Entah mengapa, anime musim ini yang terasa bagus bagi saya cuma satu, Alderamin on The Sky. Dan maksud saya, really damn good!
x x x
Mendengarkan suara obrolan dari siswa-siswa di pagi hari benar-benar merusak suasana hariku.
Hari baru saja dimulai, tapi aku sudah merasa kalau hari ini telah berakhir. Benar-benar tidak menyenangkan.
Karena banyaknya siswa dari kelas yang berbeda bertemu di pintu masuk sekolah, maka suasana disana terlihat bercampur aduk, membuatku merasa lebih depresi daripada berada di kelas.
Sebenarnya tidak ada yang jelek dari melihat orang-orang yang mengobrol dengan mereka yang dianggap dekat, tapi mereka sendiri terlihat seperti berusaha menjaga jarak.
Teman sekelas.
Tahun lalu, status mereka hanyalah teman sekelas, tapi seiring berjalannya waktu, mereka akhirnya berpisah.
Teman satu Klub.
Ketika mereka bertemu wajah-wajah yang tidak familiar, mereka akan memasang topeng di wajahnya. Tentunya, topeng mereka sangat jauh dari sifat mereka yang asli.
Sehari-harinya, manusia-manusia ini akan berusaha menipu sesamanya. Dari sudut pandang ini, aku merasa kalau menjadi penyendiri adalah cara yang terbaik. Dari awal hingga akhir, yang ada hanyalah aku.
Kalau memakai sudut pandang itu, aku selalu merasa kalau menunjukkan jati diriku yang seperti itu akan memberikan keuntungan untukku.
Suara-suara berisik di sekelilingku akan langsung hilang ketika aku melewati mereka sambil memikirkan hal-hal tersebut. Agar diriku tidak terbawa oleh suasana keramaian ini, aku menggerakkan tubuhku ke kiri dan ke kanan, ke atas dan ke bawah, mirip gerakan Dempsey Roll dalam tinju.
Setelah sampai di kotak loker sepatuku, akupun membisikkan suara 'Makunouchi! Makunounchi!' dan menjulurkan tanganku ke depan. Aku bukannya hendak memukul sesuatu, aku hanya ingin mengambil sepatu indoor-ku. Sangat sulit bagiku belakangan ini untuk menikmati halusinasi semacam ini.
Kumasukkan tanganku ke dalam kotak sepatuku, tapi entah mengapa tanganku seperti bergesekan dengan sesuatu.
Apa ini? Sambil memikirkan itu, kucoba untuk melihat ada apa di dalam kotak ini.
...Oh.
Apa ada orang yang sengaja membuang sampah-sampah ini ke kotak sepatuku?
Sampah-sampah ini berupa kertas-kertas usang dan bungkus-bungkus makanan.
Apa-apaan ini? Apa ini semacam bullying?
Ngomong-ngomong, aku harus memeriksa lebih detail ke dalam kotak untuk memastikan tidak ada benda-benda aneh lagi di dalamnya.
Setelah itu, aku mencoba membuka kotak sepatu di sekitar kotak milikku, sepertinya hanya kotak milikku saja yang dilempari sampah.
...Jadi begini ya?
Aku mulai terpukul melihat apa yang terjadi pada diriku ini. Ketika aku menyadari kenyataan itu, tubuhku tiba-tiba merasakan kelelahan yang luar biasa dari bahu dan mulai menjalar ke punggungku.
Daripada menyebutku sedih atau marah, mungkin lebih tepat jika saat ini aku merasa sebagai orang yang gagal.
Tidak mempedulikanku, mengucilkanku...Adalah sesuatu yang tidak kupedulikan sama sekali karena itulah diriku. Menggosipkan diriku dari belakang, aku bisa memaklumi itu.
Tapi, yang tidak kumengerti adalah hal-hal kekanak-kanakan semacam ini. Apa maksudnya melakukan ini, apa ada yang untung dengan melakukan hal yang semacam ini?
Memikirkan hal ini terus-terusan hanya membuang-buang waktu dan membuatku capek saja. Malahan bisa dibilang sebuah hal yang sia-sia.
Sekolah ini adalah sekolah yang memang mempersiapkan siswanya untuk lanjut ke universitas, jadi sangat sulit membayangkan akan ada beberapa idiot di sekolah ini, tapi tentunya, akan selalu ada pengecualian di atas segalanya.
Aksi semacam ini bisa dikatakan selevel di bawah aksi kekerasan.
Karena sampah-sampah yang dibuang di kotakku tidak mengandung air, kurasa aku cukup beruntung.
Di dunia ini banyak sekali idiot-idiot, memiliki salah satu tipe orang semacam itu sebagai musuhku bisa dikatakan sebuah keberuntungan.
Terima kasih kuucapkan kepada kejadian hari ini, karena dengan begitu aku belajar satu hal.
Sekali kau terjatuh, maka kau akan diinjak-injak hingga babak belur.
Semua orang pasti akan merasakan itu, mereka merasa tidak masalah membully orang yang sedang terbully.
Waktu berhenti selama satu detik.
Tidak peduli ini sekolah apa, aku sudah mengerti dan karena itu aku sudah siap untuk kejadian yang seperti ini. Meski begitu, aku masih merasa terguncang ketika mengalaminya.
Aku merasa malu sehingga aku sendiri merasa geli dengan aksi kekanak-kanakan ini.
Well, aku masih memiliki sebuah cara untuk membalikkan serangan ini, malah membuat ini menjadi berbuntut panjang.
Kukumpulkan sampah-sampah yang ada di kotak sepatuku.
Lalu, aku mulai mengamati suasana di sekitarku.
...Bagus sekali, tampaknya skill kamuflaseku masih bisa diaktifkan. Aku malah tanpa sadar menggunakannya ketika banyak sekali orang-orang di sekitarku.
Setelah mengkonfirmasi kalau tidak ada satupun orang yang melihat ke arahku, aku lalu mencoba melihat susunan kotak sepatu di loker ini.
Siswa pemilik kotak-kotak ini disusun berdasarkan sistem syllabary. Dengan begitu, kotak di dekatu ini pemiliknya adalah Hayama. Lalu di atasnya lagi adalah Tobe, dan di dekatnya lagi adalah Totsuka.
[note: syllbary itu semacam pengaturan susunan abjad, seperti ABCEDEblahblah...Tapi dipakai oleh huruf kana, atau huruf Jepun.]
Lemari loker ini, terdiri dari banyak sekali kotak sepatu, dimana satu lemari ini berisi seluruh sepatu siswa di kelasku. Meski begitu, posisi kami berempat mengapa kebetulan berdekatan begini?
Ini pasti petunjuk dari Dewa!
Kuambil sampah-sampah tersebut dan membuangnya di kotak sepatu Tobe, dimana posisinya dekat dengan kotakku.
...Maafkan aku, Tobe.
Seperti sebuah konsep dimana harus ada yang berkorban agar seseorang bisa bahagia, maka seharusnya, seseorang harus mengorbankan dirinya untukku.
Well, kurasa kau bisa menyebut ini sebagai bentuk dari pembelaan diri. Ini tidak selalu efektif kepada setiap orang dan dalam situasi apapun, tapi kali ini, hanya inilah metode yang paling efektif.
Kutepuk-tepuk tanganku untuk membersihkan debu-debu yang menempel di tanganku, dan mulai berjalan meninggalkan tempat ini.
Lalu, aku mendengar orang lari terburu-buru dari belakangku. Mungkin itu Tobe yang baru saja sampai di pintu masuk setelah selesai menjalani latihan pagi di Klubnya.
Kuputar kepalaku dan melihat ke arah dirinya. Dia sedang menyapa banyak teman-temannya yang kebetulan lewat. Lalu, dia membuka kotak sepatunya dan menjulurkan tangannya ke dalam.
"Selamat pagi! Oh?"
Tobe seperti merasakan sesuatu yang aneh dan dia tiba-tiba diam seketika. Lalu, dia mengambil sepatu indoornya dengan ekspresi tidak percaya.
"Eh...Apaan nih! Serius oi! Eh!? T U N G G U !?"
Tobe berteriak dengan keras sehingga menarik perhatian banyak orang.
Semua orang tampak melihat Tobe dari kejauhan, mereka yang kenal dirinya lalu berjalan ke sebelahnya, setelah itu mereka tertawa dengan keras.
"Tobe, ada apa, ada sesuatu yang lucu?"
"Fuhuhu, seseorang membullymu?"
Mendengar hal itu, Tobe tampak panik.
"Tunggu dulu! Ada sampah di kotak sepatuku, seseorang membully-ku!? Tunggu, seseorang benar-benar sedang membully-ku!?"
Meski dia mengutarakan kalimat tanya, tapi aku bisa merasakan sebuah nada tragedi dalam suaranya. Perasaan bersalah mulai menusuk dadaku. Uu, maaf, Tobe.
Sambil meminta maaf dalam kepalaku, Hayama tiba-tiba muncul dari kerumunan massa yang mengelilingi Tobe. Sama sepertinya, dia juga baru kembali dari latihan pagi.
"Tobe, kenapa pagi-pagi sudah gaduh begini..."
Melihat pemandangan loker Tobe, Hayama terlihat pasrah melihat suara rengekan Tobe yang mulai menggema ke berbagai sudut. Meski begitu, kedatangan Hayama memang memberikan semangat ke Tobe. Kalau hanya dengan bertemu Hayama saja sudah membuat suasana hatimu membaik, kurasa kau ini menyukai Hayama...
"Tunggu, Hayama-kun, coba dengarkan aku, ini serius sekali. Seseorang membuang sampah ke loker sepatuku! Barang-barang semacam stick pocky sisa dan bungkus camilan. Ah, pasti ada siswa disini yang benci padaku!"
"..."
Mendengarkannya, ekspresi Hayama malah bertambah serius saja.
Dia dengan diam mengambil sepatunya di loker. Lalu berdiri begitu saja. Lalu dia menatap dengan cermat ke arah loker sepatunya.
Tapi, dia diam seperti itu hanya untuk sejenak saja.
Setelah mengambil sepatunya, dia memakainya. Lalu, dia tersenyum ke Tobe. Ekspresinya benar-benar berbeda dari ekspresinya yang sebelumnya.
"Cepat bersihkan lokermu. Mungkinkah ada orang yang salah mengira kalau lokermu adalah tempat sampah? Kau harusnya sesekali membawa pulang sepatu indoormu dan mencucinya di rumah."
"Begini Hayama-kun! Itu terlalu berlebihan!"
"Aku hanya becanda. Kita pikirkan saja nanti soal ini. Ngomong-ngomong, ayo kita cepat ke ruangan Klub dan taruh barang-barang kita dulu."
Hayama menepuk kening dan bahu Tobe, yang saat ini tampak sedang mengembuskan napasnya yang berat. Lalu, dia memintanya untuk ikut ke ruangan Klubnya.
"Tunggu, lu tahu nggak? Gue kaget loh . Kata Menteri Pendidikan, bully tidak akan ada di sekolah, gue pikir mereka tidak perlu bo'ong sampai segitunya lah. Karena itulah gue benci pemerintah "
Tobe terus melanjutkan keluhannya sambil berjalan meninggalkan tempat ini.
Seperti yang kauharapkan dari Tobe.
Orang yang tetap ramai meski dia sendiri terluka, dia memang orang yang langka. Lebih jauh lagi, dia malah membuat seluruh perhatian siswa mengarah kepadanya, dan membuat insiden itu sebagai gosip dirinya.
Aku tidak membenci Tobe. Antara suka dan benci, kupikir itu tidak penting dalam segala situasi.
Aku tidak membuang sampahnya ke loker Tobe karena membencinya, itu hanya bentuk diriku yang berusaha membela diri saja.
Menggunakan eksistensi Tobe yang populer sehingga kabar kalau bully sampah yang berada di lokernya tersebar, dimana bully itu sebenarnya mengarah padaku, ini juga memberikan pesan yang efektif kepada si pelaku untuk tidak menyerangku lagi.
Si pelaku tidak perlu melihat reaksi Tobe. Tobe sendiri nantinya yang akan menceritakan ini ke banyak orang dan akhirnya terdengar ke telinga si pelaku.
Aku tidak yakin apakah Tobe nantinya akan membuat masalah ini menjadi besar, tapi aku yakin dan mempercayakan itu kepada Tobe.
Sebenarnya, Tobe ini adalah orang yang lemah, jauh di dalam hatinya memang seperti itu. Meski dia sering terluka, tapi jika yang kita bicarakan ini adalah Tobe, kupikir dia membuat gaduh suasananya seperti tadi bisa diartikan bentuk pembelaan diri baginya.
Dari kejadian tadi, mereka tidak akan melihat itu sebagai kasus bullying, tapi lebih dianggap sebagai kasus candaan saja, atau ulah jahil temannya, dan pada akhirnya tetap saja kembali ke status awal, candaan antar-teman.
Aku punya dua alasan mengapa berpikir seperti itu.
Pertama, sifat Tobe yang easy-going.
Dia malah berharap topiknya itu mengarah ke hal-hal yang lebih menarik.
Kedua, posisi Tobe di sekolah.
Karena Tobe adalah siswa kasta teratas di sekolah, maka dia tidak akan berpikir kalau akan ada seseorang yang berani membully-nya. Malah dia mendapatkan hal bagus ketika menghadapi situasi itu, yaitu dia memperoleh dukungan dari sekitarnya. Pada akhirnya, itu akan dianggap sebagai candaan. Atau bisa jadi, harga dirinya tidak mau terlihat di mata orang lain sebagai korban bully.
Entah mana yang benar, mungkin aku harusnya mengatakan terimakasih kepada Tobe untuk yang pertamakalinya.
Dengan menyebarnya insiden ini, musuhku itu mungkin merasa sulit untuk lebih leluasa bergerak. Aku tidak perlu mencari tahu siapa pelakunya. Lagipula, tidak ada untungnya bagiku.
Membuat si pelaku untuk berhenti saja, kurasa sudah cukup.
Meski jika si pelaku memutuskan untuk melakukannya lagi, yang mereka temukan hanyalah korban lain yang tidak diduga.
Ahahaha! Kau pasti menyesal membuatku menjadi korban! Meski itu adalah metode bully yang efektif hingga saat ini, tapi aku sudah tiga langkah di depan kalian! Juga, aku ini memang bajingan!
...Fu.
Tapi, benarkah ada diluar sana yang membenciku hingga membuatnya melakukan ini? Aku mulai terganggu dengan pemikiran ini. Well, hanya karena hubungan kita memang lemah, lalu menjadikan alasan itu untuk menyerangku? Meski aku sendiri merasa kalau serangan jenis ini bisa saja bertambah parah ke depannya.
Sambil memikirkan beberapa taktik yang mungkin bisa kugunakan di masa depan, aku menuju kelasku.
Naik tangga ke atas, berputar di pojokan, dan akhirnya sampai di lorong yang menuju 2F. Aku merasakan sesuatu yang tidak biasanya disini. Biasanya, tempat ini gaduh luar biasa, tapi hari ini yang terdengar hanyalah suara bisik-bisik saja.
Kulihat di lorong, sepertinya semua orang hanya menatap sesuatu dari kejauhan, lalu mereka memalingkan pandangannya dan berbisik-bisik dengan temannya.
Kulihat arah pandangan mereka.
Ternyata Sagami Minami.
Disana juga terdapat Haruka dan Yukko.
Mereka bertiga merupakan pusat perhatian para siswa disini, juga ada beberapa orang berkumpul di sekitarnya. Beberapa berdiri di samping Haruka dan Yukko, sementara ada beberapa yang berada diantara mereka. Juga, ada pula yang berdiri di sebelah Sagami. Diantara mereka, aku bisa melihat Yuigahama.
Bukan hal sulit untuk mengambil kesimpulan kalau mereka ini sedang mendebatkan sesuatu.
Apa sih yang orang-orang ini lakukan...Ketika kulihat, Yuigahama, yang menyadari kehadiranku, bergegas berlari ke arahku.
"Ada apa ini?"
Mendengarkan pertanyaanku, Yuigahama berbisik di telingaku. Terlalu dekat...
"Sepertinya Sagami-chan awalnya hanya menyapa mereka, tapi mulai panas ketika mereka berdua tidak mempedulikannya..."
Yuigahama mengembuskan napasnya, dimana tiupan angin yang semacam itu di telingaku, membuat diriku ketakutan. Tapi saat ini bukan momen yang tepat untuk membahas hal-hal tidak penting itu.
Adegan yang ada di depanku ini, Sagami sedang menatap Haruka dan Yukko. Kalau dilihat dari posisi mereka, sepertinya Sagami, yang entah hendak masuk atau keluar kelas, kebetulan bertemu dengan Haruka dan Yukko, tapi mereka malah tidak mempedulikannya.
Karena posisi mereka menutup pintu belakang kelas, maka siswa kelas 2F harus masuk dan keluar lewat pintu depan.
Ini lagi-lagi menimbulkan masalah yang merepotkan...
Apakah yang terbaik saat ini adalah menghentikan mereka atau memisahkan mereka? Aku tidak tahu, jadi aku melihat ke arah Yuigahama. Sedang dia sendiri, tampak sedang memikirkan sesuatu.
Kalau aku ikut campur disini, maka urusan kepanitiaan nantinya cepat atau lambat akan menjadi sebuah medan perang. Tampaknya tidak ada hal yang bagus jika mendukung Sagami ataupun Haruka dan Yukko.
Jadi, rencana terbaik adalah biarkan saja situasi mereka seperti itu, dan mereka pada akhirnya akan berpisah dengan sendirinya.
Tepat ketika aku memutuskan untuk menyerah, muncul sosok seseorang yang mengubah situasinya.
"Hei, gue mau lewat."
Miura Yumiko membuat kerumunan massa ini bubar ketika dia mengatakannya. Dia melirik mereka bertiga dan melihatnya dengan ekspresi kurang senang.
Sagami, Haruka, dan Yukko mundur, dan menggunakan momen ini untuk berpisah.
Kehadiran Ratu dengan mudahnya membuat rakyat kere ini kabur entah kemana.
Dia membuat mereka diam begitu saja tanpa menanyakan apa yang terjadi ataupun menyuruh mereka untuk pergi.
Miura memang luar biasa...
Karena dirinya, pagi yang tidak biasa ini berakhir.
Tapi, percikan api tersebut tidak benar-benar hilang.
Persis seperti percikan api kecil, dengan diam-diam, mulai membakar benda yang lebih besar. Dan ketika anginnya berubah, maka itu pasti akan berubah menjadi kobaran api yang luar biasa.
Siswa pemilik kotak-kotak ini disusun berdasarkan sistem syllabary. Dengan begitu, kotak di dekatu ini pemiliknya adalah Hayama. Lalu di atasnya lagi adalah Tobe, dan di dekatnya lagi adalah Totsuka.
[note: syllbary itu semacam pengaturan susunan abjad, seperti ABCEDEblahblah...Tapi dipakai oleh huruf kana, atau huruf Jepun.]
Lemari loker ini, terdiri dari banyak sekali kotak sepatu, dimana satu lemari ini berisi seluruh sepatu siswa di kelasku. Meski begitu, posisi kami berempat mengapa kebetulan berdekatan begini?
Ini pasti petunjuk dari Dewa!
Kuambil sampah-sampah tersebut dan membuangnya di kotak sepatu Tobe, dimana posisinya dekat dengan kotakku.
...Maafkan aku, Tobe.
Seperti sebuah konsep dimana harus ada yang berkorban agar seseorang bisa bahagia, maka seharusnya, seseorang harus mengorbankan dirinya untukku.
Well, kurasa kau bisa menyebut ini sebagai bentuk dari pembelaan diri. Ini tidak selalu efektif kepada setiap orang dan dalam situasi apapun, tapi kali ini, hanya inilah metode yang paling efektif.
Kutepuk-tepuk tanganku untuk membersihkan debu-debu yang menempel di tanganku, dan mulai berjalan meninggalkan tempat ini.
Lalu, aku mendengar orang lari terburu-buru dari belakangku. Mungkin itu Tobe yang baru saja sampai di pintu masuk setelah selesai menjalani latihan pagi di Klubnya.
Kuputar kepalaku dan melihat ke arah dirinya. Dia sedang menyapa banyak teman-temannya yang kebetulan lewat. Lalu, dia membuka kotak sepatunya dan menjulurkan tangannya ke dalam.
"Selamat pagi! Oh?"
Tobe seperti merasakan sesuatu yang aneh dan dia tiba-tiba diam seketika. Lalu, dia mengambil sepatu indoornya dengan ekspresi tidak percaya.
"Eh...Apaan nih! Serius oi! Eh!? T U N G G U !?"
Tobe berteriak dengan keras sehingga menarik perhatian banyak orang.
Semua orang tampak melihat Tobe dari kejauhan, mereka yang kenal dirinya lalu berjalan ke sebelahnya, setelah itu mereka tertawa dengan keras.
"Tobe, ada apa, ada sesuatu yang lucu?"
"Fuhuhu, seseorang membullymu?"
Mendengar hal itu, Tobe tampak panik.
"Tunggu dulu! Ada sampah di kotak sepatuku, seseorang membully-ku!? Tunggu, seseorang benar-benar sedang membully-ku!?"
Meski dia mengutarakan kalimat tanya, tapi aku bisa merasakan sebuah nada tragedi dalam suaranya. Perasaan bersalah mulai menusuk dadaku. Uu, maaf, Tobe.
Sambil meminta maaf dalam kepalaku, Hayama tiba-tiba muncul dari kerumunan massa yang mengelilingi Tobe. Sama sepertinya, dia juga baru kembali dari latihan pagi.
"Tobe, kenapa pagi-pagi sudah gaduh begini..."
Melihat pemandangan loker Tobe, Hayama terlihat pasrah melihat suara rengekan Tobe yang mulai menggema ke berbagai sudut. Meski begitu, kedatangan Hayama memang memberikan semangat ke Tobe. Kalau hanya dengan bertemu Hayama saja sudah membuat suasana hatimu membaik, kurasa kau ini menyukai Hayama...
"Tunggu, Hayama-kun, coba dengarkan aku, ini serius sekali. Seseorang membuang sampah ke loker sepatuku! Barang-barang semacam stick pocky sisa dan bungkus camilan. Ah, pasti ada siswa disini yang benci padaku!"
"..."
Mendengarkannya, ekspresi Hayama malah bertambah serius saja.
Dia dengan diam mengambil sepatunya di loker. Lalu berdiri begitu saja. Lalu dia menatap dengan cermat ke arah loker sepatunya.
Tapi, dia diam seperti itu hanya untuk sejenak saja.
Setelah mengambil sepatunya, dia memakainya. Lalu, dia tersenyum ke Tobe. Ekspresinya benar-benar berbeda dari ekspresinya yang sebelumnya.
"Cepat bersihkan lokermu. Mungkinkah ada orang yang salah mengira kalau lokermu adalah tempat sampah? Kau harusnya sesekali membawa pulang sepatu indoormu dan mencucinya di rumah."
"Begini Hayama-kun! Itu terlalu berlebihan!"
"Aku hanya becanda. Kita pikirkan saja nanti soal ini. Ngomong-ngomong, ayo kita cepat ke ruangan Klub dan taruh barang-barang kita dulu."
Hayama menepuk kening dan bahu Tobe, yang saat ini tampak sedang mengembuskan napasnya yang berat. Lalu, dia memintanya untuk ikut ke ruangan Klubnya.
"Tunggu, lu tahu nggak? Gue kaget loh
Tobe terus melanjutkan keluhannya sambil berjalan meninggalkan tempat ini.
Seperti yang kauharapkan dari Tobe.
Orang yang tetap ramai meski dia sendiri terluka, dia memang orang yang langka. Lebih jauh lagi, dia malah membuat seluruh perhatian siswa mengarah kepadanya, dan membuat insiden itu sebagai gosip dirinya.
Aku tidak membenci Tobe. Antara suka dan benci, kupikir itu tidak penting dalam segala situasi.
Aku tidak membuang sampahnya ke loker Tobe karena membencinya, itu hanya bentuk diriku yang berusaha membela diri saja.
Menggunakan eksistensi Tobe yang populer sehingga kabar kalau bully sampah yang berada di lokernya tersebar, dimana bully itu sebenarnya mengarah padaku, ini juga memberikan pesan yang efektif kepada si pelaku untuk tidak menyerangku lagi.
Si pelaku tidak perlu melihat reaksi Tobe. Tobe sendiri nantinya yang akan menceritakan ini ke banyak orang dan akhirnya terdengar ke telinga si pelaku.
Aku tidak yakin apakah Tobe nantinya akan membuat masalah ini menjadi besar, tapi aku yakin dan mempercayakan itu kepada Tobe.
Sebenarnya, Tobe ini adalah orang yang lemah, jauh di dalam hatinya memang seperti itu. Meski dia sering terluka, tapi jika yang kita bicarakan ini adalah Tobe, kupikir dia membuat gaduh suasananya seperti tadi bisa diartikan bentuk pembelaan diri baginya.
Dari kejadian tadi, mereka tidak akan melihat itu sebagai kasus bullying, tapi lebih dianggap sebagai kasus candaan saja, atau ulah jahil temannya, dan pada akhirnya tetap saja kembali ke status awal, candaan antar-teman.
Aku punya dua alasan mengapa berpikir seperti itu.
Pertama, sifat Tobe yang easy-going.
Dia malah berharap topiknya itu mengarah ke hal-hal yang lebih menarik.
Kedua, posisi Tobe di sekolah.
Karena Tobe adalah siswa kasta teratas di sekolah, maka dia tidak akan berpikir kalau akan ada seseorang yang berani membully-nya. Malah dia mendapatkan hal bagus ketika menghadapi situasi itu, yaitu dia memperoleh dukungan dari sekitarnya. Pada akhirnya, itu akan dianggap sebagai candaan. Atau bisa jadi, harga dirinya tidak mau terlihat di mata orang lain sebagai korban bully.
Entah mana yang benar, mungkin aku harusnya mengatakan terimakasih kepada Tobe untuk yang pertamakalinya.
Dengan menyebarnya insiden ini, musuhku itu mungkin merasa sulit untuk lebih leluasa bergerak. Aku tidak perlu mencari tahu siapa pelakunya. Lagipula, tidak ada untungnya bagiku.
Membuat si pelaku untuk berhenti saja, kurasa sudah cukup.
Meski jika si pelaku memutuskan untuk melakukannya lagi, yang mereka temukan hanyalah korban lain yang tidak diduga.
Ahahaha! Kau pasti menyesal membuatku menjadi korban! Meski itu adalah metode bully yang efektif hingga saat ini, tapi aku sudah tiga langkah di depan kalian! Juga, aku ini memang bajingan!
...Fu.
Tapi, benarkah ada diluar sana yang membenciku hingga membuatnya melakukan ini? Aku mulai terganggu dengan pemikiran ini. Well, hanya karena hubungan kita memang lemah, lalu menjadikan alasan itu untuk menyerangku? Meski aku sendiri merasa kalau serangan jenis ini bisa saja bertambah parah ke depannya.
Sambil memikirkan beberapa taktik yang mungkin bisa kugunakan di masa depan, aku menuju kelasku.
Naik tangga ke atas, berputar di pojokan, dan akhirnya sampai di lorong yang menuju 2F. Aku merasakan sesuatu yang tidak biasanya disini. Biasanya, tempat ini gaduh luar biasa, tapi hari ini yang terdengar hanyalah suara bisik-bisik saja.
Kulihat di lorong, sepertinya semua orang hanya menatap sesuatu dari kejauhan, lalu mereka memalingkan pandangannya dan berbisik-bisik dengan temannya.
Kulihat arah pandangan mereka.
Ternyata Sagami Minami.
Disana juga terdapat Haruka dan Yukko.
Mereka bertiga merupakan pusat perhatian para siswa disini, juga ada beberapa orang berkumpul di sekitarnya. Beberapa berdiri di samping Haruka dan Yukko, sementara ada beberapa yang berada diantara mereka. Juga, ada pula yang berdiri di sebelah Sagami. Diantara mereka, aku bisa melihat Yuigahama.
Bukan hal sulit untuk mengambil kesimpulan kalau mereka ini sedang mendebatkan sesuatu.
Apa sih yang orang-orang ini lakukan...Ketika kulihat, Yuigahama, yang menyadari kehadiranku, bergegas berlari ke arahku.
"Ada apa ini?"
Mendengarkan pertanyaanku, Yuigahama berbisik di telingaku. Terlalu dekat...
"Sepertinya Sagami-chan awalnya hanya menyapa mereka, tapi mulai panas ketika mereka berdua tidak mempedulikannya..."
Yuigahama mengembuskan napasnya, dimana tiupan angin yang semacam itu di telingaku, membuat diriku ketakutan. Tapi saat ini bukan momen yang tepat untuk membahas hal-hal tidak penting itu.
Adegan yang ada di depanku ini, Sagami sedang menatap Haruka dan Yukko. Kalau dilihat dari posisi mereka, sepertinya Sagami, yang entah hendak masuk atau keluar kelas, kebetulan bertemu dengan Haruka dan Yukko, tapi mereka malah tidak mempedulikannya.
Karena posisi mereka menutup pintu belakang kelas, maka siswa kelas 2F harus masuk dan keluar lewat pintu depan.
Ini lagi-lagi menimbulkan masalah yang merepotkan...
Apakah yang terbaik saat ini adalah menghentikan mereka atau memisahkan mereka? Aku tidak tahu, jadi aku melihat ke arah Yuigahama. Sedang dia sendiri, tampak sedang memikirkan sesuatu.
Kalau aku ikut campur disini, maka urusan kepanitiaan nantinya cepat atau lambat akan menjadi sebuah medan perang. Tampaknya tidak ada hal yang bagus jika mendukung Sagami ataupun Haruka dan Yukko.
Jadi, rencana terbaik adalah biarkan saja situasi mereka seperti itu, dan mereka pada akhirnya akan berpisah dengan sendirinya.
Tepat ketika aku memutuskan untuk menyerah, muncul sosok seseorang yang mengubah situasinya.
"Hei, gue mau lewat."
Miura Yumiko membuat kerumunan massa ini bubar ketika dia mengatakannya. Dia melirik mereka bertiga dan melihatnya dengan ekspresi kurang senang.
Sagami, Haruka, dan Yukko mundur, dan menggunakan momen ini untuk berpisah.
Kehadiran Ratu dengan mudahnya membuat rakyat kere ini kabur entah kemana.
Dia membuat mereka diam begitu saja tanpa menanyakan apa yang terjadi ataupun menyuruh mereka untuk pergi.
Miura memang luar biasa...
Karena dirinya, pagi yang tidak biasa ini berakhir.
Tapi, percikan api tersebut tidak benar-benar hilang.
Persis seperti percikan api kecil, dengan diam-diam, mulai membakar benda yang lebih besar. Dan ketika anginnya berubah, maka itu pasti akan berubah menjadi kobaran api yang luar biasa.
x Chapter VIII | END x
Oke, siapa sebenarnya si pelaku?
Dulu, saya suka membaca novel Agatha Christie, terutama tentang Detektif Hercule Poirot. Yang saya pelajari disana, kalau petunjuk se-sederhana apapun, tetaplah sebuah petunjuk.
Mari kita mulai analisis petunjuk yang sangat sederhana disini.
"Siapapun pelakunya, dia pasti tiba lebih dulu di sekolah daripada Hachiman."
Mungkin, petunjuk di atas pantas diberi meme Y'U Don't Say dengan gambar Nicholas Cage di film Vampire Kiss. Namun bagi saya, itu adalah petunjuk yang penting.
Sekarang, mari kita ubah perspektif kita menjadi seperti ini:
"Si pelaku yakin kalau Hachiman tidak akan menangkap basah dirinya sedang menaruh sampah di kotak sepatunya, karena si pelaku tahu jam-jam seperti apa Hachiman datang ke sekolah."
Sebenarnya, Hachiman berangkat ke sekolah itu seperti apa? Tepat waktu? Lebih awal?
Dalam volume 2 chapter 4, Hachiman terlambat masuk sekolah. Dalam monolognya, Hachiman memang sengaja mengincar minimal 200 kali terlambat masuk sekolah di SMA. Lalu di kelas satu, dia sudah melakukan 72 kali terlambat masuk sekolah.
Liburan musim panas ada dua bulan penuh. Lalu liburan musim dingin sekitar 2 minggu. Lalu liburan musim semi ada sekitar 2 minggu. Total siswa sekolah di Jepang libur selama 3 bulan dalam setahun, atau 9 bulan masuk sekolah. Jumlah hari standar dalam perhitungan adalah 30 hari dalam sebulan. Didapat total 270 kali masuk sekolah. Tapi kita tahu, Sabtu dan Minggu mereka libur. Bagi 270 dengan 7 (jumlah hari dalam seminggu), didapat angka 38 (dibulatkan ke bawah). Karena seminggu libur dua kali, maka kita kalikan 2 angka 38 tersebut. Didapatkan angka 76. Jadi, kita kurangi 270 tadi dengan angka 76, didapatkan angka 194.
Jadi, kira-kira dalam setahun, siswa masuk sekolah selama 194 kali.
Karena Hachiman di kelas satu total 72 kali terlambat, maka didapat persentase sebesar 37%.
Artinya, dari seluruh total absensi Hachiman, 37% isinya adalah datang terlambat.
Kita ubah cara pandang kita dan mengubah 37% itu menjadi hal yang mudah dengan konversi ke dalam lima hari dalam seminggu dimana siswa masuk ke sekolah.
Hikigaya Hachiman, setidaknya dalam satu minggu (5 hari masuk), dia akan terlambat datang ke sekolah sekitar satu hingga dua kali.
Timelina chapter berada di bulan Oktober, artinya sudah satu semester berlalu di kelas dua. Jadi si pelaku ini, setidaknya tahu kebiasaan terlambat Hachiman. Jika tidak mantan siswa kelas satu yang sekelas dengan Hachiman, maka pelakunya siswa(i) kelas 2F.
Mengapa saya katakan profil pelaku seperti itu? Si pelaku tahu kalau Hachiman memang siswa yang suka terlambat, jadi mustahil bagi Hachiman datang di waktu-waktu standar para siswa datang ke sekolah, apalagi datang pagi.
Dengan mengubah perspektif di atas, kita mendapatkan profil baru si pelaku. Si pelaku adalah siswa(i) yang datang ke sekolah dengan waktu kedatangan standar siswa biasanya, atau lebih pagi dari itu.
Ini juga didukung fakta kalau Hachiman tahu betul kalau Tobe harus latihan pagi di lapangan, karena aktivitas Klub Olahraga yang memang memiliki jadwal latihan pagi. Artinya, Tobe pasti akan mengambil sepatu indoornya ketika hampir jam masuk sekolah, setelah latihan pagi. Tapi, ini juga memberikan fakta kalau Tobe dan Hayama, datang ke sekolah lebih pagi dari siswa yang lain.
Lalu kita membahas soal sampah-sampah tersebut. Sampah-sampah tersebut banyak yang berasal dari bungkus makanan. Kita tahu dalam pembahasan mengenai SMA Sobu, kantin berada di Gedung Khusus, sedang loker ini ada di Gedung Sekolah, terpisah satu gedung. Belum lagi, ini di lantai dasar dan di pagi hari, dimana sampah sudah dibersihkan dari tempat sampah. Artinya, si pelaku membawa sampah ini dari luar. Pelaku membawa sampah-sampah ini bersamanya, dan menaruhnya di loker Hachiman.
Mengapa tidak ada sampah yang mengandung air? Jika benar-benar hendak bully, maka sekalian saja taruh sampah yang mengerikan disana. Satu-satunya alasan mengapa pelaku menaruh sampah kering, karena si pelaku harus membawa sampah itu bersamanya ke sekolah, tempat sampah sudah dikosongkan di pagi hari oleh petugas kebersihan. Jika memakai sampah basah, itu artinya sama saja membuat dirinya dan tasnya bau.
Mengapa tidak ada sampah yang mengandung air? Jika benar-benar hendak bully, maka sekalian saja taruh sampah yang mengerikan disana. Satu-satunya alasan mengapa pelaku menaruh sampah kering, karena si pelaku harus membawa sampah itu bersamanya ke sekolah, tempat sampah sudah dikosongkan di pagi hari oleh petugas kebersihan. Jika memakai sampah basah, itu artinya sama saja membuat dirinya dan tasnya bau.
Si pelaku tidak mungkin membawa sampah-sampah tersebut, mengeluarkannya, membuka kotak loker Hachiman, menaruhnya, dan pergi begitu saja jika si pelaku datang di jam-jam dimana para siswa umumnya mulai ramai datang ke sekolah. Ini sama saja bunuh diri.
Si pelaku adalah siswa(i) yang datang pagi, dimana suasana sekolah masih sepi.
Karena si pelaku membawa sampah dari luar, mustahil dia membawanya dengan tangan kosong, sampah kemungkinan besar dibungkus di kantong plastik, disembunyikan di tas. Tapi, sampah dengan total ukuran seperti loker sepatu, butuh ruang yang besar di tas. Artinya pelaku membawa tas ekstra.
Si pelaku adalah siswa(i) yang datang pagi, dimana si pelaku membawa tas lain di luar tas sekolahnya akan terlihat sebagai sesuatu yang wajar.
Kemungkinan besar si pelaku adalah member Klub Olahraga SMA Sobu.
Member Klub Olahraga akan terlihat wajar jika membawa tas ekstra, seperti yang ditunjukkan vol 2 chapter 3 dimana Hayama membawa tas ekstra bermerk UMBRO karena dia masih melakukan aktivitas olahraga di sekolah.
Kita data saja siapa siswa(i) yang merupakan member Klub Olahraga dan muncul di chapter ini, atau agar memudahkannya, seluruh karakter di LN Oregairu.
Hayama dan Tobe di sepakbola. Ooka di baseball. Yamato di Rugby. Totsuka di tenis. Haruka dan Yukko di basket. Shiroyama di Judo. Meski ada beberapa yang tidak sekelas dengan Hachiman saat ini, tidak menutup kemungkinan kalau di kelas satu mereka sekelas dengan Hachiman.
Shiroyama dicoret, karena tindakan Hachiman di vol 7.5 side B malah menolong Klubnya, jadi Shiroyama seperti punya hutang budi. Bukannya vol 7.5 di atas volume 6.5? Meski namanya volume 7.5, tapi timeline kejadiannya adalah Juni, sedang chapter ini timelinenya Oktober.
Shiroyama dicoret, karena tindakan Hachiman di vol 7.5 side B malah menolong Klubnya, jadi Shiroyama seperti punya hutang budi. Bukannya vol 7.5 di atas volume 6.5? Meski namanya volume 7.5, tapi timeline kejadiannya adalah Juni, sedang chapter ini timelinenya Oktober.
Kita coret Ooka dan Yamato, karena dua karakter ini dari volume 1 - 6.5 tidak melakukan satupun interaksi dengan Hachiman. Artinya, dua karakter ini tidak punya hubungan apapun dengan Hachiman, tidak memiliki motif untuk melakukannya.
Kita coret Totsuka, errr, dia malaikat.
Kita coret Hayama. Tentunya ada sebuah pertanyaan, mengapa? Bully terhadap Yukino kebanyakan bully terhadap sepatu indoor-nya, dimana lokasi kejahatannya adalah loker sepatu, vol 1 chapter 2. Bully itu terjadi karena Hayama dan sikapnya waktu itu. Menimbulkan trauma bagi Hayama, melihat bagaimana caranya mengatakan 'hal yang hilang darimu tidak bisa kembali lagi' vol 8 chapter 5, namun Hayama masih ingin tahu tentang Yukino dan tentunya, menyebutkan 'masih' menyukai gadis inisial Y, vol 4 chapter 5.
Hayama tidaklah sebodoh itu. Hayama tahu Hachiman dekat dengan Yukino, vol 4 chapter 7. Jika Hachiman menceritakan bully sepatu itu, Yukino pasti emosi dan mencari pelakunya. Jika Hayama masih menyukai Yukino, maka menaruh sampah di loker Hachiman adalah tindakan terbodoh yang pernah dia lakukan.
Bagaimana dengan Tobe? Apa motif Tobe melakukannya? Karena Hachiman terlihat menyukai Ebina? Itu baru di volume 7, alias sesuatu yang belum terjadi. Kita coba jeli melihat kontradiksi penjelasan Tobe. Tobe mengatakan awalnya mempercayai kalau sekolah tidak akan terjadi bully, berdasarkan kata-kata menteri pendidikan. Artinya Tobe sadar jika dia ketahuan sebagai pelakunya, hukumannya akan sangat berat. Selain tidak memiliki motif, Tobe juga sadar konsekuensi hukuman aksi seperti itu. Kita coret Tobe dari tersangka.
Tersisa Haruka dan Yukko. Tapi apa motifnya kepada Hachiman? Haruka dan Yukko kini adalah musuh Sagami. Semua orang di SMA Sobu tahu kalau Hachiman tidak menyukai Sagami. Musuh dari musuhku adalah temanku. Haruka dan Yukko malah harusnya menganggap Hachiman sebagai teman mereka.
Disini ada sebuah kejanggalan, semua tersangka yang cocok dengan profil pelaku, tidak memiliki motif untuk melakukannya.
Uniknya, satu-satunya orang yang memiliki motif untuk melakukan itu kepada Hachiman adalah Sagami. Tapi Sagami sendiri tidak memiliki profil pelaku. Tapi, disini kita melupakan satu hal, yaitu pola waktu kedatangan siswa.
Ada tiga pola waktu, yaitu datang pagi karena ada latihan pagi di Klub. Kedua yaitu datang di waktu-waktu yang normal, seperti siswa kebanyakan. Ketiga, yaitu datang di menit-menit terakhir seperti Hachiman.
Dan ini yang terakhir, tersangka tidak memiliki motif untuk melakukannya kepada Hachiman. Tapi, ada satu tersangka yang memiliki peluang untuk menjadikan aksi bully ini, menjadi aksi bully berantai.
Ada pelaku yang dendam dengan orang yang memiliki dendam dengan Hachiman. Katakanlah orang itu A. Pelaku menaruh sampah di loker A, si pelaku dengan mudah melakukannya tanpa terlihat orang lain karena dia datang pagi. Lalu A datang memeriksa lokernya, mendapati banyak sekali sampah disana. Tapi A tidak bisa begitu saja membawa keluar sampah-sampah itu dan membuangnya ke tempat sampah, karena waktu itu situasi pintu sekolah sedang ramai oleh siswa yang datang. Agar tidak malu dan memberikan kemenangan kepada si pelaku, si A melakukan persis seperti apa yang ada di pikiran Hachiman waktu melihat sampah-sampah itu. Karena si A punya masalah dengan Hachiman, si A pikir tidak masalah menaruhnya ke loker Hachiman, 'toh' Hachiman memang berstatus siswa yang sedang dibully oleh gosip.
Yep, pelaku bully tersebut adalah Haruka dan Yukko. Mereka berdua datang pagi, membawa sampah itu dari luar dan disembunyikan di tas mereka, dan menaruhnya di loker sepatu Sagami. Lalu Sagami mendapati lokernya berisi sampah, dan memindahkan sampahnya ke loker Hachiman karena tahu si pemilik pasti datang terlambat ataupun di menit-menit akhir.
Apa yang menguatkan hipotesis ini?
Pertama, monolog Hachiman di vol 6 chapter 9. Ada dua cara bagaimana dua orang dari kasta terbawah berkomunikasi. Menjilati luka masing-masing, atau saling menjatuhkan. Sagami memiliki pikiran yang sama dengan Hachiman untuk memindahkan sampahnya ke orang brengsek. FYI, Hachiman sampai saat ini masih melihat Sagami sebagai gadis brengsek.
Kedua, susunan sistem Syllabary Katakana (lihat gambar).
HA (Hayama) dan HI (Hikigaya) memang berdekatan. Begitu pula dengan KA dimana ada Tobe KAkeru, dan SA berada tepat di bawah KA. Ini artinya SAgami Minami posisinya ada di dekat Tobe. Itu juga berarti loker Sagami dekat dengan posisi loker Hachiman. Jika Hachiman memilih loker Tobe karena alasan dekat, kenapa Sagami tidak memilih alasan serupa karena dekat?
Terakhir, apakah anda akan percaya kalau Sagami akan ribut dengan Haruka dan Yukko hanya karena sapaannya tidak direspon? Alasan yang tepat menggapa Sagami berani ribut dengan Haruka dan Yukko karena Sagami melabrak Haruka dan Yukko soal sampah di lokernya, lalu Haruka dan Yukko mengelak. Karena tidak disapa lalu ribut? Please lah, mereka bertiga sudah bermusuhan lebih dari seminggu yang lalu dan mengapa baru sekarang ribut?
...
Hayama jelas tertegun melihat bully loker sepatu, karena itu mengingatkan dirinya dengan bully yang menimpa Yukino sewaktu SD.
...
Selalu ada pengecualian di atas segalanya itu merupakan quote Hachiman di vol 5 chapter 5. Setelah itu, Hachiman mulai menerapkan pengecualian kepada Yukinoshita Yukino dari gadis-gadis yang lain.
Hahaha.min ternyata suka misteri juga
BalasHapusEntah anda ini alien ato apa min, yang jelas sasuga min
BalasHapusMantab analisis nya min
BalasHapusanalisisnya ....sip lah...
BalasHapusNjir analisisnya GG banget dh XD
BalasHapusKeren analisis nya
BalasHapusNjir, baca analisis Nya berasa kayak baca Ln hyouka
BalasHapus😂 apa ini apa?
BalasHapusApa ini LN Hyouka?
gua udah ngira yg naro sampah itu si sagami tapi gak ngira bahwa pelaku nya si duo cewek. dan kirain yg dilakuin hachiman adalah hal bodoh tapi ternyata cerdas juga dia yak. btw analisis yg bagus min lebih bagus ngasih yg kek gini daripada spoiler hehe
BalasHapusMin gua curiga sama elu, jangan jangan elu yang jadi asisten penulis novel hyouka yah?
BalasHapusSasuga mimin
BalasHapus