x x x
Suara oven dan pengingat waktu yang ada di ruang memasak ini berbunyi bersamaan, terdengar dengan jelas di seluruh penjuru ruangan ini. Setiap kali bunyi itu terdengar, akan selalu terdengar suara embusan napas lega dan perasaan gembira, kemudian disusul oleh aroma manis dan lezat yang menyelimuti ruangan ini.
Melihat kerumunan orang yang berkumpul di depan oven, tampaknya mahakarya dari Miura, yang dia buat dengan sepenuh hati dan sekuat tenaga, selesai tanpa adanya gangguan berarti. Miura membuka ovennya pelan-pelan, mengambil kuenya keluar, lalu membawanya segera ke Yukinoshita.
Yukinoshita mulai memeriksa hasil karya Miura tersebut. Dia memeriksanya dengan perlahan dan teliti. Miura, yang berada disampingnya, tampak tidak tenang, sementara Yuigahama yang berada di dekat mereka, tampak penasaran dengan itu.
Tidak lama kemudian, Yukinoshita melihat ke arah mereka setelah menarik napas yang dalam.
"...Sepertinya tidak ada masalah. Kupikir ini sudah dibuat dengan baik."
Mendengarkan kata-kata Yukinoshita, Miura tampak bernapas lega dan menurunkan posisi bahunya.
"Kau luar biasa, Yumiko!"
Yuigahama memeluk Miura dan wajah Miura tampak kembali tenang.
"Un. Terima kasih, Yui...Y, Yukinoshita-san juga."
Dia memalingkan wajahnya, tapi kedua matanya tetap melirik ke arah Yukinoshita. Cara yang aneh untuk menyatakan rasa terima kasih. Tapi dia juga menjawabnya dengan jawaban yang aneh.
"Aku tidak bisa berkomentar banyak karena aku sendiri belum mencicipinya. Tapi kalau dilihat dari penampilannya, kurasa sudah bagus."
Kenapa dia tidak membalas terimakasihnya dengan cara yang wajar saja, gadis ini...Tapi, apa yang Yukinoshita katakan tidaklah salah. Tujuan utama event ini tidak sekedar mengajari orang untuk memasak.
"Yumiko."
Seperti hendak menyemangatinya, Yuigahama menepuk bahu Miura.
Saking semangatnya, Miura lupa melepas sarung tangan oven dan membawa kue coklatnya pergi seperti sebuah barang yang sangat berharga. Lalu, dia berjalan menuju Hayama dan memasang ekspresi tubuh yang aneh seperti malu-malu akan sesuatu. Dia lalu berkata.
"Ha, Hayato...Ini, bisakah kau bantu aku...Untuk mencicipinya?"
Melihat dia yang tidak kuasa untuk menatapnya secara langsung, dan melihat bagaimana dia hanya bisa mencuri-curi pandang ke arahnya, Hayama menjawabnya dengan senyuman.
"Tentu saja. Kalau kau pikir aku pantas untuk itu."
"Un...Un."
Miura tampaknya sangat kesulitan untuk mencari-cari kata yang tepat untuk menjawabnya, tapi pada akhirnya, yang dia lakukan hanyalah mengangguk-anggukkan kepalanya dengan wajah yang memerah.
Sepertinya dia benar-benar berusaha memberikan yang terbaik, begitulah pikirku sambil berusaha bertepuk tangan untuknya dari dalam hatiku. Sementara itu, seseorang di sampingku tampak menggerutu melihat kejadian itu.
"Mumumu..."
"Kenapa kau tampak kesal begitu?"
Kulihat ke arah isshiki, dan yang kulihat hanyalah tatapan benci yang mengarah ke Miura. Di tangannya terdapat kue yang sudah dibungkus dengan indah, lengkap dengan sebuah kartu yang bertuliskan sesuatu di dalamnya.
Dia memegang itu dengan erat.
"Kue buatan Miura-senpai tampaknya bagus juga."
"Ah, kue coklatnya memang berhasil dibuat dengan baik, aku saja terkejut melihatnya."
Mendengar hal itu, Isshiki kemudian mengatakan "haa?" dan melihat ke arahku dengan keheranan. Bisakah kau tidak melihatku dengan tatapan yang mengatakan "Apa sih yang dikatakan orang ini?".
Isshiki lalu pura-pura batuk, lalu menjelaskan apa maksudnya.
"Bukan, bukan, maksudku bukan begitu. Yang kubicarakan itu tentang perbedaannya. Bagaimana mungkin dia yang sehari-harinya terlihat seperti 'gadis nakal' tiba-tiba bisa bersikap seperti gadis manis seperti itu? Ini benar-benar tidak adil, benar tidak?"
"Ah, ah, itu ya..."
Seperti yang kuharapkan dari Sang Ahli Kelicikan. Ngomong-ngomong soal Miura, kesehariannya mungkin tidak akan pernah terlihat seperti ini. Yang kita lihat saat ini benar-benar sikap dari seorang gadis yang sewajarnya. Isshiki tampaknya paham betul soal ini dan dia terus menggerutu, "Ternyata sifatnya tidak buruk-buruk amat". Aku setuju soal itu, tapi sifatmu sendiri juga buruk.
Meski dia terus menggerutu, setelah dia selesai, dia lalu memasang sebuah senyuman.
"Well, tapi ini akan membuat kompetisinya semakin menarik. Lagipula, banyak orang yang tidak selevel denganku."
Setelah mengatakannya, lalu dia seperti melepas semua kekecewaannya dan berkata, "Ah, ini dia" seperti memutuskan sesuatu dan mengambil sesuatu dari kantong celemeknya, lalu dia memberikannya kepadaku.
"Senpai, tolong terima ini."
Setelah kuterima, aku coba melihat apa benda ini. Ini adalah kantong vinyl kecil yang berisi kue-kue. Selain sebuah pita kecil, tidak terlihat adanya dekorasi yang lain. Ini sangat berbeda dengan kue yang terlihat mahal dan cantik yang dipegang oleh tangannya.
"Apa, apa kau memberikan ini padaku? Terima kasih."
Ini diberikan secara spontan kepadaku sehingga aku tidak tahu harus bagaimana menanggapinya.
Dia tampaknya peduli kepadaku seperti yang dikatakannya mengenai bagaimana menerima coklat dari seorang gadis itu sangat penting bagi harga diri seorang pria. Well, aku baru sadar sekarang, sikapnya ternyata tidak seburuk yang kupikirkan! Aku minta maaf kalau barusan sudah mengatakan dirimu dengan cukup buruk...
Melihat ekspresiku yang seperti meminta maaf, Isshiki tertawa. Lalu dia tiba-tiba menaruh jari telunjuknya di bibirku.
"...Tolong rahasiakan ini dari yang lain, oke?"
Senyum yang licik muncul dari wajahnya. Lalu dia mengedipkan matanya kepadaku dan berkata, "Akan menjadi masalah besar jika ada orang yang tahu~" sebelum berjalan meninggalkanku. Tampaknya dia berjalan ke arah Hayama.
Bagi diriku, aku seperti menjadi batu di tempat ini, terpesona dengan kelakuan unik dari Isshiki barusan. Dia tidak lagi terlihat licik, bahkan, dia mulai terlihat menakutkan... Jika aku masih menjadi diriku yang lama, aku pasti akan seketika jatuh cinta kepadanya.
Ketika aku melihat Kouhai-ku yang licik dan baru saja menunjukkan kekuatan penghancurnya, aku mencoba melihat bagaimana usahanya memberikan coklatnya ke Hayama.
"Hayama-senpai, tolong cicipi ini juga."
"Haha, bisakah aku selesaikan ini dulu?"
Meskipun Hayama masih berusaha mengunyah coklat Miura, dia tetap tersenyum kepada Isshiki yang terlihat dewasa.
Lalu, dengan suara langkah yang cukup berisik, Tobe berjalan ke arah Hayama sambil memakan beberapa kue dan dia memberikan tanda jempol ke Hayama.
"Hayato-kun, kalau tidak kuat lagi, kubantu kau mencicipinya."
"Tidak, aku tidak menyiapkan porsi untukmu."
Kata-kata Tobe yang mencoba peduli tiba-tiba dibekukan oleh suara Isshiki. Melihat hal tersebut, Tobe lalu komplain ke Hayama.
"Irohasu sungguh kejam!? Hayato-kun."
"Aku senang kalau kau peduli denganku, tetapi akan lebih baik jika kau menghabiskan dulu coklatmu itu, Tobe."
Hayama memberi tahu Tobe seperti hendak berbisik kepadanya. Oleh karena itu, Tobe kembali memberinya jempol tangan dan tertawa.
Oh begitu ya, tampaknya kue yang Tobe makan adalah buatan Ebina-san. Itu memang tidak terduga, sambil memikirkannya, aku mencoba melihat Ebina-san.
"Uh, HayaxTobe? Tampaknya tidak cocok."
Ebina-san tampaknya tidak puas, lalu dia menggeleng-gelengkan kepalanya sambil memakan kuenya. Tampaknya rute itu sudah tidak memiliki masa depan cerah...
Sekarang, dengan mengesampingkan Miura, aku berpikir tentang bagaimana yang lain. Aku melihat ke seberang meja Miura, dimana meja dari SMA Kaihin. Tampaknya mereka hampir selesai.
Meguri-senpai dan yang lain tampaknya membuat bersama dengan siswa SMA Kaihin, mengobrol dengan ceria bersama mereka. Diantara grup itu, ada satu orang yang menyadari diriku dan melambaikan tangannya kepadaku. Itu adalah Orimoto? Tampaknya kau belum berubah sejak SMP...Well kurasa itu tidak masalah lagi karena aku sudah berhenti memikirkan arti bahasa tubuhnya itu.
Orimoto tampak sedang membuat sesuatu di mejanya, lalu dia berjalan mendekatiku.
"Hikigaya, ini."
Setelah mengatakannya, dia menyodorkan kepadaku brownis coklat yang ditaruh di piring kertas. Tampaknya ini yang ingin dia berikan kepadaku. Ah, tidak membungkusnya sedikitpun. Tidak, itu salah, menerima pemberian darinya adalah suatu hal yang cukup besar, dan aku harus berterima kasih.
"Kalau begitu..."
Aku mengucapkan 'terima kasih untuk makanannya' dan mulai memakannya. Lalu, aku melihat seseorang berjalan mendekati Orimoto.
"Uh, cara memberi salam yang bagus, bukan? Untuk membangun hubungan yang SEAMLESS diluar kegiatan resmi sekolah adalah hal yang penting. Ini memang sangat dibutuhkan untuk masa depan hubungan kedua sekolah."
Mendengar dari cara bicaranya, aku langsung tahu siapa itu. Dia adalah Ketua OSIS SMA Kaihin, Tamanawa.
Melihat kehadirannya, Orimoto berjalan ke depannya lalu menawarkan coklat di piringnya juga.
"Ah Pak Ketua, mau mencoba ini juga?"
"Te-Terima kasih...Ini buatku?"
Setelah dia berterima kasih, dia mengambil juga coklat itu. Dia tidak mengambil brownis, tetapi mengambil chiffon cake. Tampaknya itu buatan siswa-siswa lainnya.
Orimoto melihat ke arah chiffon cakenya dengan penasaran.
"Eh? Mengapa ambil yang itu?"
Mendengar pertanyaan itu, Tamanawa pura-pura terbatuk, lalu dia mulai menjawabnya dengan jazz gesture (memainkan tangan-tangan sialannya!).
"Ketika valentine, pria-pria di luar negeri cukup lumrah untuk menjadi orang yang memberikan coklat. Kali ini, aku ingin merasakan GLOBALISATION. Di Jepang, mungkin ini yang disebut INFLUENCED."
"Oh?"
Meski begitu, Orimoto tampak diam saja, tidak mengatakan sesuatu seperti "ITU KEREN!". Mungkin menyadari respon lemahnya, Tamanawa bergegas untuk menambahkan beberapa kata.
"Ini mungkin karena CULTURAL GAP antara Jepang dan negara lainnya. Contohnya, orang Prancis hanya akan memakai rok di depan orang-orang yang dianggapnya spesial."
Oh, dengan kata lain, inilah alasan Totsuka setiap hari tidak memakai rok! Berarti aku harus berusaha lebih keras!
Tepat ketika aku sudah memantapkan tekadku, Orimoto tiba-tiba mencoba mencicipi chiffon cake di piringnya.
"Benar juga, ini juga enak."
"Ah, un. Itu...Ini saatnya COFFEE BREAK, bagaimana kalau kita keluar sebentar?"
"Apa-apaan dengan coffee break? Kamu sungguh lucu!"
Orimoto tiba-tiba tertawa dengan perkataanku, lalu dia melambaikan tangannya sambil mengatakan "sampai jumpa" dan kembali ke grup siswa SMA Kaihin. Lalu, Tamanawa yang masih berdiri disini, menatapku dengan tajam.
"Kalau begitu, kita lakukan pertarungan kita secara FAIRLY lain kali."
Setelah mengatakan omong kosongnya, Tamanawa pergi.
"Tidak, aku sedang tidak mengejarnya..."
Melihat sikapnya itu, bisa jadi kalau Tamanawa sedang berusaha mendekatinya! Tampaknya dia masih kesulitan untuk memperoleh perhatiannya...Peduli amat, dia sudah bukan urusanku lagi.
Sambil melihat kepergian Tamanawa, aku melihat Kawasaki di meja terdekat, dia tampak sibuk membersihkan mejanya.
"Sa-chan."
"Ya? Tunggu sebentar ya."
Keika tampak menarik-narik rok kakaknya itu. Sedang Kawasaki tampak sibuk mencuci peralatan dapur. Dengan Keika yang terus menarik perhatiannya, tampaknya dia tidak membuat banyak kemajuan dalam membersihkan mejanya.
...Ya sudahlah. Kalau ada sesuatu dimana aku sendiri berpikir kalau aku ahlinya, maka itu adalah berurusan dengan gadis kecil. Saatnya untuk menggantikan Kawasaki untuk menghiburnya sejenak. Aku suka gadis kecil!
Setelah memutuskan begitu, aku menyelinap dari belakang Keika dan menaruh tanganku di kepalanya.
"Ha-chan!"
Keika menatapku dengan ekspresi ceria.
"Ah, itu aku. Aku sebenarnya bukan Ha-chan, tapi kurasa itu tidak masalah. Apa kau sudah membuat coklatmu?"
"Ya! Luar biasa! Hitam! Dan manis!"
"Tampaknya kau sudah membuatnya dengan baik. Hitam dan manis, itu terdengar seperti ciri-ciri sebuah coklat."
Kulanjutkan kegiatanku menepuk kepala Keika sambil mengajaknya mengobrol. Lalu, kulihat Kawasaki sedang menatap ke arahku.
"Ma-Maaf, aku sebentar lagi selesai."
"Oh, santai saja, tidak usah terburu-buru."
Karena aku masih ingin bermain lebih lama dengan gadis kecil! Well, itu adalah sesuatu yang tidak bisa kukatakan, karena aku sudah sibuk dengan waktuku yang terbatas untuk bermain dengan Keika. Tapi kalau alasan tadi kita kesampingkan, apa aku terlihat seperti pria yang mencurigakan? Masalah? Apakah ini akan menjadi masalah?
Sambil memikirkan itu, Kawasaki tampaknya sudah menyelesaikan kegiatannya. Kawasaki mengeringkan tangannya dengan celemeknya dan berjalan ke arahku.
"Te-Terima kasih..."
Dia mengatakan terima kasih dengan suara yang pelan sambil menatap ke arahku. Mulutnya terlihat terbuka dan tertutup, seperti kesulitan untuk mengatakan sesuatu.
"Emm...Ini sudah waktunya bagiku untuk pulang...Aku harus menyiapkan makan malam."
"Ah, begitu ya."
Mendengarkan jawabannya, aku lalu melihat ke arah jam dinding. Memang betul, ini sudah mendekati jam makan malam. Tidak heran dia terburu-buru untuk membersihkan mejanya.
Meski sebenarnya tidak masalah untuk meninggalkan mejanya begitu saja, Kawasaki tampaknya orang yang suka menjaga kebersihan. Nona Kawasaki ini memiliki semua kriteria untuk menjadi Ibu Rumah Tangga yang baik.
"Kalau begitu aku pamit dulu. Ke-chan, ayo kita pulang."
"Oke...Sa-chan."
Kawasaki menepuk pundak Keika secara pelan. Lalu, Keika berpegangan ke rok Kawasaki sambil meresponnya dengan suara yang manis. Kawasaki tampaknya paham apa yang hendak dikatakan Keika.
"...A-aku mengerti. Tunggu sebentar."
Dia lalu mengambil sebuah kantong yang berisi coklat, dan memberikannya ke Keika. Keika mengambilnya, terlihat puas, dan memberikannya kepadaku.
"Ini, Ha-chan."
"Kupikir dia ingin memberikannya kepadamu...Tolong diterima."
"Oh, oh terima kasih. Tampaknya telah dibuat dengan sangat baik. Kamu luar biasa Ke-chan."
Aku lalu memegangi ujung kepalanya, dan dia memeluk diriku. Hahaha, gadis yang manis, membuatku ingin memegangi kepalanya lebih lama.
"...Disana....disana mungkin ada coklat-coklat buatanku yang bercampur di dalamnya."
Dia mengatakannya dengan memalingkan wajahnya, lalu dia memakai mantelnya kembali. Mendengar perkataannya, aku melihat kembali ke arah kantong chocolate truffle itu.
"Begitu ya?...Aku tidak tahu yang mana. Tapi adikmu terlihat telah melakukan sebuah pekerjaan yang hebat."
Jawabanku itu membuat Keika membusungkan dadanya, tersenyum kecil dan melihatku dengan bangga.
"Luar biasa kan?! Tapi, Sa-chan juga membuatnya dengan serius! Dia juga luar biasa, meski terlihat menakutkan!"
Mendengarkan adiknya yang memujinya seperti itu, Kawasaki langsung memotong untuk menghentikannya.
"Itu, coklat itu sebagai rasa terimakasihku karena sudah menjaga Taishi!"
"Taishi? Siapa itu?"
"Apa kau ingin dihajar?"
Eh? Ancaman yang luar biasa...Sambil mengibas-ngibaskan tanganku, kuberitahu dia kalau aku hanya becanda dan aku sebenarnya tahu siapa itu. Setelah itu, tatapan tajam Kawasaki berubah menjadi lembut. Dia kembali menjadi kakak yang baik, seperti biasanya.
"Entah mengapa, mengobrol denganmu belakangan ini terlihat jauh lebih mudah. Awal-awal perkenalan kita dulu, aku merasa kau ini mencurigakan."
Mendengarkan kata-katanya, aku teringat akan sesuatu. Memang, dulu ketika awal perkenalan kami, aku akan mengatakan apapun kepadanya tanpa berpikir terlebih dahulu. Lalu setelahnya, biasanya aku akan menambahkan komentar-komentar yang bodoh. Kalau mengingat-ingat itu lagi, membuatku merasa malu saja, dan candaan konyolku keluar lagi begitu saja tanpa bisa kuhentikan.
"Begitu ya...Ya sudah, bilang ke juniorku itu untuk berusaha keras."
Kawasaki malah memasang ekspresi pura-pura bodoh.
"Dasar idiot...Itu masih dini."
Lalu, dia tertawa dan menatap ke arah keika.
"Well, aku pasti akan menyampaikan itu kepadanya. Kei-chan, ayo pulang?"
Mendengar itu, Keika tetap tidak mau lepas dariku. Melihat itu, Kawasaki terus menatap Keika. Karena itu, Keika terlihat ketakutan. Oi, jangan menatapnya dengan ekspresi yang menakutkan seperti itu...
"Baiklah, ayo kita pergi, Ke-chan."
Setelah aku mengatakannya, aku mulai berjalan, dengan Keika masih memegangiku.
"Un, ayo pergi!"
Keika mengikutiku. Kawasaki seperti berkata "Haaaa..." sambil mengikuti kami dari belakang.
Kami akhirnya telah sampai di pintu keluar Community Center. Langit terasa gelap di luar sana.
"Kalau kau mau, aku bisa mengantarmu ke Stasiun."
"Tidak perlu. Aku sudah terbiasa untuk pulang jam segini. Bukankah kau masih ada pekerjaan setelah ini?"
Kawasaki menaruh tas sekolah dan belanjaannya di tangan, lalu mengatakan sesuatu seperti "sampai jumpa", sebelum membungkuk dan menggendong Keika. Tiba-tiba, rok dari Kawasaki terangkat. Aku mencoba untuk memalingkan mataku dengan segenap kekuatan. Tampaknya ada sesuatu yang berhubungan dengan renda hitam, tapi aku berani memastikan kalau aku tidak melihat itu.
"Kalau begitu, selamat tinggal."
"Ha-chan, selamat tinggal!"
Kawasaki menundukkan kepalanya sedikit sambil mengucapkan selamat tinggal, dan Keika, yang digendong di dada Kawasaki juga mengucapkan selamat tinggal.
"...Kalian, hati-hati di jalan!"
Aku meneriakkan itu kepada mereka yang sedang berjalan, melihat sosok mereka semakin kecil dan menghilang.
Tidak ada angin dan awan, dan langit di musim dingin terlihat sangat cerah...Meski begitu, itu adalah pertanda bahwa malam akan semakin dingin. Karena keduanya berjalan sambil berpelukan, kupikir mereka tidak akan merasa kedinginan.
Meski dia terus menggerutu, setelah dia selesai, dia lalu memasang sebuah senyuman.
"Well, tapi ini akan membuat kompetisinya semakin menarik. Lagipula, banyak orang yang tidak selevel denganku."
Setelah mengatakannya, lalu dia seperti melepas semua kekecewaannya dan berkata, "Ah, ini dia" seperti memutuskan sesuatu dan mengambil sesuatu dari kantong celemeknya, lalu dia memberikannya kepadaku.
"Senpai, tolong terima ini."
Setelah kuterima, aku coba melihat apa benda ini. Ini adalah kantong vinyl kecil yang berisi kue-kue. Selain sebuah pita kecil, tidak terlihat adanya dekorasi yang lain. Ini sangat berbeda dengan kue yang terlihat mahal dan cantik yang dipegang oleh tangannya.
"Apa, apa kau memberikan ini padaku? Terima kasih."
Ini diberikan secara spontan kepadaku sehingga aku tidak tahu harus bagaimana menanggapinya.
Dia tampaknya peduli kepadaku seperti yang dikatakannya mengenai bagaimana menerima coklat dari seorang gadis itu sangat penting bagi harga diri seorang pria. Well, aku baru sadar sekarang, sikapnya ternyata tidak seburuk yang kupikirkan! Aku minta maaf kalau barusan sudah mengatakan dirimu dengan cukup buruk...
Melihat ekspresiku yang seperti meminta maaf, Isshiki tertawa. Lalu dia tiba-tiba menaruh jari telunjuknya di bibirku.
"...Tolong rahasiakan ini dari yang lain, oke?"
Senyum yang licik muncul dari wajahnya. Lalu dia mengedipkan matanya kepadaku dan berkata, "Akan menjadi masalah besar jika ada orang yang tahu~" sebelum berjalan meninggalkanku. Tampaknya dia berjalan ke arah Hayama.
Bagi diriku, aku seperti menjadi batu di tempat ini, terpesona dengan kelakuan unik dari Isshiki barusan. Dia tidak lagi terlihat licik, bahkan, dia mulai terlihat menakutkan... Jika aku masih menjadi diriku yang lama, aku pasti akan seketika jatuh cinta kepadanya.
Ketika aku melihat Kouhai-ku yang licik dan baru saja menunjukkan kekuatan penghancurnya, aku mencoba melihat bagaimana usahanya memberikan coklatnya ke Hayama.
"Hayama-senpai, tolong cicipi ini juga."
"Haha, bisakah aku selesaikan ini dulu?"
Meskipun Hayama masih berusaha mengunyah coklat Miura, dia tetap tersenyum kepada Isshiki yang terlihat dewasa.
Lalu, dengan suara langkah yang cukup berisik, Tobe berjalan ke arah Hayama sambil memakan beberapa kue dan dia memberikan tanda jempol ke Hayama.
"Hayato-kun, kalau tidak kuat lagi, kubantu kau mencicipinya."
"Tidak, aku tidak menyiapkan porsi untukmu."
Kata-kata Tobe yang mencoba peduli tiba-tiba dibekukan oleh suara Isshiki. Melihat hal tersebut, Tobe lalu komplain ke Hayama.
"Irohasu sungguh kejam!? Hayato-kun."
"Aku senang kalau kau peduli denganku, tetapi akan lebih baik jika kau menghabiskan dulu coklatmu itu, Tobe."
Hayama memberi tahu Tobe seperti hendak berbisik kepadanya. Oleh karena itu, Tobe kembali memberinya jempol tangan dan tertawa.
Oh begitu ya, tampaknya kue yang Tobe makan adalah buatan Ebina-san. Itu memang tidak terduga, sambil memikirkannya, aku mencoba melihat Ebina-san.
"Uh, HayaxTobe? Tampaknya tidak cocok."
Ebina-san tampaknya tidak puas, lalu dia menggeleng-gelengkan kepalanya sambil memakan kuenya. Tampaknya rute itu sudah tidak memiliki masa depan cerah...
Sekarang, dengan mengesampingkan Miura, aku berpikir tentang bagaimana yang lain. Aku melihat ke seberang meja Miura, dimana meja dari SMA Kaihin. Tampaknya mereka hampir selesai.
Meguri-senpai dan yang lain tampaknya membuat bersama dengan siswa SMA Kaihin, mengobrol dengan ceria bersama mereka. Diantara grup itu, ada satu orang yang menyadari diriku dan melambaikan tangannya kepadaku. Itu adalah Orimoto? Tampaknya kau belum berubah sejak SMP...Well kurasa itu tidak masalah lagi karena aku sudah berhenti memikirkan arti bahasa tubuhnya itu.
Orimoto tampak sedang membuat sesuatu di mejanya, lalu dia berjalan mendekatiku.
"Hikigaya, ini."
Setelah mengatakannya, dia menyodorkan kepadaku brownis coklat yang ditaruh di piring kertas. Tampaknya ini yang ingin dia berikan kepadaku. Ah, tidak membungkusnya sedikitpun. Tidak, itu salah, menerima pemberian darinya adalah suatu hal yang cukup besar, dan aku harus berterima kasih.
"Kalau begitu..."
Aku mengucapkan 'terima kasih untuk makanannya' dan mulai memakannya. Lalu, aku melihat seseorang berjalan mendekati Orimoto.
"Uh, cara memberi salam yang bagus, bukan? Untuk membangun hubungan yang SEAMLESS diluar kegiatan resmi sekolah adalah hal yang penting. Ini memang sangat dibutuhkan untuk masa depan hubungan kedua sekolah."
Mendengar dari cara bicaranya, aku langsung tahu siapa itu. Dia adalah Ketua OSIS SMA Kaihin, Tamanawa.
Melihat kehadirannya, Orimoto berjalan ke depannya lalu menawarkan coklat di piringnya juga.
"Ah Pak Ketua, mau mencoba ini juga?"
"Te-Terima kasih...Ini buatku?"
Setelah dia berterima kasih, dia mengambil juga coklat itu. Dia tidak mengambil brownis, tetapi mengambil chiffon cake. Tampaknya itu buatan siswa-siswa lainnya.
Orimoto melihat ke arah chiffon cakenya dengan penasaran.
"Eh? Mengapa ambil yang itu?"
Mendengar pertanyaan itu, Tamanawa pura-pura terbatuk, lalu dia mulai menjawabnya dengan jazz gesture (memainkan tangan-tangan sialannya!).
"Ketika valentine, pria-pria di luar negeri cukup lumrah untuk menjadi orang yang memberikan coklat. Kali ini, aku ingin merasakan GLOBALISATION. Di Jepang, mungkin ini yang disebut INFLUENCED."
"Oh?"
Meski begitu, Orimoto tampak diam saja, tidak mengatakan sesuatu seperti "ITU KEREN!". Mungkin menyadari respon lemahnya, Tamanawa bergegas untuk menambahkan beberapa kata.
"Ini mungkin karena CULTURAL GAP antara Jepang dan negara lainnya. Contohnya, orang Prancis hanya akan memakai rok di depan orang-orang yang dianggapnya spesial."
Oh, dengan kata lain, inilah alasan Totsuka setiap hari tidak memakai rok! Berarti aku harus berusaha lebih keras!
Tepat ketika aku sudah memantapkan tekadku, Orimoto tiba-tiba mencoba mencicipi chiffon cake di piringnya.
"Benar juga, ini juga enak."
"Ah, un. Itu...Ini saatnya COFFEE BREAK, bagaimana kalau kita keluar sebentar?"
"Apa-apaan dengan coffee break? Kamu sungguh lucu!"
Orimoto tiba-tiba tertawa dengan perkataanku, lalu dia melambaikan tangannya sambil mengatakan "sampai jumpa" dan kembali ke grup siswa SMA Kaihin. Lalu, Tamanawa yang masih berdiri disini, menatapku dengan tajam.
"Kalau begitu, kita lakukan pertarungan kita secara FAIRLY lain kali."
Setelah mengatakan omong kosongnya, Tamanawa pergi.
"Tidak, aku sedang tidak mengejarnya..."
Melihat sikapnya itu, bisa jadi kalau Tamanawa sedang berusaha mendekatinya! Tampaknya dia masih kesulitan untuk memperoleh perhatiannya...Peduli amat, dia sudah bukan urusanku lagi.
Sambil melihat kepergian Tamanawa, aku melihat Kawasaki di meja terdekat, dia tampak sibuk membersihkan mejanya.
"Sa-chan."
"Ya? Tunggu sebentar ya."
Keika tampak menarik-narik rok kakaknya itu. Sedang Kawasaki tampak sibuk mencuci peralatan dapur. Dengan Keika yang terus menarik perhatiannya, tampaknya dia tidak membuat banyak kemajuan dalam membersihkan mejanya.
...Ya sudahlah. Kalau ada sesuatu dimana aku sendiri berpikir kalau aku ahlinya, maka itu adalah berurusan dengan gadis kecil. Saatnya untuk menggantikan Kawasaki untuk menghiburnya sejenak. Aku suka gadis kecil!
Setelah memutuskan begitu, aku menyelinap dari belakang Keika dan menaruh tanganku di kepalanya.
"Ha-chan!"
Keika menatapku dengan ekspresi ceria.
"Ah, itu aku. Aku sebenarnya bukan Ha-chan, tapi kurasa itu tidak masalah. Apa kau sudah membuat coklatmu?"
"Ya! Luar biasa! Hitam! Dan manis!"
"Tampaknya kau sudah membuatnya dengan baik. Hitam dan manis, itu terdengar seperti ciri-ciri sebuah coklat."
Kulanjutkan kegiatanku menepuk kepala Keika sambil mengajaknya mengobrol. Lalu, kulihat Kawasaki sedang menatap ke arahku.
"Ma-Maaf, aku sebentar lagi selesai."
"Oh, santai saja, tidak usah terburu-buru."
Karena aku masih ingin bermain lebih lama dengan gadis kecil! Well, itu adalah sesuatu yang tidak bisa kukatakan, karena aku sudah sibuk dengan waktuku yang terbatas untuk bermain dengan Keika. Tapi kalau alasan tadi kita kesampingkan, apa aku terlihat seperti pria yang mencurigakan? Masalah? Apakah ini akan menjadi masalah?
Sambil memikirkan itu, Kawasaki tampaknya sudah menyelesaikan kegiatannya. Kawasaki mengeringkan tangannya dengan celemeknya dan berjalan ke arahku.
"Te-Terima kasih..."
Dia mengatakan terima kasih dengan suara yang pelan sambil menatap ke arahku. Mulutnya terlihat terbuka dan tertutup, seperti kesulitan untuk mengatakan sesuatu.
"Emm...Ini sudah waktunya bagiku untuk pulang...Aku harus menyiapkan makan malam."
"Ah, begitu ya."
Mendengarkan jawabannya, aku lalu melihat ke arah jam dinding. Memang betul, ini sudah mendekati jam makan malam. Tidak heran dia terburu-buru untuk membersihkan mejanya.
Meski sebenarnya tidak masalah untuk meninggalkan mejanya begitu saja, Kawasaki tampaknya orang yang suka menjaga kebersihan. Nona Kawasaki ini memiliki semua kriteria untuk menjadi Ibu Rumah Tangga yang baik.
"Kalau begitu aku pamit dulu. Ke-chan, ayo kita pulang."
"Oke...Sa-chan."
Kawasaki menepuk pundak Keika secara pelan. Lalu, Keika berpegangan ke rok Kawasaki sambil meresponnya dengan suara yang manis. Kawasaki tampaknya paham apa yang hendak dikatakan Keika.
"...A-aku mengerti. Tunggu sebentar."
Dia lalu mengambil sebuah kantong yang berisi coklat, dan memberikannya ke Keika. Keika mengambilnya, terlihat puas, dan memberikannya kepadaku.
"Ini, Ha-chan."
"Kupikir dia ingin memberikannya kepadamu...Tolong diterima."
"Oh, oh terima kasih. Tampaknya telah dibuat dengan sangat baik. Kamu luar biasa Ke-chan."
Aku lalu memegangi ujung kepalanya, dan dia memeluk diriku. Hahaha, gadis yang manis, membuatku ingin memegangi kepalanya lebih lama.
"...Disana....disana mungkin ada coklat-coklat buatanku yang bercampur di dalamnya."
Dia mengatakannya dengan memalingkan wajahnya, lalu dia memakai mantelnya kembali. Mendengar perkataannya, aku melihat kembali ke arah kantong chocolate truffle itu.
"Begitu ya?...Aku tidak tahu yang mana. Tapi adikmu terlihat telah melakukan sebuah pekerjaan yang hebat."
Jawabanku itu membuat Keika membusungkan dadanya, tersenyum kecil dan melihatku dengan bangga.
"Luar biasa kan?! Tapi, Sa-chan juga membuatnya dengan serius! Dia juga luar biasa, meski terlihat menakutkan!"
Mendengarkan adiknya yang memujinya seperti itu, Kawasaki langsung memotong untuk menghentikannya.
"Itu, coklat itu sebagai rasa terimakasihku karena sudah menjaga Taishi!"
"Taishi? Siapa itu?"
"Apa kau ingin dihajar?"
Eh? Ancaman yang luar biasa...Sambil mengibas-ngibaskan tanganku, kuberitahu dia kalau aku hanya becanda dan aku sebenarnya tahu siapa itu. Setelah itu, tatapan tajam Kawasaki berubah menjadi lembut. Dia kembali menjadi kakak yang baik, seperti biasanya.
"Entah mengapa, mengobrol denganmu belakangan ini terlihat jauh lebih mudah. Awal-awal perkenalan kita dulu, aku merasa kau ini mencurigakan."
Mendengarkan kata-katanya, aku teringat akan sesuatu. Memang, dulu ketika awal perkenalan kami, aku akan mengatakan apapun kepadanya tanpa berpikir terlebih dahulu. Lalu setelahnya, biasanya aku akan menambahkan komentar-komentar yang bodoh. Kalau mengingat-ingat itu lagi, membuatku merasa malu saja, dan candaan konyolku keluar lagi begitu saja tanpa bisa kuhentikan.
"Begitu ya...Ya sudah, bilang ke juniorku itu untuk berusaha keras."
Kawasaki malah memasang ekspresi pura-pura bodoh.
"Dasar idiot...Itu masih dini."
Lalu, dia tertawa dan menatap ke arah keika.
"Well, aku pasti akan menyampaikan itu kepadanya. Kei-chan, ayo pulang?"
Mendengar itu, Keika tetap tidak mau lepas dariku. Melihat itu, Kawasaki terus menatap Keika. Karena itu, Keika terlihat ketakutan. Oi, jangan menatapnya dengan ekspresi yang menakutkan seperti itu...
"Baiklah, ayo kita pergi, Ke-chan."
Setelah aku mengatakannya, aku mulai berjalan, dengan Keika masih memegangiku.
"Un, ayo pergi!"
Keika mengikutiku. Kawasaki seperti berkata "Haaaa..." sambil mengikuti kami dari belakang.
Kami akhirnya telah sampai di pintu keluar Community Center. Langit terasa gelap di luar sana.
"Kalau kau mau, aku bisa mengantarmu ke Stasiun."
"Tidak perlu. Aku sudah terbiasa untuk pulang jam segini. Bukankah kau masih ada pekerjaan setelah ini?"
Kawasaki menaruh tas sekolah dan belanjaannya di tangan, lalu mengatakan sesuatu seperti "sampai jumpa", sebelum membungkuk dan menggendong Keika. Tiba-tiba, rok dari Kawasaki terangkat. Aku mencoba untuk memalingkan mataku dengan segenap kekuatan. Tampaknya ada sesuatu yang berhubungan dengan renda hitam, tapi aku berani memastikan kalau aku tidak melihat itu.
"Kalau begitu, selamat tinggal."
"Ha-chan, selamat tinggal!"
Kawasaki menundukkan kepalanya sedikit sambil mengucapkan selamat tinggal, dan Keika, yang digendong di dada Kawasaki juga mengucapkan selamat tinggal.
"...Kalian, hati-hati di jalan!"
Aku meneriakkan itu kepada mereka yang sedang berjalan, melihat sosok mereka semakin kecil dan menghilang.
Tidak ada angin dan awan, dan langit di musim dingin terlihat sangat cerah...Meski begitu, itu adalah pertanda bahwa malam akan semakin dingin. Karena keduanya berjalan sambil berpelukan, kupikir mereka tidak akan merasa kedinginan.
x x x
Tidak ada komentar:
Posting Komentar