Kalau Miura di vol 1 chapter 4 dianugerahi jabatan 'Ratu', maka gadis di atas di vol 5 chapter 4 dianugerahi jabatan 'Dewi'. Eh, itu di anime episode berapa? This is not your fvkin anime!
x x x
Ketika jam pelajaran pertama dimulai, aku melihat ke sekitarku sambil menghilangkan pegal-pegal yang terasa di bahuku.
Dari salah satu sudut mataku, aku melihat sesosok figur yang mirip Sagami. Kulihat dirinya, dia hanya membatu, dan menatap ke arah bawah. Dia tidak melakukan gerakan apapun.
Memangnya sebesar apa efek kejadian barusan kepada Sagami sendiri? Aku sendiri berharap untuk bisa menemukan jawaban tersebut.
Sampai saat ini, pertengkaran mereka hanyalah sebatas di kepanitiaan Festival Olahraga, tapi kali ini mulai masuk ke dalam kehidupan sehari-hari. Bagi Sagami, konflik ini sudah mengganggu kehidupan pribadinya. Sampai saat ini, dia selalu menjalani hidupnya dengan berharap event sekolah ini cepat berakhir sehingga dia bisa melupakan masa lalunya yang buruk, dan bisa terus hidup seperti tidak pernah terjadi apapun dengannya. Meski begitu, hal-hal semacam ini pastinya meninggalkan luka dalam dirinya.
Fakta tidak terbantahkan ini secara perlahan mulai memberikan efek kepada Sagami. Suara-suara yang biasanya mengatakan "aduh, dia kasihan sekali" mulai menghilang, dan siapapun yang melihatnya saat ini, bisa tahu kalau saat ini dia sedang depresi.
Meski begitu, aku tidak mau mengasihaninya ataupun menertawakannya.
Pertama-tama, aku tidak punya urusan dengan Sagami, meski aku sendiri dijadikan kambing hitam untuk harga dirinya, tapi hanya sebatas itu saja.
Biasanya, kita berjalan di jalan yang berbeda. Dari titik ini hingga ke depannya, aku mungkin tetap tidak akan bertemu dengan jalan yang dia pilih itu.
Meski begitu, mengesampingkan itu, aku masih harus mengamatinya. Alasannya cukup jelas, atau bisa dikatakan cukup sederhana.
Alasannya mudah, sikapnya itu menggambarkan sikap rata-rata dari seorang manusia.
Atau tepatnya, dia adalah seseorang yang kutahu, yang mencerminkan sesosok manusia biasa.
Meski kau bisa menemukan sifat-sifat lugu, naif, dan manis dari Sagami, kelicikannya itu bisa dikatakan sebagai salah satu ciri khas dari manusia. Mencoba menutupi sesuatunya dengan kebohongan, membesar-besarkan masalah, dan menciptakan masalah. Hal-hal semacam itu adalah sesuatu yang hanya dilakukan oleh manusia.
Tapi, melihat bagaimana Sagami membentuk pertemanannya, juga bagaimana cara dia melakukannya, memang mirip dengan bagaimana kehidupan seekor hewan buas. Begitulah, mungkin kita bisa mengatakan kalau dia ini sejenis hewan yang sudah berevolusi sedemikian hingga.
Misalnya, seperti bonobo atau simpanse. Hewan-hewan yang kusebutkan barusan memiliki klasifikasi dan ranking. Ketika mereka menemui masalah, mereka akan kabur dengan pintarnya. Ketika mereka sedang terancam, mereka akan berteriak-teriak sehingga suaranya terasa mengganggu.
Dalam proses komunikasi, orang-orang kebanyakan dibatasi oleh status sosial, atau mungkin bisa dikatakan orang-orang kebanyakan khawatir akan status tersebut. Sagami Minami adalah salah satunya.
Ada pula orang yang punya metode berbeda ketika membentuk pertemanannya.
Misalnya, Miura Yumiko.
Dia ini selevel dengan harimau ketika membahas tentang membuat pertemanan.
Ketika sebuah pertemanan terjadi, dia akan menempatkan temannya di bawah kekuasaannya dan menjaganya, memperlakukan mereka seperti bocah, merawat dan membesarkan mereka.
Tentunya, ini mirip dengan gambaran seorang Ibu atau orang yang dianggap Ibu, tapi bagi hewan lainnya dia hanya terlihat seperti seekor hewan dengan cakar dan gigi yang tajam. Aku serius ketika mengatakan ini, dia benar-benar menakutkan...
Miura dan Sagami juga memiliki teman-teman mereka sendiri, tapi grup mereka berdua berbeda.
Tidak ada batasan yang jelas tentang mana yang benar dan salah dalam hal ini.
Secara umum, mereka berdua benar.
Mirip bagaimana orang-orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda di dunia ini, berada di posisi yang berbeda, dimana apa yang dikatakan benar kadangkala bisa berubah sewaktu-waktu.
Kalau kau tanya aku tentang apa yang mungkin sama diantara keduanya, mungkin mereka semua merasa kalau menjadi seorang penyendiri berarti melakukan sebuah kejahatan.
Kelas 2F memiliki konsep seperti itu di benak para siswanya, dan udara yang beracun itu sudah memenuhi ruangan kelas ini.
Cara lain untuk menggambarkan ini, bisa dikatakan mirip sebuah semak-semak yang berada di padang rumput. Semak-semak ini merujuk ke bagian hutan, bukan bahasa Inggrisnya yang merujuk ke mantan presiden Amrik.
Kebetulan juga, hutan disini tidak merujuk ke penyanyi Shinichi Mori yang namanya ada makna hutan, juga dimana liriknya juga ada kaitannya dengan itu, tapi yang kumaksud ini adalah tempat dimana pepohonan tumbuh.
Ngomong-ngomong, ini juga tidak merujuk ke tempat dimana mengumpulkan energi alam untuk dilemparkan ke musuh seperti di manga, tapi tidak salah juga kalau kalau disebut tempat dimana banyak sekali energi berkumpul.
Dalam sebuah komunitas manusia yang sedemikian maju, orang terpinggirkan sepertiku hanyalah penonton dari kemunculan tiba-tiba lingkungan hutan rimba yang ketat dan padat ini. Dan kukatakan lagi, tempat tersebut benar-benar liar. Saking liarnya, aku bisa menontonnya setiap hari dalam pemberitaan National Geographic. Sial, saking buruknya situasi tersebut, aku malah berpikir kalau para binatang yang berada di kebun binatang itu terlihat sangat jinak. Entah mengapa, aku merasa kalau nyawaku sedang dipertaruhkan ketika sedang berada di tempat ini. Mungkin semua orang yang ada disini juga merasakan hal yang sama, mereka mencium bau pertumpahan darah yang mulai menyebar di udara ruangan kelas ini.
Insiden yang terjadi pagi ini mulai menambah suasana tertekan di ruangan ini.
Alasan utamanya karena Miura dan Sagami. Fakta kalau keduanya tidak mau saling menatap satu sama lain memang tidak berubah, tapi perbedaan kekuatan diantara keduanya semakin terlihat jelas.
Harimau adalah raja dari hutan rimba. Seekor monyet hanyalah warga hutan biasa. Dan warga biasa tidak bisa menandingi kekuatan dari Si Raja Hutan.
Biasanya, akan ada beberapa orang yang terlihat mengobrol meski berada di jam pelajaran. Tapi hari ini, semuanya diam membisu. Yang terdengar hanyalah suara Miura yang mengetuk-ngetuk mejanya dengan kuku. Bahkan untuk sekedar batuk saja sudah membuat siswa disini ketakutan.
Tidak peduli siapa, tidak ada yang berani melihat ke Miura, ataupun target kemarahannya, Sagami. Tidak ada satupun siswa disini yang mau berhubungan dengan mereka, dan mereka juga berpikir untuk tidak memprovokasi lebih jauh.
Ini terasa betul bagi Hayama, Yuigahama, dan Ebina yang mengenal mereka lebih jauh daripada yang lainnya dalam situasi ini. Bagi siswa disini, mereka semua adalah teman Miura. Meski begitu, tidak ada satupun orang disini yang berani mendekati ataupun mengajak mereka berbicara.
Well, itu hanya menyiramkan minyak ke api jika kau bertanya kepada orang yang sedang marah tentang mengapa mereka bisa marah. Meski jika orang itu tahu pertanyaan itu ada karena mereka peduli dan khawatir.
Ada pepatah bijak, 'Manusia yang bijak akan selalu menjauhi masalah', dan jika orang itu cukup pintar, maka tidak akan mau mendekati masalah itu tanpa memiliki alasan yang sangat kuat. Berhubungan dengan mereka sama saja dengan menanam benih-benih masalah. Karena itulah, mereka yang memilih untuk diam dianggap sebagai tindakan suci, contoh-contoh orang yang pintar.
Meski begitu, waktu mulai berlalu dari pagi hingga sampai di jam makan siang. Suasana kelas mulai dihinggapi oleh ramainya suara obrolan. Tidak, itu mungkin karena mereka hanya ingin melewati hari ini seperti hari-hari biasanya, mencoba meyakinkan diri mereka kalau hari ini tidak berbeda dengan hari-hari sebelumnya, pura-pura tidak terjadi sesuatu.
Delusi semacam ini adalah hal yang penting. Tapi, aku tidak perlu melakukan itu, aku bisa merasakan tekanan di kelas ini, dimana ini sudah masuk level menakutkan.
Entah hubungan mereka sedang bagus atau tidak dengan yang lain. Tapi, bagi mereka yang dekat dengan Sagami malah tidak tampak sedang mengkhawatirkannya. Malahan orang-orang yang tidak dekat dengannya mulai khawatir dengan itu. Meski begitu, mereka tidak mau mencoba berbicara dengannya ataupun mendekatinya. Mungkin kau bisa mengatakan kalau membiarkannya sendiri untuk saat ini juga merupakan bentuk simpati, atau bisa juga merupakan bentuk kebaikan hati orang-orang disini.
Persis seperti bagaimana matahari terbit setiap harinya, situasi kelas akan kembali normal jika diberi waktu yang cukup. Miura sudah kembali ke dirinya yang biasa, mengobrol dengan santai dengan Yuigahama dan Ebina-san.
Melihat situasi ini, aku mulai menatap ke seluruh sudut di kelas ini.
Sagami sudah pergi meninggalkan kelas. Meski ini adalah jam istirahat, tampaknya dia tidak ada niatan untuk tinggal di kelas untuk sekedar mengobrol atau menggosipkan orang lain. Pagi ini, dia bertengkar dengan Haruka dan Yukko. Mengetahui pertengkaran itu disaksikan banyak orang, harga diri Sagami mungkin hancur seketika.
Kadang, manusia memiliki momen dimana mereka butuh waktu untuk sendiri. Bukankah dunia ini agak kejam dengan memperbolehkan orang-orang tertentu untuk menyendiri hanya karena itu dianggap bisa membuatnya nyaman? Sedangkan mereka yang sehari-hari nyaman dengan menyendiri, malah dihina dan dipinggirkan.
Meski begitu, mereka yang benar-benar ingin menyendiri punya cara masing-masing. Setidaknya, mereka melakukan itu tidak untuk mencari simpati orang lain, atau berharap mereka diperhatikan. Melakukan hal-hal semacam itu hanya membuat dirimu menjadi lebih hina saja. Bahkan aku hendak memberitahu dunia kalau orang-orang semacam itu tidak perlu diakui oleh siapapun, mereka tidak punya satupun alasan untuk hidup.
Barusan, teman-teman Sagami berusaha mencairkan suasananya dengan mengajak Sagami yang diam sejak tadi dengan obrolan mereka.
Tapi, Sagami hanya memasang senyum yang dipaksakan.
"Aku pergi dulu...Ada sesuatu yang ingin kulakukan."
Dengan begitu, dia lalu pergi begitu saja.
Sikapnya itu jelas-jelas berbeda dari dirinya yang biasa.
Menjaga jarak dari orang-orang, meminta mereka untuk tidak mendekatinya.
Ini berbeda dengan Sagami yang biasanya, hingga belakangan ini, selalu berusaha menjadi perhatian orang lain, selalu ingin diakui oleh orang lain. Akupun merasa shock dengan perubahan yang tiba-tiba ini, dan mataku mulai terus mengikuti gerakannya.
Biar kuulang lagi sekali dengan jelas, manusia tidak mudah untuk berubah.
Itulah yang kupercayai. Jika seseorang bisa dengan mudahnya berubah karena hal-hal yang kecil, maka itu kemungkinan besar bukanlah dirinya yang sebenarnya.
Mereka yang egois, dan mereka yang sadar akan hal itu, akan selalu menolak untuk berubah. Semua manusia akan selalu, dan ini sifat bawaan mereka, ingin terus melindungi identitas asli mereka.
Jika ada satu orang yang berharap dirinya berubah, maka hanya ada satu alasan untuk itu.
Itu karena mereka baru saja hancur berkeping-keping setelah jatuh dari tempat yang sangat tinggi, dan pertamakalinya merasakan sakit yang sebenarnya. Karena itulah, secara insting, mereka berubah untuk terhindar dari mengalami sakit yang serupa di kemudian hari.
Orang yang melakukan itu, kadang disalahartikan dengan konsep 'orang itu sudah tumbuh berkembang'. Tapi, terus melakukan penilaian semacam itu membuat istilah semacam itu menjadi lumrah di masyarakat. Kita hanya bisa menilai karakter seseorang dari tindakannya. Jika ada kritik, maka yang dikritik adalah aksi mereka. Karena itulah, mereka memanfaatkan tindakan mereka untuk mengubah persepsi orang lain kepada mereka, meski sifat asli mereka ternyata tidak ada yang berubah.
Apa-apaan pikiranku barusan? Bunda Teresa?
Apa yang kau percayai itu akan menjadi dasar pemikiranmu, dan pemikiranmu itu mulai ditulis pelan-pelan menjadi kata-kata yang bisa dibaca, dan kata-katamu itu diwujudkan dalam bentuk tindakan, dan tindakan-tindakanmu itu akan menjadi sebuah kebiasaanmu, kebiasaanmu itu nantinya yang akan menjadi nilai dirimu, dan nilai dirimu itulah yang nantinya akan menjadi takdirmu.
Kata-kata memang Ibu dari segalanya! Kata-kata yang luar biasa. Ibu memang luar biasa. Mother Ranch di Chiba juga luar biasa! Pelayanan ramah mereka sangat luar biasa!
Kita semua menilai seseorang berdasarkan tindakan mereka. Kata-kata, tindakan-tindakan, dan kebiasaan-kebiasaan. Orang-orang di sekitar kita menilai kita berdasarkan itu.
Kalau begitu, kira-kira, apa yang akan Sagami ubah dalam tindakannya untuk menunjukkan kalau dia berubah?
x Chapter IX Part 1 | END x
Saya tidak bisa berhenti membaca monolog di atas tanpa bertepuk tangan kepada penulis light novel ini yang sudah menuliskan sebuah monolog yang brilian!
...
Hachiman sendiri mengakui kalau dirinya dan Sagami adalah sama. Sama-sama warga kelas bawah, vol 6 chapter 9. Artinya jika Hachiman berpendapat kalau Sagami harus berubah agar tidak merasakan sakit yang sama, maka Hachiman harus berubah juga.
Kita semua tahu, Hachiman tidak benar-benar seorang penyendiri sebelum terjadinya insiden dengan Kaori. Hachiman masih suka membaur dengan siswa lainnya, mencoba mendekati gadis-gadis, dll. Terjadilah insiden dengan Kaori. Hachiman memilih untuk menjadi penyendiri, agar insiden serupa tidak terjadi.
Hachiman memutuskan berubah, menjadi seorang penyendiri, agar dia tidak disakiti lagi seperti kejadian dengan Kaori. Tapi kenyataannya, Hachiman yang menjadi penyendiri, kini menjadi Kaori versi SMA. Hachiman menggantung perasaan gadis yang dia tahu kalau gadis itu mencintainya, Hachiman menggantung perasaan gadis yang menembaknya di atap Stasiun Kyoto, dll.
Jika Hachiman meyakini dengan berubah maka insiden serupa tidak akan terjadi, tapi mengapa Hachiman yang (merasa) kalau sudah berubah itu malah mengulangi insiden serupa? Bedanya kali ini, dialah yang menjadi Kaori.
Ini artinya, Hachiman tidak benar-benar berubah. Hachiman paska insiden Kaori, masih berusaha menipu dirinya sendiri.
Ini disadari dengan baik oleh Hiratsuka-sensei. Hachiman menyukai seorang gadis saat ini, tapi Hachiman menipu dirinya sendiri dengan meyakinkan kalau itu hanyalah perasaan sepihak, oleh karena itu Hachiman memilih untuk memendam perasaannya. Mengatakan kepada gadis tersebut untuk tetap menjadi dirinya sendiri, sedang Hachiman menipu dirinya untuk menggantung perasaan gadis lainnya.
Kata-kata Hiratsuka-sensei yang mengatakan kalau Hachiman ingin bahagia dengan gadis tersebut, maka Hachiman harus menyadari kalau akan selalu ada orang lain yang terluka, adalah hal yang tepat.
Tapi, monolog Hachiman ini bisa ditebak dengan mudah. Rilis vol 6.5 ini setelah volume 9, kita semua tahu ada apa di volume 9 dengan Hikigaya Hachiman. Apa yang terjadi di vol 10 dan 11. Maka, monolog di chapter ini menjadi sangat masuk akal.
...
Perwujudan pikiran tersebut dan akhirnya berujung tindakan, merupakan sindiran keras kepada kejadian volume 11 chapter 6. Waktu itu, Haruno menyindir Hachiman setelah memakan coklat Yui. Yeah, kita semua tahu apa makna sebenarnya dari kata-kata Haruno tersebut.
Tindakan Hachiman yang memakan coklat valentine Yui, tidak selaras dengan pikiran Hachiman, tidak selaras dengan apa yang Hachiman percayai: 'Aku membenci orang yang pura-pura'.
Dan yang bisa menyadari hal tersebut tentunya bajingan yang sama seperti Hachiman, yang hidup di tempat gelap pekat, Sang Raja Tiran lainnya...
kurasa memang alaminya seperti itu min,jika harus memilih salah satu cewek t
BalasHapusitu akan terlalu sulit bagi hachiman,baiknya emang digantung(pengalaman pribadiku).karena setelah mengalami rasa sakit sebenarnya ,menahan diri dan membohongi diri sendiri memang jauh terasa lbh baik,idealisme yang tertanam diterapkan dalam tindakan dan menjadi kebiasaan.salut buat watari.
Mantap min analisis nya (y)
BalasHapusdoujin hachiman x sagami kok ga ada ya ��
BalasHapus