Kamis, 13 Juli 2017

[ TRANSLATE ] Biblia Vol 3 Chapter 1 : Young, Robert F. Gadis Dandelion. Shueisha Bunko. (5/7)




"Gadis Dandelion...Apa itu buku asing yang bergenre Sci-Fi romance?"

"Oh, ternyata kau tahu juga. Kudengar kau itu tidak begitu tahu banyak soal buku-buku."

"Ah, hanya kebetulan saja." Akupun membalasnya dengan spontan.

Buku yang sedang dibahas itu berada tepat di depanku, jadi bukannya aku tahu banyak atau sejenisnya.

"Apa itu benar-benar dicuri?"

"Hmm? Apa maksudmu?"

"Maksudku, apa benar Gadis Dandelion itu ada di tumpukan buku yang dimenangkan Hitori? Bagaimana kalau si Hitori sudah membuat kesalahan..."

Kemungkinan tersebut muncul begitu saja. Kalau memang salah duga, maka ini akan mudah sekali untuk diselesaikan. Tapi Takino menyangkalnya.

"Aku membuat pencatatan ketika aku dulu membeli buku itu, itu kebiasaanku untuk sekedar jaga-jaga. Aku sendiri tidak tahu banyak tentang genre Sci-Fi, jadi aku tidak menawar begitu tinggi ketika dulu buku itu dijual kepadaku. Si pelanggan tersebut bilang kalau aku boleh membeli buku tersebut berapapun harga yang kumau."

"Apa orang yang menjual buku tersebut kepadamu adalah seorang penggemar buku?"

Kalau tidak salah Takino bilang kalau buku-buku tersebut dijual kepadanya oleh seorang pelanggan yang berusia sekitar 30-an tahun, wanita berkacamata yang tampak seperti seorang penggemar buku. Kalau dia benar-benar seorang penggemar buku, maka wanita tersebut harusnya tidak mengatakan hal tersebut mengenai harga jualnya.

"Wanita itu bilang kalau dia bukanlah penggemar buku. Katanya, dia baru saja bercerai dan mau pindah rumah. Karena itulah dia ingin membuang barang-barang tidak penting dari rumah itu. Sepertinya, dia sering cekcok dengan mantan suaminya meski mereka sudah menikah selama 10 tahun...Wanita itu sering mengeluh tentang itu."

Ternyata ada kenyataan pahit dibalik lamanya rumah tangga mereka. Kurasa, itulah kehidupan.

"Pertanyaannya, siapa pencurinya? Entah mengapa Inoue berpikir kalau Shinokawa pelakunya."

Tiba-tiba aku langsung berkeringat dingin meski disini terasa sejuk.

"Me-Mengapa bisa begitu?"

"Entahlah. Dia bilang kalau putri Shinokawa pasti tidak akan ragu untuk melakukan hal yang semacam itu   dia itu bermuka dua, persis seperti ibunya, begitulah katanya. Aku coba memberitahunya kalau Shinokawa itu bukan tipe orang yang menyentuh barang milik orang lain, tapi..."

Aku bisa mendengar suara embusan napas panjangnya di ujung telepon.

"Aku berencana untuk memberitahu Ketua Perkumpulan tentang insiden ini. Akupun mengatakan hal yang sama ke Inoue, tapi aku ingin kalian waspada, untuk sekedar jaga-jaga saja. Tolong lindungi Shinokawa jika situasinya memburuk. Tolong telpon aku kalau membutuhkan bantuan."

"Oke."

Aku mulai memikirkan tuduhan yang dialamatkan ke Shioriko.

Seperti halnya Takino, aku percaya kalau Shioriko tidak akan pernah mencuri buku milik orang lain. Dia sendiri sudah dicelakai oleh orang yang tidak hanya ingin mencuri, tapi hendak melakukan segala cara untuk memperoleh buku yang dimilikinya. Aku sangat yakin dia membenci hal-hal yang semacam ini lebih dari yang lainnya.

Satu hal yang kupikirkan adalah dia mengeluarkan buku Gadis Dandelion. Diantara seluruh buku yang ada di pameran, hanya itulah yang hilang. Tiba-tiba dia mengeluarkan buku itu dari raknya. Dengan timing yang seperti itu   sulit rasanya menyebut itu sebagai sebuah kebetulan.

"Halo...Apa kau masih disana?" suara Takino membuatku tersadar.

"Ah maaf."

"Oke. Sebenarnya ini bukan masalah besar, tapi aku tidak bisa mengatakan ini langsung ketika ada Shinokawa. Aku bersyukur kau bekerja di Biblia." Suara Takino terdengar serius.

"...Kenapa begitu?"

"Shinokawa itu pemalu kalau dengan orang asing, dan dia mulai cerewet ketika membicarakan buku. Dia sangat bagus dengan pekerjaannya, tapi dia tidak pandai berkomunikasi dengan pemilik toko yang lain, seberapa keras dia mencoba. Dia dulu pernah mempekerjakan part timer, tapi tidak bertahan lama karena ada masalah komunikasi."

Aku memang pernah mendengar hal itu dari Shioriko. Sepertinya si karyawan tidak begitu betah mendengarnya bercerita soal buku dan berhenti.

"Lalu terjadilah itu, kakinya terluka. Kami semua dari perkumpulan merasa khawatir kalau tokonya akan tutup...Well, sebenarnya tidak semua. Tapi untung saja ada pekerja paruh waktu yang mulai bekerja di toko sejak musim panas, dan tokonya tetap buka."

Kutebak, paling si Hitori yang termasuk "tidak semua" dalam kata-katanya barusan. Tiba-tiba, aku mulai teringat dengan pembicaraan kami tempo hari.

"Apa semua orang disana tahu namaku?"

"Hmm? Apa maksudmu?"

"Si Hitori memanggilku Goura kemarin, padahal itu pertamakalinya aku bertemu dengannya."

"Ada beberapa cerita yang beredar tentangmu, tapi yang kudengar hanya kau itu adalah pekerja paruh waktu yang dengan ajaib bisa bekerja disana. Kupikir tidak ada seorangpun yang tahu namamu atau wajahmu. Aku saja yang kenal Shinokawa, baru kemarin bertemu denganmu."

"Begitu ya..."

Ini malah menjadi semakin mencurigakan. Memangnya dia tahu namaku darimana?

"Ngomong-ngomong, Shinokawa percaya kepadamu. Aku berani mengatakan itu karena aku kenal dia sejak lama. Selain ayahnya, mungkin kau satu-satunya pria dimana dia berani terbuka akan perasaannya. Serius ini."

"Bagaimana dengan kamu sendiri?"

Aku mengatakan itu secara spontan. Ini cukup menggangguku juga, tapi Takino ini juga kenal dekat dengan Shioriko. Aku tidak akan kaget kalau dia dulunya pernah berpacaran dengan Shioriko.

"Ah, orang-orang juga sering menanyakan itu kepadaku."

Takino tampak mendesah kesal.

"Aku punya aturan tertentu kalau berdebat dengan Shinokawa. Kami berdua menyukai buku, jadi pembicaraan kami memang biasanya menjurus ke arah sana, tapi selera kita berbeda...Bagaimana ya, dia itu semacam suka dengan cerita-cerita yang menyentuh, atau tepatnya cerita-cerita yang bikin baper."

Kata-katanya mengingatkanku sesuatu. Gadis Dandelion, dimana aku sendiri berpikir kalau ceritanya memang mengaduk emosi pembacanya.

"Sedang aku, di lain pihak, suka cerita-cerita aneh, atau cerita yang membuat pembacanya frustasi. Misalnya horor dan thriller, semacam itulah. Shinokawa juga sering membaca genre itu, tapi dia selalu mencari-cari makna dari tindakan kriminal dalam ceritanya. Dulu kita pernah berdebat serius tentang makna sebuah ending buku, dan setelahnya kita agak renggang."

"Ending?"

"Entah apa kau tahu atau tidak, itu buku yang bercerita tentang remaja kriminil yang menyukai kekerasan..."

Tiba-tiba aku merasa seperti ada lampu pijar muncul di atas kepalaku. Aku sendiri tidak membaca buku itu, tapi aku tahu ceritanya.

"Apa buku yang dimaksud adalah A Clockwork Orange?"

"Kau ternyata tahu banyak ya!" 

Tiba-tiba suara Takino meninggi.

"Yeah, kita berdebat apakah chapter terakhirnya itu perlu ditambahkan atau tidak. Aku sendiri berpendapat kalau itu tidak perlu, dan Shinokawa menganggap perlu. Memangnya dia pernah menceritakan tentang perdebatan itu?"

"Bagaimana ya, sebenarnya tidak juga."

Ada sebuah kasus kecil tentang A Clockwork Orange karya Anthony Burgess itu di toko ini pada tiga bulan lalu, tapi itu bukanlah sebuah kejadian yang bisa kuceritakan dengan singkat.

Chapter terakhir bercerita kalau protagonis kriminil yang suka kekerasan itu berubah menjadi orang yang baik. Sudah sejak lama versi chapter tambahan itu beredar di Jepang.

"Aku tidak tahu apa maksudmu dengan sebenarnya tidak juga, tapi kau memang luar biasa. Akan bagus sekali jika kau nantinya berpacaran dengan Shinokawa, aku mendukungmu."

"Apa   !!"

Tiba-tiba aku mengucapkan itu di telepon. Meski aku tahu kalau itu berlebihan.

"Well, itu juga kalau dia mau sih."

Benar sekali.

Meski dari aku sendiri ada niatan untuk itu, tapi Shioriko sendiri tidak tertarik untuk memiliki hubungan. Dia pernah memberitahuku kalau dia tidak akan pernah mau menikahi seseorang. Katanya, dia tidak ingin menjadi seperti ibunya.

Kupalingkan pandanganku ke pintu menuju rumah utama untuk meyakinkanku kalau Shioriko masih belum kembali

"Memangnya, orangtua Shioriko itu seperti apa?"

Rencanaku, yaitu bertanya tentang ibunya, Shinokawa Chieko. Takino harusnya tahu sesuatu karena dia sudah kenal lama dengan keluarganya.

Sebuah embusan napas terdengar di ujung telepon.

"Biar kutebak, kau ingin tahu tentang ibunya yang menghilang?"

"Benar sekali."

"Begitu ya...Mereka berdua tampak seperti pasangan yang serasi. Tapi, itu dari sudut pandangku."

Takino mengatakan itu dengan pelan seperti berusaha mencari-cari sesuatu dalam ingatannya.

"Karena ayahnya itu orangnya pendiam, aku lebih sering mengobrol dengan ibunya. Ibunya tipe-tipe orang yang ceria...Dan kami berdua suka buku, jadi kami sering mengobrolkan itu ketika sedang tidak ada pelanggan."

"Jadi, dulu yang menjalankan toko ini hanya mereka berdua?"

"Sepertinya begitu. Ayah Shinokawa sudah lama tidak terlibat dalam toko, kalau tidak salah. Kudengar juga Biblia memperoleh untung yang sangat banyak ketika Ibunya mulai bekerja di toko, meski begitu ada saja orang-orang, seperti Inoue, yang tidak suka padanya."

Takino lalu terdiam. Sepertinya dia ragu apakah akan melanjutkan atau tidak. Kemudian, aku mendengar suara lain selain Takino di ujung telepon. Kudengar dia meminta maaf kepada orang lain dan memintanya untuk menunggu sebentar.

"Maaf, barusan ada pelanggan. Ayo ngobrol lagi kalau ada waktu. Jangan lupa untuk hati-hati jika ada Inoue. Sampai jumpa."

Takino langsung menyudahi percakapannya dan menutup telepon. Sedang Biblia sendiri, tidak ada pelanggan di toko. Sekarang ruangan ini terasa sunyi.

Ini aneh sekali.

Banyak sekali hal aneh terjadi sejak kami pergi ke Pasar Buku kemarin. Ada buku yang dijual dan katanya dari Biblia, buku yang dimenangkan Inoue dan katanya dicuri, lalu fakta kalau Shioriko sekarang sedang menjual buku Gadis Dandelion   entah mengapa kalau aku merasa semua ini ada kaitannya.

Masalahnya aku tidak bisa menemukan benang merah dari kesemuanya. Pertama-tama, akan menjadi hal yang bagus jika aku menceritakan ini ke seseorang yang mampu mengambil kesimpulan dan mengerti dengan apa yang terjadi.

"Maaf menunggu ya..."

Shioriko sudah kembali dari rumah. Dia memegang kantong kertas seperti sebelumnya.

"Siapa yang sedang kau telepon?" tanyanya.

Aku baru sadar kalau aku masih belum menutup kembali teleponnya. Kutaruh gagang teleponnya kembali dan mengambil kantong tersebut darinya.

"Barusan itu Takino."

"Renjou? Tumben, memangnya terjadi sesuatu?"

"Dia menceritakan kalau Pasar Buku kemarin kemungkinan besar disusupi pencuri."

"Eh! Serius?" Kedua matanya tampak terkejut.

Dia tampak benar-benar terkejut.

Kuceritakan apa yang kudengar dari Takino, termasuk buku Gadis Dandelion yang katanya dicuri. Dia bertanya apakah buku yang hilang itu benar-benar termasuk dalam paket buku yang dimenangkan Hitori. Aku sendiri tidak tahu apa yang sedang dipikirkannya saat ini.

"Um...Soal buku Gadis Dandelion yang disini..."

Aku ingin bertanya apakah kebetulan atau ada alasan tertentu buku tersebut dikeluarkan, tapi ketika aku memikirkan kata-kata yang tepat untuk mengatakannya, pintu kaca toko tiba-tiba terbuka.

Embusan angin dingin mulai masuk ke ruangan toko dan pria berambut putih memakai mantel panjang muncul. Hari ini dia tidak memakai kacamata, dan malah membawa sebuah tongkat tebal. Dia ini adalah pemiliki Toko Hitori.

"Ahh..."

Shioriko mengeluarkan suara ketakutannya. Akupun terdiam karena terkejut. Aku tidak pernah menduga kalau dia akan muncul secepat ini. Dengan dibantu tongkatnya, dia berjalan ke arah kami. Aku mulai memikirkan apa langkahku selanjutnya, tapi ini sudah terlambat.

"Aku tahu kalau kau pelakunya!" dia berteriak ke Shioriko.

Dia menyembunyikan dirinya di belakangku dan meremas lenganku. Dia tampak tidak bisa mengatakan apapun karena ketakutan.

"...Maaf, apa maksudmu?"

Kubetulkan posisi berdiriku dan bertanya setenang mungkin. Aku sekarang sudah siap jika dia tiba-tiba emosi dan bertindak diluar nalar. Dia memang tampak tidak terlalu tangguh, tapi tongkat besi yang dibawanya bisa menjadi masalah tersendiri.

"Gak usah pura-pura bego lah! Perempuan itu mencuri buku milikku di pameran kemarin! Dia mencuri buku yang kumenangkan!"

"Ka-Kau salah...I-Itu koleksik..."

"Kalau bukumu hilang, bukan berarti otomatis dia pencurinya."

Kusangkal semua tuduhan yang mengarah ke Shioriko. Aku bisa melihatnya mengangguk di salah satu sudut mataku.

"Lu kira gue lagi becanda? Apa lu mau bilang kalau ini cuma kebetulan saja?"

"...Ya begitulah."

Jujur saja, memang sulit mengatakan ini semua kebetulan, tapi aku tidak punya pilihan lain. Aku langsung menambahkan kata-kataku sehingga mengesankan kalau aku yakin dengan keputusanku.

"Kupikir tidak ada yang cukup bodoh mencuri sebuah buku dimana banyak orang di lokasi."

Aku mencoba mengulang kata-kata yang Takino ucapkan tadi. Kedua mata Inoue tampak menajam. Sepertinya, aku berhasil menenangkannya.

"Sepertinya si bocah Takino sudah terlalu jauh kali ini..."

Inoue mengatakan itu dengan ekspresi yang menjengkelkan.

"Perempuan itu punya kesempatan untuk mencuri bukunya, kalau itu argumenmu tadi. Ketika aku kembali ke tempat lelang sebelum amplop tawaran dibuka, aku melihatnya bersembunyi di belakang tubuhmu. Memangnya ada orang lain lagi selain kalian?"

Pernyataannya membuatku terkejut. Memang, benar kalau aku sengaja bergerak untuk menyembunyikan Shioriko dari pandangannya ketika dia menatapnya dengan tajam. Lokasi bukunya ada di sudut, jadi tidak banyak orang yang melihat kita.

"Kalau cuma itu, tidak kuat untuk dijadikan bukti   "

"Nanti akan ketahuan sendirinya ketika aku meminta diadakan investigasi. Kau juga akan dituduh bersekongkol dengannya karena membantunya menyembunyikan diri waktu itu. Jangan bilang kalau kau ini percaya kalau perempuan ini tidak bersalah?"

Aku mungkin mengenal karakter Shioriko lebih baik darinya. Sebelumnya, agar bisa melindungi edisi pertama karya Osamu Dazai, Belakangan Ini, dari sebuah maniak bernama Tanaka Toshio, dia malah menyembunyikan kebenarannya dari semua orang     termasuk polisi, lalu membuat dirinya sendiri berada dalam bahaya. Ketika ini hanya tentang dirinya, dia berani untuk menghadapinya sendirian.

"Dia itu putrinya Shinokawa Chieko; persis seperti ibunya, sampai ke penampilannya"

Inoue mulai emosi. Dia menatapnya tajam, jari dan mulutnya mulai bergetar hebat.

Aku akhirnya mengerti. Masalahnya tidak hanya karena dulunya dia punya masalah dengan ibu Shioriko. Dia juga takut kalau Shioriko juga bersifat mirip dengan ibunya.

Shinokawa Chieko memiliki sifat mau melakukan hal-hal yang ekstrem demi mendapatkan buku yang dia inginkan. Mungkin saja, Inoue ini adalah salah satu korbannya.

"Mustahil Shioriko melakukan hal kriminal."

Aku mengatakan itu dengan sangat yakin.

"Kenapa kau sangat mempercayainya? Apa kau kena guna-guna atau sejenisnya?"

Aku bisa merasakan kalau dia sangat ketakutan dari caranya memegang erat lenganku ini. Apalagi, aku merasakan ada sesuatu yang lain dan sedang menyentuh lenganku sehingga konsentrasiku mulai buyar.

"Bukan...Bukan begitu..."

Aku punya alasan lain.

"Oke, mana buktinya?"

Aku tidak tahu harus menjawab apa. Jujur saja, tadi aku sebenarnya ingin menanyakan ini ke Shioriko...Tapi akan menjadi masalah jika saat ini aku menanyakan ini kepadanya.

"Ayo, napa lu diem aja?"

Inou menekanku untuk memberikan jawaban.

Tangan Shioriko yang bergetar sejak tadi terasa diam. Sepertinya dia menunggu jawabanku kali ini. Jelas sekali kalau kami tidak akan lolos dari situasi ini jika tidak menjawabnya.

"Aku yakin dia bukanlah pencurinya."

"Jawaban macam apa itu? Yang kuminta itu bukti   "

"Kalau dia pelakunya, tanggung sekali hanya mencuri satu buku. Dia harusnya mencuri setiap buku langka yang ada di pameran kemarin!"

Aku sendiri bingung dengan kata-kataku barusan. Itu tidak akan berhasil melindungi kami. Malahan, itu terdengar seperti mengkritik tindakannya.

Tapi Inoue, malah mengembuskan napasnya.

"Begitu ya..."

Ternyata jawaban barusan bisa diterima olehnya. Ini benar-benar mengejutkanku.

"Tapi jika kata-katamu tadi benar, maka ada orang lain yang mencurinya."

"Well...Bisa saja begitu."

"Karena itulah kalian harus menemukan pencuri sebenarnya sebelum tahun berganti."

"Huh?"

Aku tidak tahu harus mengatakan apalagi, ini sudah tidak masuk akal.

"Kalau kalian tidak bisa menemukan pelakunya, maka aku akan pergi ke polisi agar ini diselidiki. Aku akan memegang buku ini sampai waktunya tiba. Lagipula, ini bisa dikategorikan sebagai barang bukti."

Inoue mengambil buku Gadis Dandelion dari meja kasir dan berjalan pergi keluar toko. Dia bahkan tidak menutup pintunya kembali. Shioriko dan diriku ditinggalkan begitu saja di toko, dimana suasananya mulai bertambah dingin.

Ini kacau sekali. Fakta kalau kemarin buku serupa dicuri di Pasar Buku lalu hari ini buku serupa dijual di toko kami. Dengan informasi itu, jika Inoue melapor ke polisi dan memberitahukan dugaannya kalau dicuri oleh Shioriko, pasti akan dianggap serius. Mungkin juga, ada gosip yang mulai menyebar dari insiden ini, dan ini akan mempengaruhi reputasi toko. Ini padahal baru setengah tahun terlewati dari insiden Tanaka Toshio.

Meski begitu, mustahil bisa menemukan pelakunya dengan cepat. Kita benar-benar berada dalam situasi yang sulit.

"...Daisuke."

Shioriko sudah melepaskan lenganku dan melihat ke kedua mataku. Kedua matanya tampak sembab seperti hendak menangis saja. Mungkinkah itu karena Hitori...Tidak, mungkin akulah yang sudah melukai perasaannya. Aku harusnya tidak mengatakan kalau dia harusnya mencuri seluruh buku-buku di pameran kalau dia memang pelakunya.

"Umm...Tentang yang kukatakan tadi..."

"Apa kau ada waktu untuk menemaniku minum malam nanti?"

"Huh?"

Aku tidak percaya dengan apa yang baru saja kudengar.





x Chapter I Part IV | End x



Tidak ada komentar:

Posting Komentar