x x x
Kami meninggalkan area foto tersebut dan menuju area American Waterfront. Lalu kita berhasil mendapatkan Fast Pass di atraksi populer, Menara Teror. Dalam perjalanan kami menuju jalan tepi pantai yang dihiasi pemandangan Teluk Tokyo, kami naik beberapa atraksi yang antriannya tidak terlalu banyak. Jarak antara diriku dan Yuigahama tidak berubah sama sekali.
Mungkin, karena kami dari tempat foto tadi sudah dalam posisi berdekatan. Kupikir, sikapku yang terus berusaha untuk menjaga jaarak mungkin adalah reaksi dari alam bawah sadarku. Maksudku, adegan di temapt foto-foto tadi, memang benar-benar kabar buruk untukku...Pasti akan ada fotoku yang melihat ke arah Yuigahama dengan ekspresi wajah yang bodoh. Sambil diliputi rasa malu, aku melihat ke arah Yuigahama, yang entah mengapa berada di depanku.
Tapi, Yuigahama tampak tidak peduli sama sekali, dan dia mulai membuka sebuah pamflet, lalu dia menoleh ke arahku.
"Sekarang kita akan pergi kemana?"
Akhirnya, dia menolehkan kepalanya. Wajahnya agak memerah, mungkin karena dinginnya angin laut. Dia melihatku dengan cemas seperti tatapan seekor anak anjing, terlihat khawatir denganku. Melihat hal tersebut, akupun mengembuskan napasku dan terlihat sebuah kepulan asap putih keluar dari bibirku.
...Baiklah, mari kita lakukan ini dengan benar. Kutiup kedua tanganku ini, untuk membuatku merasa antusias kembali. Hari ini, datang kesini, adalah sebuah kegiatan balas budi atas kejadian tempo hari. Itulah faktnya, tapi saat ini, membiarkan suasana aneh ini muncul merupakan kebalikan dari tujuanku kesini.
Pertama-tama, kita harus mengobrolkan sesuatu. Sebuah obrolan. Jika tempat ini saja tidak cukup untuk membuat suasananya menarik, maka aku harus memikirkan beberapa topik pembicaraan sehingga dia tidak bosan, atau bisa juga sebuah candaan yang konyol ataupun candaan kelas berat!
"Well, kenapa tidak pergi ke sebuah tempat yang hangat? Kita sekarang berada di pinggir pantai, jadi terasa dingin sekali (samuishi). Paham tidak? Dingin (samuishi), dingin(samuishi)? Laut yang dingin (samui shi)..."
"Be, Begitu ya. Memang ini dingin sekali."
Yuigahama tampak tertawa dengan aneh merespon candaan murahan dariku sambil menggumamkan beberapa tempat-tempat hangat yang ada di pamflet tersebut.
Aku tidak bisa menciptakan sebuah obrolan!
Kalau dipikir-pikir, menciptakan sebuah obrolan yang seru atau pembicaraan yang lucu merupakan kelemahanku. Malahan, aku sendiri berpikir kalau aku tidak perlu menyentuh hal-hal tersebut.
Faktanya, respon Yuigahama tadi, mungkin karena tidak enak denganku, memutuskan untuk meresponnya seperti itu, dan itu malah membuatku bertambah tidak nyaman...Kalau aku adalah orang lain, mungkin dia akan berkata "hah?" dan menatapku dengan hina. Satu-satunya orang yang bisa tertawa oleh obrolanku mungkin hanya Hiratsuka-sensei...Ketika perasaan bersalah itu terus berputar-putar di kepalaku, membuatku mulai berpikir, "Ya begitulah si Hachiman-san, yang sudah pernah mengalaminya, dan melakukannya lagi...", kedua mataku secara spontan menatap sebuah stand.
"Tunggu dulu, lupakan yang barusan kukatakan."
"Eh? Memangnya kita akan pergi kemana?"
Kulambaikan tanganku secara pelan ke arah Yuigahama, agar dia tetap di posisinya itu, lalu aku bergegas ke arah sebuah toko. Kemudian, aku membuat pesanan, mendapatkan apa yang kuinginkan dan berlari kembali ke arahnya.
"Ini dingin sekali, karena itulah kupikir ini akan menjadi sesuatu yang bagus."
Sambil mengatakan itu, kutunjukkan apa yang baru saja kubeli. Yuigahama memiringkan kepalanya karena keheranan, dan mengambilnya. Dia terus melihat itu dengan kebingungan.
Menggunakan sarung tangannya, dia sekarang sedang memegang Roti Manis Eukiwa yang hangat. Yuigahama terus melihat roti yang ada di tangannya itu dan meniupnya.
[note: Roti Manis Eukiwa ini adalah roti khas Tokyo Disney Land.]
"Ini aneh sekali. Hikki terlihat khawatir akan sesuatu adalah hal yang aneh. Maksudku, leluconmu tadi itu sebenarnya tidak lucu. Jujur saja, itu membuatku merasa malas seketika."
"Itu ada benarnya juga, tapi..."
Melihat Yuigahama mengatakan itu sambil tertawa, secara spontan akupun tersenyum kecut...Eh, tunggu dulu? Apa dia tidak mengatakan sesuatu yang kejam barusan? Well, mau bagaimana lagi, kurasa itu wajar saja. Lagipula, aku sendiri yang merasa kalau aku perlu memperbaiki suasana ini.
"...Ya karena khawatir, makanya aku melakukan ini."
Kata-kataku barusan yang bernada komplain keluar dari mulutku, dan Yuigahama hanya bisa mengedip-ngedipkan matanya ketika mendengarkan itu. Lalu, Yuigahama membusungkan dadanya dengan bangga.
"...Begitu ya, kau ternyata mengakui kalau kau khawatir, huh?"
"Sejenis itulah..."
Dia menatapku secara langsung dan akupun memalingkan pandanganku. Aku sendiri tidak bisa menemukan kata-kata yang tepat untuk melanjutkan pembicaraan tadi, jadi kuputuskan untuk memakan Roti Manis Eukiwa ini. Seperti merasa puas melihatku yang seperti it, Yuigahama juga mulai memakan rotinya. Tidak ada percakapan yang terjadi diantara kami berdua. Yang kami lakukan hanyalah memakan Roti Manis ini dan berjalan. Sekali-kali, kami saling menatap satu sama lain untuk mengkonfirmasi kelezatan roti ini.
Melihat ekspresinya yang seperti ini, aku merasa tenang. Tidak, serius ini, dalam dunia ini, mentraktir gadis untuk makan udang, alpukat, atau pasta adalah sebuah traktiran yang bagus. Lagipula, tidak mengatakan apapun sementara kita memakan roti masing-masing bisa dikatakan sebuah hal yang wajar. Ya ampun! Hachiman, kau jenius sekali! Aku memang seorang jenius dalam menemukan cara agar dua orang tetap terus diam.
Mungkin, ini adalah alasan mengapa banyak sekali toko makanan di sebuah tempat kencan seperti Tokyo Disney Land. Kalau memang benar begitu, maka harus kukatakan kalau eksperimen ini benar-benar sukses. Jujur saja, sambil kami memakan makanan tersebut, suasana kami kembali seperti biasanya dan mulut kami juga terlihat lebih ringan dari biasanya. Yuigahama, yang baru saja selesai memakan roti tersebut, kini membersihkan bibirnya dengan ujung jari-jarinya sebelum mengembuskan napasnya.
"Maksudku, aku juga khawatir. Hikki, apa kau tidak merasa kedinginan karena kau sendiri tidak membawa sarung tangan?"
"Aku baik-baik saja."
Sambil mengatakan itu, aku menaruh tanganku ke dalam kantong mantelku, dan berlari-lari kecil, sehingga ujung mantelku itu berkibar-kibar. Yuigahama terlihat terkejut melihat aksiku itu.
"Kalau kau terpeleset, akan sangat berbahaya. Kau bisa mati."
"Itu terlalu berlebihan...Memangnya kau ini Ibuku?"
Meski dia tahu kalau itu hanya candaan, tapi jujur saja, gadis ini tampaknya akan menjadi Ibu yang baik. Saat ini, Yuigahama tampak khawatir sambil memiringkan kepalanya, dan dia terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu. Tidak lama kemudian, dia menepuk kedua tangannya secara bersamaan, mungkin baru saja menemukan sebuah ide yang brilian.
Yuigahama melepaskan sarung tangan yang dipakai di tangan kirinya dan memberikannya kepadaku.
"Serius ini, aku baik-baik saja. Masalahnya tetap tidak akan sele "
"Eh!"
Memotongku tiba-tiba, Yuigahama langsung memasukkan tangan kirinya ke kantong kanan dari mantelku.
"Mungkin, dengan begini akan terasa lebih hangat, mungkin..."
Kata-kata itu keluar secara perlahan, dan dia langsung memalingkan wajahnya dariku. Wajahnya terlihat memerah hingga telinganya. Oi cewek, lu serius? Satu-satunya orang yang menaruh tangannya di saku kanan orang lain adalah pelaku pencopetan ataupun lirik lagunya Bump of Chicken...Memang aku sudah menduga kalau orang-orang yang lahir di Chiba akan seberani ini!
"Tidak, kali ini, berbeda. Lagipula, ini semacam..."
Entah mengapa, aku tidak merasa kalau ini berbeda? Berjalan dengan posisi seperti ini memang sangat sulit. Juga, tangan kananku ini tidak akan bisa bergerak secara bebas lagi. Ini benar-benar konyol, manis, aneh, dan memalukan...Ketika aku terus berusaha untuk berdebat mengenai sikapnya ini, Yuigahama tetap tidak mau menggerakkan tangannya di kantong mantelku, dan mulai berjalan.
Tampaknya memang tidak begitu dingin. Aku bisa merasakan kalau tubuhku mulai hangat. Juga, aku mulai dihinggapi rasa cemas, gugup sambil melihat kesana-kemari, khawatir dengan apa pendapat orang, persis seperti Musang yang tersesat di area perkotaan, yang terlihat di sekitarnya adalah pemandangan-pemandangan yang tidak familiar.
Tapi, tidak ada seorangpun yang mempedulikan kami. Semua orang seperti terhipnotis oleh suasana Kerajaan Sihir dan Impian ini, dan juga sibuk dengan dunianya masing-masing. Meski begitu, tidak ada satupun orang yang tertarik dengan kegiatan yang bisa mencampuri urusan orang lain.
Melihat fakta ini, aku mulai bisa menenangkan diriku. Kita ini tidak sedang berada di lingkungan yang mengenali kita, karena tidak ada seorangpun disini yang mengenali kita. Di momen yang kecil ini, tempat ini seperti sebuah panggung fantasi yang sengaja dibuat untuk kita. Karena itulah, hanya untuk kali ini saja, aku akan membiarkannya.
Sambil mencari-cari berbagai alasan, seperti biasanya, aku memasukkan tangan kananku ke dalam kantong kanan mantelku. Tidak banyak ruang yang tersisa di kantong itu, dan tangannya bersentuhan dengan tanganku. Di momen yang seperti itu, aku bisa mendengar dengan jelas embusan napas dari orang yang berada di sampingku. Kedua jari-jari kami memang tidak saling menggenggam satu sama lain, tapi aku merasakan sebuah kehangatan kecil yang mulai menyelimuti tanganku.
Tapi, seperti hendak meninggalkan kehangatan tersebut, Yuigahama mulai menarik tangannya dan secara otomatis, tanganku mulai bergeser dan hendak keluar dari kantong mantelku. Aku merasa kalau sikap spontanku ini juga berperan dalam hal ini.
Karena itulah, Yuigahama tersenyum kecil dan berusaha membuat suasananya tetap cair, lalu berusaha membuat tanganku tetap di kantong ketika tangannya hendak keluar. Ketika aku melihat tangannya hendak keluar, aku memegangnya dengan erat.
"Eh..."
Merasa tangannya dipegang dengan erat seperti itu, Yuigahama tampak sangat terkejut sehingga dia kehilangan kata-kata.
...Well, kalau dipikir-pikir lagi.
Dengan adanya angin laut yang dingin ini, suhu hari ini ditambah salju yang turun, dan juga fakta kalau hari masih jauh dari kata berakhir, tampaknya bukan rencana bagus untuk menghabiskan seluruh tenaga kita disini. Lagipula, mengkhawatirkan satu sama lain hanya akan membuat kita semakin lelah saja.
"...Well, ini karena cuacanya dingin, begitu."
"...Ah! Karena ini dingin sekali!"
Dia mengatakan itu sambil melihat ke arah samping, mungkin terlalu memalukan untuk melihatku secara langsung. Lalu, dengan senyum bahagia, dia menggenggam balik tanganku.
x x x
Tidak ada komentar:
Posting Komentar