x x x
Sekembalinya ke ruangan memasak, aku memperhatikan kalau tidak ada lagi suara orang sedang memasak. Semuanya sedang memakan masakan mereka dan meminum teh, mengobrol dengan gembira.
Event memasak coklat yang digelar sebelum Hari Valentine tampaknya sudah berakhir. Yang tersisa hanyalah menghabiskan waktu senggang ini hingga acara ditutup.
Aku berjalan menuju kursi dimana aku menaruh tas milikku. Yukinoshita sedang berada disana juga. Dia sedang menyiapkan poci teh dan daun tehnya.
Meja memasak di depanku ini dilengkapi dengan kompor gas yang sedang menghangatkan air di ketel air. Sekarang, airnya sudah tampak mendidih. Yukinoshita lalu menaruh air di ketel tersebut untuk mempersiapkan tehnya.
Yang ada di dekatnya saat ini, bukanlah cangkir ataupun mug teh yang biasa ada di ruangan Klub, tetapi hanyalah gelas kertas. Kupikir memang tidak perlu untuk membawa gelas-gelas itu ke tempat ini.
Yukinoshita menaruh tehnya ke gelas kertas, setelah menyiapkan 3 porsi, dia kembali duduk di kursinya. Lalu, dia menyadari diriku yang sedang berjalan ke arahnya, lalu memanggilku.
"Tampaknya kau habis bekerja dengan sangat keras disana."
"Aku tidak melakukan hal-hal yang cukup berguna seperti perkataanmu."
Sambil menjawabnya, akupun duduk di kursiku kembali. Yukinoshita membawa gelas teh tersebut ke depanku. Matanya seperti sedang menatapku dengan tajam.
"Ah yang benar? Kok yang kulihat dari tadi serasa kontras, kamu terlihat sibuk dari tadi."
"Sibuk...?"
Apa dia membahas tentang aku dan coklat-coklat tadi? Benar sekali, coklat adalah makanan yang paling efektif untuk mengurangi lelah. Kalau dipikir-pikir, sikapku yang berpindah-pindah tempat sejak tadi bukanlah sebuah kesalahan.
"Tampaknya kau sudah bisa beristirahat dengan tenang saat ini."
Sambil mengatakannya, dia meminum tehnya. Seperti dirinya, aku juga meniup pelan tehku dan meminumnya.
Aku merasa agak berebda ketika minum teh dari gelas kertas dan terlihat kurang terbiasa, lebih dari itu, sepertinya karena panas airnya akan langsung menjalar ke tanganmu. Karena itu juga, aku menurunkan tempoku dalam meninum teh ini. Meski begitu, ini sudah lebih dari cukup bagiku untuk menghangatkan tubuhku yang sudah kedinginan sehabis dari luar tadi.
"Kamu juga sudah bekerja dengan keras."
"Ya. Tampaknya begitu. Aku benar-benar bekerja dengan keras."
Yukinoshita mengatakannya sambil melihat ke arah oven. Ketika kulihat, disana ada Yuigahama yang sedang duduk berjongkok did epan oven, menaruh kedua tangannya di dagu. Cahaya dari lampu oven tersebut menerangi kulit wajahnya yang berwarna putih.
Terlihat dari pantulan kaca oven itu, kedua mata dan bibir dari Yuigahama. Sepertinya, dia sangat khawatir tentnag hasil akhir kuenya dan tampilan posisi duduknya yang membungkuk itu seperti mengatakan kalau dia dipenuhi oleh rasa kekhawatiran yang mendalam. Kue-kue yang berada di oven lainnya terlihat sudah selesai, tapi Yuigahama tidak mempedulikannya. Dia terus menatap ke arah kuenya yang sedang dipanggang itu.
Sepertinya, Yuigahama adalah orang terakhir yang memasukkan kuenya dalam panggangan. Yang lainnya tampak sedang merayakan kesuksesan mereka membuat kue masing-masing. Melihat keramaian yang sedang merayakan tersebut, tidak sulit untuk mengatakan kalau event kali ini benar-benar sukses. Yukinoshita, yang duduk di seberangku, terlihat tenang dan damai.
"...Event ini terlihat seperti event yang menyenangkan, benar tidak?"
Kunci dari event ini adalah Isshiki dan Yukinoshita. Bagi mereka, event ini sangat menguras emosi mereka. Aku bisa melihat kehangatan dari tatapan kedua matanya itu yang sedang melihat ke arah seluruh ruangan. Melihat kemana dia memandang, terlihat beberapa orang saling bersenda gurau dan menikmati suasana eventnya.
"...Well, tapi aku sendiri tidak merasa sedang menikmati event ini."
"Kalau itu, aku setuju."
Kuberitahu yang sejujurnya tentang event ini dan Yukinoshita terlihat tertawa sambil menutup mulutnya dengan tangannya. Lalu, dia tiba-tiba membetulkan posisinya, dan secara perlahan, dia mengatakan sesuatu.
"Tapi, aku merasa senang. Kupikir aku tidak akan punya kesempatan lagi untuk membuat kue bersama Yuigahama...Itu semua berkat dirimu."
Yukinoshita mengatakan itu sambil tersenyum dan menatapku. Aku sendiri, entah mengapa merasa malu dibuatnya. Kupalingkan wajahku darinya, dan membalasnya dengan terburu-buru.
"Aku tidak melakukan apapun. Bahkan kenyataannya, event ini bisa menjadi seperti ini karena Yuigahama."
Setelah mengatakannya, entah mengapa aku merasa puas. Kalau dipikir lagi, satu-satunya alasan kita semua yang ada disini bisa seperti ini, kemungkinan karena adanya Yuigahama. Kalau dia tidak ada, mungkin, ini tidak akan terjadi. Aku yakin kalau ini bukanlah sesuatu yang perlu untuk dijelaskan lagi. Aku yakin kalau Yukinoshita juga merasakan hal yang sama.
"...Memang. Itu karena Yuigahama adalah orang yang seperti itulah, kita bisa menjadi teman."
Nadanya terkesan nostalgia dan dia menatap suatu tempat di kejauhan ketika mengatakan itu. Meski kata-katanya itu seperti diarahkan kepadaku, tampaknya dia hendak mengatakan itu kepada entah siapapun yang berada jauh dari sini. Tapi, seperti yang kuduga, dia memang berbicara kepadaku, lalu dia menatap ke arahku.
"Ah ya. Ini, kalau kau berkenan."
Dia mengatakan itu seperti baru saja menyadari sesuatu. Dia lalu mengambil sesuatu di meja seberang, lalu mengambil dua bungkus kue yang dibungkus dengan indah.
"Kau juga membuat kue?"
"Ya, karena aku harus membuat contoh model kue bagi mereka. Bisakah kau berikan yang satunya ke Komachi-san?"
Kuterima dua bungkusan kue tersebut, mereka dibungkus oleh dua pita yang berbeda warna.
"Ah, Komachi pasti senang menerimanya...Terima kasih ya."
Karena aku sendiri tidak terbiasa menerima pemberian yang semacam ini, spontan saja aku merasa agak malu, meski begitu, aku tidak bisa mengatakan kata-kata yang lebih bagus untuk memberitahu rasa terimakasihku. Meresponku, Yukinoshita juga terlihat menggelengkan kepalanya secara perlahan, seperti memberitahuku kalau dia tahu maksudku. Ketika kulihat dirinya, malah membuatku serasa lebih malu, jadi kuputuskan untuk melihat ke arah kedua tanganku. Kue-kue yang dibungkus dua kertas kaca tersebut menimbulkan bunyi yang khas.
Bersamaan dengan suara pembungkus kue coklat tersebut, aku bisa mendengar suara bel dari oven. Ketika kulihat, Yuigahama yang sejak tadi berada di depan oven, memasang ekspresi yang sangat cemas.
"Aku akan melihatnya sebentar."
Dia mengembuskan napasnya seperti sedang kelelahan, lalu dia berdiri dari kursinya dan mulai berjalan menuju Yuigahama. Kulihat keduanya dari kejauhan, sepertinya kue buatan Yuigahama jauh dari ekspektasinya.
Setelah memasang sarung tangan, Yuigahama menarik keluar nampannya dari oven, dia lalu terlihat seperti sedang mengatakan beberapa hal ke Yukinoshita, setelah itu dia berjalan ke arahku. Yukinoshita yang berada di sampingnya, tampak terkejut.
"Kalau melihat hasilnya, aku sendiri masih bingung dengan apa yang sebenarnya kau lakukan dari tadi sehingga kuenya menjadi seperti itu..."
"Ma-Maaf, ini begini, tahulah, kupikir satu rasa saja tidaklah cukup, jadi kutambahkan beberapa..."
Yuigahama mencoba menjelaskan itu ke Yukinoshita, yang sedang menaruh tangannya di keningnya, seperti terkena sakit kepala. Apa yang terlihat di nampan itu, tidak berbentuk seperti sebuah kue yang sudah dipanggang...Ini semacam benda dari antah-berantah. Mustahil ini, bukankah ini harusnya adalah sebuah kue, benar tidak? Aku sendiri sulit untuk mempercayai ini.
"Ngomong-ngomong, kami harus mencari tahu kenapa kau bisa gagal seperti ini. Memangnya apa yang kau tambahkan ke kue ini?"
Yukinoshita lalu mencoba menyentuh benda-benda yang konon katanya adalah kue, tapi usahanya itu tiba-tiba dihentikan oleh Yuigahama.
"Ja-Jangan! Jangan diambil! Ini tidak boleh diberikan ke siapapun!"
Melihat sikapnya yang seperti itu, aku juga merasa ketakutan dibuatnya.
Kunaikkan bahuku dan berkomentar.
"Apa sih yang sedang kau buat?...Apa ini semacam Narkoba jenis baru?"
Ucapanku itu langsung direspon Yuigahama.
"I-Ini tidak seberbahaya itu! Ku-Kupikir sih..."
Tapi, semakin lama kuamati kue-kue itu, suaranya secara perlahan-lahan mulai melemah. Dengan ekspresi kecewa, Yuigahama lalu terdiam dan memikirkan sesuatu. Seperti melihat itu sebagai sebuah momen, Yukinoshita tiba-tiba mengambil satu kue di nampan itu dan mencicipinya. Kemudian, Yuigaham terlihat terkejut dibuatnya.
"Ah!!! Kan kubilang tadi jangan dimakan!"
Yuigahama tampak panik, dan tidak lama lagi sepertinya dia akan mulai menangis, dia juga mulai memegangi tangan Yukinoshita. Tapi, respon Yukinoshita cukup lambat. Dia terlihat lemah dan tangannya dibiarkan bergoyang-goyang begitu saja oleh gerakan tangan Yuigahama yang memegangnya barusan. Setelah itu, dia menutup kedua matanya. Oh, rasanya memang seburuk itukah?
Ketika aku mulai ketakutan dibuatnya, Yukinoshita menggumamkan sesuatu.
"Begitu ya...Yuigahama-san, apa kau ada waktu luang setelah ini?"
"Eh? Ah, ya...Aku ada, tapi..."
Ditanya oleh Yukinoshita dengan ekspresi yang serius seperti itu, Yuigahama tampak kesulitan menjawabnya. Setelah itu, Yukinoshita memegangi tangan Yuigahama yang sedang memegangnya itu, dan dia tersenyum.
"Bisakah kau menemaniku sebentar saja?"
"O, Oke...Aku tidak masalah, tapi, entah mengapa, Yukinon terlihat sangat menakutkan..."
Yuigahama mencoba merespon senyuman Yukinoshita. Oh, ada apa ini? Kenapa aku juga mulai ketakutan?
Apakah ada sesuatu yang memicu emosi Yukinoshita? Hal-hal yang bisa menyentuh emosi Yukinoshita itu biasanya kucing dan Pan-san, atau juga obrolan politik antar gadis di masa lampau...Hei, tapi itu saja sudah bisa dikatakan terlalu banyak hal yang bisa memicu emosinya. Kalau dipikir-pikir, gadis ini ternyata tidak sebaik itu!
Ngomong-ngomong, aku tidak tahu apa yang hendak dia rencanakan dengan Yuigahama setelah ini. Suasana ini mirip seperti dipanggil ke belakang gedung sekolah, lalu akan ada kaca yang pecah jika dibiarkan begitu saja. Ngomong-ngomong, kupikir aku harus melakukan sesuatu untuk menghentikannya, lalu aku berdiri dari kursiku.
"Oi, oi, Yukinoshita. Tenangkan dirimu, kau ini baru saja kerasukan apa...?"
"Sesuatu yang tidak terduga. Dan, bukannya aku akan melakukan sesuatu yang aneh."
Akupun membalasnya dengan nada suara yang agak terkejut.
"Kau jangan balas dendam kepadanya! Bisakah kita selesaikan ini dengan damai...?"
Setelah mendengarkan balasanku, Yukinoshita terlihat kesal dan kecewa. Lalu, dia menaruh jarinya di bibir dan menutup kedua matanya.
"Bukankah tadi aku sudah kukatakan?...Aku akan melakukan apa yang bisa kulakukan."
Ketika mengatakan itu, Yukinoshita tersenyum, sebuah senyuman yang memberitahuku kalau itu hanyalah candaan antar gadis saja.
Terlihat dari pantulan kaca oven itu, kedua mata dan bibir dari Yuigahama. Sepertinya, dia sangat khawatir tentnag hasil akhir kuenya dan tampilan posisi duduknya yang membungkuk itu seperti mengatakan kalau dia dipenuhi oleh rasa kekhawatiran yang mendalam. Kue-kue yang berada di oven lainnya terlihat sudah selesai, tapi Yuigahama tidak mempedulikannya. Dia terus menatap ke arah kuenya yang sedang dipanggang itu.
Sepertinya, Yuigahama adalah orang terakhir yang memasukkan kuenya dalam panggangan. Yang lainnya tampak sedang merayakan kesuksesan mereka membuat kue masing-masing. Melihat keramaian yang sedang merayakan tersebut, tidak sulit untuk mengatakan kalau event kali ini benar-benar sukses. Yukinoshita, yang duduk di seberangku, terlihat tenang dan damai.
"...Event ini terlihat seperti event yang menyenangkan, benar tidak?"
Kunci dari event ini adalah Isshiki dan Yukinoshita. Bagi mereka, event ini sangat menguras emosi mereka. Aku bisa melihat kehangatan dari tatapan kedua matanya itu yang sedang melihat ke arah seluruh ruangan. Melihat kemana dia memandang, terlihat beberapa orang saling bersenda gurau dan menikmati suasana eventnya.
"...Well, tapi aku sendiri tidak merasa sedang menikmati event ini."
"Kalau itu, aku setuju."
Kuberitahu yang sejujurnya tentang event ini dan Yukinoshita terlihat tertawa sambil menutup mulutnya dengan tangannya. Lalu, dia tiba-tiba membetulkan posisinya, dan secara perlahan, dia mengatakan sesuatu.
"Tapi, aku merasa senang. Kupikir aku tidak akan punya kesempatan lagi untuk membuat kue bersama Yuigahama...Itu semua berkat dirimu."
Yukinoshita mengatakan itu sambil tersenyum dan menatapku. Aku sendiri, entah mengapa merasa malu dibuatnya. Kupalingkan wajahku darinya, dan membalasnya dengan terburu-buru.
"Aku tidak melakukan apapun. Bahkan kenyataannya, event ini bisa menjadi seperti ini karena Yuigahama."
Setelah mengatakannya, entah mengapa aku merasa puas. Kalau dipikir lagi, satu-satunya alasan kita semua yang ada disini bisa seperti ini, kemungkinan karena adanya Yuigahama. Kalau dia tidak ada, mungkin, ini tidak akan terjadi. Aku yakin kalau ini bukanlah sesuatu yang perlu untuk dijelaskan lagi. Aku yakin kalau Yukinoshita juga merasakan hal yang sama.
"...Memang. Itu karena Yuigahama adalah orang yang seperti itulah, kita bisa menjadi teman."
Nadanya terkesan nostalgia dan dia menatap suatu tempat di kejauhan ketika mengatakan itu. Meski kata-katanya itu seperti diarahkan kepadaku, tampaknya dia hendak mengatakan itu kepada entah siapapun yang berada jauh dari sini. Tapi, seperti yang kuduga, dia memang berbicara kepadaku, lalu dia menatap ke arahku.
"Ah ya. Ini, kalau kau berkenan."
Dia mengatakan itu seperti baru saja menyadari sesuatu. Dia lalu mengambil sesuatu di meja seberang, lalu mengambil dua bungkus kue yang dibungkus dengan indah.
"Kau juga membuat kue?"
"Ya, karena aku harus membuat contoh model kue bagi mereka. Bisakah kau berikan yang satunya ke Komachi-san?"
Kuterima dua bungkusan kue tersebut, mereka dibungkus oleh dua pita yang berbeda warna.
"Ah, Komachi pasti senang menerimanya...Terima kasih ya."
Karena aku sendiri tidak terbiasa menerima pemberian yang semacam ini, spontan saja aku merasa agak malu, meski begitu, aku tidak bisa mengatakan kata-kata yang lebih bagus untuk memberitahu rasa terimakasihku. Meresponku, Yukinoshita juga terlihat menggelengkan kepalanya secara perlahan, seperti memberitahuku kalau dia tahu maksudku. Ketika kulihat dirinya, malah membuatku serasa lebih malu, jadi kuputuskan untuk melihat ke arah kedua tanganku. Kue-kue yang dibungkus dua kertas kaca tersebut menimbulkan bunyi yang khas.
Bersamaan dengan suara pembungkus kue coklat tersebut, aku bisa mendengar suara bel dari oven. Ketika kulihat, Yuigahama yang sejak tadi berada di depan oven, memasang ekspresi yang sangat cemas.
"Aku akan melihatnya sebentar."
Dia mengembuskan napasnya seperti sedang kelelahan, lalu dia berdiri dari kursinya dan mulai berjalan menuju Yuigahama. Kulihat keduanya dari kejauhan, sepertinya kue buatan Yuigahama jauh dari ekspektasinya.
Setelah memasang sarung tangan, Yuigahama menarik keluar nampannya dari oven, dia lalu terlihat seperti sedang mengatakan beberapa hal ke Yukinoshita, setelah itu dia berjalan ke arahku. Yukinoshita yang berada di sampingnya, tampak terkejut.
"Kalau melihat hasilnya, aku sendiri masih bingung dengan apa yang sebenarnya kau lakukan dari tadi sehingga kuenya menjadi seperti itu..."
"Ma-Maaf, ini begini, tahulah, kupikir satu rasa saja tidaklah cukup, jadi kutambahkan beberapa..."
Yuigahama mencoba menjelaskan itu ke Yukinoshita, yang sedang menaruh tangannya di keningnya, seperti terkena sakit kepala. Apa yang terlihat di nampan itu, tidak berbentuk seperti sebuah kue yang sudah dipanggang...Ini semacam benda dari antah-berantah. Mustahil ini, bukankah ini harusnya adalah sebuah kue, benar tidak? Aku sendiri sulit untuk mempercayai ini.
"Ngomong-ngomong, kami harus mencari tahu kenapa kau bisa gagal seperti ini. Memangnya apa yang kau tambahkan ke kue ini?"
Yukinoshita lalu mencoba menyentuh benda-benda yang konon katanya adalah kue, tapi usahanya itu tiba-tiba dihentikan oleh Yuigahama.
"Ja-Jangan! Jangan diambil! Ini tidak boleh diberikan ke siapapun!"
Melihat sikapnya yang seperti itu, aku juga merasa ketakutan dibuatnya.
Kunaikkan bahuku dan berkomentar.
"Apa sih yang sedang kau buat?...Apa ini semacam Narkoba jenis baru?"
Ucapanku itu langsung direspon Yuigahama.
"I-Ini tidak seberbahaya itu! Ku-Kupikir sih..."
Tapi, semakin lama kuamati kue-kue itu, suaranya secara perlahan-lahan mulai melemah. Dengan ekspresi kecewa, Yuigahama lalu terdiam dan memikirkan sesuatu. Seperti melihat itu sebagai sebuah momen, Yukinoshita tiba-tiba mengambil satu kue di nampan itu dan mencicipinya. Kemudian, Yuigaham terlihat terkejut dibuatnya.
"Ah!!! Kan kubilang tadi jangan dimakan!"
Yuigahama tampak panik, dan tidak lama lagi sepertinya dia akan mulai menangis, dia juga mulai memegangi tangan Yukinoshita. Tapi, respon Yukinoshita cukup lambat. Dia terlihat lemah dan tangannya dibiarkan bergoyang-goyang begitu saja oleh gerakan tangan Yuigahama yang memegangnya barusan. Setelah itu, dia menutup kedua matanya. Oh, rasanya memang seburuk itukah?
Ketika aku mulai ketakutan dibuatnya, Yukinoshita menggumamkan sesuatu.
"Begitu ya...Yuigahama-san, apa kau ada waktu luang setelah ini?"
"Eh? Ah, ya...Aku ada, tapi..."
Ditanya oleh Yukinoshita dengan ekspresi yang serius seperti itu, Yuigahama tampak kesulitan menjawabnya. Setelah itu, Yukinoshita memegangi tangan Yuigahama yang sedang memegangnya itu, dan dia tersenyum.
"Bisakah kau menemaniku sebentar saja?"
"O, Oke...Aku tidak masalah, tapi, entah mengapa, Yukinon terlihat sangat menakutkan..."
Yuigahama mencoba merespon senyuman Yukinoshita. Oh, ada apa ini? Kenapa aku juga mulai ketakutan?
Apakah ada sesuatu yang memicu emosi Yukinoshita? Hal-hal yang bisa menyentuh emosi Yukinoshita itu biasanya kucing dan Pan-san, atau juga obrolan politik antar gadis di masa lampau...Hei, tapi itu saja sudah bisa dikatakan terlalu banyak hal yang bisa memicu emosinya. Kalau dipikir-pikir, gadis ini ternyata tidak sebaik itu!
Ngomong-ngomong, aku tidak tahu apa yang hendak dia rencanakan dengan Yuigahama setelah ini. Suasana ini mirip seperti dipanggil ke belakang gedung sekolah, lalu akan ada kaca yang pecah jika dibiarkan begitu saja. Ngomong-ngomong, kupikir aku harus melakukan sesuatu untuk menghentikannya, lalu aku berdiri dari kursiku.
"Oi, oi, Yukinoshita. Tenangkan dirimu, kau ini baru saja kerasukan apa...?"
"Sesuatu yang tidak terduga. Dan, bukannya aku akan melakukan sesuatu yang aneh."
Akupun membalasnya dengan nada suara yang agak terkejut.
"Kau jangan balas dendam kepadanya! Bisakah kita selesaikan ini dengan damai...?"
Setelah mendengarkan balasanku, Yukinoshita terlihat kesal dan kecewa. Lalu, dia menaruh jarinya di bibir dan menutup kedua matanya.
"Bukankah tadi aku sudah kukatakan?...Aku akan melakukan apa yang bisa kulakukan."
Ketika mengatakan itu, Yukinoshita tersenyum, sebuah senyuman yang memberitahuku kalau itu hanyalah candaan antar gadis saja.
x x x
Apa yang tersisa dari sebuah festival adalah kesendirian.
Tidak terkecuali dari event yang digelar di ruangan ini. Setelah Isshiki menyelesaikan 'ceramah' penutupnya, semua orang mulai mengemasi barang-barangnya dan meninggalkan ruangan.
Dari keramaian orang-orang itu, aku bisa melihat Yukinoshita yang pulang bersama Yuigahama. Yuigahama mungkin akan menginap di apartemen Yukinoshita. Ditemani langit yang dingin, aku mulai mengayuh sepedaku dengan cepat menuju rumah.
Setelah memakan makan malamku, yang ingin kulakukan hanyalah berbaring di kotatsu dan tidak melakukan apapun. Saat ini, hanya Kamakura dan diriku yang ada di ruang keluarga. Juga, yang dikerjakan Kamakura sedari tadi hanyalah melingkarkan tubuhnya di bawah kotatsu dan tidur. Satu-satunya orang yang terbangun hanyalah diriku.
Lalu, pintu ruang keluarga terbuka, dan Komachi berjalan masuk, memakai piyama dan topi tidurnya.
Dari keramaian orang-orang itu, aku bisa melihat Yukinoshita yang pulang bersama Yuigahama. Yuigahama mungkin akan menginap di apartemen Yukinoshita. Ditemani langit yang dingin, aku mulai mengayuh sepedaku dengan cepat menuju rumah.
Setelah memakan makan malamku, yang ingin kulakukan hanyalah berbaring di kotatsu dan tidak melakukan apapun. Saat ini, hanya Kamakura dan diriku yang ada di ruang keluarga. Juga, yang dikerjakan Kamakura sedari tadi hanyalah melingkarkan tubuhnya di bawah kotatsu dan tidur. Satu-satunya orang yang terbangun hanyalah diriku.
Lalu, pintu ruang keluarga terbuka, dan Komachi berjalan masuk, memakai piyama dan topi tidurnya.
"Kamu masih belum tidur?"
"Um. Aku ingin tidur, tapi aku masih ingin melakukan sesuatu dulu."
Setelah mengatakannya, Komachi berjalan menuju dapur.
"Terserah kamulah, tapi segera tidur."
"Uh uh."
Meskipun hatiku sedang gamang, karena ingin bertanya kepadanya apakah tidak masalah belum tidur di jam selarut ini karena besok dia ada Ujian Masuk SMA Sobu. Tapi, responnya hanyalah "uh uh". Lalu, terdengar suara "chichichi" dari arah kompor di dapur.
Aku sempat berpikir kalau dia mungkin sedang memasak sesuatu, hanya sekedar untuk mengisi perut, karena aku mendengar suara dari rak dapur seperti hendak mencari sesuatu. Ketika aku berpikir kalau dia belum tidur karena kelaparan, dia lalu berjalan ke arah kotatsu.
"Ini, ambil ini."
"Uh, ah, terima kasih."
Komachi memberiku sekaleng MAX COFFEE. Aku menerimanya dan merasakan kaleng tersebut masih hangat. Tampaknya dia memanaskannya dengan memasukkan kalengnya di air panas. Gadis ini luar biasa...
"Oni-chan, kakimu mengganggu..."
Sambil mengatakannya, dia menendang kakiku keluar dan mulai ikut masuk ke kotatsu. Lalu, kami berdua mulai meminum kopi panas kami.
"...Besok adalah hari H-nya..."
"Benar. Kalau kau tahu, maka cepatlah tidur setelah meminum ini. Besok sudah ujianmu..."
Well, kamu bisa memperoleh tidur yang enak jika sebelum tidur kamu meminum kopi yang hangat. Apakah di masa depan kelak kaleng kopi ini bisa dikategorikan sebagai pengobatan medis? Aku bahkan merekomendasikan ini bagi siapa saja.
Tapi, ini tidak seperti apa yang Komachi pikirkan.
"...Tidak, besok adalah Valentine. Sebagai seorang pria, apa Oni-chan tidak merasa tertarik dan berdebar-debar?"
Wajahnya tampak terkejut ketika mengatakannya.
Kalau dipikir-pikir, beraninya dia memikirkan Valentine sementara besok adalah ujian masuknya...Putri rumah ini tampaknya punya keberanian yang luar biasa. Tampaknya aku tidak perlu bertanya lebih jauh kepadanya apakah dia siap dengan ujiannya atau tidak.
"Aku pastinya tidak akan menjadi pria seperti yang kau katakan tadi. Semua pikiran dan perhatianku hanyalah untuk Komachi pada saat ini."
"Itu karena Oni-chan terlalu perhatian kepada Komachi. Menjijikkan. Akan lebih baik jika Oni-chan mulai memikirkan diri Oni-chan sendiri pada saat ini."
"Yang kulakukan saat ini sendiri adalah sedang memikirkan diriku sendiri."
Aku melanjutkan acara minum kopiku sambil mengatakannya tadi. Komachi lalu mulai tersenyum...Tunggu, kalau tidak salah dia baru saja mengatakan hal yang buruk tentangku?
Jika kamu memanggil saudaramu menjijikkan, aku mungkin nantinya akan melakukan hal-hal yang menjijikkan untukmu.
Karena itulah, aku memukul mejaku, bersikap seperti anak nakal yang sedang mencari perhatian. Aku ini memang menjijikkan.
"Oh benar, ngomong-ngomong soal coklat. Ini, dari Yukinoshita."
Kutarik tasku ke arahku, dimana aku baru saja ingat tentang coklat yang diberikan Yukinoshita tadi. Setelah itu, kuberikan coklat itu ke Komachi. Entah mengapa, Komachi tersenyum.
"Oh! Ini dari Yukino-san!"
"Meski begitu, Komachi-chan. Apa kau tidak peduli dengan Onii-chan? Apa kau tidak ada rencana untuk memberinya coklat?"
Karena itulah, aku memukul mejaku, bersikap seperti anak nakal yang sedang mencari perhatian. Aku ini memang menjijikkan.
"Oh benar, ngomong-ngomong soal coklat. Ini, dari Yukinoshita."
Kutarik tasku ke arahku, dimana aku baru saja ingat tentang coklat yang diberikan Yukinoshita tadi. Setelah itu, kuberikan coklat itu ke Komachi. Entah mengapa, Komachi tersenyum.
"Oh! Ini dari Yukino-san!"
"Meski begitu, Komachi-chan. Apa kau tidak peduli dengan Onii-chan? Apa kau tidak ada rencana untuk memberinya coklat?"
"Bukankah aku baru saja memberikan sesuatu yang sejenis dengan itu barusan?"
Komachi menunjuk kaleng MAX COFEE di tanganku dengan dagunya. Bukan, bukan, ini bukan seperti itu. Yang kuinginkan bukanlah semacam kopi ini. Aku tidak bisa merasakan cinta di kopi ini, aku ingin merasakan cinta...
"...Komachi, kamu tidak menyukai Oni-chan?"
"Tidak,"
Komachi langsung meresponnya dengan tawa yang sinis. Woo, woo, aku mulai terlihat sedih ini...
"Cepatlah berikan aku coklat..."
"Cepatlah berikan aku coklat..."
Melihatku hendak menangis seperti itu, Komachi menatapku dengan frustasi, dia lalu merangkak keluar dari kotatsu dan pergi entah kemana.
Tampaknya dia sudah tidak tahan melihat sikapku tadi...Tepat ketika aku berbaring di bawah selimut kotatsu dan sudah terlihat putus asa, Komachi tiba-tiba kembali masuk ke dalam kotatsu.
"Ini..."
Lalu, dia membaringkan kepalanya di punggungku dan hendak memberiku sesuatu.
Setelah kulihat, ternyata itu adalah coklat yang dibungkus dengan indah.
"...Apa ini, untukku?"
"Well, ini sesuatu yang sederhana. Karena Oni-chan dari tadi merengek-rengek memintanya..."
Dia tampaknya memberikannya kepadaku dengan wajah kesal. Aku peluk kotak coklat ini dengan erat dan berulang kali mengucapkan terima kasih disertai air mata yang hendak menetes ini. Dia ternyata sudah mempersiapkan ini untukku. Adikku ini memang luar biasa...
Melihatku dengan ekspresi itu, dia tampak terkejut dan tersenyum kecut.
"Komachi akan benar-benar sangat bahagia jika Oni-chan mengatakan kata-kata itu ke gadis yang lain selain Komachi..."
"Kamu pikir dengan siapa lagi aku bisa mengatakan kata-kata memalukan seperti itu kalau tidak dengan kamu...? Kalau dipikir-pikir, kan rasanya kurang berharga jika aku diberi coklat karena aku memintanya."
Ketika aku mengatakannya, Komachi menatapku tajam.
"Jadi, coklatku barusan tidaklah berharga?"
"...Ah, bukan...Bukan begitu? Coklat Komachi berbeda. Spesial. Komachi adalah yang paling manis dan terbaik."
"Kamu jangan terlalu serius soal ini, dasar Kakak sampah!"
Komachi menghela napasnya dan mengatakannya tanpa ekspresi.
"...Tapi, jika seseorang seperti Oni-chan yang sangat buruk dalam berpura-pura bisa menerima coklat dariku, kupikir aku masih bisa melihatnya dengan senang."
Komachi mengatakannya dengan senyum yang lebih dewasa dari biasanya. Dia menaruh tangannya di dagu sambil berbaring di kotatsu, menganggukkan kepalanya, lalu melihat ke arahku dengan hangat.
Aku merasa agak malu melihat ekspresinya yang seperti itu. Lalu, aku memalingkan mataku.
"Apa barusan itu artinya aku baru sama mendapatkan nilai tinggi untuk point Komachi?"
"Tidak, jika maksudmu kejadian tadi, maka nilaimu cukup rendah."
Aku meneguk habis tetes terakhir dari kopi hangat ini.
Kopi ini sangat manis hingga mulutku seperti sudah tidak ingin meminum apapun setelah ini.
"Kalau begitu, kupikir aku akan segera tidur saja."
"Oh, cepat pergi tidur sana!"
Komachi mengambil kaleng-kaleng kosong tersebut dan melemparnya di tempat sampah yang berada di dapur. Ketika Komachi berjalan menuju pintu, Kamakura yang baru saja bangun, mengikuti langkahnya dari belakang.
"Oh, Ka-kun. Mau tidur bersama?"
Kamakura tidak melakukan "meow" untuk meresponnya, tetapi dia menggosok-gosokkan kepalanya di kaki Komachi. Komachi terlihat tersenyum, lalu dia menggendong Kamakura.
Aku memanggilnya ketika dia membuka pintu ke tangga menuju kamarnya.
"Komachi."
"Apa?"
"Aku akan selalu mendoakan yang terbaik untukmu besok. Selamat tidur."
"Uh uh. Terima kasih. Aku akan lakukan yang terbaik. Selamat tidur."
Meski Komachi tidak mengatakan banyak hal, tapi aku bisa melihat keceriaan disana. Dengan menggendong Kamakura, dia kembali ke ruangannya.
Setelah melihat dia pergi, aku menatap ke arah tasku. Kuambil dua buah bungkusan coklat dari Isshiki dan Yukinoshita.
Kubuka kertas kaca pembungkusnya, kumakan coklatnya sambil tiduran di lantai.
Kututup kedua mataku untuk menghindari penerangan ruangan ini yang menyinari mataku. Rumah terasa gelap, sunyi dan dingin.
Coklat yang berada di mulutku, mulai meleleh dan menghilang seperti salju yang mencair, memberiku sebuah sensasi seperti kehilangan sesuatu.
Apa yang sebelumnya terasa manis, kini yang tersisa di mulutku hanyalah rasa pahitnya saja.
Setelah melihat dia pergi, aku menatap ke arah tasku. Kuambil dua buah bungkusan coklat dari Isshiki dan Yukinoshita.
Kubuka kertas kaca pembungkusnya, kumakan coklatnya sambil tiduran di lantai.
Kututup kedua mataku untuk menghindari penerangan ruangan ini yang menyinari mataku. Rumah terasa gelap, sunyi dan dingin.
Coklat yang berada di mulutku, mulai meleleh dan menghilang seperti salju yang mencair, memberiku sebuah sensasi seperti kehilangan sesuatu.
Apa yang sebelumnya terasa manis, kini yang tersisa di mulutku hanyalah rasa pahitnya saja.
x Chapter VII | END x
Tidak ada komentar:
Posting Komentar