x x x
Kami melanjutkan pekerjaan lanjutan mengenai ornamen-ornamen tersebut dan mengerjakan pekerjaan kecil seperti mengumpulkan bendera-bendera untuk lomba, tali-tali, dan bahan-bahan lainnya. Setelah itu selesai, kami mencoret hal-hal tersebut dari daftar 'pekerjaan yang harus dilakukan'. Meski pekerjaan yang kami lakukan agak standar, tapi kami masih bisa merasa lega karena ada pekerjaan yang akhirnya bisa kami selesaikan. Terutama, ketika kita sudah mendarat di sebuah situasi yang seperti ini.
Masalah sebenarnya, adalah pekerjaan yang kami sendiri tidak tahu kapan ini akan berakhir.
Sebuah tulisan tangan, 'Manajemen Keselamatan Kibasen', tertulis di daftar terakhir Pekerjaan yang harus dilakukan. Melihat kata-kata ini, akupun mulai menggerutu kesal. Tidak hanya diriku, tapi semua orang di ruangan ini memiliki reaksi yang sama.
"Apa yang harus kita lakukan mengenai ini...?"
Meguri-senpai menggumamkan itu ketika dia menanyakannya. Yuigahama, yang sejak tadi menyilangkan lengannya dan memiringkan kepalanya, tampak memikirkan hal yang sama. Lalu, dia mendesah dan menyerah.
"Tapi, kupikir yang Yukinon katakan tadi sudah dirasa cukup. Tidak ada lagi yang bisa ditambahkan..."
"Aku setuju. Jujur saja, kupikir kita langsung batalkan saja jika nantinya mereka tetap memaksa."
Kukatakan kesetujuanku kepada Yuigahama. Yukinoshita, mungkin adalah satu-satunya orang yang muncul dengan penawaran paling logis di waktu itu. Kuakui, itu luar biasa. Tapi, sebuah penawaran yang muncul tanpa adanya persetujuan dari yang dituju, maka ini bukan lagi masalah apa yang benar dan apa yang salah.
Semua masalah ini dimulai dari emosi yang lepas sebagai rasa kurang puasnya peserta rapat kepada pimpinan panitia, termasuk Sagami.
Mengesampingkan kalau masalah ini terdengar kekanak-kanakan, tapi sikap seperti itu adalah sikap alami bagi manusia dalam dunia kerja. Emosi dari manusia adalah hal yang sulit untuk dikontrol. Akan ada masanya dimana sebuah percikan kecil akan berakhir menjadi sebuah bencana besar. Kata orang, rasa khawatir yang berlebihan bisa membunuh seekor kucing. Kalau begitu, emosi bisa jadi sebuah hal yang dapat membunuh manusia.
Tiba-tiba, Sagami diam dari kegiatannya yang sedang mengerjakan sesuatu dan mengatakan sesuatu dengan pelan.
"Mungkin, akan lebih baik jika aku mengundurkan diri saja..."
Aku tidak menduga kalau akan mendengar kata-kata itu darinya. Dibandingkan dengan Sagami di masa lalu, nada suaranya terdengar lebih lembut dari biasanya. Mungkin karena dia tidak sedang berbicara dengan seorangpun, tapi hanya menggumamkan masalahnya kepada dirinya sendiri. Tidak ada satupun celah dari kata-katanya untuk mengkonfirmasi balik kepada dirinya.
Tidak ada yang mengatakan apapun ketika dia mengatakan keraguannya itu.
Dalam sebuah tempat rapat yang sunyi, suara Yuigahama yang menggerakkan lengannya untuk sekedar melipatnya di depan tubuhnya bisa terdengar dengan jelas.
"...Mungkin saja. Tapi kita akan memilih itu jika memang sudah saatnya."
Dulu, Yukinoshita pernah mengatakan sesuatu yang mirip.
[note: Vol 6.5 chapter 2.]
Tapi, kali ini memiliki situasi yang agak berbeda. Suara lembut Yuigahama itu seperti memberitahukan secara tidak langsung kalau dia khawatir dengan Sagami. Sagami sendiri tampaknya bisa merasakan itu, dan dia hanya bisa tersenyum kecut melihatnya. Sepertinya, dia merasa kalau dirinya seperti tidak berguna dalam masalah yang sedang menimpa mereka.
"Itu benar..."
"Meski kali ini kau gagal, kau bisa melakukannya lagi lebih baik jika mendapatkan kesempatan yang sama di masa depan nanti. Mungkin, kelak mereka semua akan bisa memahami itu dengan sendirinya..."
"Begitu ya..."
Mendengar kata-kata Yuigahama, Sagami hanya bisa mengangguk-anggukkan kepalanya dengan lemah. Tapi, dia mungkin tidak begitu saja percaya dengan argumen lemah tersebut.
Sagami sudah menyerah.
Entah menyerah menjadi ketua, atau menyerah untuk meyakinkan Haruka dan Yukko, pastinya dia sudah menyerah dalam dua-duanya.
Kalau dia sudah berpikir seperti itu, maka tidak ada jalan lain lagi.
Sejak awal, Sagami memang tidak punya sifat kepemimpinan dalam dirinya. Aku sangat menyadari ini setelah Festival Budaya lalu.
Kali ini, Klub kami mendapatkan request untuk membuat Festival Olahraga tahun ini menjadi sebuah kesuksesan. Di saat yang bersamaan, ada request yang meminta agar melakukan sesuatu terhadap Sagami sehingga suasana kelas 2F kembali seperti sedia kala.
Jika Sagami sendiri merasa kesal dan sedih, dia mungkin akan memutuskan untuk mengambil istirahat untuk sekedar menenangkan dirinya. Tentunya, setelah beberapa waktu berlalu, dia mungkin mulai menjelek-jelekkan orang lain untuk memberikan pembenaran atas tindakannya di masa lalu. Malahan, kalau melihat bagaimana sifat Sagami, mungkin itulah yang pasti dia lakukan.
Meski begitu, kupikir kami masih bisa membuat Sagami agar tidak bertambah parah dalam menjelek-jelekkan orang lain.
Setelah kami menerima surat pengunduran diri Sagami, kami akan masuk mode akselerasi untuk menyelesaikan Festival Olahraga, dan memenuhi request itu.
Ini bukanlah skenario terbaik, tapi setidaknya skenario paling logis.
Malahan, melihat semua masalahnya berakhir menjadi seperti ini, mungkin inilah batas terakhir yang bisa kita lakukan.
Ketika aku sedang berpikir, aku tiba-tiba mendengar suara dari kursi yang digeser. Ketika kulihat, ternyata Yukinoshita sedang membetulkan posisi kursinya. Sampai saat ini, dia hanya menyilangkan lengannya dengan menutup kedua matanya. Saat ini, dia sedang membetulkan posisi duduknya, dan melihat langsung ke arah Sagami.
"...Tapi, apakah kau sendiri yakin dengan mengundurkan diri maka situasi ini akan otomatis membaik?"
"...Eh?"
Sagami tiba-tiba keheranan setelah mendengarkan kata-kata itu. Tampaknya, dia kesulitan memahami maksud kata-kata tersebut. Tapi, Yukinoshita sendiri tidak begitu peduli dan terus melanjutkan kata-katanya.
"Mungkin saja tidak akan ada lagi 'kesempatan di lain waktu' atau 'suatu hari nanti'."
Kata-kata Yukinoshita terdengar sangat dingin dan tajam, setajam duri, tapi suaranya sangat lembut. Karena itu, Sagami hanya bisa terdiam ketika mendengarnya.
"..."
Jika dia mengatakan sesuatu yang provokatif, mungkin dia hanya akan mendapatkan penolakan yang keras.
Tapi, tidak ada yang bisa dilakukan karena kata-katanya terasa lembut dan tidak berniat untuk melukai seseorang. Itu karena orang yang mengatakan itu sudah melihat apa yang terjadi di kejadian serupa sebelumnya. Karena sikap yang serupa kali ini hanyalah menunjukkan betapa menyedihkan dirinya dari dia yang sebelumnya. Dengan kata lain, dia sudah sadar kalau dirinya sudah jatuh sedemikian dalamnya sehingga satu-satunya opsi hanyalah menunggu bantuan orang saja. Dia merasa seperti orang yang tidak bisa melakukan apa-apa.
Daripada menanggung semua beban itu sendirian, mungkin akan lebih mudah jika memberikan tanggung jawab itu ke orang lain yang tidak mengetahui kebenaran situasi yang dihadapinya.
Sagami menggigit bibirnya sendiri. Fakta kalau dia masih belum bisa mengatakan dengan jelas tentang keinginannya untuk mengundurkan diri dalam situasi seperti ini, merupakan pertanda kalau dia masih belum dewasa.
Jujur saja, dalam situasi seperti saat ini, memiliki Sagami sebagai ketua ataupun tidak, bukanlah masalah yang sebenarnya. Itu hanya memberitahu kalau satu tenaga manusia telah berkurang dalam kepanitiaan. Yang sedang kita hadapi kali ini adalah sebuah masalah yang sudah sebegitu kompleksnya, dimana hal semacam leadership saja tidak akan bisa menyelesaikannya. Sederhananya, sebenarnya Sagami sudah tidak penting lagi dalam masalah ini, apakah ketuanya dia atau tidak.
Tapi, itu tidak serta merta membuat semuanya akan kembali lancar jika Sagami mengundurkan diri. Ini sudah terlambat untuk melakukan itu. Meski jika Sagami sekarang mengundurkan diri, masalahnya tidak akan selesai.
Mungkin itu hanya akan memberikan suasana hati yang lebih baik bagi pihak lain, seandainya benar Sagami mengundurkan diri. Jika seandainya keinginan pihak lain itu adalah keinginan yang sederhana, misalnya mereka jadi begitu karena benci dengan Sagami, maka dengan mengundurkan diri akan menghilangkan masalahnya secara otomatis.
Tapi, mereka terus mengatakan permintaan-permintaan kompleks yang aneh di setiap rapat.
Manajemen keselamatan dan aktivitas Klub.
Meski kita sudah berusaha memberitahu mereka, 'kenapa baru sekarang kalian memberitahu itu?', mereka menggunakan dasar kebencian mereka untuk berargumen, dan menyusun argumen-argumen aneh yang berdasarkan emosi.
Argumen yang berdasarkan emosi, tidak punya nilai kebaikan sama sekali di dalamnya. Seperti saat ini, mereka mengatakan argumen-argumen aneh setelah mereka memutuskan kalau mereka tidak menyukai Sagami atau kami.
Memang benar kalau kita bisa dengan mudah membalikkan argumen mereka. Tapi, kita tidak bisa 'menyembuhkan' sakit hati mereka, dan pada akhirnya mereka tidak akan pernah mau mendengarkan itu.
Lebih jauh lagi, karena mereka sudah dipersenjatai dengan argumen yang berbasis emosi, akhir dari drama ini pasti tidaklah good ending. Tebakanku mengenai endingnya, ini akan berakhir dengan terjadinya perang mulut.
"Aku..."
Sagami merendahkan kepalanya dan berusaha sebaik mungkin untuk mengatakan sesuatu. Tapi, setelah mengatakan satu kata itu, dia tidak melanjutkan lebih jauh. Semua orang hanya diam, menunggunya untuk melanjutkan kata-katanya. Yukinoshita hanya menutup kedua matanya, berusaha mendengarkan Sagami. Yuigahama terus menatap ke arah Sagami. Sementara, aku hanya bisa menggaruk-garuk kepalaku, memikirkan hal-hal bodoh seperti , 'Ah, kuku tanganku ternyata mulai panjang' sambil menunggunya.
Hanya ada satu orang disini yang melakukan sebuah hal yang tidak terduga.
Meguri-senpai lalu pura-pura batuk, dan mulai berbicara.
"Kupikir, Sagami-san sendiri sudah cukup bagus dalam pekerjaannya."
Sagami kemudian menegakkan kepalanya secara tiba-tiba karena terkejut.
"Eh?"
Baik Yukinoshita dan Yuigahama memiliki ekspresi yang sama setelah mendengar kata-kata Meguri-senpai. Reaksi semacam ini memang terlalu jujur, tapi mau bagaimana lagi. Lagipula, kalau kau mengamati secara cermat apa yang telah Sagami lakukan selama ini, akan sangat mustahil kalau kau bisa mencapai sebuah kesimpulan dimana Sagami sudah bekerja dengan cukup bagus.
Meguri-senpai, mengangguk ketika melihat reaksi keduanya, dia terlihat malu-malu sambil melambai-lambaikan tangannya dan mulai melanjutkan.
"Ah, um, begini...Ka-Kalian lihat sendiri, meski cara dia menangani sesuatunya terlihat tidak begitu bagus...Tapi jika aku berada dalam posisinya, aku mungkin tidak bisa menanganinya dengan baik juga. Oleh karena itu, aku tahu, kalau kau telah bekerja sangat keras."
Aku agak terkejut, tapi ini belum bisa dikatakan level keajaiban. Memang, Meguri-senpai memang memiliki pengalaman yang jauh di atas siswa kebanyakan jika membahas hal-hal semacam ini, dan kemampuan memimpinnya juga berada di atas.
Senpai sendiri juga menyadari hal ini, dan dia memalingkan wajahnya. Dia menggaruk-garuk pipinya, seperti kesulitan untuk mengatakan sesuatunya.
"Bukan begitu...Banyak sekali seniorku dulu yang jauh lebih baik dariku. Misalnya, Haruno-senpai."
Mendengar nama itu, tatapan Yukinoshita menajam. Memang, level Yukinoshita Haruno berbeda dengan manusia biasa kebanyakan. Kemampuannya dalam menangani situasi benar-benar top. Tapi, kemampuannya dalam membaca maksud terselubung orang lain dan memanipulasi orang lain benar-benar menakutkan. Dia duduk di posisi teratas dalam daftar orang-orang yang ingin dijadikan panutan.
"Orang-orang sering memanggilku gadis bodoh juga. Mungkin itu benar adanya...Ahaha, jika aku tidak dibantu oleh para Pengurus OSIS lainnya, aku mungkin tidak bisa melakukan pekerjaanku dengan baik hingga saat ini."
Ketika dia selesai mengatakannya, para Pengurus OSIS lainnya tampak mulai berurai air mata. Diantara mereka pasti ada orang yang akan tergugah hatinya meski Meguri-senpai sekedar memanggilnya, 'Hei, kamu'. Memangnya tingkatan kagum kalian kepadanya seperti apa sih?
Meski begitu, melihat reaksi mereka, Meguri-senpai memang punya kharisma pada dirinya. Sebaliknya, Sagami tidak punya kharisma sama sekali. Well, mari kita singkirkan dulu topik itu.
"Karena itulah aku tadi mengatakan, kalau kupikir Sagami ini sudah cukup bagus dalam melakukan pekerjaannya. Karena kalian sudah bekerja dengan keras hingga titik ini, kenapa kalian tidak selesaikan saja pekerjaan ini?"
Entah mengapa Meguri-senpai mengatakannya dengan malu-malu, dan senyumnya benar-benar menggugah pendengarnya. Sikapnya, ditambah dengan sifatnya yang manis, belum lagi bagaimana mudahnya dia bisa akrab dengan orang, dia memang memiliki kharisma.
Meski semua orang tahu dan sadar kalau di kepanitiaan sendiri tidak ada yang mengharap Sagami sebagai salah satu pimpinannya, Meguri-senpai sendiri memberikan pengakuan kepada Sagami mengenai perkembangannya selama ini. Karena itulah, dia memutuskan untuk membiarkan Sagami melanjutkan itu di festival ini. Karena itulah, dia sangat dikagumi oleh seluruh Pengurus OSIS, dan itulah alasan mengapa dia sampai saat ini, adalah Ketua OSIS SMA ini.
Wajah Sagami terlihat kebingungan. Mungkin karena ini adalah pertamakalinya seseorang mengatakan itu kepadanya semenjak Festival Budaya. Sebagai dorongan terakhir, Meguri-senpai memberikan satu pertanyaan.
"Jadi bagaimana?"
Sagami lalu menganggukkan kepalanya.
Yuigahama dan pengurus OSIS lainnya terlihat mengembuskan napasnya ketika melihat ini. Meski Yukinoshita tidak tersenyum, ekspresinya terlihat lebih lembut dari biasanya.
Meski begitu, kupikir ini bukanlah sesuatu yang bisa kita rayakan.
Kerena pilihannya itu, Sagami mungkin akan lebih agresif lagi jika mendapati situasi yang lebih sulit dari ini. Dia mungkin akan ingat dengan baik kalau tidak akan ada pekerjaan yang bisa selesai tanpa mengharapkan adanya satupun luka.
Kebaikan hati adalah racun. Momen dimana dia terlihat disembuhkan, dia juga menaruh dirinya dalam posisi yang sangat sulit. Agar tidak terluka lebih jauh, melarikan diri adalah pilihan yang benar. Tapi dengan keputusannya kali ini, itu berarti dia sudah siap untuk menerima lebih banyak lagi beban dan penolakan. Meski festivalnya sendiri bisa berjalan dengan lancar, tapi kebencian orang kepadanya tidak akan hilang.
Kita semua tahu. Saling mengejak satu sama lain antar sesama teman tidak akan berpengaruh apapun. Meski temanmu itu memasang topeng dengan tampilan wajah baik untuk menyembunyikan ekspresi kedengkiannya, sebenarnya rasa dengkinya itu tidak akan hilang begitu saja. Jika sudah terdesak, maka topengnya itu akan mulai retak, dan kedengkian hati yang sekian lama disembunyikan itu akan terungkap.
Karena itulah, determinasi yang ditunjukkan oleh Sagami sudah tidak ada artinya lagi.
Tapi, jika ada orang yang benar-benar sadar akan seperti ini, tapi masih ingin untuk berdiri di tempat terdepan, maka orang itu ingin membuktikan sesuatu.
Bangkit melawan kesemena-menaan, memberontak melawan opini mayoritas.
Aku tidak mau menghalangi mereka yang memilih untuk menjalani hidup sebagai penyendiri. Karena itulah, aku tidak mau menolak situasi yang ada di depanku ini. Sebuah situasi yang terjadi karena kebaikan seseorang yang sudah disalahgunakan. Sebuah situasi yang juga terasa sangat mengganggu.
"Kalau begitu, apa yang harus kita lakukan selanjutnya?"
Karena itulah, aku putuskan untuk menyimpan kesimpulanku ini dalam diriku sendiri, dan terus menggiring topiknya untuk dibahas lebih lanjut.
Biar kujelaskan sejak awal, aku tidak punya satupun hak untuk mencegahnya mengambil sebuah keputusan. Pekerjaanku bukanlah penasehat pribadinya. Sagami sendiri mungkin juga tidak mau meminta pendapatku. Sagami sudah memutuskan kalau dirinya akan terus mengemban jabatan Ketua Panitia hingga selesai. Lalu, yang harus dia lakukan selanjutnya adalah bagaimana agar dia bisa terus mengawal rencana kepanitiaan, dan bisa mewujudkannya dengan sebuah perencanaan yang lebih konkrit.
Merespon pertanyaanku, Yukinoshita menjawabnya.
"Karena kita tidak bisa membuat pihak kita terlihat menyerah, maka yang bisa kita lakukan adalah membuat pihak sebelah untuk menyerah."
Gadis ini ternyata pintar sekali dalam mencari solusinya...Ini mungkin adalah sebuah rencana yang sangat bagus untuk mendukung tekad Sagami barusan. Karena kita barusan memutuskan untuk melawan mereka, dimana kedua belah pihak tidak menunjukkan tanda-tanda akan ada yang menyerah dalam waktu dekat, maka satu-satunya cara yang tersisa adalah menghancurkan mereka.
Aku setuju dengannya.
"Tapi..."
Kata-kata Yukinoshita hanya membuat ekspresi Sagami bertambah kecut saja. Tapi, seperti dia yang tadi, dia tidak melanjutkan kata-katanya. Malah, Meguri-senpai yang melanjutkan kata-katanya.
"Jadi, bagaimana kita bisa mengalahkan mereka?"
Inilah masalahnya. Baik Yukinoshita dan diriku tidak punya rencana detail bagaimana kita bisa melakukan itu. Setelah kami diam untuk sejenak seperti hendak memikirkan dahulu solusinya, Yuigahama menaikkan tangannya. Meguri-senpai menganggukkan kepalanya, memberinya lampu hijau untuk berbicara.
"Ba-Bagaimana kalau kita be-berusaha untuk membujuk mereka?"
Yuigahama tampak ragu ketika mengatakannya. Well, membujuk pihak lain merupakan sebuah taktik dasar dalam pertempuran. Tapi, sayangnya situasi ini bukanlah situasi yang tepat untuk menerapkan taktik tersebut.
"Karena kita memakai taktik membujuk itulah, kita akhirnya berakhir dalam situasi yang semacam ini..."
Sejak awal, kita selalu menggunakan kata-kata untuk membujuk mereka. Dari menyusun ulang jadwal pekerjaan untuk sekedar memuaskan mereka. Hasilnya, kita mendapatkan situasi yang menyedihkan ini gara-gara kompromi yang kita buat. Meguri-senpai, yang menyaksikan ini sejak awal, setuju denganku, dan mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Ya. Setidaknya kita tahu, kalau mereka di dalam hatinya masih memiliki motivasi untuk melaksanakan Festival Olahraga. Jika kita terlalu banyak mengatakan sesuatunya kepada mereka, kita akan mendapatkan sebuah masalah lain jika mereka sudah malas untuk melakukan ini."
Setelah mendengarkan penjelasan dari Meguri-senpai, Yuigahama tampak percaya begitu saja. Lalu, dia mulai menyilangkan lengannya lagi. Tapi, aku sendiri tidak cukup paham.
Yang kumaksud itu adalah kata 'motivasi'. Bagaimana dia bisa menyimpulkan kalau semua orang masih memiliki motivasi?
Aku bukannya berniat untuk membantu Sagami, bukan pula aku hendak mendukung Haruka dan Yukko. Karena kedua pihak disini sama-sama salah. Aku tidak perlu membetulkan kesalahan mereka.
"...Mungkin kita harusnya memberhentikan seluruh sukarelawan. Kemudian, kita mulai lagi merekrut orang-orang dari awal."
Aku mengatakan barusan dengan setengah becanda.
Dengan kata lain, aku juga setengah serius ketika mengatakannya.
Hubungan kedua pihak sudah mencapai level asam yang parah, jadi apapun yang kita lakukan kepada mereka, tidaklah penting lagi. Karena kita sendiri juga tidak memiliki rencana untuk menyerah, maka rencana yang tersisa adalah membuat pihak yang lain menyerah. Ini adalah logika yang cukup sederhana. Daripada menciptakan lagi benih-benih masalah dengan mereka, kenapa kita tidak mulai lagi menulis lembaran baru dari awal?
"...Hmm. Kupikir kita sudah tidak punya waktu lagi untuk melakukannya."
Meguri-senpai mengatakan itu sambil mengerutkan dahinya. Ketika kulihat kalender di dinding, harusnya kita punya waktu yang cukup. Tapi kalau melihat fakta kita tidak bekerja di hari Sabtu dan Minggu, maka kita tidak punya cukup waktu untuk membuka lembaran baru.
Akupun, juga sadar kalau ideku itu tidak semudah itu akan berjalan. Tapi, tetap berjalan dengan situasi saat ini dan dengan orang-orang yang sudah ada, kupikir kita tidak akan bisa menyelesaikannya.
Tiba-tiba, Yukinoshita berbicara.
"...Solusi rapat terakhir kita, membutuhkan perekrutan orang baru. Meski aku mengatakan begitu, kurasa tidak akan mungkin membuat semua orang berhenti begitu saja dari kepanitiaan. Juga jika mereka tetap di kepanitiaan hingga festival berakhir dan mereka hanya sebatas support saja, itupun tidak ada gunanya."
"Jadi kesimpulan dari kata-katamu, akan lebih baik jika kita mulai merekrut orang-orang baru untuk saat ini, begitu?"
Mendengar itu, Yukinoshita menganggukkan kepalanya. Dia lalu menaruh tangannya di dagu dan mulai menyimpulkan sesuatu.
"Ya. Kita harus memikirkan bagaimana kita bisa mengembalikan perkembangan persiapan festival ke progress yang seharusnya, karena orang-orang di kepanitiaan saat ini hanya membuat progressnya melambat dengan segala alasan dan hambatan yang terjadi."
Begitulah, meski kita membutuhkan tambahan rekrutan baru, tapi masalahnya tetap ada, bagaimana kita bisa memberdayakan para panitia yang sudah ada?
Setelah mendengarkan pendapat kami, Yuigahama menaikkan jarinya.
"Jadi dengan kata lain, kita harus memikirkan sesuatu untuk bisa membuat mereka bekerjasama dengan kita."
"Tapi, kupikir mereka tidak akan mau bekerjasama lagi dengan kita..."
Sagami menjawab, ekspresi wajahnya menunjukkan kesan menyesali akan sesuatu.
"Itu karena mereka paham kalau kelemahan terbesar kita adalah kekurangan tenaga manusia."
Yukinoshita mengatakan itu sambil menaruh jarinya di kening.
Kelemahan, huh?
Kuakui, itu ada benarnya. Karena kita tidak punya waktu untuk mengganti kepanitiaan seluruhnya, maka kita harus bekerjasama dengan mereka. Kalau mereka tidak mendukung kita, mustahil kita bisa menyelesaikan ini.
Sederhananya, kesuksesan Festival Olahraga tergantung kepada mereka, dan karena itulah, mereka bisa bertambah kuat.
Karena mereka tahu kalau kami tidak bisa menyelesaikannya tanpa bantuan mereka, karena itulah mereka bisa memperlakukan kita seenak mereka, seperti merasa tidak melakukan kesalahan apapun kepada kita. Perlu ditambahkan pula, kalau yang memiliki pemikiran semacam itu, tidaklah satu atau dua orang. Mereka berdua sudah mengumpulkan orang-orang yang sepaham dengan mereka, dan mempengaruhi semua orang untuk memiliki pemahaman yang sama.
Jika ada orang yang sangat mengandalkan jumlah untuk menunjukkan dominasinya atas orang lain, maka secara otomatis orang itu akan menjadi musuhku.
Kalau kami tidak menuruti mereka, maka mereka tidak akan mau membantu kita. Itu sekedar menunjukkan betapa angkuhnya mereka.
Sebenarnya, kenapa mereka bisa menjadi seperti itu? Aku sering memakai waktu luangku untuk membantu orang lain juga. Apa yang membuat mereka merasa berhak untuk mengatakan apapun yang mereka pikirkan dan melakukan apapun yang mereka mau? Apa mereka meremehkan kami? Jangan sekali-kali meremehkan pegawai kantoran!
Aku sangat benci ketika kebenaran tidak berbalik ke arah kami lagi, dan juga ketika kebenaran tidak dimunculkan dalam situasi ini. Aku membenci diriku yang sedari dulu mencoba mencari-cari alasan untuk bisa memahami maksud aksi mereka.
Mereka sudah menyandera Festival Olahraga, dan dari aksi mereka itu, mereka berusaha memberitahu kami jika kami tidak mendengarkan permintaan mereka, maka mereka tidak akan mau membantu kami dalam persiapan Festival Olahraga. Meski itu awalnya bukan niat mereka untuk melakukan itu, tapi kenyataannya situasi ini berakhir menjadi seperti itu.
Kalau memang begitu permainan mereka, maka hanya ada satu solusi.
"Mari kita gunakan taktik yang sama dengan apa yang mereka pakai..."
"Apa maksudmu?"
Yukinoshita memiringkan kepalanya sambil melihat ke arahku.
"Akar masalahnya, yaitu mereka berperang melawan kita untuk menunjukkan siapa yang sebenarnya berkuasa di kepanitiaan festival. Pihak lain hendak SABOTAGE kita dengan mengganggu persiapan kita. Mereka ingin menjadikan pekerjaan persiapan Festival Olahraga sebagai sandera."
"...Potage?"
Kenapa dia mengulang-ulang kata-kataku lagi? Ekspresi wajahnya seperti memikirkan serius sesuatunya. Dia tampak tidak memahami apa yang baru saja kukatakan...Ini tidak ada hubungannya dengan jagung atau kentang, bahkan Saudade. Meski cara mengucapkannya mirip, mereka sebenarnya memiliki arti yang berbeda.
Ketika Yuigahama mulai diam dan berpikir, alis Yukinoshita tampak menyatu, dan dia melihatku dengan dingin.
Apaan? Kau ingin aku langsung menjelaskannya?
"Jadi. Dengan kata lain, apa rencanamu?"
Mendengarkan pertanyaannya, sebuah frase muncul di kepalaku.
"KEHANCURAN BERSAMA".
Mendengarkan frase semacam ini, Yukinoshita harusnya bisa menebak apa maksudku. Dia lalu menatapku, kedua matanya terbuka lebar, dan mengembuskan napas yang cukup panjang.
"Mengejutkan sekali...Berpikir kalau kau akan mengusulkan ide yang semacam itu. Apakah aku harus menyebutnya semacam tindakan licik agar semua merasakan hal yang sama, ataukah kau tidak mau basa-basi lagi dan langsung bermain kotor...?"
"Apa kau ini sedang memujiku?"
Aku tidak bisa menahan diriku untuk menanyakan itu kepadanya. Mendengarkan pertanyaanku, Yukinoshita agak sedikit terkejut dan mengedipkan matanya beberapa kali.
"Ara, memangnya kau tidak tahu?"
"Tidak, aku tidak tahu..."
Mendengarkan jawabanku, wajah Yukinoshita berubah, dan dia tampak sangat gembira.
"Mungkin tidak. Itu bukanlah pujian."
Memang. Kalau dipikir-pikir, dia juga tidak pernah memuji orang lain. Kebiasaan orang adalah hal yang mengerikan. Tapi, skill berbicara yang dimulai dari sebuah pujian dimana sebenarnya itu adalah sarkasme, memang butuh waktu yang lama untuk dikuasai. Dia harusnya menghabiskan waktunya di hal-hal yang lain...Aku tidak mengatakan ini kepadanya, lebih tepatnya aku seperti mengutuk diriku sendiri. Lalu Yukinoshita tertawa, sebuah tawa yang lembut dimana aku sendiri tidak akan pernah menyadarinya jika aku tidak memperhatikannya dengan baik.
"Tapi, itu sebenarnya bukan ide yang buruk."
Yukinoshita tersenyum sambil menebarkan aura penuh kemenangan dari dirinya. Memang, bermain menyerang adalah gaya dari Yukinoshita daripada memakai gaya bertahan.
"Jika kita akan melakukan itu, maka kita harus mempersiapkan sesuatunya..."
Setelah menggumamkan beberapa kata, dia lalu menaruh tangannya di depan mulutnya, seperti berkonsentrasi penuh. Dia mulai memasang senyum yang mendekati senyum licik, melihat dia yang seperti ini, gadis ini benar-benar menakutkan...
Dia yang terlihat senang sambil memikirkan strategi, itu saja sudah menakutkanku. Bahkan yang lebih menakutkan lagi, dia benar-benar tahu apa yang ingin kulakukan hanya dari mendengar satu frase tadi. Jujur saja, yang lainnya tampak tidak paham sama sekali, dan mulai merasakan kalau mereka seperti tidak lagi menjadi bagian dari obrolan disini.
"Hikigaya-kun, bisakah kau jelaskan idemu?"
Mendengarkan pertanyaan Meguri-senpai, akupun menoleh ke arahnya.
"Yang akan kita lakukan adalah menyandera Festival Olahraga mereka juga."
"Huh?"
Sagami melihatku dengan ekspresi heran bercampur terkejut. Gadis ini benar-benar menjengkelkanku...Caranya berbicara, caranya berbicara.
Tapi, ini bukan waktu yang tepat untuk bersikap seperti bocah SD. Aku tidak bisa merahasiakan rencanaku dari Meguri-senpai dan memberitahu Sagami, "Rahasia donk~" karena jika kulakukan itu, dia akan marah, dan itu bisa melukainya...Jika kau tidak menginginkanku untuk mendengarkanmu, maka kau harusnya tidak menggerutu sendiri dengan tujuan tertentu di depanku. Ya ampun, sikap para siswa SD itu memang kejam sekali.
Aku tidak lagi menjadi siswa SD. Saat ini, aku adalah siswa SMA. Karena itulah, seperti siswa SMA kebanyakan, kujelaskan secara kasar, dan secara tidak langsung. Jujur saja, aku malah tidak merasa kalau aku sedang menjelaskan kepada Sagami secara blak-blakan.
"Agar mereka juga merasakan kehilangan, maka kita tinggal hancurkan Festival Olahraga yang mereka harapkan dan inginkan. Kalau mereka tidak ada masalah dengan itu, maka silakan saja mereka tetap begitu dan melakukan apa yang mereka inginkan."
Meski begitu, apakah penjelasanku masih susah dipahami? Tampaknya mereka belum paham-paham juga. Tidak hanya Sagami, tapi Meguri-senpai juga tampak tertegun. Kebetulan, Yuigahama tampak sama bingungnya dengan mereka.
Meguri-senpai dan Sagami saling melihat satu sama lain, seperti hendak mengkonfirmasi apakah mereka paham apa yang sedang kubicarakan.
Meguri-senpai tampak masih kebingungan dan Sagami sendiri tampak berusaha menjaga imagenya, sungkan untuk meminta diriku dalam menjelaskan lebih jauh.
Dalam situasi seperti ini, hanya ada satu orang dimana mereka berdua bisa mengandalkannya.
"Ja-Jadi, apa maksudmu?"
Yuigahama menarik-narik bajuku. Ah, jangan memasang wajah malu-malu ketika menarik-narik bajuku...Aku akan mendapatkan masalah karena itu. Karena itulah, kucoba menggoyang-goyangkan tubuhku, dan melepaskan pakaianku dari tangannya.
"Jika yang mereka lakukan adalah berusaha menunjukkan siapa yang paling berkuasa disini, maka kita akan melakukan hal yang sama. Jika mereka hendak memenangkan perang ini dengan menggunakan keunggulan jumlah, maka kita akan melakukan hal yang sama."
Mungkin sederhananya seperti ini...
"Mata untuk mata. Kurasa begitu."
Dengan keluarnya kalimat final tersebut, Yuigahama menepuk kedua tangannya untuk sekedar memberitahu kalau dia sudah mengerti.
"A-Aku mengerti...Aku paham! Ini semacam..."
Karena dia mengatakan dua kata terakhir seperti sebuah ucapan yang spontan, suaranya mulai terasa melemah hingga dia tidak bisa melanjutkannya lagi.
Well, kata-kata memang hal yang sulit untuk dilakukan, begitu juga tindakan nyata. Akupun mengobrol sebentar dengan Yukinoshita, yang tampaknya sudah selesai memikirannya dan menentukan apa langkah selanjutnya.
Setelah kami mendiskusikan apa yang akan kita lakukan selanjutnya, aku menjelaskan rencana-rencana selanjutnya dan apa saja yang akan dieksekusi, juga bagaimana membalikkan keadaan jika mereka berusaha melawan. Meski, persiapan ini bukanlah skala persiapan untuk menggelar konser akbar, tapi kami tetap melakukan beberapa persiapan.
Setelah kuselesaikan penjelasanku, Meguri-senpai mengembuskan napasnya dan menatapku.
"...Ah, ada apa?"
Merasa ditatap olehnya seperti itu, secara spontan aku bertanya kepadanya. Meguri-senpai lalu menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Tidak ada apa-apa...Hikigaya-kun, kau benar-benar yang terburuk."
Kemudian, senyuman yang terlihat licik mulai terlihat di wajahnya.
x Chapter X Part 1 | END x
Taktik agar semua orang merasakan hal yang sama dan tindakan licik tanpa adanya basa-basi, perkataan Yukino dalam chapter ini.
Itu adalah sebuah pujian dari Yukino. Namun, dalam bentuk sarkasme.
Menceritakan kejadian serupa, di vol 6 chapter 6, rapat slogan. Disana, Hachiman berkata jujur kalau dia ingin juga bermalas-malasan seperti panitia yang lain. Lalu, Hachiman menyindir slogan Sagami yang tidak sesuai dengan kenyataan lapangan. Setelahnya, Yukino percaya kalau Hachiman tidak marah kepadanya soal kecelakaan setahun lalu. Juga, Hachiman berhasil meyakinkan Yukino kalau menjadi diri sendiri adalah hal yang terbaik.
Sampai volume ini, Yukino baru sekali memuji Hachiman dengan jelas, yaitu di vol 4 chapter 7. Yukino memuji Hachiman karena dia berhasil menyelamatkan korban bully, Tsurumi Rumi.
...
Bagi yang kurang menangkap taktik mereka. Mungkin akan lebih jelas jika kita tarik garis besarnya.
Selama ini panitia hanya pasif dan berusaha negosiasi atas semuanya. Kali ini, pimpinannya akan meladeni debat mereka.
Misalnya mengatakan kalau Kibasen berpotensi memberikan cedera, maka diputuskan yang takut cedera, silakan tidak usah hadir Festival Olahraga.
Ketua Klub meminta para sukarelawan untuk mensukseskan festival, seperti apa yang mereka lakukan sedari dulu stiap tahun. Juga, Totsuka dan Hayama mengikuti perkembangannya, itu artinya banyak Ketua Klub juga mengharap sukarelawan mereka tidak aneh-aneh.
...
Opsi Sagami mengundurkan diri dan Yukino yang bekerja menggantikan posisinya karena dia adalah Wakil Ketua, itu adalah kata-kata Yukino sendiri di vol 6.5 chapter 2 dimana Yukino memberikan jaminan kalau Sagami capable dalam jabatan Ketua Panitia. Itu artinya, jika Sagami kabur atau mengundurkan diri, Yukino yang akan menggantikannya.
Sebenarnya, ini juga terjadi di vol 6 dimana Sagami akhirnya memutuskan menyerahkan semua pekerjaannya sebagai Ketua ke Yukino. Bedanya, waktu festival budaya, Sagami kabur dari tanggung jawab. Disini, Sagami mengundurkan diri baik-baik.
...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar