Rabu, 15 Juli 2015

[ TRANSLATE ] Oregairu Vol 10 Chapter 5 : Sampai saat itu tiba, Totsuka Saika akan terus menunggu


x Chapter V x









  Waktu itu langit terlihat cerah di musim dingin ini, ketika Miura mengunjungi klub kami.

  Aku berjalan keluar dengan perlahan untuk mengikuti pelajaran olahraga dan langit yang cerah menemani hariku. Kalau melihat cuaca ini, nampaknya malam ini akan menjadi malam yang super dingin.

  Tetapi aku sangat berterima kasih dengan cuaca cerah ini karena aku akan segera mengikuti latihan untuk persiapan marathon. Mungkin aku akan langsung berbaring di rumah ketika malam, jadi masalah suhu ketika malam seperti apa, tidak akan menjadi masalah bagiku...

  Seluruh siswa kelas 2F keluar menuju halaman sekolah. Seperti pelajaran olahraga di hari-hari biasanya, latihan marathon akan dibagi antara siswa pria dan wanita. Mungkin latihannya hanya lari biasa, meskipun jalur lari antara siswa pria dan wanita akan terpisah.

  Kita berkumpul di lapangan dan aku melihat Miura diantara grup para siswi.

  Sejak pagi tadi, Miura terlihat seperti berusaha menghindari aku dari pandangannya. Entah ketika di kelas atau jam istirahat, dia selalu memalingkan pandangannya dariku dengan dagu menempel di tangannya. Dan ketika jam istirahat, Yuigahama dan Ebina-san berkumpul dengannya untuk mengobrol.

  Meskipun kemarin aku merasa agak bersalah karena telah melihatnya dalam jarak yang begitu dekat, hari ini dia terlihat lebih tenang daripada kemarin, meskipun aku sendiri tidak tahu mengapa dia menjadi begitu.

  Dalam kejadian kemarin, aku berinisiatif pulang lebih dulu dari klub untuk sekedar memberikan ruang bagi Miura di klub. Jika ada pria berada di ruangan itu setelah Miura mengutarakan permintaannya, aku ragu Miura akan merasa nyaman dengan kehadiranku disana.

  Jadi apa yang Yukinoshita, Yuigahama, dan Miura diskusikan di ruangan itu adalah sesuatu yang tidak kuketahui. Mempertimbangkan kondisi Miura yang terlihat akan menangis, aku juga merasa pesimis mereka bisa membuat percakapan yang normal setelahnya.

  Apakah hanya pikiranku saja, kalau aku merasa Miura-san kemarin terlihat sangat lemah terhadap tekanan...? Apa dia sebenarnya akan menangis ketika dulu Yukinoshita memenangkan debat dengannya di kemah musim panas...?

   Meski aku berpikir dia mungkin lemah, namun aku berpikir dia juga memiliki hati yang kuat.

  "Aku ingin tahu." Kata-kata tersebut terus berdengung di kedua telingaku.

  Ketika aku masuk barisan, aku melihat ke arah depan barisan.

  Hayama Hayato ada di depan barisan.

  Hayama sedang terlibat percakapan kurang menyenangkan dengan Tobe dan yang lain, dan tidak melihat diriku yang sedang memperhatikannya.

  Atau mungkin dia sebenarnya tahu, dan pura-pura tidak tahu, persis seperti kebiasaannya selama ini.

  Yang pertama terlintas di pikiranku, kenapa dia tidak mau memberitahu orang-orang tentang pilihan jurusannya? Mungkin akan lebih cepat bagiku jika aku mencari tahu alasan dia menjadi keras kepala seperti itu daripada memaksanya untuk mengatakan pilihannya.

  Ketika aku berdiri terdiam dalam lamunan, guru olahraga kami, Pak Atsugi, selesai mengabsen para siswa.

  "Baiklah. Silakan berpasangan dengan siapa saja dan lakukan pemanasan." kata Pak Atsugi dengan keras.

  Semua orang membentuk formasi berpasangan dan memulai pemanasannya.

  Apa aku harus berpasangan dengan seseorang yang dekat dengan Hayama dan mungkin aku bisa bertanya satu atau dua hal kepadanya?

  Pertanyaannya, siapa?

  Memangnya ada orang lain yang mengenal Hayama lebih dari Miura? Mereka yang mungkin agak mendekati, mungkin adalah grupnya Miura. Kulihat Miura ternyata sedang memperhatikan Hayama dari tadi. Jika ada orang yang lebih dekat dari mereka, kupikir jumlahnya sangat sedikit, itupun jika ada.

  Aku perlu melebarkan pikiranku. Mengganti paradigma, kurasa itu istilah kerennya. Bagaimana jika aku bertanya ke seseorang yang memiliki atribut yang mirip dan juga teman dari Hayama, lalu dari situ aku mencoba mengambil kesimpulan? Contohnya, Totsuka yang juga ketua dari klub olahraga dan juga sekelas dengannya. Bagaimana Totsuka yang sehari-hari pergi ke sekolah atau siswa seperti...Oke, aku tidak cukup yakin tentang itu sebenarnya, kupikir hanya Totsuka. Aku tidak bisa memikirkan kandidat lain, jadi sebaiknya aku coba ke Totsuka.

  Mmkay, sekarang adalah waktunya latihan pemanasan dengan Totsuka! Dengan ekspresi bersemangat aku melihat sekitar untuk mencari Totsuka dan aku mendengar seseorang memanggilku.

  "Hachimaaan!"

  Secara spontan aku menoleh, dan menatapnya.

  Zaimokuza terlihat dari kejauhan seperti memenuhi permukaan lapangan ini dengan diikuti lambaian tangan.

  "Hachimaan, ayo kita lemaskan tubuh kita dalam pemanasan!"

  "Kau membuatnya seperti kita hendak bermain Baseball saja... Lagipula, aku sudah berpasangan dengan seseorang, jadi..."

  Aku berpikir suara komplainku didengar olehnya, tetapi dia tidak mendengarku sama sekali. Malahan, dia memulai sebuah alasan aneh.

  "Tunggu dulu. Pak Guru tadi menyuruh kita untuk berpasangan siapapun yang kita suka, tapi jangan anggap aku mendatangimu karena aku suka kepadamu...J-Jadi, jangan salah paham ya, kau dengar?"

  "Ya ampun, jangan mengatakan itu dan memalingkan wajah, barusan itu terdengar sangat menyeramkan..."

  Aku mengalihkan pandanganku dari Zaimokuza dan memperhatikan sekitar. Hayama, Tobe, Ooka, dan Yamato telah membentuk pasangannya masing-masing dan memulai pemanasannya. Sial! Bahkan Totsuka sudah berpasangan juga! Padahal aku sudah berharap ini bisa dijadikan alasan bagiku untuk meninggalkan dia dan pemanasan bersama Totsuka...

  "Baiklah..."

  Aku menyerah dan mulai berpasangan dengan Zaimokuza. Aku merenggangkan tubuhku, atau lebih tepatnya, merelaksasinya. Setelah melakukannya, aku meminta Zaimokuza untuk duduk di tanah dan aku menekan punggungnya.

  Namun dengan begini, aku membuang-buang waktu untuk menjalankan misiku. Ketika aku melakukannya, aku memutuskan untuk menggunakan skill spesialku yaitu 'mengobservasi perilaku manusia'.

  Aku menatap ke arah sekitar Hayama. Namun karena grupku ini agak jauh, aku tidak bisa melihat jelas mereka. Yang terlihat dari sini hanyalah dia sedang tersenyum, dan mengobrolkan sesuatu yang terlihat menyenangkan.

  Dari posisiku sekarang, aku tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan. Aku harus lebih dekat dari posisiku yang sekarang...

  Aku agak mencondongkan posisi tubuhku, dan aku ternyata telah menekan punggung Zaimokuza sampai ke bawah.

  "Ow, ow, owowowowow! Eeggk!"

  Ketika aku mendengar teriakannya, aku sadar telah membuat tubuhnya dalam posisi tertekan menempel ke tanah dan segera melepaskannya. Hasilnya, Zaimokuza terbaring di tanah  dan terlihat sedang kesakitan.

  Ada banyak perbedaan antara kami dan mereka. Aku membuat perbandingan singkat, tetapi sisi kami tidak punya sedikitpun kata "fun" dan suasana dengan obrolan ceria. Aku akhirnya tersenyum kecil.

  Zaimokuza melihatnya dan tersinggung. "Hentikan itu, Hachiman. Jangan membandingkan kita dengan mereka."

  "Ohh, maaf barusan salahku."

  "Kau hanya akan menemui kemalangan jika kau berusaha menyamakan dirimu dengan mereka. Mereka orang yang merasa unggul di penampilan, atletis di olahraga, dan mereka adalah tipe orang yang hanya mengingatku sebatas nama saja. Kau tidak perlu merendakan dirimu sendiri seperti itu, Hachiman."

  "Ehh, apa itu tadi tentang diriku?"

  Kupikir tadi kita sedang membandingkan Zaimokuza dan Hayama?

  Dengan melihat jarak diantara kita, tentu saja kadang aku membanding-bandingkan.

  "Oh ya, apa jurusanmu nanti?"

  'Karena kau adalah kebalikan dirinya, maka kau bisa dijadikan referensi' apa itu kata-kata Yukinoshita? Pikiran tersebut muncul dan aku mencoba bertanya.

  "Humu?" Zaimokuza memiringkan kepalanya, dan masih berbaring di lantai. "Aku? Aku memilih sains."

  "Huh?"

  "...Apa-apaan dengan tatapanmu barusan? Kau terlihat meragukanku?"

  "Nah, kupikir kau akan memilih ilmu sosial. Karena kamu bercita-cita menjadi penulis light novel, bukankah itu lebih cocok?"

  "Naif, kau sungguh naif!" Zaimokuza mengibas-ngibaskan jarinya seperti hendak menekan lidahnya.

  Sikapnya cukup menggangguku...Apakah dia baru saja lolos dari ledakan atau semacamnya?

  "Memang kalau melihat pilihan karirku di masa depan, pilihan pelajaran di ilmu sosial memang sangat membantuku. Masalahnya adalah tempat belajarnya yang dimana aku merasa sangat tidak tertarik. Kecuali aku memaksakan diri untuk menghadapinya, dan aku tidak akan fokus untuk belajar disana..."

  "...B-benar. Kau baru saja membuatku kagum dengan opinimu..."

  Dia memang benar-benar memiliki opini yang membuatku terkesan.

  Tapi Zaimokuza yang terlihat bukan seperti sampah bukanlah Zaimokuza yang sebenarnya. Zaimokuza yang sebenarnya adalah orang yang berlindung dibalik alasan, selalu memalingkan matanya dari realitas, dan biasanya memiliki idealisme tinggi dibalik gerakan tangannya...

  Aku akan selalu mengingat Zaimokuza yang itu di hatiku untuk selamanya. Selamat jalan, Zaimokuza. Aku mengatakan selamat tinggal ke Zaimokuza yang lama ke Zaimokuza di depanku.

  Zaimokuza mencoba berdiri dan membersihkan tanah yang menempelnya. "Sebenarnya, tadi aku bukannya seperti bilang kalau aku ini bagus di Matematika atau IPA..."

  "Kalau kau bermasalah dengan pelajaran itu, kau nantinya akan kesulitan lulus ujiannya, bukankah begitu?"

  "Memang begitu. Tetapi...Diriku sendiri sangat buruk ketika berhadapan dengan gadis-gadis daripada berhadapan dengan matematika dan IPA..." tatapan Zaimokuza merenggang dan nada suaranya terdengar lebih tenang.

  Barusan itu terdengar seperti sebuah pencerahan dibalik sebuah perjuangan panjang dirinya yang membuatku tidak mampu berkata-kata lebih jauh.

  Zaimokuza melanjutkan kata-katanya. "Aku menemukan kenyamanan di kelas sains. Gadisnya yang lebih sedikit, maka semakin damai ruangan belajarnya. Terlebih lagi, gadis yang memilih kelas sains terlihat lebih manis, bukan?"

  "Soal lebih manisnya aku tidak yakin, tetapi yang lainnya memang terasa benar...Ternyata kau bisa berpikir seperti itu juga, huh?"

  Dia membuka mataku dengan pilihan baru. Memang benar, rata-rata kelas sains peminatnya adalah 80% laki-laki. Kebanyakan gadis-gadis memang menghindari masuk ke kelas sains karena alasan itu.

  Tetapi kupikir kau harus khawatir karena ada kemungkinan gadis yang di kelas sains akan menjadi ratu otaku disana! Karena terus menerus berada di lingkungan yang berisi mayoritas laki-laki, tidak aneh kalau gadis yang disana akan merasa dirinya adalah seorang ratu. Gadis normal akan menjadi ratu di kelas sains seperti bagaimana seharusnya DNA seorang ratu bangkit setelah dicium pangeran...

  Itu hanya sebagian pikiranku yang keluar mengenai alasan Zaimokuza memilih kelas sains, tetapi, aku sendiri yakin alasan pertamanya tadi sangat jujur. Dia juga, ternyata telah memikirkannya dalam-dalam.

  "Kelas Sains terlihat cukup berat, jadi lakukan yang terbaik."

  "Memang, kau tidak perlu memberi saran seperti itu dua kali. Sebagai seorang pengelana sejati, aku tidak akan menjadi orang yang gagal dalam ujian, nin-nin."

  "Kalimatmu barusan terlalu bombastis untuk didengar."

  Kami menyelesaikan pemanasannya, berdiri, dan berjalan menuju start latihan marathon. Siswa lainnya ternyata sudah berkumpul dan kita sendiri berada di barisan belakang.

  Zaimokuza menggunakan jari telunjuknya dan menunjuk ke arahku. "Hachiman...Temani aku!"

  "Ogah..."

  Kamu bukan wanita. Kenapa aku harus berlari denganmu?

  Pak Atsugi meniup peluitnya sambil memegang stopwatch. Barisan depan mulai berlari dan secara perlahan kami ikut berlari mengikuti mereka.

  Aku melihat ke depan dan ke samping, tetapi semua orang terlihat sangat bersemangat. Ini cuma latihan, jadi tidak perlu melakukannya dengan serius.

  Pelajaran olahraga ini berada di jam ke 4 dan setelah ini adalah jam makan siang. Jika aku menggunakan seluruh energiku disini dan makan sesudahnya, aku sangat yakin kalau aku akan tertidur di jam ke 5 dan sesudahnya. Semua orang akan tertidur jika ruangan cukup hangat dengan perut terisi dan kelelahan. Sebenarnya aku sendiri akan tertidur tanpa harus kelelahan.

  Kita secara perlahan berlari di barisan akhir untuk beberapa menit, Zaimokuza nampaknya sudah melambat. Yang benar saja? Mana kata-katamu barusan! Kamu pikir bisa mengimbangi lariku!? Seperti kata-katamu tadi...?

  "U-Ugh...Ini fenomena dari Heavy Acceleration..."

  "Aku akan terus melanjutkan lariku."

  Aku berteriak ke Zaimokuza, meninggalkannya disana, dan terus berlari. Kapanpun kau mendengar seseorang mengajakmu berlari bersamanya, itu sebenarnya kata-kata sopan untuk memberitahu kalau di tengah perjalanan dia akan menyulitkanmu. Dan disini aku belajar sesuatu, anak-anak memang harusnya diajarkan untuk tidak mempercayai orang dengan mudah.






*   *   *






  Ketika aku terus berlari, ternyata aku telah menyelesaikan separuh dari jarak tempuh latihan ini.

  Jarak tempuh latihan ini adalah empat kilometer. Kami berlari mengitari area di sekitar sekolah. Blehhh...Kalau kita terus berlari seperti ini, aku lama-lama bisa menjadi sebuah mentega...

  Banyaknya pikiran tidak berguna melintasi kepalaku hingga aku hampir menyusul grup yang berada di tengah rombongan latihan. Sepertinya kebiasaanku yang setiap hari naik sepeda ke sekolah sangat membantuku, karena aku masih merasa memiliki separuh stamina tersisa.

  Meski begitu, orang-orang yang berada di rombongan "tengah" ini adalah orang-orang dengan motivasi dangkal,  jika dibandingkan dengan orang-orang yang berada di grup depan yang ingin mencapai finish dengan cepat sehingga mereka bisa langsung beristirahat.

Namun di grup inilah aku bisa melihat Tobe dan yang lain.

  Nampaknya sesi latihan lari ini dianggap sebagai latihan ringan bagi orang-orang yang tiap harinya berada di klub olahraga. Aku tidak perlu bertanya mengapa mereka malah memilih berlari bersama grup ini.

  Mereka berlari sambil mengobrol dan sesekali pura-pura memukul bahu masing-masing, menjitak kepalanya, dan berpura-pura sedang serius mengimbangi kecepatan grup itu dan menganggapnya candaan. Jika aku menjadi ketua kelas mereka yang memiliki rambut pigtail, aku akan menyuruh mereka dengan "Hey anak-anak, berlarilah dengan serius!" lalu mereka akan mengatakan kepadaku, "Diam kau jelek!" lalu aku akan menangis setelahnya. Apa-apaan tadi, aku sangat berterima kasih karena tidak menjadi ketua kelas yang cantik dan berambut pigtail.

  Tetapi yang sedang mengisengi grup ini adalah trio idiot Tobe, Ooka, dan Yamato. Aku tidak melihat Hayama di dekat mereka.

  Peluang bagus.

  Ada beberapa hal yang ingin kutanyakan ke mereka.

  Seperti sedang mengendap-endap di festival samba idiot yang sedang bermain-main, aku sekarang berada tepat di belakang mereka. Namun aku kesulitan untuk berbicara dengan mereka bersamaan dengan fokus berlari. Kau bohong! Hachiman, kau membohongi dirimu sendiri! Ketika tidak sedang berlaripun kau pasti akan mencari-cari alasan dimana kau tidak akan mencari momen itu!

  Ini sangat berat karena sejak tadi aku tidak menemukan ada rambu lalu lintas atau hal yang dapat membuat mereka berhenti sejenak...Dan ketika aku sibuk mencari peluang itu, Tobe berhenti berlari.

  "Pergilah dulu tanpaku."

  Tobe mengambil posisi jongkok setelah berteriak ke Ooka dan Yamato. Nampaknya dia sedang berusaha mengikat tali sepatunya.

  Ini bagus sekali, orang yang paling mudah diajak bicara berada sendirian di belakang.

  "Hey."

  "Whoa!"

  Aku berdiri di belakang Tobe dan menyapanya. Tobe merasa terkejut seperti dia hendak menangkapku.

  "Ya ampun, Hikitani-kun. Kau harusnya memberitahuku dengan pelan-pelan sebelum melompat seperti tadi. Aku tadi sangat ketakutan."

  Uh, kau terlalu membesar-besarkan tentang rasa takutmu tadi...Tidak perlu menanggapi komplainnya dan cepat tanya hal yang kuperlukan.

  "Hayama tidak bersamamu?"

  "Ahh. Hayato-kun sedang berlari dengan serius. Orang-orang nampaknya menaruh harapan tinggi padanya untuk memenangkan marathon tahun ini semenjak dia memenanginya tahun lalu."

  "Y U Don't say..."

  Jadi beginikah cara kerjanya. Marathon sekolah kita hanya dipisah berdasarkan siswa laki-laki dan siswa perempuan, artinya Hayama yang memenangkan marathon tahun lalu sebagai siswa kelas satu berhasil mengalahkan seniornya yang berada di kelas dua dan tiga. Karena itulah dia difavoritkan untuk memenangkannya juga tahun ini. Ngomong-ngomong, tahun lalu aku menyelesaikan marathonnya sebagai rombongan terakhir yang masuk garis finish.

  Lagipula, itu bukan masalahnya.

  Aku memberi tanda ke tobe untuk berlari ke depan dengan daguku. Akan sangat aneh jika kita hanya berdiri disini dan tidak tahu kapan Pak Guru akan kesini untuk memeriksanya. Karena pertimbangan itu pula, Tobe berdiri di sampingku dan kita mulai berlari bersama.

  Setelah berlari sejenak, Tobe memiringkan kepalanya seperti penuh dengan tanda tanya. Dia mungkin merasa aneh kenapa aku berlari bersamanya. Aku ingin langsung ke pokok pemasalahannya saja.

  Sebelum aku mengatakan sesuatu, Tobe membuka mulutnya. Dia menghembuskan napasnya seperti sedang menguap lalu memandangiku dengan senyum yang kurang nyaman. "Yo, yang benar saja, waktu gue denger gosip itu, gue terkejut bukan main. Ini gak seperti topik yang bisa kita obrolin ke orang-orang kan?"

  "Huh?" aku menatapnya dengan setengah mata terbuka membayangkan apa maksud dari percakapannya tadi.

  Tobe berusaha menyeka keringat di alisnya. "Ayolah, kau kan tahu kalau Hayato-kun mengatakan soal inisial "Y", inget nggak? Enggak banyak orang yang tahu kejadian itu."

  "..."

  Kata-kata yang agak aneh barusan membuatku berpikir sejenak. Tetapi setelah berhasil menghubungkan titik-titik yang berhubungan, terbayang sesuatu di kepalaku.

  Waktu itu, malam di tengah liburan musim panas.

  Di ruangan yang gelap itu, inisial yang dia katakan, tidak memuaskan pertanyaan yang ditanyakan orang-orang di sekitarnya.

  Kejadian itu terjadi ketika Hayama dan yang lainnya berada di Bumi Perkemahan Chiba. Dan aku cukup yakin, waktu itu Hayama mengatakan kalau huruf awal orang yang dia suka adalah "Y".

  Untuk sejenak, aku membiarkan kakiku berlari secara otomatis dan Tobe mendekati wajahku seperti hendak memberitahu.

  "Kita tidak bisa membicarakan hal seperti itu disini, bukan?"

  "B-benar..."

  Bukannya kamu sendiri yang membahasnya? Bukannya kamu salah satu orang yang berada di tempat kejadian? Apa kamu semacam tukang potong rambut raja yang lagi bergosip? Aku tidak akan 'mengoceh' sembarangan ketika kau membuat blundermu sendiri...

  "Maksudku, gosip itu memang tidak benar, tetapi kamu sendiri dengar kata-katanya ketika di kemah kemarin, itu membuatku sangat ketakutan, yeah?"

  Aku nampaknya sudah paham apa yang ingin Tobe katakan.

  "...Memang, sebenarnya itu tidak mungkin."

  Meski aku terlihat setuju dengan Tobe, aku malah semakin khawatir kalau dia menangkapnya berbeda dari yang kumaksud.

  Tidak, aku tidak peduli dengan itu. Itu bukanlah hal yang ingin kudengar.

  Tobe terlihat ingin terus melanjutkan berbicara topik itu. Untuk menghentikannya, aku akan membahas topik yang ringan dahulu dan berusaha mengarahkan pembicaraan.

  "Apa kamu sudah mengumpulkan kertas kuisionernya?"

  "Nah, belum. Aku sebenarnya sudah memutuskan ke sains, tetapi Ooka dan Yamato terus mengajakku ke sosial."

  "Y U Don't say...Apa kamu juga bertanya tentang pilihan Hayama?"

  Untungnya, dia menjawabnya dengan membawa nama-nama lainnya sehingga memudahkanku untuk masuk ke inti obrolan ini.

  Dari pengamatanku, Tobe adalah siswa laki-laki yang paling dekat dengan Hayama daripada lainnya. Hayama sebenarnya juga dekat dengan Ooka dan Yamato, tetapi Tobe berada di klub yang sama dengannya dan memberinya keuntungan yang lebih baik. Tentu saja, itu hanyalah hasil pengamatanku saja...maksudku, aku sebenarnya tidak begitu tahu tentang hubungan pertemanan yang Hayama miliki.

  Ketika kutanya Tobe, dia mengusap rambutnya . 'Nah, dia, seperti, bilang untuk memikirkan sendiri pilihanku dan tidak mau memberitahu aku apapun."

  "Begitu.."

  Seperti yang sudah kuduga. Dalam hal ini, aku harus melakukan pendekatan yang berbeda untuk mengumpulkan informasi. Saat-saat seperti ini adalah saat dimana Tobe dalam mood yang baik dan bisa membantuku mengumpulkan informasi. Aku akan mencoba memberinya pertanyaan yang lebih personal dengan harapan dia akan memberitahukan semuanya seperti NPC di sebuah game RPG.

  "Kamu sendiri pernah berkonsultasi dengan Hayama soal jurusanmu kelak?"

  "Ya, aku pernah. Aku menanyakan kepadanya tentang plus minus di setiap jurusan kelak, dia memberitahuku kalau ini bisa membuatku menjadi ragu-ragu, ya semacam itulah?" Tobe menghembuskan napas panjangnya, dan nampaknya dia memang benar-benar mengkhawatirkan pilihan masa depannya kelak.

  Tempo lari kita semakin lambat. Meski begitu, Hayama tetap memberikan saran-sarannya yang seperti biasanya...Aku tidak tahu apa dia mengatakannya karena ingin memberikan saran yang logis atau tidak ingin menyakiti orang lain...

  "Memang sih, kedua jurusan kita nanti memiliki plus dan minus. Apa kamu bertanya kepadanya tentang rekomendasi jurusan yang cocok untukmu nanti?"

  "Dia bilang kalau dia katakan, nantinya aku akan jadi peragu dalam memutuskan masa depanku untuk seterusnya."

  "Begitukah."

  Dia mengatakannya dengan lengkap.

  Dalam dunia nyata, orang-orang yang dengan mudahnya dipengaruhi oleh opini dari orang lain cenderung melihat kata-kata yang diucapkan orang lain seperti memiliki karisma tertentu. Orang-orang yang memiliki karisma seperti Hayama harus memperhatikan betul efek dari sikapnya akan mempengaruhi orang lain. Jika itu hanya sebatas hobi, rasa, dan selera berpakaian maka itu hanyalah pengaruh sementara saja. Tetapi kalau pilihan jurusan dan hubungan sosial akan memiliki efek ke kehidupan orang lain baik sekarang ataupun di masa depan. Semuanya akan baik-baik saja jika tidak ada halangan. Tetapi ketika mendapatkan masalah, bahkan orang yang paling karismatik sekalipun akan mereka benci. Orang-orang yang membiarkan pendapat orang lain mendikte pilihan mereka adalah orang-orang yang suka menimpakan kesalahan pada orang lain.

  Namun jika orang itu adalah Tobe, aku yakin dia tidak akan mendendam ke orang lain apabila saran yang diberikan dan diikutinya berbuah pahit.

  Tobe tampak seperti sedang merenung ketika berlari dan membuat hembusan napas yang panjang, dan terlihat ada udara keluar dari mulutnya.

  "...Tapi, seperti yang dikatakan oleh Hayato-kun."

  Struktur kata-kata dalam kalimatnya terasa kurang pas untuk kudengar. Jujur saja, ketika dia mengutarakan sesuatu, aku berpikir dia mengatakannya bukan untuk diterjemahkan oleh telinga manusia. Namun setidaknya, dia mengerti apa yang dikatakan oleh Hayama.

  "...Kau nampaknya sangat mempercayainya, ya?" aku mengatakannya dengan spontan.

  Tobe menatapku dengan kagum. "Nah, apa ya, mungkin bukan itu, ya? Begini, Hayato-kun bagiku seperti teman yang bisa diandalkan, atau semacam itulah?"

  Nampaknya dia merasa malu-malu untuk mengatakan kata "percaya", wajah Tobe memerah dari dinginnya cuaca dan rasa malu-malu ketika mengatakan kata-katanya tadi. Hey, tolong hentikan bersikap seperti itu! Harusnya aku yang malu ketika mengatakannya pertama kali!

  Tobe memukul-mukul dadanya seperti hendak mengusir perasaan malu tersebut dan berkata. "Nah, serius ini, Hayato-kun sudah sering sekali menolongku."

  "Itu bukan sesuatu yang bisa kau banggakan..." kataku.

  Tobe nampaknya sudah tidak terlihat malu-malu lagi. Dia mengatakannya lagi dengan tegas sambil merapikan rambutnya. "Beeh, serius ini. Aku sudah hutang banyak kepadanya. Beneran dah."

  "Kalau begitu, lebih baik kau pikirkan cara yang baik untuk membayarnya kembali."

  "Yo, itu bener banget! Ya... Meskipun aku enggak gitu yakin soal itu."

  Kata-katanya terdengar sembrono, namun kata-katanya nampaknya tidak seantusias sebelumnya. Aku penasaran apakah dia sedang membuat ekspresi yang suram atau tidak, lalu aku menengok wajahnya. Tobe secara pelan menggaruk-garuk pipinya.

  "Aku sering ngobrol sama dia tentang banyak hal...Tapi Hayato-kun gak pernah ngomongin tentang dirinya. Kalaupun dia pernah, mungkin akunya yang enggak ngerti apa yang dia omongin." kata Tobe.

  Senyumnya sedingin dan sekering angin yang baru saja berhembus. Senyum yang kering, dan terasa sendiri...

  Karena suasana sunyi setelah percakapan tadi terasa agak aneh, aku mencari kata-kata yang mungkin bisa kukatakan kepadanya. "...Ya, coba balik saja begini. Karena dia tidak punya satupun masalah, makanya dia tidak pernah membahasnya denganmu."

  "Betul sekali! Memang Hayato cakep dah!"

  "Kalimat yang terakhir darimu kurang relevan....Lagipula, kau kan menghiburnya ketika dia menolak Iroha di Destinyland, bukan? Aku yakin kau sangat membantunya ketika itu."

  "Betul sekali! Memang Hayato cakep dah!"

  Lagi-lagi dia sebut kata cakep yang tidak relevan...Memang susah kalau menjadi orang tampan di jaman ini.

  Nampaknya pembicaraan barusan memberikan semangat bagi Tobe dan tempo larinya semakin cepat. Dia menggerutu "dingin, dingin" ke dirinya sendiri ketika ada angin dingin berhembus menerpa kita.

  Ternyata, dari kejauhan kita bisa melihat Ooka dan Yamato berada di depan kita. Nampaknya mereka berdua sengaja melambatkan larinya, dan merasa aneh kalau Tobe tidak mengejarnya.

  "Oke deh, Gue kesana dulu, jadi gue duluan ya."

  "Ya," kataku.

  Tobe melambai-lambaikan tangannya sambil berlari ke depan. Dia berteriak ke Ooka dan Yamato sambil mengejarnya. Ketika keduanya melihat Tobe datang, mereka sengaja mempercepat langkahnya dan becanda "Sial, dia datang tuh!" , "Ayo kabuuur!"

  Selama Tobe menikmati keusilan mereka, kurasa itu tidak masalah...

  Namun ada satu orang lagi yang seharusnya berada diantara mereka. Jika dia tidak membebani dirinya sendiri dengan ekspektasi orang-orang yang mengharapkannya memenangkan marathon, kupikir dia akan tertawa lepas dan berada di dalam grup itu.

  Ketika pikiran itu melintas di kepalaku, aku menyesal mengatakan sesuatu ke Tobe sebelumnya.

  'Karena dia tidak punya satupun masalah, makanya dia tidak pernah membahasnya denganmu' ; jelas sekali kalau isi kalimat itu bohong besar.



*   *   *




  
  Terdengar suara yang mengatakan bahwa kami boleh makan siang lebih awal.

  Ketika latihan marathon selesai, Guru Olahraga mengatakan bahwa kami bisa langsung pergi makan siang di kantin sekaligus melanjutkan ke jam istirahat. Meski aku harus ganti baju dahulu, aku dengan mudah menjadi yang pertama sampai ke kantin sekolah daripada teman-teman sekelasku yang lain.

  Aku memilih roti yang kuinginkan dari berbagai pilihan dengan hati-hati, dan setelah itu aku langsung menuju ke tempat biasa aku makan siang. Makan di luar ruangan di musim seperti ini artinya siap-siap untuk kedinginan, tetapi dengan suasana kelas yang hangat karena terlalu banyak orang, aku sudah kehabisan tempat untuk makan siang. Malahan belakangan ini, ketika aku keluar di jam istirahat dan tidak sengaja melewati kelasku, aku melihat di atas mejaku ada plastik yang biasa dipakai untuk membungkus barang belanjaan di swalayan, dan ternyata plastik itu digunakan sebagai tempat sampah bagi siswa-siswa di kelasku. Jika aku tetap berada di mejaku ketika istirahat, berarti aku mengganggu usaha menjaga kebersihan kelas dari sampah.

  Dengan pertimbangan itu, aku pergi ke tempat kesukaanku yang terletak di lantai pertama gedung khusus. Aku duduk di tangga yang berseberangan dengan kantin sekolah, dan juga bersebelahan dengan ruang UKS. Dari sini, aku bisa melihat lapangan tenis sekolahku.

  Aku merasakan suasana yang nyaman dan harmonis muncul mengisi udara musim dingin ini. Klub tenis menggunakan jam istirahat siang mereka untuk berlatih. Biasanya, hanya Totsuka saja yang berlatih ketika jam makan siang, tetapi nampaknya mereka akan mengikuti turnamen dalam waktu dekat jika melihat banyaknya orang yang berlatih di lapangan tenis itu hari ini.

  Aku memakan rotiku sambil memperhatikan latihan mereka. Totsuka, yang dari tadi mengawasi latihan member klubnya, melihatku. Totsuka lalu berteriak ke member klubnya, dan berjalan menuju kesini dengan membawa sesuatu di tangannya.

  "Yo," kataku.

  "Yeah, yo!" jawab Totsuka, melambaikan tangannya untuk menyapaku dan tersipu malu.

  "Kamu yakin tidak apa-apa meninggalkan latihan dan menuju kesini?"

  "Oh tidak masalah kok. Kupikir ini waktu yang tepat untuk makan siang," kata Totsuka sambil menunjukkan kotak makan siangnya.

  Aku merasa tidak enak karena menganggu latihannya...Dan berpikir kalau dia sengaja kesini untuk makan siang denganku...Ah sial, kenapa baru saja terpikirkan...Di situasi ini, tinggal masalah waktu saja aku mencapai LOVESTAGE!

  Aku menggeser posisi dudukku ke pinggir dan membuat ruang. Totsuka dengan sopan mengatakan "Terima kasih" dan duduk di sebelahku...Fuahaha! Lihat jurus hebatku barusan! Dengan sengaja menciptakan ruang duduk untuk seseorang, kau sebenarnya telah mengontrol dimana dia akan duduk!

  Totsuka mulai membuka kotak makan siangnya. Aku melihat ke arah lapangan tenis dan ternyata mereka juga sedang istirahat makan siang.

  "Member lainnya sekarang mulai berlatih ketika jam makan siang?"

  "Yep, akan ada turnamen tenis untuk pemula dalam waktu dekat, jadi aku mengajak semuanya untuk berlatih...Oh, bagaimana dengan Hachiman? Mau ikut berlatih dengan kita? Kalau kau mulai sekarang, kamu punya cukup waktu untuk ikut turnamen musim panas nanti!" Totsuka bertanya dengan cerita, menaikkan kepalan tangannya ke atas dan ke bawah.

  Ya Tuhan, apa ini? Sangat manis. Maafkan aku, tolong berikan padaku anak yang bernama Totsuka ini. Malahan, mungkin aku yang menjadi miliknya.

  "Hmm bagaimana ya, tergantung berapa kali latihan yang harus aku ikuti dalam seminggu..."

  "Hey, kamu tidak serius bukan ketika mengatakannya tadi?" Totsuka mencondongkan tubuhnya ke depan dan menatap wajahku.

  Rambut Totsuka melambai perlahan. Matanya yang menatap malu-malu dari balik poni, memiliki kilau yang misterius disertai senyum yang menarik.

  "Yeah, aku tadi hanya becanda sebenarnya."

  "Betul khaaaan!" Totsuka menunjukkan rasa kekecewaannya dengan menurunkan bahunya.

  Kita berdua tersenyum mendengarnya. Kita tahu kalau sebenarnya itu tidak perlu ditanyakan lagi, hanya saja kita membahasnya untuk sekedar becanda. Meski begitu, dulu ketika dia mengundangku untuk pertama kali, aku menganggap hal itu cukup serius.

  "Ya. Kamu nampaknya melakukan tugasmu sebagai ketua klub tenis dengan baik ya?"

  "Aku masih merasa jauh untuk bisa dikatakan 'dengan baik'." Totsuka menjawabnya dengan senyum.

  Kupikir dia hanya ingin menjawabnya dengan perasaan rendah hati. Tetapi dia sudah lama menjadi ketua klub tenis, dan terlibat secara aktif memimpin latihan klubnya sendiri. Aku sudah bisa melihatnya dari bagaimana member klubnya sangat menghormatinya daripada sekedar menanyakannya dengan kata-kata barusan.

  Itu memang bagaimana tampilan ketua klub yang seharusnya. Aku merasa beberapa ketua klub di SMA Sobu seharusnya belajar satu atau dua hal dari Totsuka...Meskipun itu sebenarnya tidak masalah karena ketua klubku sendiri di beberapa kesempatan bisa bersikap seperti itu...

  Tiba-tiba, kata-kata 'ketua klub' mengingatkanku akan sesuatu.

  Ideku sebelumnya adalah mencari tahu minat Hayama dengan bertanya ke Totsuka. Namun ketika aku hendak menanyakannya ke Totsuka, Zaimokuza menghampiriku dan aku menjadi lupa akan tujuan awalku.

  Lagipula, aku memang tertarik ke Totsuka. Maksudku, tertarik ke pilihan jurusan Totsuka.

  "Totsuka, kau nanti memilih apa? Sosial atau Sains?" tanyaku.

  Ekspresi Totsuka terlihat kosong seperti Bambi di film kartun yang hendak melompat ke padang rumput. "Agak aneh melihatmu bertanya hal seperti itu, Hachiman."

  "Apa benar?" aku bertanya balik dan akupun terkejut mendengar responnya.

  Totsuka menjawabnya tanpa ragu ataupun bingung. "Uh huh. Aku merasa yang kau tanyakan barusan adalah untuk suatu hal tertentu."

  Ahh, benar, kalau dia merasa begitu, maka dia sudah benar.

  Bertahun-tahun, beberapa kali aku berusaha menghindari pembicaraan dengan berbagai alasan karena aku tidak pernah begitu aktif untuk berbicara dengan orang lain. Bahkan, jika aku tidak punya alasan untuk berbicara dengan orang, aku tidak akan bisa mengatakan apa yang ingin kukatakan ke orang tersebut. Dengan kata lain, secara ironis, penyendiri hanya bisa berbicara ke orang lain apabila dia punya tujuan yang kuat.

  Aku duduk terdiam memikirkannya, namun Totsuka tanpa menjawab pertanyaanku barusan malah bertanya balik kepadaku, "Kau sendiri memilih apa, Hachiman?"

  "Aku memilih IPS."

  Totsuka menaruh sumpitnya dan menatap ke langit. Dia nampaknya sedang memikirkan sesuatu, tiupan angin yang dingin membuat poninya melambai-lambai.

  "Ah baiklah...Mungkin aku akan memilih itu juga..."

  "Ohh, yeah...! Tapi, apakah kamu sudah yakin akan memilih itu?"

  Sejenak, di kepalaku seperti ada bayangan Totsuka dan dia berkata "Wah, ternyata kita cocok ya." dan diikuti bahasa tubuh malu-malu. Hatiku serasa ingin menari-nari. Tetapi entah mengapa, aku berusaha menahan diriku agar tidak lepas kontrol.

  "Mungkin kamu harusnya memikirkannya lagi...Tetapi kalau kita ternyata memilih jurusan yang sama dan bisa sekelas, itu sangat bagus sekali." aku menambahkannya dengan tertawa kecil.

  Totsuka menaruh kedua jari telunjuknya sehingga saling menyentuh dan mengintip wajahku. Ummm, jika kau melihatku seperti itu, aku seperti ingin berkata "Jangankan kelas IPS, ke liang kuburpun aku mau bersamamu!"...

  "Sebenarnya, sebagian besar sudah kupikirkan baik-baik....Soalnya universitas yang akan kutuju ada beberapa mata kuliahnya yang berasal dari pelajaran di kelas sosial juga."

  "Ahh. Memang dari kelas sosial sendiri ada mata pelajaran yang menjadi standard ujian masuk ke jurusan universitas manapun secara umum."

  Kalau memang ada universitas yang menerapkan materi ujiannya dari pengetahuan umum, maka tidak masalah kamu mau pilih kelas sosial atau sains.

  Untuk universitas negeri, ujian masuk jurusan sosial meliputi ujian Bahasa Inggris, Budaya Modern Jepang, dan pelajaran sosial. Untuk jurusan sains meliputi Bahasa Inggris, Matematika, dan pelajaran IPA.

  Tapi dalam beberapa tahun terakhir, tanpa melihat kelas kita ketika kelas 3, kita bisa memilih ikut ujian jurusan sains ataupun jurusan sosial, namun itu tergantung kebijakan tiap universitasnya masing-masing. Ada beberapa kasus dimana kau harus mengambil mata kuliah matematika dan sains ketika di jurusan sosial. Malahan di universitas negeri, banyak kampus yang memberlakukan kurikulum lebih dari lima mata pelajaran dan tujuh pelajaran tambahan yang biasanya diajarkan di lembaga bimbingan belajar. Jadi, kupikir sangat penting untuk belajar mata pelajaran lainnya.

  Ini adalah masalah mudah untuk memilih sosial atau sains jika kamu punya universitas yang ingin kamu tuju kelak. Di lain pihak, banyak kombinasi sekolah yang bisa dituju dari kedua kelas tersebut. Kalau kita hendak menebak jurusan Hayama di universitas kelak hanya bermodalkan info kelas tiganya nanti dimana, akan menjadi hal yang lebih kompleks daripada sekedar menebak dia kelas tiga nanti akan dimana.

  "Memangnya, setelah lulus nanti kamu ingin ke universitas mana?"

  "Hmm...Aku sempat berpikir ke Universitas Waseda, antara jurusan Antropologi atau Olahraga. Itu loh, yang di Tokorozawa."

  "Ah, tempat itu ya?"

  Sekolah yang Totsuka katakan tadi adalah tempat yang sangat kukenal. Tempat itu adalah salah satu tempat kuliah yang terkenal, tetapi kalau kau kesana, selama empat tahun kamu akan diterpa angin yang berhembus kencang dan penuh dengan makanan Kue Manju Jumangoku...Itu berada di perfektur Saitama, tempat yang kupikir agak menakutkan...

  Meski begitu, sangat mengagumkan melihat dia nantinya akan memutuskan pindah ke tempat seperti Saitama dan melakukan apa yang disukainya. Dalam kasusku, kalau bisa, aku tidak mau meninggalkan kota Chiba dan aku lebih suka ke sekolah yang terjangkau dengan naik kereta Sobu Line.

  "Apa kamu tadi memikirkan jurusan olahraga karena kamu suka bermain tenis?"

  Jika menurutmu untuk masuk universitas tertentu perlu mempertimbangkan mata pelajaran yang dimasukkan ke ujiannya, maka kau setidaknya masuk ke jurusan tersebut karena kamu memang menginginkannya. Nampaknya, aku ketika memilih jurusan kuliahku harus memakai metode seperti itu juga.

  Ketika aku bertanya ke Totsuka, dia seperti menggaruk-garuk pipinya dari tadi. "Mmm, bukan itu. Aku sudah memikirkannya sejak lama, aku ingin mencoba jurusan yang berhubungan dengan tenis, seperti jurusan olahraga atau semacamnya..."

  "Oh begitu...Apa kamu dapat rekomendasi untuk kesana?"

  Dia telah bermain tenis sejak lama, jadi setidaknya dia mendapatkan rekomendasi untuk masuk jurusan seperti itu. Fokus ke kegiatan klub dan di saat yang sama harus belajar nampaknya cukup berat untuk dilakukan, jadi dia harusnya pantas mendapatkan rekomendasi itu. Juga, sekolah yang Totsuka inginkan adalah sekolah yang sangat populer, bahkan jika dia berhenti dari klubnya sekarang juga dan fokus belajar, akan ada perbedaan jelas antara dirinya dan siswa lain yang memang mempersiapkan diri untuk kesana sejak jauh hari. Jika dari sudut pandangku, jika kau ingin ke tempat yang sama, mungkin kau harus mempertimbangkan opsi kuliah di tempat lain yang membutuhkan usaha yang lebih sedikit agar diterima.

  Setelah mempertimbangkan pro dan kontra rekomendasi sekolah, Totsuka tersenyum ceria. "Ahaha, tidak banyak universitas yang memiliki jurusan yang sejenis dengan itu. Aku tidak berpikir sekolah kita diberi jatah rekomendasi oleh Universitas Waseda. Meskipun nantinya memang ada rekomendasi yang kudapatkan, aku tidak yakin kalau itu dari universitas yang cukup terkenal."

  "Seperti itukah...?"

  Kuakui, aku tidak menemukan satupun klub yang kuat di sekolahku. Jika ada satu yang muncul di pikiranku, itu pasti senpai dari klub Judo yang kutemui ketika musim panas yang lalu. Kemungkinan besar dia akan menuju universitas yang dia rekomendasikan, tetapi aku sendiri tidak ada info kemana dia akan pergi ketika lulus nanti. Malahan, aku sendiri tidak pernah bertanya siapa namanya. Selain itu, senpai itu terlihat seperti punya banyak masalah yang kompleks, sebaiknya aku tidak perlu bertanya kepadanya tentang rekomendasi sekolahnya.

  Jadi kusimpulkan, cara terbaik untuk masuk ke universitas tersebut adalah dengan mengikuti ujiannya secara normal.

  Totsuka menggigit potongan udang rebus miliknya dan terjatuh di dekat kakinya. "Ah. Tetapi sangat luar biasa bila orang-orang memang berniat untuk lulus seleksi masuk sekolah yang terkenal. Itu seperti menantang ujiannya langsung."

  "Lolos seleksi...Sepertinya mengingatkanku akan seseorang."

  Totsuka mengangguk, namun ekspresinya meluap secara perlahan. "Benar,benar. Tapi biasanya yang berani ikut seleksi masuk jurusan olahraga adalah orang-orang yang berniat menjadi profesional atau atlet olimpiade...Dan satu-satunya orang di sekolah ini yang bisa lolos mungkin hanya Hayama-kun."

  "...Benarkah? Apa dia sungguh luar biasa seperti itu?"

  "Itu tadi hanya permisalan saja. Aku sendiri yakin kalau ujian yang sebenarnya akan lebih sulit dari itu." Totsuka menatap ke lapangan sekolah, ke arah lapangan sepakbola dimana klub sepakbola biasa berlatih sepulang sekolah.

  "Kalau untuk Hayama-kun, dia kemungkinan besar akan lolos apabila ikut ujiannya langsung daripada memakai rekomendasi sekolah, bukan? Selain itu, dia adalah pemrakarsa pertemuan koordinasi antar ketua klub di sekolah ini juga."

  "Hayama terlihat luar biasa..." aku mengatakan impresiku terhadap Hayama.

  "Ya. Dia seperti bisa melakukan apa saja dan terlihat ramah juga."

  Pada awalnya, aku kira diriku sudah memiliki data yang bagus mengenai kualitas dari Hayama. Tetapi aku tidak pernah menilainya dari sudut pandang ketua klub. Bagi Totsuka yang juga menjabat ketua klub olahraga, ada sisi lain dari Hayama yang bisa dia lihat. Totsuka kemudian menempelkan sumpitnya dan tersenyum kepadaku.

  "Ngomong-ngomong soal luar biasa...Gosip yang itu juga terdengar luar biasa."

  "Ahh, itu ya..."

  Seperti yang kuduga, ternyata gosip itu sudah sampai ke telinga Totsuka juga.

  "Aku sangat terkejut ketika mendengar gosip itu. Aku awalnya berpikir kalau Hayama-kun menyukai Miura-san. Bukankah kita dulu pernah mendengar dia membicarakannya ketika berada di perkemahan musim panas lalu..."

  Ah karena Totsuka menyebutkannya, ketika kita berada di Desa Chiba di musim panas, Totsuka ada disana ketika Hayama mengatakan inisial itu. Nama depan Miura jelas sekali dimulai dari huruf "Y".

  Tetapi ketika pelajaran olahraga tadi, Tobe tidak pernah menyebut kemungkinan gadis itu adalah Miura. Sebagai seseorang yang menjadi bagian grup Hayama dan selalu bersamanya, dia pasti melihat kejadian yang sama seperti diriku, atau nampaknya.

  Kalau begitu, jadi siapa gadis pemilik inisial itu?

  "Hachiman? Apa terjadi sesuatu?"

  Ketika dia memanggil namaku, aku merasa bahwa aku sedikit mengerutkan dahiku dan menaikkan alisku. Aku menggerakkan alisku ke atas dan kebawah.

  "Tidak, aku sedang membayangkan siapa pemilik inisial itu. Banyak sekali orang dengan inisial 'Y' disini..."

  Misalnya Yoshiteru Zaimokuza? Atau si kuda hitam, Yamato? Sial, aku harusnya mengganti nama Isshiki dengan menambahkan 'Y' dan membuatnya terdengar seperti '"Isshiki 'bribe' Wairoha". Dia terlihat seperti hendak menyuap atau sesuatu...Sebenarnya inisial tadi adalah W, bukan Y. Aku segera menyingkirkan khayalan idiotku tadi keluar dari kepalaku.

  Ketika kita sedang mengobrol, suara bell yang menandakan jam makan siang berakhir telah terdengar. Aku nampaknya harus segera kembali ke kelas sebelum bel peringatan pertama berbunyi. Sial, aku bahkan tidak menghabiskan makananku. Aku memakan rotiku dengan cepat dan 'mencucinya' dengan MAX COFFEE. Totsuka nampaknya sudah menyelesaikan makan siangnya dan mulai berdiri.

  Dia melihat ke arah lapangan tenis dan berteriak. "Hei teman-teman, saatnya pergi! Ketemu lagi nanti sepulang sekolah!"

  Ketika para member klub tenis meresponnya dengan melambai-lambaikan raketnya, Totsuka melakukannya juga dengan tangannya. Aku memandanginya dengan terheran-heran. Bagaimana aku mengatakannya ya? Tidak setiap hari kau bisa melihat Totsuka sangat enerjik dan aktif memberi perintah.

  "...Apa aku terdengar kurang cocok?" Totsuka menatapku dengan malu-malu, sepertinya dia baru saja ingat kalau aku masih ada disini.

  "Ah, tidak, bukan itu, err..."

  Aku menghentikan kata-kataku, terkejut bukanlah satu-satunya alasanku. Pemandangan dirinya tadi tidak hanya menarik. Tidak seperti Totsuka yang kukenal hingga barusan, aku merasa momen tadi adalah momen dimana hatiku berdetak sangat kencang.

  "Hanya saja, aku tidak tahu, ternyata kau sangat berwibawa sebagai ketua, jadi aku tadi sebenarnya agak terkejut," aku mengatakannya dengan malu-malu, tidak tahu harus mengatakan apa yang sesuai dengan pikiranku tadi.

  Totsuka menganggap jawabanku barusan lucu, dan dia tertawa. "Aku yakin banyak yang kau tidak tahu tentang diriku, Hachiman."

  "Yeah, sebenarnya sangat banyak sekali."

  Ketika Totsuka tersenyum, senyumnya membuat wajahku spontan tersenyum balik. Lalu dia melihat ke arah langit dan melipat jarinya, seperti menghitung sesuatu. "Tidak tahu tentang klub tenis atau rekomendasi kuliah...?"

  "Yeah, tapi terima kasih sudah memberitahuku tadi," kataku.


  Totsuka mengangguk dan melipat lagi kedua jarinya. "Atau...tentang jurusan Hayama-kun, atau gosip itu?"



  Suasana sunyi tercipta ketika aku tidak mampu menjawab satupun pertanyaannya. Satu-satunya suara yang terdengar hanyalah hembusan angin dingin dan suara pengumuman yang berasal dari gedung sekolah.

  Totsuka menarik napas yang panjang dan melipat jari-jari berwarna pinknya yang tersisa, dan membuatnya menjadi sebuah kepalan. "Atau juga...tidak tahu tentang diriku?"

  Entah kenapa, aku merasa puas dengan opsi terakhirnya tadi.

  Totsuka merapikan rambutnya yang tertiup angin dengan jemarinya, lalu menepuk-nepuk dadanya. Ini pertama kalinya aku melihat Totsuka seperti ini, Totsuka yang tidak pernah kulihat.

  "Aku melakukannya cukup baik bukan? Meski aku sendiri kurang bisa kau andalkan." Totsuka mengatakannya sambil tersenyum kepadaku.

  Ini adalah bahasa tubuh dari Totsuka yang kukira sudah kukenal baik selama ini.

  Karena itu, mungkin, ini adalah pertama kalinya aku bisa melihat lebih jelas seorang siswa bernama Totsuka Saika; tidak kurang, tidak lebih. Tetapi dengan begitu, bukankah artinya aku sudah mengenalnya dengan baik?

  Namun karena itulah aku ingin mengenalnya lagi lebih baik.

  "...Tidak, itu tidak benar. Bahkan akupun sangat mengandalkanmu. Aku sebenarnya tidak begitu mengerti sih, tetapi...Yeah mungkin aku akan sangat mengandalkanmu," kataku.

  Aku berdiri dan melangkah ke depan Totsuka.

  Totsuka mengangguk, dan terlihat seperti sedang malu-malu.

  Kupikir Totsuka selama ini selalu menungguku, menungguku untuk mendekatinya dan bisa akrab dengannya seperti hari ini.

  Dengan cara ini, kita bisa melepas topeng yang menutupi wajah kita, melihat dengan jelas kulit dan daging kita, dan bisa melihat wajah asli kita masing-masing untuk pertama kalinya.

  Ada suatu waktu dimana saat kita pertama kali bertemu, dan kita bersikap tidak mempedulikan satu sama lain seperti membuat jarak pembeda diantara kita. Lalu hal itu membuat kita selama ini saling melemparkan hinaan-hinaan. Disana aku merasakan sebuah hubungan yang perlahan-lahan menjauh jika aku terus merasa nyaman dan tidak mau bergerak cepat. Dan pada akhirnya aku hanya bisa menangkap ujung dari jarimu saja yang membuatmu merasa tersakiti.

  Totsuka memang bukanlah malaikat...atau lebih mirip dengan iblis? atau seorang juru selamat...Bukan,bukan...mungkin adalah malaikat yang jatuh ke bumi?


  Apapun itu, Totsuka tetaplah Totsuka.

  










x Chapter V | END x









  Melihat Tobe yang tidak percaya dengan gosip Hayama dan mengaitkannya dengan gadis inisial Y, ini menjelaskan sesuatu.

  Pertama, dari vol 4 chapter 5 diketahui kalau Tobe dan Hayama satu SMP. Karena selama SMA Tobe terus bersama Hayama, terutama di Klub Sepakbola, maka Hayama menyukai gadis inisial Y itu sejak SD. Itu juga menjelaskan kalau Tobe dan Hayama ketika SMP tidak satu sekolah dengan Yukino. Juga, Tobe tidak satu SD dengan Hayama-Yukino.

  ...

  Dalam vol 1 chapter 3, Hachiman sendiri yang menegaskan kalau inisial adalah sesuatu yang dipanggil sehari-harinya oleh yang mengatakan itu.

  Dalam hal inisial Y, keluar dari mulut Hayama, maka gadis tersebut sehari-harinya pasti dipanggil dengan inisial Y oleh Hayama. Yumiko, Yui, dan Yukinoshita.

  ...

  Kembali (lagi), Hachiman gusar akan gosip Hayama x Yukino.

  Ini jelas tidak masuk akal jika dikatakan kebetulan, pasti Hachiman ada apa-apanya dengan Hayama Yukino.

  ...

  Jadi, karena Totsuka akan memilih jurusan olahraga ketika kuliah nanti, dimana kelas IPS atau IPA tidak ada pengaruhnya, maka Totsuka memilih untuk mengikuti Hachiman di kelas 3.

  ...

  Monolog Hachiman di akhir chapter, tentang seseorang. Dimana Hachiman merasa harus mengambil langkah maju secepatnya, jika tidak...Dia hanya bisa menggapai jari-jari tangannya sebelum lepas.

  Pertama, itu adalah sebuah puisi dari Hachiman. Wajarkah? Wajar karena Hachiman menduduki peringkat #3 dalam ujian Sastra jepang.

  Kepada siapa puisi tersebut? Totsuka? Salah jika Totsuka, karena disana disebutkan Hachiman dan orang itu pernah saling menyindir. Satu-satunya orang dimana Hachiman sering menyindir adalah Yukino.

  Chapter ini seperti memberitahu pembacanya kalau Hachiman menyukai Yukino.

  ...

  Bahkan Totsuka tahu kalau Hachiman sedang gusar dengan gosip Hayama-Yukino.

  ...

  Pertanyaan Hachiman ke Totsuka soal gadis inisial Y yang pernah Hayama katakan di perkemahan, sama saja memberitahu Totsuka kalau gosip Yukino dan Hayama berpacaran sangat mengusik dirinya.

  Jelas ini sesuatu yang tidak wajar. Mengapa?

  Dalam volume 5 chapter 3, Hachiman mengatakan dalam monolognya kalau dia tidak peduli dan tidak tertarik dengan hal-hal yang berhubungan dengan Yukino. Jika Hachiman khawatir dengan gadis inisial Y, apakah Hachiman khawatir dengan Hayama? Oi, oi, gue bukan penggemar gay! Jelas, yang Hachiman khawatirkan bukanlah Hayama, tetapi Yukino sendiri.

  Hachiman memiliki kepentingan dengan Yukino, terkait kebenaran gosip berpacaran Yukino dan Hayama, terutama tentang sesuatu di masa lalu mereka.

5 komentar: