Minggu, 28 Agustus 2016

[ TRANSLATE ] Oregairu Vol 4 Chapter 2 : Apapun yang kau lakukan, kau tidak akan bisa lolos dari Hiratsuka Shizuka -2

x x x






  Komachi turun dari tangga, seperti sehabis dari bangun tidur. Kalau melihat penampilannya, dia tampaknya baru bangun dari tertidur secara tidak sengaja, dan satu-satunya pakaian yang dia pakai selain pakaian dalamnya adalah T-Shirt milikku yang terlihat kebesaran.

  “Sedang istirahat dari belajar?” tanyaku.

  “Yep, aku sudah menyelesaikan semuanya kecuali laporan dan penelitiannya,” katanya.

  “Kerja bagus. Apa kau ingin sesuatu untuk diminum? Kopi, Teh Barley, atau Max Coffee...?”

  “Jadi saat ini, kopi dan Max Coffee sudah dikategorikan dua hal yang berbeda ya...Oke deh, aku pilih teh barley.”

  Max Coffee bukanlah kopi biasa. Ini adalah sebuah pengetahuan umum. Cafe au lait dan Max Coffee itu berbeda, seperti siang dan malam. Setahuku, yang satunya itu masih dikategorikan kopi, sedang Max Coffee dikategorikan variasi dari susu.

  Ini adalah sebuah anomali dalam dunia kopi – begitulah Max Coffee. Ngomong-ngomong, kalau kita berbicara tentang anomali dunia light novel, maka jawabannya adalah GaGaGa Bunko.

  Akupun pergi ke dapur, mengambil botol teh barley dingin dari kulkas, dan menaruhnya di gelas.

  “Ini.”

  “Terima kasih.”

  Komachi menerima tehnya dengan kedua tangannya dan meminumnya. Setelah merasa puas, dia menaruh cangkir gelas tersebut.

  “Tahu tidak, Onii-chan.”

  Wajah Komachi tiba-tiba berubah menjadi serius.

  “Aku ini sudah belajar dengan sangat, sangat keras.”

  “Oh pasti, kupikir begitu. Tapi, kau masih ada beberapa tugas yang harus kau selesaikan.”

  Dia masih punya laporan dan penelitian untuk diselesaikan. Juga, ketika membahas tentang belajar untuk ujian masuk sekolah, akhir dari jalanmu adalah sebuah jalan yang tiada akhir – itu adalah Gold Experience Requiemku seperti yang di manga Jojo.

  Meski begitu, kuakui kalau dia sudah bekerja keras untuk menyelesaikan semua PR Liburan Musim Panas dalam beberapa hari belakangan.

  “Karena aku sudah bekerja keras, kupikir ada bagusnya jika aku memberikan diriku sendiri sebuah hadiah.”

  “Apa kau ini wanita karir?”

  Kalau begini terus, kata-kata “memberikan diriku sendiri hadiah” jelas-jelas berasal dari seorang wanita yang sedang single. Untuk sejenak, image wajah dari Hiratsuka-sensei terbayang di kepalaku.

  “Intinya, aku butuh hadiah. Karena itulah kau harus menemaniku pergi ke Chiba, Onii-chan.”

  “Kuakui logikamu barusan. Saking logisnya, itu bisa membuatmu menang perlombaan Birdman,”kataku.
[note: Lomba Birdman itu semacam lomba dengan kostum atau peralatan buatan sendiri yang bisa membantu terbang. Mayoritas, pesertanya akan mengalami kecelakaan yang konyol. Anehnya, lomba ini cukup populer.]

  Komachi lalu terlihat kecewa dan menggerutu kesana-kemari. Entah mengapa, dia sepertinya tidak mau menerima jawaban tidak untuk hal ini.

  “Oke, aku paham. Apa kau ingin membeli sesuatu? Kalau terlalu mahal, aku menyerah saja. Aku cuma punya 400Yen di dompetku.”

  “Bahkan semurah itu saja, kau sudah menyerah...” Komachi menggumam. “Aku sebenarnya tidak ingin  sesuatu yang bisa dibeli dengan uang,” katanya. “Pergi bersama Onii-chan saja kurasa sudah cukup. Ah, poin milik Komachi tampaknya akan bertambah banyak lagi!”

  “Kau mengganggu sekali...”

  Sepertinya, dia tidak menginginkan sesuatu yang berbentuk fisik. Intinya, kurang lebih dia ingin sekedar jalan-jalan denganku. Mungkin akan terasa bagus dan baik jika dia pergi bersama teman-temannya, tapi, aku tidak suka jika nanti ada teman laki-laki yang datang dan mendekatinya ketika sedang berjalan-jalan di Chiba.

  Sebenarnya, ada sebuah tempat di dekat Stasiun Chiba yang berdekatan dengan pusat hiburan, orang-orang menyebutnya “Tempat Gaul”. Dulunya, tempat itu adalah tempat nongkrongnya anak-anak nakal dan preman, jadi aku tidak pernah lagi mendekati daerah itu.

  Lagipula, jika nanti terjadi hal-hal aneh dengan laki-laki yang ada di sana, maka aku tidak punya pilihan lain selain mengotori tanganku dengan darah. Akan lebih baik jika aku memberitahu ini sejak awal kepada Komachi.

  “Aku tidak keberatan, tapi ganti dulu pakaianmu. Kalau kau pergi keluar dengan pakaian seperti itu, aku harus menembakkan laser beam ke setiap pria yang memandangimu. Ah, apa poinku baru saja bertambah?”

  “Entahlah...Sikap siscon-mu itu sangat menakutkan. Lagipula, metodemu itu buruk sekali.”

  Adikku yang tersayang ini seperti baru saja mundur dua langkah.

  ...Oh benarkah? Kupikir aku sudah punya sekitar 80,000 poin atau lebih. Khusus untuk Hachiman – aku diam-diam mencatat secara detail segala responnya tentang poin di dalam hatiku. Satu kalimat untuk menggambarkan itu, “Sistem poin Komachi agak keterlaluan”.

  Bersaudara dan berlainan jenis, lalu tinggal di Chiba, punya kemungkinan besar untuk menjadi seorang siscon. Seperti judul light novel, oreimo. Orang-orang biasanya mengatakan hal-hal semacam ini, ‘Aku punya adik perempuan, tapi dia tidak ada manis-manisnya,’ tapi kau tahu kebenarannya. Selama mereka bersaudara, mereka akan terus mengatakan kalau adik perempuan mereka tidak manis sama sekali.

  “Aku tidak tahu apa yang akan kita lakukan di Chiba. Meski begitu, aku sendiri tidak keberatan untuk pergi kesana,” kataku.

  “Oooh, terima kasih. Okey, aku akan bersiap-siap dulu kalau begitu. Kau juga ganti bajumu dengan baju yang membuatmu mudah untuk bergerak, Onii-chan.”

  Baju yang membuatku bergerak dengan mudah.

  Memangnya kita akan pergi ke tempat bowling atau sejenisnya? Atau menggali sesuatu dari dalam tanah? Kurasa bowling yang pertama lebih masuk akal.

  Meski begitu, kenapa orang-orang masih menyebut ‘baju yang membuat penggunanya bebas bergerak’? Maksudku, paling mudah untuk bergerak jika kau dalam keadaan telanjang. Ada juga orang yang sewaktu SD, waktu itu ada lomba lari 50 meter, dia berkata, ‘aku akan serius kali ini’,  dan dia berlari tanpa alas kaki. Maksudku, orang yang dalam cerita barusan itu adalah diriku.

  Aku mengganti pakaianku, dan memakai celana jeans, lalu memilih kemeja yang akan kupakai. Ketika aku memakai sepatuku, aku mendengar suara dari Komachi yang mulai menggeledah seisi rumah.

  Ada apa dengan sikapnya itu? Suara itu mulai terdengar sejak tadi. Meski begitu, kuakui kalau dia itu mirip binatang kecil dan level manisnya itu sudah menembus atap-atap rumah ini.

  Sambil menunggu dan menatap ke arah langit-langit rumah ini (salah satu skill spesialku), Komachi tampak selesai berganti baju. Sekali lagi, dia berganti baju di depanku seperti biasanya, tapi dia sendiri seperti tidak mempedulikanku – dimana ini memang seperti biasanya, kuanggap terlalu berlebihan.

  Akhirnya, dia berpose di depan cermin besar dengan menaruh tangannya di dagu. Ya, ya, dia memang manis dan sejenisnya. Jadi, bisakah dipercepat?

  Akhirnya, Komachi memasang topinya dan menatapku.

  “Oke, ayo pergi!” dia mengatakan itu sambil menarik koper dengan kedua tangannya.

  Ada dua koper. Koper-koper itu terlihat padat, jadi kupikir koper itu akan terasa sangat berat. Ketika aku menjulurkan tanganku, entah mengapa Komachi dengan ceria memberikannya kepadaku.

  Jangan senang dulu. Dia ini mirip-mirp dengan heroine yang bodoh dan memicu emosi karakter utama sepanjang hari.

  Aku memastikan kalau pintu rumah sudah dikunci dengan aman sebelum pergi, dan kita pergi menuju stasiun.

  “Ayolah, tolong jelaskan koper-koper apa ini?” kutanya Komachi sambil menunjuk ke arah tas yang sedang kubawa. “Kenapa malah aku yang membawa ini? Apa aku budak pembawa kopermu?”

  Komachi menaruh jari telunjuknya di depan mulutnya.

  “Ini adalah sebuah RA-HA-SI-A!” dia mengatakannya sambil mengedipkan sebelah matanya.

  “Kau ini benar-benar mengganggu...”

  “Heh, Onii-chan. Rahasia adalah sesuatu yang membuat seorang wanita, menjadi wanita.”

  “Apa kau mengambil quote dari Sherry? Aku ingat kalau itu ada di manga Conan...”

  Ini sering terjadi jika sesaudara membahas manga – biasanya manga yang sering kupinjam dan dia ikut membacanya juga sewaktu SD dulu. Tren-nya lebih parah lagi kalau yang dibawa adalah manga populer yang disukai anak gadis dan laki-laki. Jadi wajar-wajar saja jika memakai quote manga terkenal.

  ...Well, ketika aku membaca manga di rumah, dia akan terus menatap ke arahku, jadi Ibuku yang melihat hal itu akan mengatakan sesuatu seperti, ‘Biarkan Komachi ikut membacanya juga’. Juga waktu aku mendengarkan sesuatu lewat earpohone, dia juga mengatakan sesuatu seperti, ‘Biarkan Komachi juga ikut mendengarkan lewat earphone satunya’. Konyol sekali. Apa Ibuku pikir kami ini semacam sepasang kekasih atau sejenisnya? Atau bagaimana jika ada dua anak laki-laki yang melakukan itu ketika naik kereta untuk pulang dari sekolah? Kalau Ebina-san melihatnya, dia akan menjadi gila...

  Akupun melihat ke arah Komachi, yang dilakukannya hanyalah bermain-main dengan HP-nya sambil berjalan, melewati trotoar pinggir jalan, dan masuk ke jalan yang sepi. Matahari tampak menyinari jalan ini hingga menuju stasiun. Pepohonan yang berada di pinggir jalan tampak meneduhi jalan ini dengan dedaunan dan dahannya, sementara kucing-kucing jalanan terlihat sedang tidur dalam daerah yang teduh itu. Aku juga mencium bau obat nyamuk dari sebuah kebun yang kami lewati, bersamaan dengan suara siaran TV.

  Ketika aku dan Komachi berjalan di trotoar, beberapa siswa SD tampak naik sepeda dan melewati kami. Mereka tampak sedang bersenang-senang. Entah mengapa, Komachi dan diriku melihat mereka berdua dan kembali lagi fokus dengan jalan yang kita lalui. Langkahku terasa lebih lambat dari biasanya, itu karena aku berusaha menyesuaikan langkahku dengan Komachi hingga mencapai stasiun.

  Kami akhirnya tiba di depan stasiun, dan ketika aku hendak membeli tiket, Komachi menarik lenganku.

  “Onii-chan, kesini! Kesini!”

  “Huh? Kalau kita mau pergi ke Chiba, maka keretanya...”akupun mengatakan itu sambil menoleh ke arahnya.

  Merespon kata-kataku, Komachi menarik lenganku dan menunjuk.

  “Kesana!”

  Dia akhirnya menarikku ke sebuah tempat di dekat halte bus. Sebuah minivan yang tidak dikenal tampak terparkir di depanku.

  Di kursi pengemudi, tampak sebuah sosok hitam. Dari bentuk tubuhnya, kutebak kalau dia ini adalah wanita. Dia memakai celana denim dan kaos hitam ketat dengan lengan tergulung, dan kakinya memakai sepatu untuk mendaki gunung. Rambut hitam panjangnya diikat dengan model ponytail, dan dia memakai topi berwarna khaki. Karena dia memakai kacamata, aku tidak tahu dia sedang memasang ekspresi apa. Tapi ketika dia menatapku, bibirnya tampak tersenyum dengan kecut.


  Aku punya firasat yang sangat buruk tentang ini...







x Chapter II Part 2 | END x








1 komentar: