x x x
Di jam makan siang ini, ada sebuah hal yang tidak biasa, yaitu terlalu banyak orang yang berada di kelasku ini. Mereka yang pergi keluar ke kantin untuk membeli makan siang, perlahan-lahan mulai kembali ke kelas.
Aku sendiri, adalah salah satu dari mereka.
Kuambil roti dari plastik pembungkus dan kubuka di atas mejaku. Sebenarnya, aku biasanya makan siang di tempat terbuka, tapi tidak untuk hari ini.
Tetesan air terlihat berjatuhan di sisi lain jendela kelas, dan beranda luar jendela tampak dipenuhi oleh tetesan air hujan.
Hujan sudah turun sejak pagi, meski tidak menunjukkan tanda-tanda kalau hujannya akan bertambah lebat, hujan ini juga tidak menunjukkan tanda-tanda akan segera reda. Yang terjadi hanyalah air hujan yang terus turun tanpa henti dari langit.
Ini bukanlah hujan yang biasa turun di musim gugur, bukan pula hujan yang menandai berubahnya musim gugur ke musim dingin. Melihat hujan yang semacam ini, hanya membuatku merasa lebih dingin dari biasanya.
Tapi, kelasku sendiri jauh lebih dingin daripada hujan ini.
Ada sebuah suasana suram di kelas ini yang awalnya kukira karena hujan yang turun sejak pagi.
Sepertinya, pertunjukan Sinetron: Tragedi Sagamin menunjukkan aksi panggung yang luar biasa hari ini.
Aku bisa tahu kalau aksi panggung mereka sangat spektakuler meski aku hanya duduk di tengah deretan kursi kelas ini.
[note: kursi Sagami menurut vol 6 chapter 2 berada di belakang Hachiman. Jadi harusnya Hachiman tidak bisa melihat langsung pertunjukan dari Sagamin.]
Tampaknya ada judul sinetron baru yang dibintanginya kali ini, "Dipaksa menjadi Ketua Panitia Festival Olahraga, dan ada orang brengsek yang menyuruhnya berhenti saja menjadi ketua. Akulah orang brengsek itu.", hari ini adalah episode perdana sinetron tersebut. Judul sinetronnya panjang sekali. Apa bisa judulnya dipersingkat saja?
Ekspresi Sagami yang suram memang tidak terlihat seperti biasanya. Seorang gadis yang duduk di depannya, melihat terus ke arah wajahnya, sedang gadis lain yang berada di sampingnya tampak memasang ekspresi cemas.
"Jadi, si brengsek itu menyuruhmu melakukan sesuatu dengan kasar?"
"Apa-apaan dia, bukankah ini sudah keterlaluan?"
Di saat yang bersamaan, aku bisa merasakan kalau mereka semua sedang menatapku.
Oi oi, jangan terus melihat ke arahku, bisa-bisa aku nanti berpikir kalau kalian jatuh cinta kepadaku.
Bisa merasakan tatapan sinis dan benci adalah sebuah kemampuan yang biasanya dimiliki oleh penyendiri. Menjadi penyendiri berarti menganggap kalau seluruh dunia ini adalah musuhmu. Kehidupan sehari-harimu adalah sebuah medan perang, dan karena itulah, untuk bisa bertahan hidup dan terus berjuang, kau harus memiliki skill ini. Ini seperti sebuah skill yang dimiliki prajurit elit, dimana bisa mendeteksi niat membunuh seseorang yang berada di dekat mereka. Hmm, memangnya ada yang aneh dengan kata-kataku? Apa aku salah?
Karena orang itu sudah memiliki firasat tentang apa yang akan terjadi, maka persiapan yang matang harus dilakukan. Seperti hujan yang sedang terjadi saat ini, jika orang-orang tahu kalau akan terjadi hujan, maka mereka akan membawa payung. Meski, sebenarnya orang itu akan tetap sedikit basah walaupun membawa payung.
"Mungkin memang aku yang salah karena tidak becus menjadi Ketua, maafkan aku, tapi..."
"Jangan seperti itu. Yang salah itu sebenarnya "
Mulut Sagami itu seperti dipenuhi amarah. Emosinya bocor kemana-mana hingga ke sekitarnya, bahkan orang yang kebetulan lewat saja bisa dipengaruhi olehnya.
"Ya ampun bro, hujannya parah kali. Gue basah ampe ke kulit-kulit gue cuma gara-gara beli jajan ke kantin."
Orang yang memulai percakapan itu adalah Tobe. Dia pergi ke kantin sebagai hukuman karena kalah dalam sebuah permainan. Kedua tangannya membawa beberapa roti.
Dia berjalan melewati pintu keluar dengan santainya, dia memang terlihat selengehan.
"Ah, hei, Tobe-kun, sudah dengar tidak?"
"Ah, apaan?"
Tobe menanyakan itu sambil menghitung-hitung jumlah rotinya. Gadis tersebut lalu mendekati wajah Tobe dengan perlahan-lahan...Mustahil? Kenapa wajahnya bisa memerah? Jangan bilang kalau dia akan menembak Tobe! Ya ampun, Tobe yang seperti ini?
Kutatap ke arah Tobe dengan tatapan ala Mystics Eyes of Death. Toba tiba-tiba memundurkan kepalanya dan menepuk keningnya.
"Uwa. Orangnya ada disini loh! Serius ini kalau benar, berarti Hikitani-kun sudah kelewatan."
"Tunggu, tunggu dulu! Jangan keras-keras..."
Untung saja aku mendengarnya sebelum kutarik kesimpulan kalau adegan tadi adalah kisah cinta tersembunyi dari Tobe. Kutarik kembali kekhawatiranku barusan. Topik bisik-bisik mereka adalah diriku. Dan kupastikan topik pembicaraannya adalah hal yang buruk sekali.
"Ah . Tapi yang barusan itu terdengar buruk sekali. Gue rasa gak gitu deh, Hikitani-kun kayaknya gak bakal ngelakuin gituan "
Yang kau katakan itu kurang lebih sama dengan kata-katamu sebelumnya...Jangan mengulang-ulang pernyataan yang sama...Well, mau bagaimana lagi, manusia pada dasarnya adalah makhluk yang suka berbicara. Tapi tahu tidak, mengatakan hal yang sama berulang-ulang akan membuatmu mudah sekali dibenci.
Tobe tampaknya tertarik untuk mendengarkan lebih lanjut dan menaruh belanjaannya di meja terdekatnya.
...Apa itu tidak masalah? Bukannya kau ini disuruh membeli makanan oleh teman-temanmu?
Seperti dugaanku.
Aku mendengar sebuah suara ketukan dari kuku yang menghantam meja.
Sebuah tanda kehadiran sesosok kekuatan yang besar mulai terasa.
Ketika kulihat asal suaranya, kulihat Miura sedang menatapnya dengan ekspresi kesal. Dari tatapannya, aku bisa merasakan semacam api yang membara.
Tahu tidak, kau ini menakutkan sekali...
"Oi, oi ! Tobecchi, ayo cepat!"
Seperti merasakan kekesalan Miura, Yuigahama memanggil Tobe. Menyadari apa yang sedang terjadi, Tobe melambaikan tangannya ke arahnya.
"Ah, oke gue datang...Sorry ye, gue dipanggil, permisi dulu."
"Ah, un."
Melihat hal itu, kumpulan tukang gosip tolol ini menyadari apa yang terjadi dengan Tobe. Mungkin mereka sebenarnya hanya butuh siapa saja untuk menyebarkan gosip itu, dan orang itu tidak harus Tobe, atau bisa juga mereka sadar kalau sejak tadi Miura mengawasi mereka dari belakang. Well, mungkin bisa jadi dua-duanya. Karena itulah, Miura tampak terlihat lebih kesal dari biasanya melihat suasana yang seperti ini.
"Sorry ye."
Tobe meminta maaf sambil membagikan rotinya. Sementara Hayama dan grupnya mengucapkan terima kasih dan 'kerja bagus', Miura terus menatapnya dan memasang ekspresi kesal.
"Kau lambat sekali."
Miura mengatakan itu, seperti sudah tidak bisa lagi menyembunyikan rasa frustasinya. Tapi, suasana hatinya tampak lebih baik setelah dia memilih rotinya. Setelah dia mengambil choco coronet pesanannya, dia lalu tertawa kecil. Apa dia marah karena lapar?
Tapi, aku tidak bisa terus-terusan menatap mereka. Tahulah, Yuigahama sedari tadi mencuri-curi pandang ke arahku.
Kurasa aku harus cepat-cepat menghabiskan rotiku dan pergi ke perpustakaan.
Yuigahama dan diriku memang jarang berbicara ketika di kelas. Setidaknya, tidak di depan siswa-siswa yang lain.
Meski aku sendiri tidak mengingat ada satupun kesepakatan soal ini, tapi ini seperti sebuah perjanjian yang tidak tertulis diantara kita. Ini bukanlah sebuah tempat yang mematikan. Yuigahama tampaknya sadar kalau selama dia tidak berbicara kepadaku, maka aku tidak akan mau berbicara dengannya.
Lagipula, melihat bagaimana Grup Sagami berkampanye sejak tadi, melihatku berbicara dengannya hanya akan memperparah suasananya. Tidak perlu berjalan beberapa kilometer hanya untuk berdoa agar hujan reda sementara hujan sudah turun sejak tadi.
Bisa membaca bagaimana situasi yang sedang terjadi mungkin skill dari Yuigahama. Punya kemampuan untuk bisa membaca suasana beberapa grup memang terasa sangat berguna. Yuigahama mungkin cocok untuk bekerja sebagai salesgirl di sebuah toko baju.
Tapi, mustahil mengharapkan seseorang selain Yuigahama untuk bisa memiliki kemampuan yang serupa.
Tiba-tiba, aura 'jangan ajak aku bicara' yang kupancarkan dari tadi diganggu oleh sebuah bayang-bayang orang yang sedang berjalan ke arahku...Oi oi, lu tahu tidak? Orang-orang yang tidak bisa membaca suasana tidak akan bisa bertahan di Jepang! Sebagai manusia, bisa dikatakan itu sebagai sebuah tragedi.
Meski itulah yang terpikirkan olehku, tapi tidak akan menjadi masalah selama bayangan itu bukan bayangan dari seorang manusia.
"Hachiman."
Totsuka berdiri di depanku.
Mau bagaimana lagi, yang mengunjungiku adalah seorang malaikat. Mereka ini tidak hidup menggunakan aturan yang sama dengan manusia. Kau bisa mengatakan mereka adalah tipe-tipe yang mau menari dalam hujan lebat tanpa memakai payung. Itulah yang dimaksud dengan hidup bebas.
"A-Ada apa?"
"Ah, tidak ada apa-apa. Aku hanya merasa cukup aneh melihat Hachiman berada di kelas waktu jam istirahat."
Totsuka menjawab itu dan menaruh sebuah roti di mejaku. A-Apa ini, sebuah umpan untuk menjebakku? Ketika memikirkan itu, Totsuka menarik sebuah kursi dari meja terdekat dan duduk di dekatku.
Akupun terus menatapnya, Totsuka sendiri terlihat terkejut dengan sikapku itu.
"Apa ada sesuatu?"
"Ah tidak, tidak ada."
Kenapa Totsuka duduk bersamaku, saling menatap wajah kami masing-masing ketika memakan roti? Kalau ini memang terjadi, aku mau mencampur roti milikku dan milik Totsuka dan mengubahnya menjadi PANPANKAPAN.
Dalam situasi seperti ini, hanya ada satu alasan mengapa Totsuka mendekatiku. Aku lalu mengatur napasku, dan berbicara kepadanya dengan harapan bisa berbicara kepadanya dengan suara yang normal.
"...Jadi, mau makan bersama?"
Kalau Totsuka menjawab 'Ah...Sebenarnya aku tidak ingin...' kujamin aku tidak akan mau datang lagi ke sekolah. Tapi, Totsuka meresponku dengan ceria.
"Un! Hachiman selalu makan siang di luar ruangan. Akupun juga selalu berlatih ketika jam makan siang, jadi aku tidak pernah punya kesempatan untuk makan siang denganmu. Kurasa hari ini adalah kesempatan yang bagus."
Berkebalikan dengan hati Totsuka yang hangat, hatiku tampaknya mulai masuk musim hujan.
Hatiku menerima siraman air dan mulai merasakan efek dari asam hialuronat yang konon bisa memperpanjang umur. Komposisi air hujannya sendiri adalah manisan anggur GURUGURUGURUGURU!
...Hujan memang luar biasa! Boleh juga kau hari ini, wahai suasana suram di kelasku.
Ketika aku mulai berterimakasih kepada surga karena pemberian ini, Totsuka menatap sesuatu di tanganku.
"Juga..."
Totsuka tiba-tiba diam, menggenggam rotinya dan terus melanjutkan kata-katanya.
"Kau tampaknya punya masalah ya..."
"....."
Aku terdiam karena mendengar kata-kata yang tidak terduga itu. Totsuka tiba-tiba menatap ke arahku.
"Meski aku mungkin tidak bisa membantu banyak...Tapi selama bisa, maka aku mau membantu."
Karena itulah, aku mengerti ada apa semua ini. Totsuka sedang mengkhawatirkanku.
Situasi di kelas ini memang agak-agak sesuatu, terutama grup Sagami yang membesar-besarkan masalah dan menyebarkannya ke semua orang. Tidak peduli sebagus apa mereka mencoba menyembunyikan masalah yang menimpanya, Totsuka pasti menyadarinya.
Juga, aku sendiri mulai takut kalau sikapku ini terlihat berbeda dari biasanya.
Meski aku punya keinginan untuk menghadapi ini secara langsung, tapi entah mengapa diriku ini seperti sudah sejak lama menumpuk kebencian ini. Lalu, kebencian itu akan merefleksikan dirinya dalam sikapku selanjutnya. Meski aku selalu mengatakan kalau aku bukanlah orang yang memendam dalam-dalam sesuatunya, aku tidak akan pernah mengatakan kalau aku sebenarnya tidak merasakannya.
Seperti tetesan air yang lama-kelamaan akan melubangi batu, aku punya batas kesabaran untuk semua ini.
Karena itulah, kali ini, kapanpun aku menyadari ada kebaikan-kebaikan yang datang kepadaku, aku ingin mengandalkan mereka.
Tapi, akan menjadi masalah jika aku mengandalkan kebaikan-kebaikan itu. Jujur saja, akupun merasa kurang nyaman.
Aku tidak bisa meminta tolong kepada orang lain untuk meringankan bebanku. Lagipula, aku sendiri tidak tahu cara melakukannya. Mempelajari hal semacam itu kurasa merupakan hal yang sangat sulit. Lebih jauh lagi, kalau mengandalkan orang lain, maka aku akan merasakan semacam perasaan bersalah. Aku sendiri merasa bahagia jika akulah satu-satunya orang yang menderita.
Kata-kata Totsuka, sebuah kekhawatiran dan kehangatan, seperti tiba-tiba di atas kepalamu muncul cuaca yang cerah di tengah-tengah hujan yang lebat ini.
"...Maaf sudah mengkhawatirkanmu. Sebenarnya, tidak ada satupun masalah."
Akupun menjawabnya sambil tertawa, tentunya tawa yang dibuat-buat. Tapi, aku tidak menurunkan nada suaraku.
Meski tujuanku adalah memberinya kesan kalau dia tidak perlu mengkhawatirkanku, ternyata itu belum cukup untuk menghentikannya.
"Itu kabar yang bagus...Tapi aku dengar ada semacam masalah dalam persiapan Festival Olahraga..."
"Festival Olahraga?"
Totsuka tersenyum setelah mengatakan maksudnya.
Mendengar itu membuatku mengedip-ngedipkan mataku karena terkejut, dimana Totsuka menatapku dengan keheranan.
"Bukankah Hachiman sekarang sedang sibuk di kepanitiaan Festival Olahraga? Kupikir kau terlihat seperti kehilangan gairah hidup karena kelelahan dalam pekerjaanmu itu..."
Ahem. Jadi yang kau bicarakan itu adalah Festival Olahraga? Ah, benar juga, aku sempat berpikir kalau kau khawatir tentang situasiku dengan siswa-siswa di kelas.
Kenapa dengan rasa Ge-eR ini? Aku serasa ingin mati saja...Memikirkan diriku yang sampai berpikir sejauh itu. ARGHHH!!!! SERIUS NIH!!!!
Ketika aku mulai memikirkan kekacauan yang kubuat sendiri, Totsuka menepuk punggungku.
"Ha-Hachiman! Apa kau baik-baik saja?"
"Y-Ya...Aku cuma tersedak saja barusan."
Aku lalu pura-pura batuk untuk mencari-cari kata yang tepat. Totsuka melihat ke arah rotiku dengan ekspresi keheranan.
"Bukannya kau sendiri belum memakannya..."
"Maksudku air ludahku..."
"Apa kau selapar itu? Cepatlah makan."
"Un..."
Benar juga, memang agak mengejutkan, manusia pada dasarnya memang tidak peduli dengan orang lain. Bagi seseorang yang sudah memikirkan ini dengan matang, hal-hal yang terjadi ini merupakan hal-hal yang sangat umum.
...Well, Totsuka berbeda dari para budak-budak ini. Semua orang disini memperlakukan Totsuka seperti sebuah maskot. Pria yang manis pasti menjadi tokoh favorit baik bagi pria maupun wanita, dan karena itulah aku berkewajiban untuk melindunginya agar tidak berhubungan dengan manusia dengan jiwa yang berwarna gelap pekat. Aku sendiri tidak tahu apakah ini benar-benar keputusan yang terbaik baginya.
Tapi, tidak peduli bagaimana aku menjelaskannya, fakta kalau Totsuka peduli kepadaku adalah sebuah fakta yang tidak bisa dibantah lagi. Maka dari itu, tidak peduli apapun yang kukatakan kepadanya, situasi ini tidak akan berubah. Agar tidak membuatnya khawatir lebih jauh, aku harus memperlihatkan sikap yang tepat kepadanya.
Ekspresiku sendiri terlihat sedikit kompleks ketika memakan roti Neapolitan Roll, dimana akhirnya aku tutup dengan suguhan teh.
"Begini, sebenarnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan soal Festival Olahraga. Apa yang akan terjadi nanti disana, maka terjadilah."
"Begitu ya? Karena ini Hachiman, kurasa memang tidak akan ada masalah!"
Dipercaya orang lain memang benar-benar mengesalkan.
Apa yang harus kulakukan? Mendengarkan hal semacam ini, harusnya seorang penyendiri mengatakan 'Ah, santai saja'. Dan akhirnya, berakhir dengan memberikan jawaban yang mencurigakan. Sekarang, aku sudah memberikan penjelasan mengenai kesimpulan yang kutahu.
"Memangnya, kau pikir masalahnya sebesar apa?"
"Un...Klub Tenis sendiri sudah mengirim empat member kami untuk membantu, bagaimana ya..."
Totsuka sepertinya berusaha menghindari sesuatu. Dia bukanlah tipe orang yang suka membahas luka orang lain. Kalau dipikir-pikir, ini kebalikan dari diriku. Bagaimana aku mengatakannya ya, kepribadian kita ternyata melengkapi satu sama lain, kurasa kita memang cocok untuk menikah.
Kampret, apa-apaan barusan.
Yang utama bukanlah ini, tapi dari kata-kata yang Totsuka sulit katakan, tampaknya member panitia yang kami pinjam dari Klub Tenis ini merasa memiliki kesan yang buruk kepada pimpinan panitianya.
"Mau bagaimana lagi, kurasa kami akan merepotkan semua orang hingga Festival Olahraga selesai. Tentunya, Klub Tenis termasuk di dalamnya."
"Sebenarnya bukan itu masalahnya. Meski begitu, meski aku tidak membantu banyak..."
"Bukan begitu, mengirimkan member Klub Tenis untuk membantu kami sudah dirasa cukup. Lagipula, aku mengatakan ini bukannya aku juga berkontribusi penting atau sejenisnya."
"Kalau begitu, bukankah sama saja masih ada masalah?"
Totsuka tampak terkejut sejenak sebelum melepaskan tawanya. Melihat dirinya tertawa seperti itu, membuatku merasa nyaman.
Tapi, masalahnya tetap ada dan membuat semua orang merasa tidak nyaman.
Dari kata-kata Totsuka, tampaknya ketika akhir pekan lalu, perwakilan dari Klub Olahraga disini menyebarkan gosip negatif tentang kepanitiaan.
Begitulah, kurasa tidak sulit membayangkan kalau kebencian itu akan terus menyebar.
Kalau orangnya tidak ada di depan mereka, aku yakin mereka langsung menggosipkannya.
Klub Tenis memiliki ketua yang ramah. Aku bisa tahu ini karena ada yang bilang kalau Klub Tenis adalah salah satu klub yang damai di sekolah ini. Kalau ada yang bilang Klub Tenis adalah klub yang buruk, sangat mudah membayangkan kalau Klub Olahraga lainnya pasti situasinya jauh lebih parah dari Klub Tenis.
Memperbaiki hubungan semacam ini, meski itu adalah permintaan dari Meguri-senpai, aku sendiri tahu kalau itu tidak semudah membalik telapak tangan. Apalagi, yang bertanggungjawab untuk melakukannya adalah Sagami, bagaimana mungkin aku bisa optimis dalam hal ini? Jika begini terus, maka beban kerjaku-lah yang akhirnya akan menjadi banyak. Jika kau mengatakan aku bekerja selama ini demi Sagami, mungkin lebih tepat jika kaukatakan kalau aku bekerja seperti ini gara-gara kesalahan Sagami. Ini bukanlah pekerjaan yang enteng.
Setelah memikirkan masa depanku seperti apa, aku mengembuskan napasku yang berat itu.
"Meski begitu, aku tidak sabar untuk mengikuti Festival Olahraga tahun ini."
Akupun menegakkan kepalaku ketika mendengarnya, dan melihat senyum ceria Totsuka. Kedua tangan Totsuka sedang memegang potongan roti gulung. Aku ingin menyuapinya...
Kugigit lagi rotiku. Meski aku tidak enak dengannya, kuharap dia tidak berharap banyak untuk festival itu.
"Mungkin tahun ini tidak jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Begitulah event tahunan sekolah."
"Begitu ya? Kupikir malah tahun ini akan lebih menyenangkan daripada tahun lalu. Tahu tidak, tahun lalu itu..."
Kata-katanya tiba-tiba lenyap, dan Totsuka menundukkan kepalanya. Saika-chan, ada apa denganmu? Kenapa wajahmu tiba-tiba menjadi suram begitu? Akupun bertanya kepadanya.
"Memangnya ada apa?"
"Itu...Aku dipaksa untuk memakai kostum yang aneh..."
Ketika menjawabnya, cahaya di matanya tiba-tiba memudar. Eh? Memangnya ada hal semacam itu tahun lalu? Memangnya ada perlombaan apaan tahun lalu...Aku sendiri tidak tahu. Apa karena aku sendiri bolos ketika Festival Olahraga tahun lalu?
Tahun lalu, Festival Olahraga, kostum aneh...Eh? Cosplay?
"Eh, Totsuka, memangnya kau ikut lomba itu?"
Totsuka menganggukkan kepalanya.
"Aku dipaksa Senpaiku..."
Suara Totsuka terasa sangat lembut. 'Se-se-se-se-se senpai, ja-ja-ja-ja jangan ah...'. Ada apa dengan khayalan erotis ini? Meski begitu, aku tidak akan membiarkannya. Bukankah ini sama saja dengan penyalahgunaan kekuasaan? Sebuah Robattle boleh dilakukan jika dan hanya jika kedua belah pihak setuju.
Kalau begitu, kenapa aku tidak mengingatnya sama sekali? Tidak ada yang menunjukkanku fotonya? Meski jika benar ada fotonya, aku sendiri tidak punya teman, jadi mustahil aku pinjam foto ke orang lain. Ah, ini sangat disesalkan.
Meski aku sangat menyesal, aku tidak bisa menutupi kekecewaanku ini.
"Aku tidak ingat sama sekali..."
"...Akan lebih baik jika kau tidak mengingatnya."
Totsuka mengatakan itu sambil memalingkan wajahnya.
Memangnya dulu dia pakai kostum apa...Terlalu normal jika dia memakai kostuma maid atau perawat. Kostum pelaut juga bisa dikategorikan kostum biasa bagi siswa. Itu artinya, pakaian tradisional China? Menurut pendapatku, kostum yang memperlihatkan dada, terutama belahan dada, akan cocok dengan Totsuka. Begini, kalau kau ikat rambutnya membentuk sanggul
Tunggu dulu.
Itu tidaklah diperlukan, karena kostum China itu akan menampilkan Totsuka yang terlihat muda belia, jadi kurasa begitu saja sudah cukup. Dengan kata lain, itu sudah membuatnya terlihat lebih manis daripada biasanya.
Lalu kutatap Totsuka.
"Memangnya, kau dulu memakai kostum apa..."
"Serius ini! Tolong jangan tanyakan itu!"
Totsuka tiba-tiba mengetuk mejanya dan memotong kata-kataku. Ekspresi wajahnya tampak dipenuhi emosi.
"Ah, bukan begitu, aku tadi berpikir untuk menggunakannya sebagai referensi untuk lomba tahun ini."
Meski aku punya alasan, Totsuka terus menatap ke arah samping tanpa membalasku. Bahkan dalam keadaan marah, dia ternyata sangat manis. Tidak peduli kapan, aku harus mengatakan 'Keren sekali! Ayo kita cari!'. Meski begitu, 'Aku bukanlah gadis yang pantas untukmu, Hachimanna'. Mungkin lebih tepat jika dikatakan kalau aku ini adalah Warrior yang menyedihkan.
Aku tahu kalau Totsuka tidak suka diperlakukan seperti seorang gadis. Seperti yang kuduga, aku tidak boleh membiarkan dia membenciku. Lalu, apakah dia mau menatapku lagi? Meski aku menatapnya dengan penuh harap, Totsuka tetap tidak mau menoleh ke arahku.
Kami berdua hanya terdiam, sesekali Totsuka melirik ke arahku seperti hendak menanyakanku sesuatu. Aksinya ini mirip seekor tupai. Membuatku ingin bertanya 'Apa aku tadi membully-mu?'.
"Totsuka, aku mau pergi membeli ubi, mau titip tidak?"
"Tidak, tidak usah."
"Kalau begitu, kopi?"
Menurut pengalamanku dulu, Totsuka ternyata menyukai kopi.
Kami berdua menemukan kata sepakat. Beginilah harusnya negosiasi berjalan. Well, itu bisa terjadi hanya jika kedua belah pihak memang berniat untuk bernegosiasi.
Untungnya, Totsuka memiliki niat itu, dan dia mengangguk.
"...Oke kalau kopi."
Totsuka tersenyum malu ketika mengatakan itu. Meski aku sendiri juga ingin tersenyum melihatnya, aku mencoba menahannya. Mungkin karena ekspresi yang terjadi pasti bukanlah senyum bahagia, tapi senyum licik.
"Kalau begitu, aku akan pergi sebentar."
"Ah, un. Hati-hati di jalan."
Aku berdiri dan melambaikan tanganku ke Totsuka.
Meski tidak setiap hari aku makan siang bersama Totsuka, tapi interaksi semacam ini tidaklah buruk. Kebahagiaan yang tulus semacam ini memang terasa nyaman.
Tampaknya ini adalah servis spesial yang diberikan oleh hujan...Akan sangat bagus jika setiap hari bisa hujan seperti ini.
Akupun terus menatapnya, Totsuka sendiri terlihat terkejut dengan sikapku itu.
"Apa ada sesuatu?"
"Ah tidak, tidak ada."
Kenapa Totsuka duduk bersamaku, saling menatap wajah kami masing-masing ketika memakan roti? Kalau ini memang terjadi, aku mau mencampur roti milikku dan milik Totsuka dan mengubahnya menjadi PANPANKAPAN.
Dalam situasi seperti ini, hanya ada satu alasan mengapa Totsuka mendekatiku. Aku lalu mengatur napasku, dan berbicara kepadanya dengan harapan bisa berbicara kepadanya dengan suara yang normal.
"...Jadi, mau makan bersama?"
Kalau Totsuka menjawab 'Ah...Sebenarnya aku tidak ingin...' kujamin aku tidak akan mau datang lagi ke sekolah. Tapi, Totsuka meresponku dengan ceria.
"Un! Hachiman selalu makan siang di luar ruangan. Akupun juga selalu berlatih ketika jam makan siang, jadi aku tidak pernah punya kesempatan untuk makan siang denganmu. Kurasa hari ini adalah kesempatan yang bagus."
Berkebalikan dengan hati Totsuka yang hangat, hatiku tampaknya mulai masuk musim hujan.
Hatiku menerima siraman air dan mulai merasakan efek dari asam hialuronat yang konon bisa memperpanjang umur. Komposisi air hujannya sendiri adalah manisan anggur GURUGURUGURUGURU!
...Hujan memang luar biasa! Boleh juga kau hari ini, wahai suasana suram di kelasku.
Ketika aku mulai berterimakasih kepada surga karena pemberian ini, Totsuka menatap sesuatu di tanganku.
"Juga..."
Totsuka tiba-tiba diam, menggenggam rotinya dan terus melanjutkan kata-katanya.
"Kau tampaknya punya masalah ya..."
"....."
Aku terdiam karena mendengar kata-kata yang tidak terduga itu. Totsuka tiba-tiba menatap ke arahku.
"Meski aku mungkin tidak bisa membantu banyak...Tapi selama bisa, maka aku mau membantu."
Karena itulah, aku mengerti ada apa semua ini. Totsuka sedang mengkhawatirkanku.
Situasi di kelas ini memang agak-agak sesuatu, terutama grup Sagami yang membesar-besarkan masalah dan menyebarkannya ke semua orang. Tidak peduli sebagus apa mereka mencoba menyembunyikan masalah yang menimpanya, Totsuka pasti menyadarinya.
Juga, aku sendiri mulai takut kalau sikapku ini terlihat berbeda dari biasanya.
Meski aku punya keinginan untuk menghadapi ini secara langsung, tapi entah mengapa diriku ini seperti sudah sejak lama menumpuk kebencian ini. Lalu, kebencian itu akan merefleksikan dirinya dalam sikapku selanjutnya. Meski aku selalu mengatakan kalau aku bukanlah orang yang memendam dalam-dalam sesuatunya, aku tidak akan pernah mengatakan kalau aku sebenarnya tidak merasakannya.
Seperti tetesan air yang lama-kelamaan akan melubangi batu, aku punya batas kesabaran untuk semua ini.
Karena itulah, kali ini, kapanpun aku menyadari ada kebaikan-kebaikan yang datang kepadaku, aku ingin mengandalkan mereka.
Tapi, akan menjadi masalah jika aku mengandalkan kebaikan-kebaikan itu. Jujur saja, akupun merasa kurang nyaman.
Aku tidak bisa meminta tolong kepada orang lain untuk meringankan bebanku. Lagipula, aku sendiri tidak tahu cara melakukannya. Mempelajari hal semacam itu kurasa merupakan hal yang sangat sulit. Lebih jauh lagi, kalau mengandalkan orang lain, maka aku akan merasakan semacam perasaan bersalah. Aku sendiri merasa bahagia jika akulah satu-satunya orang yang menderita.
Kata-kata Totsuka, sebuah kekhawatiran dan kehangatan, seperti tiba-tiba di atas kepalamu muncul cuaca yang cerah di tengah-tengah hujan yang lebat ini.
"...Maaf sudah mengkhawatirkanmu. Sebenarnya, tidak ada satupun masalah."
Akupun menjawabnya sambil tertawa, tentunya tawa yang dibuat-buat. Tapi, aku tidak menurunkan nada suaraku.
Meski tujuanku adalah memberinya kesan kalau dia tidak perlu mengkhawatirkanku, ternyata itu belum cukup untuk menghentikannya.
"Itu kabar yang bagus...Tapi aku dengar ada semacam masalah dalam persiapan Festival Olahraga..."
"Festival Olahraga?"
Totsuka tersenyum setelah mengatakan maksudnya.
Mendengar itu membuatku mengedip-ngedipkan mataku karena terkejut, dimana Totsuka menatapku dengan keheranan.
"Bukankah Hachiman sekarang sedang sibuk di kepanitiaan Festival Olahraga? Kupikir kau terlihat seperti kehilangan gairah hidup karena kelelahan dalam pekerjaanmu itu..."
Ahem. Jadi yang kau bicarakan itu adalah Festival Olahraga? Ah, benar juga, aku sempat berpikir kalau kau khawatir tentang situasiku dengan siswa-siswa di kelas.
Kenapa dengan rasa Ge-eR ini? Aku serasa ingin mati saja...Memikirkan diriku yang sampai berpikir sejauh itu. ARGHHH!!!! SERIUS NIH!!!!
Ketika aku mulai memikirkan kekacauan yang kubuat sendiri, Totsuka menepuk punggungku.
"Ha-Hachiman! Apa kau baik-baik saja?"
"Y-Ya...Aku cuma tersedak saja barusan."
Aku lalu pura-pura batuk untuk mencari-cari kata yang tepat. Totsuka melihat ke arah rotiku dengan ekspresi keheranan.
"Bukannya kau sendiri belum memakannya..."
"Maksudku air ludahku..."
"Apa kau selapar itu? Cepatlah makan."
"Un..."
Benar juga, memang agak mengejutkan, manusia pada dasarnya memang tidak peduli dengan orang lain. Bagi seseorang yang sudah memikirkan ini dengan matang, hal-hal yang terjadi ini merupakan hal-hal yang sangat umum.
...Well, Totsuka berbeda dari para budak-budak ini. Semua orang disini memperlakukan Totsuka seperti sebuah maskot. Pria yang manis pasti menjadi tokoh favorit baik bagi pria maupun wanita, dan karena itulah aku berkewajiban untuk melindunginya agar tidak berhubungan dengan manusia dengan jiwa yang berwarna gelap pekat. Aku sendiri tidak tahu apakah ini benar-benar keputusan yang terbaik baginya.
Tapi, tidak peduli bagaimana aku menjelaskannya, fakta kalau Totsuka peduli kepadaku adalah sebuah fakta yang tidak bisa dibantah lagi. Maka dari itu, tidak peduli apapun yang kukatakan kepadanya, situasi ini tidak akan berubah. Agar tidak membuatnya khawatir lebih jauh, aku harus memperlihatkan sikap yang tepat kepadanya.
Ekspresiku sendiri terlihat sedikit kompleks ketika memakan roti Neapolitan Roll, dimana akhirnya aku tutup dengan suguhan teh.
"Begini, sebenarnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan soal Festival Olahraga. Apa yang akan terjadi nanti disana, maka terjadilah."
"Begitu ya? Karena ini Hachiman, kurasa memang tidak akan ada masalah!"
Dipercaya orang lain memang benar-benar mengesalkan.
Apa yang harus kulakukan? Mendengarkan hal semacam ini, harusnya seorang penyendiri mengatakan 'Ah, santai saja'. Dan akhirnya, berakhir dengan memberikan jawaban yang mencurigakan. Sekarang, aku sudah memberikan penjelasan mengenai kesimpulan yang kutahu.
"Memangnya, kau pikir masalahnya sebesar apa?"
"Un...Klub Tenis sendiri sudah mengirim empat member kami untuk membantu, bagaimana ya..."
Totsuka sepertinya berusaha menghindari sesuatu. Dia bukanlah tipe orang yang suka membahas luka orang lain. Kalau dipikir-pikir, ini kebalikan dari diriku. Bagaimana aku mengatakannya ya, kepribadian kita ternyata melengkapi satu sama lain, kurasa kita memang cocok untuk menikah.
Kampret, apa-apaan barusan.
Yang utama bukanlah ini, tapi dari kata-kata yang Totsuka sulit katakan, tampaknya member panitia yang kami pinjam dari Klub Tenis ini merasa memiliki kesan yang buruk kepada pimpinan panitianya.
"Mau bagaimana lagi, kurasa kami akan merepotkan semua orang hingga Festival Olahraga selesai. Tentunya, Klub Tenis termasuk di dalamnya."
"Sebenarnya bukan itu masalahnya. Meski begitu, meski aku tidak membantu banyak..."
"Bukan begitu, mengirimkan member Klub Tenis untuk membantu kami sudah dirasa cukup. Lagipula, aku mengatakan ini bukannya aku juga berkontribusi penting atau sejenisnya."
"Kalau begitu, bukankah sama saja masih ada masalah?"
Totsuka tampak terkejut sejenak sebelum melepaskan tawanya. Melihat dirinya tertawa seperti itu, membuatku merasa nyaman.
Tapi, masalahnya tetap ada dan membuat semua orang merasa tidak nyaman.
Dari kata-kata Totsuka, tampaknya ketika akhir pekan lalu, perwakilan dari Klub Olahraga disini menyebarkan gosip negatif tentang kepanitiaan.
Begitulah, kurasa tidak sulit membayangkan kalau kebencian itu akan terus menyebar.
Kalau orangnya tidak ada di depan mereka, aku yakin mereka langsung menggosipkannya.
Klub Tenis memiliki ketua yang ramah. Aku bisa tahu ini karena ada yang bilang kalau Klub Tenis adalah salah satu klub yang damai di sekolah ini. Kalau ada yang bilang Klub Tenis adalah klub yang buruk, sangat mudah membayangkan kalau Klub Olahraga lainnya pasti situasinya jauh lebih parah dari Klub Tenis.
Memperbaiki hubungan semacam ini, meski itu adalah permintaan dari Meguri-senpai, aku sendiri tahu kalau itu tidak semudah membalik telapak tangan. Apalagi, yang bertanggungjawab untuk melakukannya adalah Sagami, bagaimana mungkin aku bisa optimis dalam hal ini? Jika begini terus, maka beban kerjaku-lah yang akhirnya akan menjadi banyak. Jika kau mengatakan aku bekerja selama ini demi Sagami, mungkin lebih tepat jika kaukatakan kalau aku bekerja seperti ini gara-gara kesalahan Sagami. Ini bukanlah pekerjaan yang enteng.
Setelah memikirkan masa depanku seperti apa, aku mengembuskan napasku yang berat itu.
"Meski begitu, aku tidak sabar untuk mengikuti Festival Olahraga tahun ini."
Akupun menegakkan kepalaku ketika mendengarnya, dan melihat senyum ceria Totsuka. Kedua tangan Totsuka sedang memegang potongan roti gulung. Aku ingin menyuapinya...
Kugigit lagi rotiku. Meski aku tidak enak dengannya, kuharap dia tidak berharap banyak untuk festival itu.
"Mungkin tahun ini tidak jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Begitulah event tahunan sekolah."
"Begitu ya? Kupikir malah tahun ini akan lebih menyenangkan daripada tahun lalu. Tahu tidak, tahun lalu itu..."
Kata-katanya tiba-tiba lenyap, dan Totsuka menundukkan kepalanya. Saika-chan, ada apa denganmu? Kenapa wajahmu tiba-tiba menjadi suram begitu? Akupun bertanya kepadanya.
"Memangnya ada apa?"
"Itu...Aku dipaksa untuk memakai kostum yang aneh..."
Ketika menjawabnya, cahaya di matanya tiba-tiba memudar. Eh? Memangnya ada hal semacam itu tahun lalu? Memangnya ada perlombaan apaan tahun lalu...Aku sendiri tidak tahu. Apa karena aku sendiri bolos ketika Festival Olahraga tahun lalu?
Tahun lalu, Festival Olahraga, kostum aneh...Eh? Cosplay?
"Eh, Totsuka, memangnya kau ikut lomba itu?"
Totsuka menganggukkan kepalanya.
"Aku dipaksa Senpaiku..."
Suara Totsuka terasa sangat lembut. 'Se-se-se-se-se senpai, ja-ja-ja-ja jangan ah...'. Ada apa dengan khayalan erotis ini? Meski begitu, aku tidak akan membiarkannya. Bukankah ini sama saja dengan penyalahgunaan kekuasaan? Sebuah Robattle boleh dilakukan jika dan hanya jika kedua belah pihak setuju.
Kalau begitu, kenapa aku tidak mengingatnya sama sekali? Tidak ada yang menunjukkanku fotonya? Meski jika benar ada fotonya, aku sendiri tidak punya teman, jadi mustahil aku pinjam foto ke orang lain. Ah, ini sangat disesalkan.
Meski aku sangat menyesal, aku tidak bisa menutupi kekecewaanku ini.
"Aku tidak ingat sama sekali..."
"...Akan lebih baik jika kau tidak mengingatnya."
Totsuka mengatakan itu sambil memalingkan wajahnya.
Memangnya dulu dia pakai kostum apa...Terlalu normal jika dia memakai kostuma maid atau perawat. Kostum pelaut juga bisa dikategorikan kostum biasa bagi siswa. Itu artinya, pakaian tradisional China? Menurut pendapatku, kostum yang memperlihatkan dada, terutama belahan dada, akan cocok dengan Totsuka. Begini, kalau kau ikat rambutnya membentuk sanggul
Itu tidaklah diperlukan, karena kostum China itu akan menampilkan Totsuka yang terlihat muda belia, jadi kurasa begitu saja sudah cukup. Dengan kata lain, itu sudah membuatnya terlihat lebih manis daripada biasanya.
Lalu kutatap Totsuka.
"Memangnya, kau dulu memakai kostum apa..."
"Serius ini! Tolong jangan tanyakan itu!"
Totsuka tiba-tiba mengetuk mejanya dan memotong kata-kataku. Ekspresi wajahnya tampak dipenuhi emosi.
"Ah, bukan begitu, aku tadi berpikir untuk menggunakannya sebagai referensi untuk lomba tahun ini."
Meski aku punya alasan, Totsuka terus menatap ke arah samping tanpa membalasku. Bahkan dalam keadaan marah, dia ternyata sangat manis. Tidak peduli kapan, aku harus mengatakan 'Keren sekali! Ayo kita cari!'. Meski begitu, 'Aku bukanlah gadis yang pantas untukmu, Hachimanna'. Mungkin lebih tepat jika dikatakan kalau aku ini adalah Warrior yang menyedihkan.
Aku tahu kalau Totsuka tidak suka diperlakukan seperti seorang gadis. Seperti yang kuduga, aku tidak boleh membiarkan dia membenciku. Lalu, apakah dia mau menatapku lagi? Meski aku menatapnya dengan penuh harap, Totsuka tetap tidak mau menoleh ke arahku.
Kami berdua hanya terdiam, sesekali Totsuka melirik ke arahku seperti hendak menanyakanku sesuatu. Aksinya ini mirip seekor tupai. Membuatku ingin bertanya 'Apa aku tadi membully-mu?'.
"Totsuka, aku mau pergi membeli ubi, mau titip tidak?"
"Tidak, tidak usah."
"Kalau begitu, kopi?"
Menurut pengalamanku dulu, Totsuka ternyata menyukai kopi.
Kami berdua menemukan kata sepakat. Beginilah harusnya negosiasi berjalan. Well, itu bisa terjadi hanya jika kedua belah pihak memang berniat untuk bernegosiasi.
Untungnya, Totsuka memiliki niat itu, dan dia mengangguk.
"...Oke kalau kopi."
Totsuka tersenyum malu ketika mengatakan itu. Meski aku sendiri juga ingin tersenyum melihatnya, aku mencoba menahannya. Mungkin karena ekspresi yang terjadi pasti bukanlah senyum bahagia, tapi senyum licik.
"Kalau begitu, aku akan pergi sebentar."
"Ah, un. Hati-hati di jalan."
Aku berdiri dan melambaikan tanganku ke Totsuka.
Meski tidak setiap hari aku makan siang bersama Totsuka, tapi interaksi semacam ini tidaklah buruk. Kebahagiaan yang tulus semacam ini memang terasa nyaman.
Tampaknya ini adalah servis spesial yang diberikan oleh hujan...Akan sangat bagus jika setiap hari bisa hujan seperti ini.
x Chapter VII Part 1 | END x
Aaaaah... salah gak sih kalau saya ngeship Totsuka×Hachiman? Iya.. Hachiman yang Uke
BalasHapusBaca novel di scene Totsuka selalu membuatku berpikir. Bagaimana bisa 8man yg memuja muja Totsuka malah tidak kenal dengannya di pertemuan awal? Sedangkan untuk kasus Yukino, 8man bahkan langsung mengIyakan bahwa dia tau Yukino yg bahkan kita tau Yukino tu beda Kelas.
BalasHapusBerarti fix dah 8man tu Stalker.
Karena popularitas. Walaupun meyendiri yukinoshita lebih terkenal Dari tot suka
Hapus