
“Ada sesuatu yang sangat salah di buku
laporan ini.”
“Salah? Mengapa begitu?”
“Tentang yang tertulis disini...”
Dia lalu menambahkan kembali kata-katanya
secara perlahan.
“Orang yang menulis buku laporan ini
sebenarnya tidak pernah membaca A
Clockwork Orange.”
x Chapter I Part 2 | END x
Tidak ada komentar:
Posting Komentar