Senin, 13 Juli 2015

[ TRANSLATE ] Oregairu Vol 10 Chapter 4 : Meski begitu, Miura Yumiko merasa perlu mengetahuinya

x Chapter IV x







  Suasana kampus sepulang sekolah terasa sangat dingin sekali. Beberapa hari telah berlalu semenjak kami menerima e-mail itu dan tidak terasa sudah semakin jauh kami ke musim dingin.

  Meskipun langit terlihat cerah dan hangat pada siang hari, suhu akan turun sangat drastis ketika matahari mulai tenggelam.

  Dan tiupan angin terasa memperkuat kesan itu.

  Angin musim dingin berhembus dari laut tanpa terhalang satupun gedung besar karena lokasi sekolah kami terletak di pinggir pantai. Daerah Chiba juga termasuk salah satu daerah yang memiliki dataran terendah di Jepang. Daerah yang terkenal karena hembusan anginnya. Sebenarnya, itu adalah daerah dimana anak mudanya lebih aktif di dalam rumah daripada di luar. Apa-apaan yang kupikirkan barusan? Ini seperti kampanye terselubung untuk perusahaan hitam. Aku berpikir bahwa Chiba akan menjadi tempat tinggal para pekerja seperti istilah 'tempat tidur bagi warga Tokyo'. Sangat misterius sekali!

  Tetapi setelah menjadi warga Chiba selama 17 tahun terakhir, sepertinya tubuhku mulai terbiasa dengan angin dingin ini. Dan juga, aku sudah terbiasa dengan segala kritik dan caci maki yang berasal dari komunitas sosial disini.

  Hembusan angin yang lebih kuat sedang berhembus dan aku membetulkan kerah mantelku. Aku melangkahkan kakiku menuju tempat klub sepakbola berada.

  Aku menunggu sampai latihan klub sepakbola selesai di dekat parkiran sepeda dan agak tertutup oleh gedung khusus SMA Sobu.

  Hasil keputusan tempo hari, aku yang bertugas untuk menanyakan pilihan jurusan Hayama. Aku menunggu beberapa hari hanya untuk mencari waktu yang tepat, namun aku belum menemukan momen dimana kita berdua bisa berbicara empat mata. Aku berniat menunggunya sampai dia hendak pulang ke rumah.

  Meski begitu, mengingat hangatnya ruangan klubku barusan, aku sepertinya sedang berusaha menahan dinginnya suhu ini.

  Aku meninggalkan ruangan klubku ketika mereka hendak beres-beres dan aku juga mengawasi aktivitas klub sepakbola dari jendela klubku, nampaknya hari ini aku datang terlalu awal. Mereka sedang melakukan pemanasan.

  Ketika aku sedang menunggu momen itu, perhatianku teralihkan oleh cuaca dingin dan langkah kaki pelan sampai ada yang menepuk lenganku dari belakang.

  Aku menoleh ke belakang dan melihat sebuah cakar kucing memegang sekaleng kopi.

  "Ini, ambil ini."

  Merasa ada yang memanggilku, aku mengangkat wajahku dan Yukinoshita, dengan sarung tangan kucing, memegang kaleng MAX COFFEE. Jadi kau benar-benar memakai sarung tangan itu, huh...?

  "Ohhh, terima kasih."

  Aku sangat berterima kasih dan mengambil kaleng kopi tersebut. Sangat hangat! Sebagai penghangat tangan, aku menggenggam MAX COFFEE dengan kedua tanganku.

  Yuigahama terlihat menggosok-gosokkan kedua tangannya sementara Yukinoshita dengan sarung tangan kucingnya memegang pipinya. Mereka berbdua datang untuk melihat situasi, tetapi tidak ada tanda Hayama sudah datang.

  Aku melihat ke langit dan ternyata sudah sangat gelap seperti bercampur dengan tinta dan berkata, "...Ini tidak apa-apa, kalian bisa pulang duluan."

  "Tetapi kami tidak bisa membiarkanmu menangani ini sendirian..."

  Yuigahama mendekat ke Yukinoshita untuk mencari persetujuan. Yukinoshita mengangguk.

  "Bukan begitu. Mungkin akan lebih mudah bagiku kalau bertanya kepadanya secara 4 mata. Bukankah dia akan sungkan untuk berbicara tentang itu jika melihat kalian berdua?"

    Bagi Yukinoshita untuk berada di tempat seperti ini dan waktu seperti ini adalah ide yang buruk. Kemungkinan besar orang yang menggosipkan masalah itu akan membicarakan keberadaannya disini. Karena itu, caraku berbicara kali ini agak berbeda dari biasanya.

  Yukinoshita menaruh tangannya di dagunya dan berpikir sejenak, lalu menaikkan kepalanya. "Begitu ya...Memang ada benarnya juga."

  "Mmm, kupikir akan lebih baik kalau aku membantumu untuk bertanya juga."

  "Dalam hal ini, aku mohon maaf kalau meninggalkan tugas ini untukmu sendiri..."

  "Tidak, ini bukan apa-apa. Jika ini memang pekerjaan yang harus kita lakukan, maka kita tidak perlu bermain-main dan melakukan apa yang paling efektif." Keduanya melihatku dengan pandangan curiga dan akupun tadi menjawabnya dengan nada kurang meyakinkan.

  Yukinoshita tersenyum. "Ini diluar kebiasaanmu."

  Yang benar saja. Aku membuat senyum yang dibuat-buat dan mengangguk. Yuigahama membetulkan posisi tasnya di punggung dan sepertinya dia sudah membuat keputusannya.

  "Baiklah kalau begitu, sampai jumpa besok."

  "Oke. Sampai jumpa besok."

  Aku melambaikan tanganku kepada mereka ketika mereka berjalan menuju gerbang sekolah dan memalingkan pandanganku ke klub sepakbola lagi. Mereka nampaknya sudah selesai mengerjakan kegiatan lapangannya dan masuk ke dalam ruangan klub. Ah sial. Mungkin mereka sedang ganti baju di ruangan klub? Atau mereka hendak mandi dulu? Tapi aku tidak pernah ikut klub olahraga, jadi aku tidak tahu apa yang mereka lakukan di dalam ruangan klubnya.

  Kupikir aku harus lebih mengamati mereka lebih dekat lagi. Sambil meminum habis MAX COFFEEku, aku berjalan perlahan menyusuri tembok gedung khusus yang bersebelahan dengan ruangan klub itu.






*   *   *






  Ketika matahari mulai tenggelam di cakrawala, aku merasa udaranya semakin bertambah dingin. Meski begitu, aku tetap bertahan untuk mengamati kegiatan mereka, menunggu dengan sabar mereka keluar dari ruangan klub.

  Jujur saja, ini sangat dingin... Meskipun ini demi pekerjaan, kenapa sih aku harus bela-belain menunggu Hayama? Bisakah aku langsung mewawancarai roh pelindung miliknya daripada bertanya langsung ke orangnya dan urusanku selesai?

  Namun keputusanku untuk menunggu ternyata cukup tepat. Anggota klub sepakbola mulai keluar untuk pulang.

  Hayama, nampaknya tidak ada di grup itu. Kenapa dia tidak ada disini?

  Aku berusaha mendekat dan melihat sekitar. Lalu aku memanggil salah seorang di grup itu. Itu adalah Tobe dengan rambut coklat yang bisa langsung kukenali dari jauh, dan dia terlihat seperti sedang gembira.

  "Ohh serius ini? Bukankah ini Hikitani-kun. Ada apa?"

  Dia mendekatiku sambil melambaikan tangannya, jadi aku mengangkat tanganku untuk membalasnya.

  "Hayama dimana?"

  "Hayato-kun...? Ahh, dia sedang ada sesuatu sekarang," kata Tobe, dia terlihat sedang melihat-lihat sekitarku.

  Aku mencoba melihat kemana dia memperhatikan, tetapi aku tidak melihat Hayama di sekitar sini.

  "Jadi dia tidak ada disini?"

  "Oh, bukannya dia tidak ada disini. Dia disini, tetapi sebenarnya tadi disini?"

  Kata-kata Tobe sangat tidak jelas. Jadi bagaimana? Kamu sudah membuang-buang waktuku...

  "Jika dia tidak ada disini, ya mungkin kapan-kapan aku kesini saja lagi...Baiklah, aku akan pulang kalau begitu."

  Aku sangat tidak puas meninggalkan tempat dengan tangan hampa setelah menunggu sekian lama, jika tidak menemukan apapun, aku lebih baik langsung pulang saja. Dalam berjudi, meminimalisir kerugian adalah dasar dari permainan itu. Konsep tersebut, bisa kita terapkan dalam kehidupan ini. Kalau kupikir-pikir, berarti hidupku selama ini terus-terusan berada dalam konsep 'meminimalisir kerugian'?

  Aku menyampaikan selamat tinggalku ke Tobe dan berjalan menuju tempat parkir sepeda.

  "...Ah!"

  Kukira suara barusan adalah suara Tobe dari belakangku, jadi aku biarkan saja dan melanjutkan perjalananku.

  Lalu, di belakang gedung sekolah, aku menemukan Hayama. Kau tahu? Ternyata dia memang ada disini. Ternyata dia memilih jalan samping untuk menuju ke gerbang samping daripada jalan utama yang menuju gerbang depan.

  Aku berpikir keras untuk memikirkan caraku membuka percakapan dan tiba-tiba aku menghentikan langkahku.

  Itu karena tempat dimana tersinari cahaya remang-remang lampu, aku melihat ada seseorang disamping Hayama.

  Secara spontan, aku bersembunyi di belakang gedung sekolah. Aku menempel ke tembok, dan merasakan suhu yang sangat dingin di permukaan tembok.

  Aku tidak bisa mengenali siapa orang yang bersama Hayama karena sangat gelap. Tapi dari penampakan posturnya aku bisa melihat kalau itu adalah seorang gadis. Lalu terdengar suara samar-samar "Maafkan aku karena sudah memanggilmu tiba-tiba kesini" dan begitulah percakapan yang bisa kudengarkan, sepertinya gadis ini seangkatan denganku.

  Gadis itu memakai mantel biru gelap dengan syal merah. Dia melihat ke wajah Hayama, sambil meremas-remas ujung syalnya. Aku bisa melihat dari jarak ini kalau bahunya bergetar seperti sedang gugup.

       Ahh, jadi ini yang terjadi.

  Ini menjelaskan mengapa Tobe seperti menghindari sesuatu.

  Gadis itu mengambil napas pendek dan menggenggam kerah mantelnya seperti bersiap-siap hendak melakukan sesuatu.

  "Um...Aku dengar dari teman-temanku. Hayama-kun, apa benar kamu sedang berpacaran dengan seseorang saat ini?"

  "Tidak, itu tidak benar."

  "Kalau begitu, maukah kamu..."

  "Maaf. Aku belum mau memikirkan itu untuk saat ini."

  Suaranya terlalu kecil, aku tidak bisa mendengar percakapan itu secara utuh.

  Namun sejak saat itu, aku tidak bisa mendengar suara apapun.

  Aku yakin keduanya sudah kehabisan kata-kata.

  Meski begitu, ada suara atau tidak, aku sudah tahu apa yang terjadi.

  Aku bisa melihat keputusasaan dari atmosfer unik itu di kejauhan dan  terlihat sangat jauh dari kata menyenangkan. Suasananya mirip dengan kejadian serupa yang terjadi  pada musim dingin ini.

  Ini mengingatkanku akan kejadian antara Isshiki Iroha dan Hayama Hayato ketika musim dingin di Destinyland.

  Tidak lama kemudian, mereka mengucapkan beberapa kata, nampaknya hendak mengatakan selamat tinggal. Gadis itu melambaikan tangannya dengan pelan, berputar kembali, dan berjalan menjauh.

  Bahu Hayama merendah setelah melihatnya pergi. Dia menghembuskan napas panjang dan mengangkat wajahnya. Dan setelah itu, dia melihatku dari kejauhan.

  Hayama tersenyum, tidak merasa malu, senang, atau menyerah. "Kurasa kau telah melihat pemandangan yang buruk tadi."

  "Ahh, ya aku tidak sengaja lewat tadi...Maaf karena melihat apa yang terjadi."

  Karena dia yang memulai percakapan itu, aku kehilangan semua rencanaku untuk memulai percakapan dengannya. Aku tidak mampu memikirkan sesuatu yang bisa kukatakan untuk situasi ini. Meski dia tidak memulai percakapan terlebih dahulu, aku tidak yakin bisa memulai percakapan ini. Aku bisa saja memberi saran dan masukan untuk orang yang ditolak, tetapi posisi dia adalah orang yang menolak, jadi aku tidak ada ide harus mengatakan apa.

  Namun melihat kegugupanku, Hayama tersenyum. "Jangan khawatir tentang itu. Bahkan anggota klubku pun tahu dan memaklumi tindakanku ini."

  Dari cara dia mengatakannya seolah-olah kejadian serupa sudah terjadi berulang kali dalam beberapa hari ini.

  "Huh...Pasti sangat berat."

  Jujur saja, aku tidak ada hal lain yang bisa kukatakan. Aku sebenarnya tidak begitu tertarik mengenai kisah asmara dari Hayama Hayato dan aku tidak merasa iri terhadap banyaknya orang yang menembaknya. Mungkin akan sangat bagus bila aku menghiburnya dengan membuat candaan, tetapi sayangnya, kita tidak sedekat itu.

  Tiba-tiba, Hayama tersenyum lebar, sepertinya dia mencoba menahan rasa sakit itu.

  Lalu dia menggerakkan kepalanya sedikit, dengan senyum khasnya, dan memberi tanda dengan dagunya untuk mengajakku berjalan menuju arah parkir sepeda. Aku berjalan dengannya menuju tempat parkir sepeda.

  "Yukinoshita-san mungkin mendapatkan pengalaman yang seperti tadi beberapa hari ini, bisa saja lebih buruk dariku."

  "Huh? Yukinoshita? Kenapa?" tiba-tiba aku spontan mengatakan itu ketika dia menyebut namanya.

  Tanpa menoleh kepadaku, Hayama berkata. "Banyak orang-orang seperti itu diluar sana, orang yang ditendang keluar karena suka ikut campur kehidupan orang lain. Mereka mungkin sebenarnya hanya ingin tahu saja, tetapi mereka tidak sadar banyak orang yang merasa terganggu dengan itu juga."

  Tidak biasanya suara Hayama terlihat lebih tajam dari biasanya. Bahkan aku tidak bisa melihatnya lagi sebagai pria yang selalu memasang senyum lembut.

  Tetapi aku tahu yang dia bicarakan barusan ada hubungannya dengan gosip yang baru-baru ini menyebar.

  Aku yakin gadis yang barusan menembak Hayama, dia melakukannya karena terdesak oleh gosip tersebut. Teman-teman gadis tersebut menggunakan gosip itu untuk mendorongnya melakukan adegan tadi. Mungkin kejadian serupa yang dihadapi Hayama belakangan ini, memiliki motif yang hampir sama.

  Hayama menatapku ketika sedang berjalan. Ekspresinya yang tenang, alisnya yang terlihat lebih datar dari biasanya, mulai terlihat samar-samar oleh penerangan lampu sekitar.

  "Ini mungkin memberikan masalah serupa ke Yukinoshita-san juga. Maaf, apakah kamu bisa menyampaikan permintaan maafku kepadanya?"

  "Lakukan saja sendiri."

  "Sebenarnya itu yang hendak kulakukan, tetapi kondisinya sedang tidak memungkinkan...Jika kulakukan, orang yang melihatnya akan menyebarkan gosip yang baru lagi. Jadi aku terpaksa membiarkannya seperti ini dulu."

  Dia mengatakannya seperti pernah mengalami hal serupa di masa lalu. Kurasa yang dilakukannya barusan berdasarkan pengalaman masa lalunya.

  Dan mungkin, pengalaman semacam itu tidak hanya dimiliki olehnya. Namun Yukinoshita juga mengalami hal serupa.

  Aku menghentikan langkahku sejenak karena terlintas suatu hal. Tetapi setelah itu, aku mencoba mengatur langkahku dan melanjutkan perjalananku bersamanya.

  "Kau mengatakannya seperti yang pernah mengalaminya saja... Apa dulu memang pernah terjadi hal seperti ini?"

  "...Ngomong-ngomong, apa kau butuh sesuatu dariku?"

  Ketika aku bertanya, tiba-tiba Hayama menaikkan bahunya dan mengganti topik pembicaraannya. Itu tanda yang cukup bagiku untuk tidak membahas hal itu lebih jauh.

  Dalam hal ini, itu adalah tanda bahwa aku tidak boleh melintasi lebih jauh. Merespon pertanyaannya tadi, aku akan membahas hal lainnya.

  "Sebenarnya ini tidak terlalu penting. Aku ingin bertanya sesuatu kepadamu... Seperti pilihan jurusanmu nanti atau semacamnya," kataku.

  Hayama terdiam, "Hanya itu?" dan dia tersenyum. "Apa seseorang memberimu request itu?"

  "Tidak...Sebenarnya hanya sebagai referensi saja."   

  Aku tidak bisa mengatakan kepadanya kalau itu adalah request Miura. Ketika aku hanya bisa berdiri terdiam, Hayama menghembuskan napasnya dan hendak melanjutkan jalannya.

  "...Benar kan...Ini untuk request yang datang ke klubmu?" Kata-katanya barusan sangat dingin dan seperti sangat mengganggunya. Aku tidak bisa menatap wajah Hayama. Aku hanya bisa melihat tangan Hayama dari posisiku berdiri. "Kau tidak berubah sejak dulu."

  Kata-katanya barusan sangat jelas terdengar meski angin sedang berhembus. Setiap angin berhembus, terdengar bunyi atap besi dan sepeda yang berkarat seperti sedang berderit.

  Suara-suara tadi terdengar kurang enak didengar, membuat jawabanku tadi terdengar sangat tajam.

  "Seperti yang pernah kukatakan dulu. Kami adalah Klub Relawan, dan hal-hal semacam itu yang kami kerjakan selama ini."

  "Oh begitu. Sesuai pekerjaan kalian, bagaimana kalau kau melakukan sesuatu untukku?" Hayama mengatakan itu dan berhenti berjalan. Lalu dia menatapku. "Bisakah kau berhenti melakukan hal yang sangat mengganggu seperti itu?"

  Dia tidak tersenyum. Tangannya sudah tidak mengepal lagi dan suaranya terdengar sangat monoton dan pelan. Meski begitu, kata-katanya terdengar jelas di keheningan malam kampus ini tanpa terganggu oleh hembusan angin.

  Dengan tidak adanya kata-kata yang bisa kukatakan kepadanya, suasana menjadi hening diantara kita.

  Namun itu hanya sebentar saja.

  Hayama lalu tersenyum dan bertanya dengan bernada pura-pura. "...Atau begini saja. Apa yang akan kau lakukan jika kau mendapat penolakan seperti barusan?"

  "Apa yang akan kulakukan...? Tentu saja aku akan berpikir dulu."

  "...Oh begitu."

  Setelah itu, kita tidak berbicara apapun sampai di depan parkir sepeda. Hayama menghentikan langkahnya dan menunjuk ke arah gerbang samping.

  "Aku akan pulang naik mobilku sendiri."

  "Oh begitu."

  Aku mengatakannya dengan maksud selamat tinggal, namun Hayama langsung berjalan pergi.

  Yang dia lakukan setelahnya hanyalah berjalan sambil melihat ke langit.

  Aku bertanya-tanya apa yang dia lihat di atas sana, akupun melihat ke arah langit.

  Meski begitu, satu-satunya hal yang bisa kulihat adalah gedung sekolah yang tersinari lampu gedung dan cahaya redup dari lampu taman. Tidak ada bulan dan bintang yang terlihat.

  Lalu, Hayama tiba-tiba berbicara sebelum melewati gerbang samping. "Mengenai pertanyaanmu sebelumnya, aku menyerahkannya ke imajinasimu saja. Aku tidak tahu siapa yang memberi requestnya, tetapi...Kalau kau mengambil pilihan tanpa pertimbangan yang baik, kau pasti akan menyesalinya nanti."

  Lalu Hayama pergi menuju gerbang samping sekolah.

  Dia pergi ke tempat gelap dimana lampu taman tidak bisa menyinarinya. Aku tahu arah itu menuju gerbang samping sekolah, meski begitu, aku tidak tahu apakah dia benar-benar ke gerbang samping atau tidak.

  Kata-kata tadi harusnya  dia katakan ke orang yang sedang tidak ada disini.

  Meski begitu, pikiranku sepertinya baru saja mengambil kesimpulan yang aneh, aku merasa kata-kata tadi tidak dia tujukan ke siapapun.
  




  
*   *   *






  Ada satu hal yang terpikirkan olehku ketika sedang melakukan kegiatan rutinku di sekolah dan merenungkan kembali kejadian kemarin bersama Hayama.

  Apa yang dikhawatirkan Isshiki Iroha ternyata tidak sekedar omong kosong belaka.

  Isshiki pernah mengatakan di ruangan klub tempo hari. Gosip yang sekarang sangat mempengaruhi suasana di sekitar Hayama.

  Gosip tentang Hayama dan Yukinoshita sudah melebar kemana-mana, tidak hanya di kelas dan lorong kelas.

  Kupikir itu normal-normal saja mengingat keduanya adalah siswa-siswa terpopuler di sekolah ini. Keduanya sangat populer bagi siswa yang berlainan gender dengan mereka.

  Obrolan antara beberapa gadis yang duduk berseberangan di belakangku bisa kudengar jelas dari sini.

  "Menurutmu itu benar tidak?"

  "Aku tidak tahu. Tapi kadang membuatku berpikir juga. Bisa jadi mereka sebenarnya sedang berpacaran, kalau menurutmu?"

  "Tetapi beberapa gadis di kelas E bilang itu tidak benar."

  "Bisa jadi, mereka mengatakan gosip itu tidak benar karena kasihan melihat dia. Mereka hanya mencoba peduli saja!"

  "Peduli apanya! Gosipnya saja sebenarnya sudah sangat heboh."

  Mereka tidak menyebutkan secara spesifik, namun sepertinya, mereka membicarakan gosip tentang Hayama dan Yukinoshita.

  Daripada membahas tentang kebenaran dari gosip itu, mereka nampaknya lebih suka membicarakan gosipnya dengan melebarkannya kesana-kemari. Masalahnya terletak di nilai jual gosip itu yang sangat tinggi. Oleh karena itu orang yang tertarik dengan orang yang sedang digosipkan akan terus dihantui gosip itu dan merasa kurang pas kalau tidak membahasnya terus menerus.

  Gadis-gadis tadi yang tidak kuketahui siapa namanya, melanjutkan bisik-bisiknya.

  "Tapi agak mengejutkan. Yukinoshita-san sikapnya kan seperti itu, tapi memang sih dia punya wajah yang sangat cantik, bukan?"

  "Ohh, aku mengerti maksudmu. Mereka mungkin berpacaran dan sepakat tidak berbicara satu sama lain disini. Mungkin saja, Yukinoshita-san berpacaran dengannya hanya karena melihat wajah tampannya saja?"

  "Huh? Kalau begitu ada kemungkinan Hayama-kun juga tertarik ke dia hanya sekedar dia memiliki wajah yang cantik?"

  "Bisa jadi?"

  Mereka tertawa kecil sambil bersuara pelan. Setidaknya mereka berusaha bersuara pelan sehingga tidak terdengar oleh Hayama dan grupnya.

  Tetapi ini sangat mengganggu telingaku.

  Ini benar-benar sangat mengganggu.

  Suara samar gosip itu seperti mendengar suara nyamuk berkeliaran di sekitarmu dan kau berusaha untuk tidur nyenyak, atau bisa juga seperti mendengar detik jam berbunyi semalaman. Mendengarnya saja seperti ingin menggigit lidahku saja.

  Aku yang tidak ada hubungannya dengan gosip tersebut bahkan merasa terganggu. Aku bisa membayangkan orang-orang yang menjadi korban gosip itu bisa merasa lebih terganggu dari pada diriku.

  Orang-orang yang memiliki rasa kepedulian rendah dan mengatakan apapun yang mereka ingin katakan tanpa memikirkan dahulu, tanpa cari tahu kebenarannya, nafsu, iri hati, dan mempunyai cerita yang akan diceritakan kemana-mana, menyebarkannya dan membuatnya populer.

  Mungkin saja mereka sebenarnya tidak berpikir untuk menyakiti orang lain. Kecuali, satu-satunya alasan mereka hanyalah untuk kesenangan semata. Dan kau mencoba melawannya dengan protes ke mereka? Mereka akan berkata kepadamu, "Ini cuma becanda, jangan terlalu serius".

  Ini karena aku bisa melihatnya, bukan, ini karena aku mengenal dua orang yang sedang digosipkan ini.

  Yukinoshita Yukino dan Hayama Hayato telah lama hidup di lingkungan seperti ini. Banyaknya ekspektasi dan perhatian yang dibebankan ke penampilan dan kemampuan bagus mereka, mereka harus menerima rasa kecewa dan iri hati orang lain sendirian.

  Dalam komunitas sosial yang melihat proses kedewasaan, sekolah adalah definisi lain dari penjara. Mereka yang populer akan menjadi pusat perhatian publik. Banyak orang yang akan memikirkan dan mengawasi mereka. Dan sebenarnya juga, tindakan mereka tidak berbeda dengan menghukum orang populer tersebut. Ini mirip dengan tugas menjadi sipir penjara di Experimen Penjara Stanford yang berjaga siang dan malam. Kadang mereka terlihat hanya sedang menjalankan tugas, namun bagi penghuni penjara merasa sedang diawasi terus-terusan dan terlihat kurang nyaman.

  Sipir penjara tersebut sedang berada di belakangku dan melanjutkan obrolan tidak penting mereka.

  Lalu, terdengar suara yang tegas, menutup semua obrolan itu. Gadis-gadis itu langsung terdiam.

  Aku mencari tahu sumber suara itu.

  Aku melihat Miura menyilangkan kakinya dan mengetuk mejanya berulang kali dengan kukunya. Wajahnya melihat ke arah Yuigahama dan lainnya, tetapi matanya menatap ke arah sini.

  Aura Miura, dan fitur unggulan miliknya yang lain, sikapnya sudah sangat tajam ke arah dia menatap, namun sisi lain yang kulihat darinya tampaknya jauh lebih emosional dari yang terlihat saat ini. Malahan, dia terlihat sangat menakutkan, seperti terlihat tiga kali lebih menakutkan dari biasanya. Dia sebenarnya tidak sedang menatapku, tetapi aku tetap berusaha menatap ke arah yang berbeda.

  Kulihat di dekat Miura, Hayama sedang duduk di depannya, tersenyum kecil kepadanya.

  Hal-hal yang dibicarakan oleh gadis-gadis tadi mungkin tidak terdengar oleh Hayama dan Miura.

  Namun suasana dan aura Miura menunjukkan sebaliknya.

  Kau tidak perlu mendengar langsung tentang apa yang dibicarakan orang-orang di kelas, kau bisa merasakannya apa mereka sedang membicarakanmu atau yang berkaitan denganmu. Miura langsung menunjukkan ketidaksenangannya ke arah sini hanya dengan satu kali tatapan.

  Gadis-gadis tersebut berdiri, merasa kurang nyaman tetap berada di kelas, dan berjalan keluar kelas melewatiku. Ya ampun, apakah hanya karena masalah mengobrol di kelas, bisa merasa tertekan seperti itu?

  "Yang barusan hampir saja. Apa dia mendengar pembicaraan kita?"

  "Aku tidak tahu...Tetapi kalau tahu gosip itu, kira-kira apa yang ada di pikiran Miura-san?"

  "Siapa yang tahu?"

  Aku tiduran beralaskan meja seolah-olah aku tidak mendengar percakapan yang terjadi ketika mereka melewatiku. Aku merasa kalau aku tidak bersikap seperti ini, Miura akan menatapku juga.

  Gelombang yang melebar di permukaan air akan menghilang dengan sendirinya.

  Ini juga disebabkan oleh 'Butterfly Effect'.

  Aku dengan sabar melewati waktu jam makan siang, sambil mendengarkan hembusan angin yang melewati jendela.







*   *   *








  Angin bertiup makin kencang setelah jam pulang sekolah.

  Angin yang dingin dan gersang berhembus dari dataran Kanto. Angin yang lembab dari laut Jepang sedang terhalang oleh pegunungan, termasuk Gunung Ou. Awan-awan berkumpul disana sementara angin tetap berhembus menuju ke arah tersebut.

  Angin yang kering dan beku terhalang oleh jendela luar klub.

  Kondisi ruangan klub terasa hangat dan lembab. Kehangatan tersebut kemungkinan besar berasal dari hangatnya teh yang tersaji di depanku.

  Aku meminum teh dari gelasku. Aku berkata, "Aku kemarin mendapat hal yang kurang menyenangkan dari Hayama-san..."

  Itu terdengar seperti mencari permintaan maaf atas kegagalanku karena sebelumnya aku dengan meyakinkan mengatakan 'aku akan bertanya padanya!'. Setelah menceritakan apa yang terjadi kemarin, Yuigahama tersenyum kecut.

  "Uh huh, aku tahu itu akan terjadi. Hayato-kun sepertinya sedang bad mood...Tidak apa-apa Hikki, ini bukan salahmu."

  Apa aku sedang dimaafkan...Yukinoshita menghembuskan napas panjang diikuti senyum ironisnya.

  "Kita pada awalnya memang tidak mengharapkan apapun, jadi kau tidak perlu terlalu memikirkannya."

  Kata-katanya terdengar seperti mempertanyakanku daripada menghiburku, namun aku merasakan kebaikan hatinya dari kata-katanya barusan.

  Namun suara yang kudengar selanjutnya malah terdengar dengan penuh rasa kekecewaan.

  "Itu memang, memang ciri khas senpai."

  Kenapa kau mengatakan 'memang' dua kali? Kau ingin membunuhku dua kali?

  "Dan kenapa kau disini lagi?" aku menatap ke arah Isshiki.

  Isshiki menaruh kertas gelasnya di meja, membetulkan kerah seragamnya, menepuk-nepuk lipatan roknya, dan dia duduk di kursi.

  "Aku kesini untuk meminta bantuan," kata Isshiki dengan wajah serius.

  Tetapi tonjolan tulang bahu dibalik kerahnya, roknya yang melambai-lambai di pikiranku, poninya yang rapi, dari menatapnya memberi kesan kepadaku. Dari situ saja, sulit bagiku untuk melihatnya serius.

  Dia memang mendapatkan perhatianku untuk saat ini, lalu aku menguatkan hatiku dan memalingkan pandanganku darinya, mungkin ada sedikit penyesalan bagiku melakukannya. Aku tidak akan jatuh ke jebakanmu...

  "Kalau ini tentang kegiatan OSIS, aku tidak mau membantu lagi."

  "...Oh, oke." Isshiki yang merasa ditolak tiba-tiba terdiam.

  Melihat percakapanku dengannya, Yukinoshita sengaja batuk kecil. "Pastinya kau kesini tidak dengan tujuan kita membantu kegiatanmu, bukan?"

  Ada tekanan dalam suaranya diikuti dengan senyum. Nada suaranya sangat lembut, dan membuat beku bulu kudukku. Isshiki membetulkan posisi duduknya.

  "Te-tentu saja! Aku cuma becanda tadi! Aku pastikan kalau aku mengerjakan tugasku dengan baik!"

  "Lalu, ada urusan apa kemari?" Yukinoshita bertanya, nampaknya ini respon dari sikap Isshiki sebelumnya.

  Yuigahama mencoba menengahi. "Iroha-chan mungkin ingin tahu pilihan jurusan Hayato-kun dan kesini untuk menanyakannya kepada kita, benar begitu?"

  "Yui-senpai luar biasa! Itu alasan sebenarnya aku kesini! Tetapiiii, itu bukanlah satu-satunya."

  Yukinoshita menunggu maksud lain tujuannya, Isshiki menaruh tangannya di dagunya dan berkata. "Ini sepertinya, belakangan ini semakin banyak orang yang menembak Hayama-senpai."

  "Menembak?"

  "Oh, itu kata lain dari mengutarakan perasaan suka kepadanya. Meski jawaban yang diterima tidak sesuai harapan, mereka kebanyakan melakukannya untuk memastikan status Hayama-senpai, seperti cara lain untuk mengetahui status hubungannya." Isshiki menjawab pertanyaan Yuigahama.

  Insiden kemarin tiba-tiba terlintas di kepalaku. Tentu saja, aku tidak menceritakan kejadian itu ke Yukinoshita dan Yuigahama, jadi mereka tidak berpikir sampai kesitu.

  "Apa maksudmu dengan 'cara mengetahui status hubungannya'...?"

  "Apa cara itu bisa digunakan untuk mengetahui status hubungan?"

  Yukinoshita dan Yuigahama menatap Isshiki dengan penuh tanda tanya. Isshiki memutar kursinya menghadapku.

  Isshiki menghembuskan napas panjang, namun napas barusan tampak seperti hendak menatapku untuk mencari informasi. "Senpai...apakah...kau saat ini sedang berpacaran dengan seseorang?"

  Suaranya melemah, terdengar menggoda, dan pipinya memerah. Aku membandingkan warnanya dengan warna pergelangan tangannya yang putih. Dia memegangi pelan-pelan pita di dadanya dengan tangannya, cara dia melakukannya membuat suasana udara di sekitarku berubah.

  Sebentar saja, matanya terlihat sedikit melembab.

  Dia menatapku dengan tatapan yang tidak kuduga dan membuat hatiku berdetak kencang. Aku menelan ludahku untuk menenangkan diriku.

 "Se-sebenarnya tidak..." Aku mengucapkannya dengan tergagap-gagap.

  Suasana ruangan seperti sunyi dan hampa.

  Sebenarnya, aku terdiam, dan begitu pula Yukinoshita dan Yuigahama. Dalam kesunyian itu, Isshiki tersenyum hangat. "Lihat, seperti barusan!"

  "Jadi, masalahnya terletak dari cara kau meresponnya! Benar begitu, Hikki?"

  ...Tidak, sebenarnya ucapan tersebut tidak dari hati, benar. Tidak-tidak, sebenarnya itu memang dari hati. Isshiki Iroha, kau memang berani dan brillian.

  "Hikki?"

  Aku menoleh ke Yuigahama dan Yukinoshita ketika merasa ada yang memanggil dan mereka menatapku dengan tatapan intens.

  "...Dan mengapa kamu terdiam seperti itu?" Yukinoshita tersenyum tidak senang.

  Hentikan itu. Senyummu barusan sangat menakutkan.

  "Se-seperti yang kau lihat. Aku nampaknya mengerti situasi Hayama sekarang."

  Ketika mereka memeriksa kebenaran rumor tersebut, mereka sekaligus membuat pengakuan perasaan. Meski gagal mendapatkan jawaban atas perasaan mereka, itu akan membuat keduanya seperti memiliki perasaan dekat, atau semacamnya.

  Mungkin ini semacam "hidden achievement" yang tidak bisa kau dapatkan sejak awal ketika bermain game simulasi kencan...? Atau semacam bonus disc yang didapatkan fans game tersebut yang membuat mereka senang dan berteriak-teriak?

  Ternyata hal-hal semacam itu bisa terjadi dan dipicu oleh gosip tersebut.

  "Jadi, sebenarnya apa yang hendak kau diskusikan tadi?" tanyaku.

  Isshiki bersikap dengan penuh semangat. "Aku ingin tahu caranya agar aku bisa selangkah di depan lawan-lawanku!"

  "Oh begitu..."

  Kuakui dia punya keberanian luar biasa dan tidak menyerah di permainan ini. Aku berkomentar itu dengan separuh terkesan, separuh jijik, separuhnya lagi tidak tertarik. Tunggu dulu, kalau ditotal barusan sepertinya lebih dari seratus persen.

  Isshiki menjawab pertanyaanku tadi, dan melanjutkan ceritanya. "Melihat situasinya saat ini, aku melihat ada peluang untukku. Orang biasanya akan langsung menyerah setelah melakukan pengakuan bukan? Hayama-senpai nampaknya sudah bosan dengan rentetan gadis yang menembaknya, jadi disitu peluang diriku untuk mendekati dan menyergapnya...Maksudku, aku bisa memberikan support dan membuatnya nyaman."

  Aku melihat keduanya dan aku bertanya-tanya apakah mereka mendengarkan penjelasannya tadi dan mau membantunya.

  "Mendekatinya..."

  "Menyergap..."

  Yuigahama dan Yukinoshita bergumam dan mengulang-ulang kata-kata tersebut dan menatap Isshiki dengan serius. Aku merasakan mereka sangat serius sehingga aku bisa merasakan temperatur ruangan agak memanas.

  Tatapan mereka, nampaknya diacuhkan saja oleh Isshiki. Karena dia sepertinya sedang menatap ke arah jendela, seperti sedang mengintip aktivitas klub sepakbola di kampus.

  "Jadi, aku berpikir untuk mengajaknya pergi ke suatu tempat yang bagus dan menyegarkan, atau semacam itu..."

  Tampilan Isshiki yang disinari cahaya matahari tenggelam terasa agak aneh, namun cukup tenang.

  Meskipun bernada ceria, dia menunjukkan perhatiannya ke Hayama dengan caranya sendiri.

  Jadi kau ternyata tidak setengah-setengah terhadap hal ini. Aku cukup yakin banyak pria yang akan menyukaimu jika kau menunjukkan sisi lainmu yang seperti ini...

  "Lumayan juga idenya," kataku, sambil tersenyum.

  Lalu, wajah Isshiki terlihat bersemangat. "Benar kan! Jadi, aku ingin saran darimu mengenai tempat-tempat yang menurutmu bagus!"

  "Uh, bukankah itu keahlianmu?" kataku.

  Kau bertanya ke orang yang salah. Yuigahama mungkin bisa menjawabnya, namun Yukinoshita dan diriku tidak punya bayangan dimana tempat yang bagus untuk keluar dan bersenang-senang.

  Pipi dari Isshiki merendah. "Aku sudah berusaha memikirkan tempat-tempat yang pernah kudatangi! Maka dari itu aku menginginkan tempat-tempat yang diluar standar untuk kali ini."

  "Ohh, benar juga..."

  Luar biasa. Kemampuannya untuk bereaksi sungguh menakjubkan. Apakah kamu yakin kalau kamu bukan member dari TOKIO?

  Aku duduk dan terkagum-kagum padanya dan Yuigahama, duduk berseberangan denganku, menaruh jari telunjuknya di dagu dan memiringkan kepalanya. "Jadi pada dasarnya... Kamu ingin kami menyarankan tempat dimana kamu bisa jalan bareng tanpa takut terlihat orang-orang yang kamu kenal?"

  "Simple dan tepat, benar sekali." Isshiki menganggukkan kepalanya ketika menjawab pertanyaan Yuigahama.

  Yukinoshita berkata dengan lembut. "...Well, kupikir itu tidak masalah."

  Senyumnya lebih mirip sebagai kakak perempuannya daripada seniornya. Melihat Yukinoshita bersikap seperti itu, Isshiki tersenyum.

  "Terima kasih banyak...! Jadiii, karena semuanya setuju, senpai, bagaimana menurutmu?"

  "Kenapa bertanya kepadaku?"

  Aku menjawab dengan hampa. Aku memikirkan saran tempat seperti Destinyland, namun kupikir kurang bagus karena dia pernah ditolak disana...

  Tapi, aku tidak tahu Hayama menyukai tempat apa, tapi bukankah dia pasti akan berpura-pura senang dan menikmatinya di tempat manapun yang akan Isshiki pilih? Tentu saja, apakah dia akan senang atau cuma pura-pura adalah cerita lain.

  Ketika aku sedang berpikir, Yuigahama mendekatkan tubuhnya kepadaku dari kursinya. "Hikki, dimana yang kira-kira menurutmu bagus? Um, hanya sekedar referensi..."

  "Aku dan dirinya sangat berbeda, jadi aku tidak berpikir kalau saranku ini akan memuaskan." kataku.

  Yukinoshita menyindirku. "Benar sekali. Kamu seperti kebalikan dari dirinya."

  "Benarkah?"

  "Benar, sangat benar."

  Aku merasa bahwa pendapatnya agak konyol, namun anehnya aku tidak tersinggung sama sekali.

  Pada kenyataannya, tidaklah salah mengatakan kalau aku adalah kebalikan dari Hayama. Aku cukup bangga pada standar yang kumiliki, tetapi itu mungkin tidak cukup untuk sekedar mendekati standar Hayama....Namun apakah standar milikku ini memang pantas untuk dikatakan kebalikan dari Hayama?

  Yukinoshita berpura-pura batuk kecil. Lalu, dia memalingkan wajahnya dan menambahkan kalimatnya. "...Namun karena kau kebalikannya, aku percaya kau bisa dijadikan referensi. Jika kau ambil kebalikan dari sebuah kebalikan, bukankah berarti itu menjadi jawaban yang benar?"

  "Maksudmu kebalikan dari kebalikan adalah kebenaran?"

  Logika yang lucu. Ketidaksetujuan dari pernyataan tidak setuju adalah pernyataan setuju...Jika kau menatapku serius seperti itu, aku tidak akan bisa memikirkan ide apapun, tolong jangan menatapku seperti itu.

  "...Uhh, biar kupikirkan dulu."

  Aku meresponnya dan memalingkan tatapanku. Sepertinya, aku mendengar samar-samar "phew" atau "bleh" dari suara kecewa dan tidak suka.

  "Tolong pastikan untuk memikirkannya dengan baik, okeee?" kata Isshiki sambil tersenyum.

  Ini adalah kondisi dimana aku tidak bisa berpikir jernih...Aku sendiri sulit untuk memikirkan diriku sendiri, sekarang malah memikirkan untuk Isshiki. Faktanya, aku yang bertanya duluan tadi...Ah, sudahlah. Aku akan memikirkannya lain kali.

  Mungkin Isshiki merubah sikapnya ke Hayama karena adanya gosip itu. Dalam waktu yang sama, situasi di sekitar Hayama berubah drastis.

  Lalu bagaimana sikap orang lain yang digosipkan tersebut dalam masalah ini?

  "...Ngomong-ngomong, Yukinoshita, bagaimana denganmu? Apakah ada sesuatu yang berubah karena gosip itu?"

  "Aku? Tidak ada banyak orang yang mau datang ke kelasku untuk mengkonfirmasi itu..."

  Benar juga. Yukinoshita berada di kelas Budaya Internasional, kelas 2J, yang berlokasi di ujung lorong dan berisi 90% siswi. Hal itu membuat kelas tersebut memiliki suasana khusus yang membuat orang sungkan mendekati mereka. Jadi cukup masuk akal kalau dia tidak mendapatkan perlakuan yang seperti Hayama dapatkan.

  Tetapi itu tidak berarti disana tidak ada yang membahas gosip itu sama sekali.

  Yukinoshita menghembuskan napas kecil. "Tetapi memang ada beberapa orang yang berbicara diam-diam di belakangku, tetapi tidak berbeda dengan hari-hari biasanya, jadi aku tidak menganggapnya serius..."

  "Aku mengerti yang kau alami. Ketika kau berada di posisi yang lebih baik dari mereka, orang-orang akan sering membicarakanmu di belakang."

  Tidak, di situasimu, Isshiki, kurasa sedikit berbeda...

  Yukinoshita tersenyum dan mengangguk kecil, menambahkan kalimatnya dengan suara pelan. "...Tetapi tidak seburuk yang waktu itu."

  'Waktu itu'. Kata-kata tadi mencuri perhatianku.

  Masa lalunya yang tidak kuketahui. Atau lebih tepatnya, masa lalunya yang tidak ingin dia ceritakan. Dan masa lalunya bersama dia.

  Meski begitu, apakah tidak masalah bagi diriku untuk menanyakan itu kepadanya? Setidaknya, meski situasi ini hanya ada beberapa orang di ruangan ini, aku merasa itu adalah hal yang tidak bisa kutanyakan kepadanya. Aku tidak punya hak untuk bertanya kepadanya hal yang tidak ingin dia bicarakan, bukan?

  Ketika diselimuti banyak keraguan di pikiranku, aku putuskan untuk mencoba bertanya kepadanya.

  Ketika aku hendak menanyakannya, ada yang mengetuk pintu ruangan klub. Kami secara spontan menatap ke arah pintu dan seketika aku kehilangan momen untuk menanyakannya.

  Pintu terbuka tanpa menunggu ijin ataupun respon dari kami.

  "...Ada waktu?"

  Suara yang bercampur dengan emosi. Matanya menatap ke seluruh ruangan dan memutar-mutar rambut pirangnya seperti tidak senang, Miura Yumiko berdiri di pintu masuk.

  "Yumiko, ada apa?"

  "...Aku ingin membicarakan sesuatu."

  "Oh, kenapa tidak masuk saja kesini. Ayo kesini." Yuigahama mengajaknya masuk.

  Miura mengangguk dan melangkah masuk. Lalu dia melihat ke arah Isshiki dengan penuh tanda tanya.

  "Ah. Baiklah, sepertinya aku ada pekerjaan di ruang OSIS, jadi aku pergi dulu ya..." kata Isshiki. Dia tiba-tiba meninggalkan ruangan dengan terburu-buru.

  "Sampai jumpa lagi, bye." kata Isshiki dengan suara kecil sambil menutup pintu.

  Setelah melihatnya, Yuigahama menawarkan Miura untuk duduk. Posisi kami duduk sekarang seperti posisi biasanya dengan aku, Yuigahama, dan Yukinoshita berada di depan Miura.

  "Apa kamu kesini hendak membicarakan e-mail itu?"

  "Bukan, bukan itu...Tapi, sebenarnya itu juga termasuk." Miura mengatakannya dengan memalingkan muka, seperti kebingungan menjawab pertanyaan Yuigahama. Lalu dia mengambil napas panjang dan entah mengapa, dia menatap Yukinoshita. "...Sebenarnya, apakah ada sesuatu diantara kamu dan Hayato?"

  Kata-katanya singkat dan tajam.

  Dan aku sangat yakin, ini berhubungan dengan gosip itu. Gosip tidak bertanggung jawab yang awalnya berasal dari pembicaraan mereka di kelas, tetapi sekarang menyebar dengan cepat ke seluruh sekolah.

  Seharusnya aku sadar ketika Isshiki dulu mendatangi klub kita pada awal masuk sekolah setelah liburan musim dingin. Dan ada kemungkinan juga kalau ada beberapa gadis yang bertanya hal serupa ke Yukinoshita.

  Dan bagi Miura yang merupakan orang terdekat dengan Hayama, mustahil baginya untuk tidak memikirkan gosip itu.

  Tatapan Miura seperti sedang berapi-api, namun Yukinoshita menanggapinya dingin.

  "Tidak ada hubungan apapun. Dia hanya kenalan lamaku," kata Yukinoshita, dengan jawaban datar, tetapi Miura dengan tatapan menusuknya tidak membelinya begitu saja.

  "Kau yakin?"

  Yukinoshita merasa lelah mendengarnya. "Kaupikir aku mendapatkan sesuatu dengan berbohong...? Hal-hal semacam ini selalu menggangguku sejak lama."

  "Huh? Ada apa dengan nada suaramu barusan? Kata-katamu barusan seperti memojokkanku saja. Aku benar-benar tidak suka hal ini darimu."

  "Yumiko!"

  Suara barusan berasal dari Yuigahama. Bahu Miura bergetar karena terkejut, lalu perlahan-lahan merendahkan kepalanya.

  Di depan Miura, Yuigahama sepertinya marah akan sesuatu dan membawa-bawa topik yang pernah dijelaskannya di kelas. "Kan sudah kukatakan sebelumnya, bukan? Itu kebetulan saja Yukino berada di tempat yang sama dengannya dan tidak ada sesuatu terjadi diantara mereka."

  "...Kalau itu benar yang terjadi, Hayato tidak akan terlihat khawatir seperti itu. Maksudku...aku belum pernah melihat Hayato sekhawatir itu..." kata Miura. Nada suaranya seperti kehilangan tekanan dan kekuatan yang biasa dia miliki. Dia melihat agak ke bawah dan seperti menggigit bibirnya sendiri.

  Mungkin, orang terdekat dengan Hayama Hayato di sekolah ini adalah Miura. Aku tidak begitu yakin seperti apa hubungan mereka, tetapi mereka seharusnya bisa berteman baik setidaknya setelah setahun sekelas dengannya.

  Mungkin karena itulah, sikap yang tidak biasanya dari Hayama terlihat jelas baginya. Aku cukup yakin dia memiliki pemahaman yang lebih baik tentang dirinya daripada diriku.

  Tetapi ada hal yang bahkan Miura tidak tahu tentangnya.

  Dan satu-satunya orang yang tahu tentang hal itu di ruangan ini adalah Yukinoshita Yukino.

  Yukinoshita menggerakkan rambut di pundaknya dan berbicara dengan dingin. "Itu tidak seperti dia peduli kepadaku. Itu sepertinya dia peduli ke hal yang lain."

  "Itu...Itu hanyalah pikiranmu saja, bukan? Ini tidak seperti kita tahu persis apa yang ada di pikiran Hayato." Miura merendahkan bahunya. Ketika dia memutar rambutnya dengan jemarinya, dia memastikan sesuatu dengan Yukinoshita, "...Seperti, ada kejadian yang mirip pernah terjadi? Maksudku, bukan yang sekarang... Tetapi, terjadi waktu dulu." Miura mengucapkannya sepatah demi sepatah.

  Kata-kata barusan terdengar kurang teratur.

  Aku juga memikirkan beberapa kemungkinan ketika dia mengatakannya barusan, termasuk kalau kemungkinan yang dia katakan barusan benar.

  Yukinoshita memang tidak berbohong. Tetapi dia juga tidak mau mengatakan kebenarannya. Ada beberapa momen dimana dia mencoba menutupinya dengan hal-hal lainnya. Aku tahu ketika dia mencoba melakukannya.

  Dalam hal ini, bagaimana dengan Hayama Hayato? Aku tidak tahu persis bagaimana perasaannya, hatinya, dan keinginannya. Ini tidak seperti aku sangat ingin tahu atau semacamnya.

  Selama ini, aku ingin mengatakan hal itu, aku mempercayai kalau ada sesuatu diantara mereka berdua dan aku selalu mencoba mengingkarinya dengan meyakinkan diriku kalau tidak ada apapun diantara mereka.

  Dan sekarang, Miura sedang berusaha melakukannya.

  Yukinoshita, menghembuskan napasnya dan membalasnya. "...Jika memang ada sesuatu dan aku menceritakannya kepadamu semuanya, apakah akan ada yang berubah? Apa kau dan yang lainnya akan percaya?"

  Tekanan nada suaranya membuat Miura ragu untuk menjawabnya. Dia meremas cardigannya dengan kuat-kuat merespon kata-katanya, bibirnya bergetar, dan pada akhirnya, tidak ada suara keluar dari mulutnya.

  Yukinoshita melihat ke arahnya dan menatapnya rendah. "Pada akhirnya, itu juga sia-sia."

  Penjelasan, maaf, bertahan, dan berbicara tidak akan memberikan sesuatu saat ini.

  Ketika orang-orang mengatakan hal-hal yang tidak baik, dan orang-orang itu berkumpul membentuk suatu grup, maka akan semakin menjadi-jadi grup tersebut. Tidak masalah seperti apa sifat asli individual tersebut, dia akan selalu kalah oleh kekuatan besar yang muncul dari kumpulan orang-orang di kelompok tersebut. Kemauan, kualifikasi, sifat, dan emosi individual tidak akan pernah dianggap.

  Ini adalah hal yang dialami oleh Yukinoshita selama ini.

  Kita hanya ingin melihat apa yang ingin kita lihat, mendengar hanya dengan apa yang ingin kita dengar, namun untuk hal yang ingin kita katakan, kita tidak mampu melakukannya. Ini adalah kenyataan sosial dimana kita hidup saat ini.

  Tetapi Miura berbeda.

  "Selalu saja... Caramu bersikap seperti itu...!" Dia mengatakannya dengan penuh emosi dan berdiri.

  "Tunggu, Yumiko!?"

  Yuigahama dengan suara terkejutnya nampaknya agak telat. Aku ikut berdiri juga, tetapi Miura terus menatap Yukinoshita, seakan-akan hanya ada dirinya di ruangan ini.

  "Kamu pikir dirimu siapa, serius ini!"

  Suara Miura nampaknya benar-benar mengenai Yukinoshita kali ini.

  Yukinoshita memegang bahu Miura, namun tangan Miura tidak bisa meraih Yukinoshita.

  "...!"

  "Sayangnya, aku sudah cukup terbiasa dengan keadaan ini...Meski begitu, kamu adalah orang yang pertama kali datang dan mengatakan hal seperti ini."

  Mereka berdua saling menatap satu sama lain dengan intens disertai tarikan napas dan suara yang dingin. Miura mengeluarkan embusan napas yang ringan seperti berusaha menahan sesuatu sementara Yukinoshita mengambil napas yang dalam.

  "Apa ada lagi yang ingin kau katakan? Atau kau masih ingin melanjutkannya lagi?"

  Miura seperti kehilangan energinya sementara emosi Yukinoshita meningkat secara perlahan. Ini seperti mereka sedang mentransfer energi masing dengan bergandengan tangan.

  Yukinoshita tersenyum dengan penuh ekspresi provokasi diluar sewajarnya. Benar sekali. Ketika dia membuat senyum seperti itu, dia terlihat persis seperti Haruno-san, orang yang seharusnya tidak boleh terpikirkan tiba-tiba muncul di pikiranku.

  Meski begitu, ini bukanlah senyuman yang ingin kulihat dari dulu.

  "Tolong hentikan. Semuanya harap tenang dan duduk kembali."

  Aku menepuk tangan Yukinoshita yang memegang bahu Miura. Aku sendiri ragu apakah benar bagiku untuk menyentuhnya, tetapi melihat sikap Yukinoshita barusan, sepertinya ini jauh lebih baik daripada menggunakan kata-kata.

  Yukinoshita menatapku dengan tajam untuk sejenak, lalu dia menurutiku dan melepaskan lengan Miura. Miura kemudian menurunkan lengannya dan memundurkan dirinya.

  Aku berjalan dan berada diantara keduanya dan memberi kode bagi Miura untuk mundur. Yuigahama membantunya untuk duduk.

  Yuigahama menepuk pundak Miura dengan pelan, menatap ke Yukinoshita sejenak, dan menyuruhnya untuk duduk kembali.

  "Tolong redakan dulu emosinya... Oke?"

  Ketika aku melihat keduanya, aku memindahkan tempat dudukku sehingga berada diantara Miura dan Yukinoshita.

  "Kau baik-baik saja?"

  "Ya. Seperti yang kukatakan bukan? Aku sudah terbiasa dengan hal semacam ini."

  Yukinoshita menurunkan tangan yang dia gunakan untuk memegang lengan Miura dan tersenyum kepadaku. Emosi agresif yang dia tunjukkan sebelumnya telah hilang.

  "Yukinon..."

  "Ini bukan sesuatu yang akan terus terpikirkan olehku...Asal orang yang dekat denganku mengerti situasiku, maka itu sudah cukup bagiku. Jadi kuanggap seperti tidak ada masalah apapun."

  Yuigahama yang dari tadi cemas memanggil Yukinoshita, tersenyum kecil. Dia memegang pundak Miura dengan tangannya dan duduk kembali. Ketika situasi tenang kembali, Yuigahama merasa lega dan duduk kembali.

  Miura selama ini terdiam melihat keduanya. Dia menutup matanya sejenak seperti sedang linglung.

  Lalu dia mengatakan, dengan bibirnya yang sedikit bergetar, dengan suara berbisik. "...Itu normal bukan? Itulah mengapa."

  "Eh?" tanya Yuigahama.

  Miura mengalihkan pandangannya. "Sesuatu tentang orang yang dekat...Karena aku ingin menjadi orang itu maka aku ingin mengetahuinya." Mulutnya terlihat malu-malu ketika mengatakannya dan dia menyentuh rambutnya. Lalu, dia berusaha menjauhkan pandangannya dari kami dengan melihat ke arah luar jendela.

      Yeah, jadi begitu maksudnya.

  Kata-kata tersebut tidak sedikitpun ada maksud untuk melangkahi garis batas seseorang, namun aku memahaminya. Aku sangat memahaminya. Lebih tepatnya, ini adalah hubungan yang lebih dekat dengan empati.

  Yukinoshita bukanlah satu-satunya orang yang datang dengan pertimbangan seperti itu.

  Aku cukup yakin, dia yang punya masa lalu serupa juga melakukannya.

  Ternyata tidak hanya satu pihak saja yang punya pertimbangan berbeda. Aku yakin pihak yang lain juga memiliki pemahaman yang berbeda.

  "Miura. Sebenarnya yang kau tanyakan itu bukanlah yang terjadi di masa lalu, bukan...?"

  Aku merasa bahwa kata-kataku barusan membuat mereka terdiam.

  Ketika aku mengatakannya, Miura menatapku dengan lega. Namun matanya seperti kekurangan cahaya yang membuatnya terlihat kurang berkilau.

  Sesuatu yang dia ingin tahu sepertinya adalah bukan hal yang terjadi di masa lalu, lebih tepatnya adalah tentang pilihan masa depannya.

  Apa yang dia pikirkan? Apa yang dia rasakan?

  Yang hanya ingin diketahuinya adalah perasaannya saat ini.

  Dia ingin memahaminya.

  "Aku hanya...Aku berpikir akan sangat bagus jika kita bisa bersama-sama lebih lama lagi, jadi...Maksudku tadi, bersama-sama dengan semuanya...Seperti grup yang sekarang..." Miura berusaha menjelaskan permintaannya, dan terkesan agak malu-malu, tetapi energinya sepertinya hilang entah kemana. Tiba-tiba, dia terdiam dan menurunkan bahunya. "Hanya saja, Hayato belakangan ini terlihat membuat jarak denganku... Dia seperti hendak pergi entah kemana." Miura menambahkannya dengan suara kecil sambil menatap sudut di lantai.

  Ini yang kumaksud dengan "saat ini", dan aku tidak menyadarinya. Lingkungan grup Hayama ternyata sedikit berubah.

  Penembakan oleh Isshiki, berkencan dengan Orimoto dan temannya, yang berasal dari sekolah lain. Dan terakhir, gosip dengan Yukinoshita.

  Sampai hari ini, cerita-cerita tentang Hayama tidak pernah muncul. Tidak, lebih tepatnya, dia sengaja menjauhkan dirinya dari mereka. Dan sekarang dia berada di titik dimana semuanya bertabrakan menjadi satu.

  Ketika mereka berbicara tentang hubungan yang menjauh, dan tentang kelas yang terpisah di saat yang bersamaan. Mereka sadar dan tahu kalau kebersamaan mereka lambat laun akan hilang di masa depan.

  Perpisahan dan perasaan ada jarak itulah yang Miura rasakan.

  "Aku tahu ini agak aneh menurutku, tetapi...Aku...dari kemarin hanya sanggup memikirkan itu saja."

  Yuigahama lalu berdiri dari tempat duduknya dan berada di samping Miura. Dia lalu duduk jongkok dan menggenggam tangan Miura.

  "Itu tidak aneh. Itu tidak aneh sama sekali. Dengan selalu memikirkan agar bisa bersama, adalah hal yang normal," Yuigahama mengatakannya dengan nada menghibur untuk mengimbangi kata-kata Miura yang tampak down.

  Lalu Miura melepaskan napas yang benar-benar panjang dan melihat ke depan. Aku hanya mendengar suara napasnya seperti sedang menahan tangisnya.

  Aku yakin dia tahu kalau dia tidak bisa seperti ini selamanya, akan ada hal dimana tidak semua yang dia inginkan di masa depan akan terjadi, dan meskipun akan ada tulisan pasti tidak akan terkabul, dia tetap tidak mau kehilangan itu.

  Oleh karena itu, pada akhirnya, dia ingin lebih dekat, dia berharap bisa menjadi orang terdekatnya, jadi dia bisa mensupport Hayama Hayato, sekitarnya, dan cita-citanya.

  E-mail yang penuh maksud dan kode. Itu adalah satu-satunya cara dia mengekspresikannya. Seluruh perasaannya terkumpul di satu kalimat e-mail.

  Tetapi disitulah mengapa aku tidak bisa memahaminya waktu itu.

  Aku menghembuskan napas panjang dan memanggilnya. "Tapi Miura, jika Hayama sendiri tidak memberitahumu, bukankah berarti dia tidak ingin kau mengetahuinya? Dia mungkin akan membencimu bila kau melakukannya."

  "Tunggu, Hikki!"

  "Hikigaya-kun..."

  Yuigahama melihatku dengan kritis dan Yukinoshita menatapku dengan kebingungan.

  Aku sadar kalau itu adalah pertanyaan yang kejam. Tetapi tetap harus kutanyakan kepadanya. Ini tidak seperti aku ingin tahu apa keinginan Miura yang sebenarnya. Sebenarnya, aku tidak tertarik sama sekali.

  Hanya saja, aku belum punya kepercayaan diri untuk menembus batas milik seseorang yang tidak terlihat mengharapkannya adalah hal yang benar atau tidak untuk dilakukan. Aku sebelumnya berpikir bahwa kita bisa membangun sebuah hubungan tanpa mencampuri urusan pribadi orang itu.

  Oleh karena itu, aku bertanya. "Meski begitu, apakah kau tetap merasa ingin tahu?"

  Aku bertanya kepadanya, aku ingin tahu apakah dia sendiri tidak masalah dengan melangkahi garis tersebut artinya dia siap untuk dibenci, ditolak, disebut tidak tahu malu, dan melukai seseorang.

  Miura tidak ragu untuk menjawabnya.

  Dia menatapku dengan mata berair dan meremasnya terlebih dahulu.

  "Aku ingin tahu...Meski begitu, aku ingin tahu...karena aku sudah tidak punya hal yang lain."







  Matanya sembab, suaranya bergetar, tetapi dirinya, tanpa ragu, memberikan jawaban.

  Mungkin perasaan ini memang selalu ada di dalam dirinya; perasaan yang ingin tahu, perasaan ingin memahami. Hanya saja mereka sekarang sedang merasa jauh sebagaimana dia menelan napasnya yang terengah-engah.

  Keadaannya ini, tidak berbeda dengan dirinya.

  "Aku paham. Aku akan segera melakukan sesuatu."

  Aku langsung menjawabnya.

  Yuigahama dan Yukinoshita membuat ekspresi terkejut.

  "Apa maksudmu akan melakukan sesuatu...?"

  "Aku akan memaksanya untuk mengatakannya. Jika tidak mau, aku akan mencari tahu dan menggali lebih dalam."

  "Meski dia memberitahumu, tidak ada bukti bahwa dia mengatakan yang sebenarnya."

  "Ya. Aku mungkin akan melakukan pekerjaan detektif sesudahnya."

  Meski begitu, itu mungkin tidaklah cukup.

  Aku perlu memahami kenapa Hayama sangat keras kepala tidak ingin memberitahu orang lain pilihan jurusannya. Aku mungkin harus selangkah lebih maju darinya, mungkin aku akan memikirkannya dahulu dengan baik.

  Untuk sekarang, yang terpenting adalah determinasi Miura.

  "Apapun hasilnya, mungkin tidak akan seratus persen akurat...tetapi jika kau tidak masalah dengan hal itu, maka aku akan melakukan sesuatu," aku katakan sekali lagi.

  Yuigahama melihat ke wajah Miura dan berbicara dengan lembut kepadanya. "Yumiko, apa kau tidak masalah dengan itu?"

  "...Uh huh."

  Setelah Miura membalasnya dengan nada seperti anak kecil, dia sesenggukan dan menggosok matanya dengan lengan bajunya. Karena dia menggosoknya dengan terburu-buru, matanya terlihat seperti mata panda.

  Lagipula, setelah melihat wajahnya yang bercampur make-up sedih itu, ini pertama kalinya aku merasa bahwa Miura Yumiko adalah gadis yang manis.







  

  
  x Chapter IV | END x
  

  
  

  Janji Hachiman untuk memberitahu tempat-tempat anti-mainstream untuk kencan Hayama-Iroha ini akan dimanfaatkan Iroha untuk mengajak hachiman kencan, vol 10.5 chapter 2.

  ...

  Jika Yukino dalam chapter ini mengatakan Hayama dan Hachiman adalah kebalikan, maka ini lucu sekali.

  Karena di vol 6.5 chapter 1 Hachiman mengatakan kalau Yukino dan Miura adalah kebalikan.

  ...

  Ini sudah kesekian-kalinya Hachiman penasaran dan ingin tahu tentang masa lalu antara Yukino dan Hayama.

  ...

  Hachiman bersedia all-out terhadap request Miura karena situasi Miura-Hayama mirip situasinya dengan Yukino.

  Hachiman ingin mengetahui kebenaran masa lalu Yukino dan Hayama, sama halnya Miura dengan jurusan Hayama. Namun Hachiman ragu, apakah Yukino marah, apakah Yukino tidak akan memberitahunya, dll. Hal serupa juga menjadi resiko Miura jika ketahuan oleh Hayama.

  Jika request Miura ini benar-benar sukses, maka Hachiman akan memutuskan untuk melakukannya, bertanya kepada Yukino.

  ...

  Menarik, ketika Yukino mengatakan asal ada orang yang memahami dirinya ada di sampingnya, maka dirinya tidak akan kehilangan kendali.

  Yukino ketika mengatakan itu melihat ke arah Hachiman. Diperkuat dengan kata-kata Miura setelah itu tentang pasangan lawan jenis, alias Hayama. Besar kemungkinan Yukino memang merujuk ke Hachiman, bukan Yui, dan dikuatkan oleh Miura.

  Tapi dukungan Miura terhadap Yukino-Hachiman bisa jadi ada maksud terselubung. Karena jika Yukino dekat dengan Hachiman, maka peluang Miura untuk mendapatkan Hayama semakin besar.

  Oke, kita serius. Orang yang dimaksud Yukino memahami dirinya adalah Hikigaya Hachiman. Kenapa tidak Yuigahama Yui? Di vol 10 chapter 6, Yui mengatakan kepada Hachiman kalau Yukino selama ini tertutup kepadanya. Jika begitu, jelas kata-kata Yukino tentang orang yang memahaminya mengacu ke Hachiman.

  Anda sudah gila jika mengatakan orang yang memahami Yukino adalah Miura...

  ...

  Menarik, pertanyaan Miura kepada Yukino soal "Apa ada sesuatu antara Yukino dan Hayama" merupakan pertanyaan yang sama, diucapkan Hachiman kepada Yukino di vol 4 chapter 5, adegan di tengah hutan - malam hari. Menariknya lagi, Hachiman ini kebalikan Hayama, sedang Yukino ini kebalikan Miura.

  Apa perbedaan jawaban yang diajukan Miura dengan Hachiman di vol 4?

  Di vol 4 chapter 5, Yukino menjawab dengan lengkap. Kalau Hayama hanyalah teman masa kecil, karena orangtuanya rekan bisnis perusahaan keluarganya, dll. Di chapter ini, Yukino sendiri menolak menjawab detail soal hubungannya dengan Hayama.

  Watari benar-benar brilian dalam menulis LN ini.

  ...

  Mari kita jeli, Hachiman menjawab pertanyaan Hayama kalau pertanyaan soal jurusan Hayama itu adalah request ke Klub. Ini sudah menjawab siapa orang yang memberikan requestnya dengan jelas.

  Karena ini request dari klien, artinya pasti bukan dari member Klub Relawan. Bukan Yui, bukan Yukino, bukan pula Hachiman.

  Lalu grup Hayama dan Miura. Ooka, Yamato, dan Ebina sudah mengatakan akan memilih IPS. Tersangka yang tersisa tinggal Tobe dan Miura.

  Kita semua tahu Tobe, dia menyukai Ebina. Jadi meski Tobe saat ini terlihat bingung, maka sebenarnya Tobe hanya punya satu pilihan pada akhirnya, yaitu IPS. Karena di IPS itulah dia bertemu kembali dengan Ebina, gadis yang disukainya.

  Dengan kata lain, Hayama tahu kalau itu request dari Miura. Kita semua tahu Hayama ini tidak bodoh, tapi siswa yang pintar.

  ...

  Dilihat berkali-kali, ada sebuah kejanggalan disini.

  Maksud saya, coba kita memakai logika : Jika ada gosip Hayama berpacaran dengan Yukino, bukankah itu harusnya membuat para gadis memilih untuk tidak menembak Hayama karena 'sudah ada yang punya'?

  Faktanya, Hayama sendiri mengatakan kalau belakangan ini ramai sekali gadis yang menembaknya.

  Ada sesuatu yang tidak benar dibalik ini semua...


  

1 komentar: