Selasa, 17 Maret 2020

[ TRANSLATE ] Oregairu Vol.14 Chapter 5 : Hiratsuka Shizuka Yang Keren, Selalu Berada Di Depanku -1


Malam perpisahan berjalan sesuai rencana. Setelah kami selesai membereskan gymnasium, ternyata malam sudah cukup larut. Kamipun meninggalkan gymnasium dan menuju ruang konferensi di Gedung Utama. Semua orang yang terlibat dalam pengadaan event berkumpul disana.

Sebenarnya, yang berkumpul disini tidak bisa kukatakan banyak. Yang berada disini yaitu : Panitia Utama yang terdiri dari Pengurus OSIS dan Yukinoshita, para sukarelawan pembantu yang dikirim oleh berbagai klub, Yuigahama, Hiratsuka-sensei, perwakilan dari perhimpunan orangtua siswa, dan diriku.

Sebagai penghormatan atas kerja keras selama ini, para pengisi acara, staff, dan yang lainnya tampak memberikan selamat satu sama lain.

Semua orang tampak berkumpul di sebuah meja panjang yang terdapat makanan dan minuman. Isshiki berdiri di depan meja dan menatap ke seluruh penjuru ruangan, seperti memastikan kalau semuanya sudah memegang gelas kertas masing-masing. Lalu, dia menyenggol Yukinoshita dengan sikunya.

“Yukino-senpai, bisakah Senpai memimpin toast-nya?”

“A-Aku?” Yukinoshita mengatakan itu dengan rasa terkejut.

Isshiki mengangguk seperti memberikan ijin secara tidak langsung untuk memimpin toast. Selama beberapa saat, keduanya hanya diam menatap satu sama lain, tapi tidak lama setelahnya, Yukinoshita mengembuskan napasnya.

“Ya sudah...”

“AKU INGIN MENGATAKAN BEBERAPA HAL...”

Kedua alisnya tampak mengerucut, dan bibirnya seperti hendak mengatakan sesuatu. Seperti mendapatkan momen, dia maju selangkah sambil memegang gelasnya. Kemudian, dengan tersenyum dia menatap ke arah orang-orang di ruangan ini.

“KESUKSESAN PERGELARAN MALAM PERPISAHAN INI KARENA DUKUNGAN KALIAN SEMUA DISINI. UNTUK PARA PENGISI ACARA, KUUCAPKAN BANYAK TERIMAKASIH ATAS KERJASAMANYA. JUGA, TERIMAKASIH YANG SEDALAM-DALAMNYA KEPADA PARA PANITIA DAN SUKARELAWAN. SELANJUTNYA, MALAM PERPISAHAN INI AKAN MENJADI SEBUAH TRADISI TAHUNAN DARI SMA SOBU, DAN AKU BERHARAP, TAHUN DEPAN DATANG SEBAGAI UNDANGAN DAN DISAMBUT KEMERIAHAN MALAM PERPISAHAN YANG SEPERTI INI LAGI...MARI BERSULANG!”

Kata-kata toastnya yang panjang itu mengindikasikan kalau dirinya sedang bersemangat, mungkin juga ditunjang dengan kelegaan karena acara ini sudah selesai. Setelahnya, orang-orang menyambut toastnya. Aku sendiri mengangkat gelasku lumayan tinggi, dan Yuigahama yang ada di sebelahku juga mengangkat gelasnya.

“Terimakasih atas kerja kerasnya hari ini!”

“Yeah, kau juga,” kataku, dan kami melakukan toast.

Setelah itu, pembicaraan tidak brelanjut lagi...

Merasa malu karena dansa liar yang kami lakukan tadi, membuatku tidak mampu untuk menatap matanya. Akupun mulai melirik apakah dia juga merasakan hal yang sama, tapi ternyata dia hanya meneguk minumannya sambil bermain HP. Seperti menyadari sesuatu, dia lalu menepuk bahuku.

“Oh, ngomong-ngomong, Orimoto-san mengirimiku pesan lewat LINE. Dia ingin tahu apa rencanamu.”

“Huh...? Oh.”

Awalnya aku tidak paham apa yang ditanyakan olehnya, tapi tidak lama kemudian, aku ingat sesuatu. Aku juga menyeret SMA Kaihin dalam rencana palsuku, agar terkesan realistis. Aku pernah bertemu dengan mereka untuk membicarakan rencanaku dan begitu juga keuntungan apa yang bisa mereka dapatkan, tapi pada akhirnya aku tunda karena kesibukan acara ini.

Kampret, aku lupa soal mereka...

karena Malam Perpisahan sudah terealisasi tanpa adanya masalah, jadi yang kuperlukan sekarang adalah membereskan rencana palsuku. Ngomong-ngomong, sebagai perencana proyek, aku harus meminta maaf sambil bersujud kepada mereka, entah apakah itu cukup, atau harus sambil mencium kaki mereka.

“Aku akan menghubunginya. Bisakah kau berikan emailnya, nomor HP, atau entah apa itu yang bisa menghubungkanku dengannya?”

“Mm, siap!” katanya, dan langsung menghubungi Orimoto.

Sebuah melody terdengar pertanda pesan diterima.

“Oke, kukirim kepadamu.”

“Terimakasih...”

Kuperiksa HP-ku dan melihat mail dari Yuigahama. Akupun mulai membayangkan bagaimana aku harus meminta maaf, tanpa menyadari kalau pembicaraanku dengan Yuigahama sudah terhenti. Fakta kalau kita berdua sedang fokus dengan HP masing-masing adalah sebuah miniatur mini bagaimana kehidupan orang modern di Jepang. Tapi, kesunyian yang terjadi memang mulai menggangguku. Sedang diriku sendiri tidak bisa menemukan topik yang bisa dibicarakan.

Kemudian akupun mulai menggerutu.

Isshiki tiba-tiba berjalan menuju ke tengah dan meminta perhatian orang-orang di sekitarnya.

“Semuanya, kita ada beberapa snack yang sengaja dipersiapkan untuk kalian, meskipun mohon maaf, kalau snack tersebut hanya sisa-sisa katering malam ini. Kita harus membuang makanan ini kalau ada yang tersisa. Jadi, silakan ambil tanpa ragu!”

Dia mengumumkannya dengan gaya yang penuh percaya diri, sedang orang-orang yang mendengarkannya mulai kehilangan selera makan.

“Tidak ada yang merasa lapar kalau pengumumannya seperti itu...”

“Ahaha...Kupikir aku akan mengambil sesuatu disana.”

Yuigahama tersenyum kecut dan berjalan menuju meja panjang. Kusandarkan tubuhku ke tembok sambil melihatnya pergi.

Kurasa begini, ketika pembicaraan sudah buntu, makanan dan teh akan membantu untuk mengisi mulut yang sedang kesepian. Karena itulah, kau bisa punya alasan, seperti “Mulutku sedang penuh sekarang! Maaf belum bisa bicara!”.

Rokok juga punya efek yang serupa, karena ada data yang menyebutkan kalau 80% perokok akan merokok kalau berada dalam situasi yang sunyi, atau juga ketika tidak punya satupun hal untuk dibicarakan (data berasal dari penelitianku sendiri).

Ini juga alasan mengapa aku mulai mencium bau nikotin yang mulai mendekatiku.

“Kerja bagus hari ini. Menontonmu hari ini ternyata cukup menghiburku.”

Hiratsuka-sensei berjalan ke arahku dan sepertinya dia baru saja merokok entah dimana.

“Sensei menonton saja? Harusnya Sensei ikut bergabung juga. Sangat disayangkan kalau melewatkan Malam Perpisahan begitu saja.”

Acara ini memang ditujukan untuk mereka yang meninggalkan sekolah ini. Aku merasa kalau Sensei, dan juga para siswa disini, berhak untuk berpartisipasi.

Dia menaikkan bahunya.

“Panggungku itu di Upacara Perpisahan. Aku akan jadi bintang utamanya.”

Ketika dia mengatakan itu sambil berpose, membuatku sedikit tersenyum.

Upacara Perpisahannya sendiri dijadwalkan digelar awal April dan memang benar kalau sekolah akan membuatkan panggung dan diisi oleh para wali kelas. Karena itu termasuk event tahunan sekolah, kita tidak bisa melakukan hal yang informal seperti saat ini. Sekarang, kami masih sebagai seorang siswa dan wali kelas, dan sebentar lagi kami akan berpisah. Bukannya aku mau bilang kalau cuma tidak menjadi anak didiknya saja tidak akan membuatku merasa kesepian, tapi kurasa tidak ada gunanya membahas itu. Akupun hanya tersenyum kecut dibuatnya.

“Aku ragu kalau Sensei bisa berdansa di event itu.”

“Memang benar, dan itu sangat disayangkan. Akan sangat menyenangkan bila bisa berdansa denganmu juga.” Katanya sambil tersenyum.

Entah kenapa ada yang janggal dengan kata-katanya tadi.

...berdansa denganmu juga.

Setelah aku paham kata-kata itu, tanganku yang sedang memegang gelas ini terasa bergetar hebat.

“Sensei melihat kami...?”

Akupun mencoba menahan rasa kecewaku dan terus menatapnya serius. Dia malah membalasku dengan sebuah senyuman, dan itu sekaligus menyadarkanku tentang maksud menyenangkan tadi, yaitu dia sedang menikmati pemandangan itu. Ya ampun, serasa ingin mati saja.

Sambil berusaha menahan malu, aku juga mulai mendengar suara-suara di sekitar kami. Kulihat Yukinoshita dan Yuigahama sedang berjalan ke arah kami. Sedang Isshiki tampak mengikuti mereka berdua dari belakang.

“Kerja bagus hari ini,” kata Yukinoshita, sambil sedikit mengangkat gelasnya.

Akupun mengangguk, dan mengangkat gelasku.

“Yeah...Syukurlah semuanya berjalan dengan baik.”

“Terima kasih...”

Kami sebenarnya hanya berbasa-basi saja, dan tanpa menyentuhkan gelas kami masing-masing. Permukaan minumanku di gelas tampaknya masih datar-datar saja karena tidak terjadi toast. Sebuah situasi yang damai terus berlanjut ketika Isshiki dan Yuigahama mengucapkan rasa syukurnya sambil tersenyum.

Karena seluruh panitia acara berkumpul di ruangan ini, wajar bila ada orang yang sengaja menyapa para panitia pada akhirnya akan bertemu dengan kami. Dan salah satunya, tentunya, Nyonya Yukinoshita.

“Event tadi sungguh luar biasa.”

Ketika beliau datang dengan Haruno-san, Yukinoshita menaruh gelasnya di meja, berdiri tegak, dan menundukkan kepalanya.

“Terimakasih atas kerjasama Anda. Karena arahan dan bimbingannya, akhirnya kami semua bisa mengadakan event ini tanpa adanya masalah berarti.”

“Tidak masalah. Saya juga berterimakasih karena sudah mau mendengarkan permintaan saya yang mendadak.” Ibunya membalasnya dengan sapaan formal, dan juga menundukkan kepalanya.

Setelah menaikkan kepalanya kembali, mereka saling menatap satu sama lain dengan tersenyum.

“Kau berhasil mengatur seluruh eventnya berjalan dengan baik. Aku cukup terkesan.”

Nyonya Yukinoshita menaruh kipas di depan mulutnya sambil tersenyum. Pujiannya itu membuat wajah Yukinoshita sedikit memerah, tapi setelah menyadari itu, dia pura-pura batuk.

Memang cukup memalukan mengobrol dengan Ibumu dan ditonton orang banyak...

Ketika semua orang tersenyum dan menonton interaksi antara Ibu dan Putrinya itu, ada sebuah suara tawa terdengar.

“Aku juga merasa kalau menonton event ini sangat menyenangkan. Yep, ini event yang bagus.”

Semuanya hanyalah pujian.

Masalahnya, ini berasal dari Yukinoshita Haruno, dan tidak bisa dianggap sebagai nilai plus. Kuamati dirinya dengan perasaan waspada, aku sendiri merasa kurang nyaman dengan gesturnya itu, dia sedang tertawa menikmati momen ini. Dia bergabung dengan keluarganya dengan sikap yang mirip dengan Kucing Cashire.

“Memang, yang seperti ini adalah minat dari Yukino-chan. Bukankah cita-citamu juga ingin seperti ini, benar tidak?”

“Hal-hal seperti ini adalah minatnya...?” Nyonya Yukinoshita memiringkan kepalanya dan menatap ke arah Haruno-san.

Dia hanya tersenyum, lalu menatap ke arah lain. Tidak lama kemudian, dia berkata.

“Coba Ibu tanya saja ke dia.”

Tatapan Nyonya Yukinoshita berpindah ke arah adiknya. Jari-jari Yukinoshita tampak bergetar, sepertinya dia mulai gugup.

“Soal itu...Aku tertarik dengan apa yang dikerjakan Ayah, dan aku berkeinginan untuk bisa terlibat dengan itu di masa depan.”

Nyonya Yukinoshita menaruh tangannya di mulut, dan mendengarkan penjelasannya, terkesan seperti sedang berusaha menelan kata-kata putrinya itu. Seperti kesulitan karena tatapan Ibunya, Yukinoshita hanya bisa melihat ke arah lantai.

“Aku sadar kalau yang kulakukan hari ini tidak akan berpengaruh apa-apa terhadap masa depanku, dan aku juga tidak mendapatkan apapun. Aku tidak ingin membicarakan detailnya saat ini, tapi di lain waktu...” katanya, lalu mengambil tarikan napas yang kecil.

“Tapi untuk saat ini, aku ingin Ibu tahu apa yang sedang kurasakan saat ini.”

Secara perlahan, dia menaikkan kepalanya dan menatap Ibunya. Setelah mendengar semuanya, Nyonya Yukinoshita melipat kipasnya dan menatapnya dengan tajam.

“Itukah keinginanmu...?”

Nadanya sangat dingin, sesuatu yang bisa kurasakan hanya dengan melihatnya saja. Tatapan hangatnya yang tadi langsung menghilang begitu saja, seperti menyadari kalau ada musuh yang mendekat. Semua orang yang ada disini tampak menahan napasnya karena tekanan situasi ini. Aku bisa merasakan kebekuan ini. Ini membuatku memalingkan pandanganku, dan melihat Haruno-san sedang menggosok-gosok kukunya karena kebosanan.

Yukinoshita awalnya berusaha kabur dari tatapan tajam Ibunya, namun akhirnya dia memberanikan diri dan mengangguk. Melihat putrinya yang tampak serius, membuatnya tiba-tiba tersenyum.

“Begitu ya...Aku paham. Kalau memang itu keinginanmu, aku akan mendukungnya. Tapi mari kita jangan terburu-buru dahulu, karena waktunya masih lama.”

Yukinoshita mengangguk dan tersenyum. Kemudian, Ibunya tampak membetulkan posisi berdirinya.

“Sepertinya sudah larut malam, aku pamit pulang dahulu.” beliau lalu menatap Haruno-san, dimana dia membalas balik dengan gestur “baik”.

“Selamat malam semuanya.”

Nyonya Yukinoshita menundukkan kepalanya, dan Hiratsuka-sensei tampak berada di sampingnya.

“Saya akan mengantar anda keluar.”

“Oh tidak usah, disini saja cukup.”

“Tolong, ini memang keinginan saya sendiri. Saya ingin mengantar anda hingga ke gerbang sekolah.”

“Oh tidak usah, saya sangat berterimakasih atas kebaikan anda, tapi para siswa disini lebih membutuhkan kehadiran anda.”

“Terimakasih atas perhatian Nyonya. Setidaknya, perkenankan saya untuk mengantar anda menuju pintu keluar.”

“Oh, maaf, terimakasih banyak. Sekali lagi, terimakasih karena sudah menjaga putri saya hari ini.”

Hiratsuka-sensei sedang berperang basa-basi dengan Nyonya Yukinoshita, sambil berjalan bersama menuju pintu.

“Kita seharusnya juga menyelesaikan kegiatan kita disini. Umm, perhatian kepada seluruh Pengurus OSIS, mari kita selesaikan kegiatan kita dan pastikan semua pintu sudah terkunci.” Isshiki menepuk tangannya, dan para Pengurus OSIS mulai bubar sambil mengucapkan terimakasih kepada semua orang atas kerjasamanya.

Sedangkan bagi kami bertiga, kekhawatiran masih menyelimuti kami.

“Barusan sepertinya agak menakutkan...”

“Serius ini...Nyonya Yukinon memang menakutkan...” kataku.

“Apa yang kau maksud dengan Nyonya Yukinon...?” diapun tertawa. Hal ini membuat suasana tegangnya mereda, dan dia tersenyum kepada Yukinoshita yang ada di sampingnya.

“Ngomong-ngomong, akhirnya semua berjalan dengan baik. Benar tidak, Yukinon?”

“Y-Ya, kau benar...Terimakasih.”

Senyum yang tegang masih terlihat dari Yukinoshita setelah konfrontasi menakutkan dengan Ibunya tadi. Tapi, semakin lama, dia tampak semakin tenang.

“Terimakasih juga kepada Nee-san...” kata Yukinoshita.

Haruno-san tampak keheranan dan memiringkan kepalanya.

“Untuk?”

“Untuk banyak hal, seperti membuka kata-kata untukku.” Yukinoshita tampak malu-malu ketika mengatakannya. Sikapnya yang seperti itulah yang membuat Yuigahama tersenyum.

Aku ingat kalau dulu Haruno-san pernah mengatakan kalau dia akan membantu adiknya untuk mengatakannya ke Ibunya. Memang mengejutkan, kadang dia bersikap seperti layaknya seorang kakak.

Meski begitu, dia hanya terdiam ketika ada yang berterimakasih kepadanya. Dia tampak kurang berkenan dengan itu.

“Oh, itu? Aku sebenarnya tidak serius ketika mengatakan akan membantu mengatakannya dulu.”

Kata-katanya terasa dingin, seakan-akan lupa kalau pernah berjanji. Sikapnya memang berubah drastis. Dia tidak mempedulikan reaksi kami yang terkejut, dia lalu menatap ke samping dan menaruh jari telunjuknya di dagu.

“Hmm, kurasa Ibu sudah cukup yakin? Tapi entah ya kalau pendapat yang lainnya. Benar tidak?”

Kata-katanya memang berlawanan dengan senyumnya yang manis, hanya satu hal yang terbayang dari gestur ini, yaitu jahat.

“Kenapa kau malah tanya kepada kami...?" Yuigahama menatapnya dengan keheranan, dan Yukinoshita tampak secara reflek meremas tangan Yuigahama. Merespon situasi yang memanas ini, akupun juga mulai terpancing.

Tapi, Yukinoshita Haruno tidak terpancing suasananya dan terus memasang senyum yang ceria.

“Setidaknya, aku sendiri tidak yakin.”

“Apa...?”

Itu terucap begitu saja dari mulutku. Aku yakin ekspresi bodohku saat ini sedang terlihat jelas di wajahku. Sedang Haruno-san mulai tertawa.

“Aku tidak bisa menerima itu begitu saja.”

Kata-kata itu berasal dari seseorang, Yukinoshita Haruno. Meski begitu, ada satu orang lagi yang sedang terpukul oleh kata-kata itu. Keraguan yang sudah lama terpendam di dadaku ini, adalah sesuatu yang sengaja kuseret ke pinggir, kusembunyikan, dan kubiarkan membusuk. Dan kini, aku merasa kalau hal itu malah diungkapkan dengan kata-kata. Keraguan itu seakan-akan mencuri semua energiku untuk mengatakan sebuah penolakan.

Aku yang terdiam ini sudah mengatakan sesuatunya, dan Haruno-san menganggap itu sebagai momen lanjutannya.

“Maksudku, jangan salah paham dulu. Jujur saja, aku tidak peduli dengan apa yang akan terjadi dengan keluargaku. Bukannya aku ingin menguasai seluruh bisnis keluarga.”

“Kalau begitu...”

Respon Yukinoshita cukup pendek, dan itu terlihat dari tatapan Haruno-san yang diiringi senyum sinis. Sambil tersenyum, Haruno-san melanjutkan.

“Tapi apa kau tahu? Selama ini aku selalu diperlakukan agar sesuai dengan ekspektasi, jadi kau tidak bisa  berharap kalau aku akan baik-baik saja dengan itu. Tidak ada yang bisa kulakukan dan aku menyerah pada realita itu, sehingga aku harus berkompromi. Lalu ini terjadi...? Apakah aku akan langsung yakin hanya dengan begini saja?”

Yukinoshita hanya terdiam, ekspresinya seperti sedang dihinggapi awan hitam. Dia hanya bisa membalasnya dengan nada yang pelan.

“Kenapa kau baru mengatakan itu sekarang...?”

“Akulah yang harusnya mengatakan itu...Kenapa kau baru mengatakan keinginanmu saat ini, setelah apa yang terjadi selama ini?”

Kata-katanya yang mengejutkan itu, dikatakan dengan nada yang lembut, namun penuh dengan emosi. Ekspresi dari Yukinoshita Haruno, baru kali ini terlihat seutuhnya. Melihat ekspresi itu, Yukinoshita hanya terdiam.

Haruno-san lalu menatapnya dengan tajam untuk menunjukkan ketidaksenangannya.

“Kau pikir aku bisa menerima keputusanmu yang bisa menghapus semua yang sudah kujalani ini selama 20 tahun? Kau harus bisa menunjukkan kalau kau lebih layak dariku jika kau ingin diriku menyerahkan semuanya kepadamu.”

Kata-katanya memang terucap dengan tanpa masalah, tapi ada sedikit emosi di kata-kata itu. Kontras dengan bibirnya, kedua matanya terbuka lebar, seakan merampas peluang kami untuk menyela. Dia lalu tersenyum dan menambahkan.

“Ngomong-ngomong...Aku akan menyapa Shizuka-chan dahulu sebelum pulang. Sampai jumpa semuanya.” katanya, dan melangkah keluar.

Sebelum menutup pintu, dia melambaikan tangannya ke arahku dan pergi.

Sebelum suara langkahnya benar-benar tidak terdengar lagi, kami semua terdiam, bahkan kami sendiri merasa kesulitan hanya untuk sekedar melihat wajah masing-masing. Sedangkan aku sendiri hanya terpaku menatap ke arah lantai. Dengan hanya ada kami bertiga disini, ruangan ini terasa lebih besar dan lebih dingin dari sebelumnya.

Suasana yang kurang nyaman mulai tercipta, dan Yukinoshita berbicara.

“Um, maafkan aku...Atas hal-hal aneh yang dikatakan kakakku.”

“Aku sudah terbiasa mendengar itu darinya. Kurasa tidak ada yang baru.”

“Oh, benar juga.” Yuigahama tersenyum, dan memicu Yukinoshita untuk tersenyum.

“Begitu ya. Syukurlah kalau begitu.”

Suasana ini tampaknya mulai mencair, meski aku masih bisa melihat awan hitam di atas kepala Yukinoshita.
“Kupikir dia agak serius hari ini. Maksudku, seperti mengatakan dia telah menjalani 20 tahun yang sangat berat dalam hidupnya.” tambah Yukinoshita.

Kurasa itu hanyalah sesuatu yang bisa diucapkan oleh orang yang pernah tinggal dengan Haruno-san. Tapi bagi orang luar sepertiku, sulit rasanya membayangkan ataupun bersimpati dengan penjelasan yang seperti itu.

Ini adalah momen dimana candaan basa-basi bukanlah hal yang tepat untuk dilakukan. Aku yakin sekali. Yang bisa kulakukan hanyalah mengangguk saja. Tapi, Yuigahama memilih jalan yang berbeda.

Dia malah berusaha menutup jarak antara dirinya dan Yukinoshita, selangkah demi selangkah, dan memeluknya dari samping.

“Yukinon, setahun yang sudah kau lalui ini...Kamipun bisa merasakan perjuanganmu itu. Kupikir ini bukan masalah berapa lama prosesnya.”

Yukinoshita menaikkan pandangannya karena mendengar suaranya yang lembut itu, dan akupun melihat ekspresi Yuigahama yang hangat itu. Kemudian, Yuigahama menarik napas, membusungkan dadanya, dan mengepalkan kedua tangannya.

“Satu tahun ini memang benar-benar aneh!”

“Apa maksudmu dengan aneh...?”

Aku bisa merasakan kalau bahuku mulai lemas, dan aku sendiri sudah mulai kehilangan kekuatan suaraku. Yukinoshita hanya bisa terdiam, lalu mulai tersenyum.

“Memang, memang agak aneh. Klub Relawan memang semacam sesuatu yang gila sejak awal.”

Yukinoshita kemudian menatapku. “Kebanyakan itu karenamu.”

“Yep, yep. Karena itulah, terasa menyenangkan...Kau terus melakukan kebiasaan anehmu itu, dan terjadilah hal-hal yang menyedihkan, hal-hal buruk, dan juga hal-hal yang menyakitkan.”

Yuigahama mulai merendahkan tatapan matanya, dan Yukinoshita mengikutinya. Yang kami lihat saat ini bukanlah kaki masing-masing, tapi sebuah perjalanan panjang yang mengantarkan kami hingga ke tempat ini. Semua kenangan dan nostalgia memenuhi jejak-jejak tersebut.

Suatu hari nanti, kita akan bernostalgia tentang hal-hal yang pernah kita lakukan bersama-sama, hal-hal yang pernah kita lalui setahun ini. Kita akan tertawa bersama-sama tanpa menyentuh hal yang paling penting dari itu, malahan hanya berusaha mencari hal-hal di masa lalu agar bisa bernostalgia. Kami mengingat momen-momen itu, hal-hal yang menyakitkan, dan yang membuat perasaan semua orang terlibat di dalamnya. Karena itulah, suara tawa ini terus keluar dari mulut kami bertiga.

Yuigahama lalu menegakkan pandangannya dan menatap hangat ke arah kami semua.

“Tapi yang paling utama, itu adalah satu tahun yang sangat menyenangkan, membahagiakan, dan tidak terlupakan.”

“Kau benar...Aku memang merasakan itu juga.”

“Yep.”

Aku hanya bisa menggumamkan itu. Malahan, sebenarnya aku tidak perlu mengatakannya. Bagiku, ini adalah satu tahun terpanjang yang pernah kujalani. Tidak lama lagi, ini akan berakhir.

Yukinoshita secara perlahan melihat ke seluruh penjuru ruangan.

“Kupikir kita sudah melakukan pekerjaan terakhir kita dengan baik.”

Tatapannya sepertinya tidak diarahkan kepada kami, tapi kepada banyak hal; meja panjang, gelas kertas, jendela ruang kontrol, halaman belakang yang dihiasi lampu remang-remang, Gedung Khusus yang gelap, dan jam dinding ruangan ini yang berdetik tanpa henti. Setelah itu, dia menatap kami kembali.

“Kupikir ini adalah momen yang tepat untuk mengakhiri ini, bukan karena apa yang dikatakan Nee-san,  tapi karena aku merasa kalau ini adalah momen yang tepat.”

“Kupikir tidak masalah jika kita bisa terus seperti ini lebih lama lagi, tapi kalau memang itu yang kau inginkan, Yukinon, aku tidak keberatan.”

Kedua pasang mata tersebut kini menatap ke arahku. Seperti hendak menunggu jawabanku. Tapi tidak ada gunanya menanyakan itu kepadaku, karena aku memang bukan orang yang mengatakan itu sejak pertama.

Aku hanya mengatakan kalau aku disuruh oleh Hiratsuka-sensei, yang akan meninggalkan sekolah di akhir tahun ajaran, kalau kompetisi yang dulu pernah kita ikuti di Klub Relawan berakhir dengan kekalahanku.

Karena itulah, aku sendiri tidak akan mengatakan keberatan.

“Aku...”

Ini baik-baik saja. Ini sudah benar. Tidak ada yang salah dengan akhir yang seperti ini. Aku sangat yakin. Seperti kata mereka berdua, ini adalah hal yang kita inginkan, ini adalah cara yang benar untuk melakukannya, dan ini adalah kesimpulannya.

Karena itulah, aku tidak bisa melanjutkan kata-kataku.

Tenggorokanku seperti merasa kesakitan. Kutelan semua udara di tenggorokanku agar kata-kataku bisa keluar. Kupaksa keluar dari leherku, tapi yang hanya terdengar adalah suara embusan napasku.

Mereka berdua menunggu jawabanku. Di sebuah ruangan dimana embusan napas yang berat ini bisa terdengar, aku hanya bisa menyeringai saja.

Tiba-tiba, ada suara terdengar dari arah pintu, dan kami semua menoleh ke asal suara tersebut.

“Hallo, semuanya...Err, apa ada sesuatu?”

Isshiki kembali bersama beberapa Pengurus OSIS dan menatap kami semua, mungkin merasakan suasana yang abnormal di ruangan ini.

Akupun menggelengkan kepalaku.

“Tidak ada. Apa kalian sudah selesai?”

“Sudah. Hanya ruangan ini saja yang belum terkunci. Ngomong-ngomong, terima kasih atas kerja kerasnya hari ini.”

“Baiklah...Kalau begitu aku pamit pulang.”

“Huh? Pulang? Kita harus bersih-bersih tempat ini dulu...”

Dengan tergesa-gesa aku meninggalkan ruang konferensi, tanpa mempedulikan jawaban Isshiki.

Tapi setelah memasuki area lorong gedung, langkahku mulai melambat.

Diluar sudah gelap sekali, dan lorong ini hanya disinari cahaya remang-remang dari pantulan lampu. Dengan dipandu cahaya remang tersebut, akupun mulai berjalan.

Tiba-tiba, ada suara langkah kaki mendekat.

“Hikigaya-kun, tunggu.”

Suara panggilan itu menghentikan langkahku dan membuatku merasakan sensasi aneh di dadaku. Aku merasa kalau aku harusnya tidak membalikkan tubuhku ke arahnya, tapi aku tidak bisa tidak mempedulikan suara itu. Jari-jariku yang meremas ujung blazerku, seperti berusaha menahanku. Akupun berdiri, dan kehilangin suaraku karena tarikan napas beratku ini. Yang kulakukan hanyalah menatap ke arah langit-langit saja. Setelah dadaku terasa agak lega, aku mencoba menenangkan diriku kembali, dan membalikkan separuh badanku.

Yukinoshita berdiri di belakangku. Rambutnya terlihat lebih gelap dari kegelapan malam. Dia lalu mengibaskan rambutnya itu, dan mencoba menormalkan tarikan napasnya. Sepertinya, dia mengejarku dengan tergesa-gesa. Jari-jarinya tampak meremas ujung roknya dan mencoba mengatakan sesuatu.

“Umm...Aku ingin memastikan diriku kalau aku sudah mengatakannya.”

Kedua matanya tidak menatapku langsung, dia hanya menatap ke arah sebuah jendela di lorong. Karena aku juga tidak melihat langsung ke arah tubuhnya ayng kurus itu, akupun juga melihat ke arah jendela tersebut. Cahaya remang di lorong berasal dari pantulan cahaya di kaca jendela tersebut, dan kini menyinari kita berdua. Akupun hanya bisa menatap pantulan sosoknya di kaca jendela yang remang ini.

“Terimakasih karena sudah membantuku hari ini...Tapi maksudku tidak hanya hari ini, tapi semuanya hingga saat ini. Maaf sudah membuatmu melalui hal-hal yang sulit.”

“Kau tidak perlu meminta maaf. Malahan, akulah yang membuatmu melalui hal-hal yang sulit selama ini. Begini saja, anggap saja impas, bagaimana?”

Akupun tersenyum sambil menatap kaca jendela tersebut. Ketika kedua pandangan kami bertemu di pantulan kaca tersebut, dia mulai tersenyum.

“Kau benar, kau memang sangat membantu. Ya sudah, anggap saja impas.” dia mengatakan itu dengan nada yang santai. Tapi ekspresinya tampak sudah tidak lagi tersenyum, mungkin karena refleksi cahaya yang kurang sempurna.

“Terimakasih atas bantuannya selama ini. Tapi...Aku akan baik-baik saja. Mulai saat ini, aku akan melakukan sesuatunya sendiri dengan lebih baik.”

Dia kemudian meremas erat lengan blazerku, dan itu membuat diriku menoleh ke arahya. Cahaya lampu dari mobil yang melewati jalan raya seketika menyinari lorong ini. Kucoba melihat ekspresi wajahnya, dan yang kulihat adalah ekspresinya yang mulai dipenuhi air mata.

“Karena itulah...”

Suara mesin mobil dan cahaya lampunya mulai menghilang bersama suaranya. Karena itulah, aku tidak bisa mendengar kata-kata yang diucapkannya setelah itu. Tapi, kurasa aku kurang lebih paham apa maksudnya.

Itu adalah kata-kata yang sama, selalu berulang-ulang di dadaku, setelah aku menutup pintu ruang klub dan melepaskan jari-jariku dari gagang pintu itu.

Tidak apa-apa.

Mari kita akhiri ini.

“Ya, aku mengerti. Kau jangan khawatir.”

Sebenarnya, aku tidak mengerti apapun, dan akupun mengatakan kata-kata yang bisa kuucapkan untuk mengakhiri percakapan.

“Sampai jumpa lagi.”

Meski aku mengatakan itu, jari-jarinya tetap meremas lenganku. Sebenarnya, dia tidak meremas erat lengan blazerku. Kalau sengaja kugoyang-goyang, maka akan terlepas dengan mudah. Tapi, jari jemarinya yang lembut itu, membuatku tidak memiliki kekuatan untuk melakukan hal yang kasar kepadanya.

Karena itulah, aku menggunakan jari-jariku yang kasar ini, memegang jari-jarinya dengan lembut dan perlahan, agar tidak meremas lenganku lagi. Tapi fakta kalau aku sedang membuat kontak fisik dengannya, membuat jari-jariku bergetar hebat. Atau mungkin, jari-jarinyalah yang sedang bergetar karena kontak tersebut. Sebelum kupastikan, jari-jari kami sudah terpisah.

“Selamat tinggal...”

Akupun menaruh jari-jariku di kantong, merasakan suhu dingin ini mulai menusuk ujung jariku, dan membalikkan badanku kembali.

Kutinggalkan tempat itu tanpa menoleh balik.

Tidak peduli berapa lama aku berjalan, yang kudengar hanyalah suara langkahku sendiri yang menggema di lorong.




 x Chapter 5 Part 1 | END x







Satu malam, Hachiman menang banyak.

...

Langkah-langkah ke belakang diibaratkan sebuah memori dan perjalanan masa lalu. Artinya analisis tentang perumpamaan yang diucapkan Hiratsuka-sensei di event memasak coklat vol.11 Chapter 5 adalah benar.

...

Sudah jelas motif Haruno.

Analisis tentang bagaimana Haruno harus merelakan masa mudanya menuruti  keinginan Ibunya di blog ini, artinya benar.

Kecuali, Haruno berbohong agar Yukino bisa lebih meyakinkan lagi.

...

Sebenarnya, adegan Yukino dan Hachiman di lorong benar-benar memiliki nilai drama dan puitis yang cukup tinggi. Namun, melihat Yukino yang masih diam berdiri melihat Hachiman pergi, menunjukkan kalau Yukino sendiri, masih belum 100% yakin akan keputusannya, dan bersedia mendengar lebih jauh kalau Hachiman bisa meyakinkannya.

Tapi, apakah Hachiman sendiri yakin?

Maksud saya, ini yang dia cari selama ini, selama 17 tahun hidupnya...

...

Buat yang belum tahu, Ayah Yukino ini adalah pengusaha pemilik banyak perusahaan di Chiba, termasuk properti. Dan beliau juga menjabat sebagai anggota DPRD. Ini ada di volume 2.

Karena kesibukannya sebagai anggota DPRD, Nyonya Yukinoshita membantu mengurus perusahaan-perusahaan tersebut, termasuk menyiapkan Haruno untuk menggantikannya. Ini ada di volume 5.

Karena itu, Nyonya Yukinoshita mengatur tempat kuliah dan jurusan Haruno setelah lulus SMA agar menunjang pekerjaannya sebagai pemimpin perusahaan. Bahkan, Haruno mengakui kalau dia harus merelakan keinginannya untuk kuliah di jurusan yang diinginkan. Ini ada di volume 8.

Kehidupan yang penuh tekanan itu juga, yang menjadikannya sebagai anak nakal di SMA Sobu. Ada di volume 5.

Tapi, apakah sesederhana itu?

Kunci cerita ini menurut saya ada di interaksi Hachiman dan Haruno, dan mereka harus melakukannya empat mata.





10 komentar:

  1. Sesi pertanyaan lagi om, dikatakan bahwa yukino itu kadang terlalu bergantung pada orang lain. Apakah itu cuma ke hachiman doang atau sudah bawaannya begitu? Saya kira istilah co-dependency itu jadi vokal point disini karena sering diucapin sama kak haruno. Memangnya co-dependency itu buruk? Jujur saya jg kurang paham sih sama definisi co-dependency ini. Sekali lagi mohon bantuannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebenarnya, Yukino tidak bergantung pada orang lain. Namun, masalah/ event/ request yang masuk ketika hendak di titik penyelesaian masalahnya, tidak bisa selesai dengan cara yang wajar. Disinilah Hachiman menyelesaikannya dengan cara yang tidak wajar pula, dan tentunya sering mengorbankan dirinya. Problem selanjutnya, Hachiman memang melakukan itu untuk Yukino, dengan mencari alasan apapun sebagai cara dia terlibat.

      Jadi sebenarnya Yukino tidak berniat bergantung ke Hachiman, tapi dari sudut pandang orang luar seperti Haruno, sepertinya begitu. Malah bisa dianggap memanfaatkan.

      co-dependency sudah diartikan dengan baik di google. Jadi saya tidak perlu menambahkan.

      Buruk atau tidak? Tergantung kemana kamu melangkah.

      Kalau kamu ingin memimpin banyak perusahaan tapi kamu sendiri tidak bisa diandalkan, selama ini hasil kerjamu sebenarnya mayoritas dikerjakan orang lain...Menurutmu buruk tidak?

      Saya kira kamu sudah punya jawabannya. Tentunya, itu dari kacamata Haruno.

      Butuh lebih dari sekedar pembuktian untuk membalikkan penilaian itu.

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. sebenarnya yg terjadi di volume 13 apa sih min>,,,saya jdi penasaran,,

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya juga penasaran, ditunggu aja nanti translate vol.13

      Hapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  5. Admin Saya aneh , Pas baca Oregairu Yukino side yang chapter ditulis Watari , Ibu Yukinoshita nanya gini ke Yukino , " Kenapa kamu gak seal the deal Hachiman" Sambil Menekankan Hachiman bisa saja direbut gadis lain, Kalau lihat dari sana berarti status Yukino Ama Hachiman masih belum pacaran ya ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setahu saya, mereka berdua resmi berpacaran (ada ucapan saling mencintai baik dari Hachiman dan Yukino). Seal the deal mungkin ditunangkan atau dijadikan calon mantu.

      Ya namanya juga pacaran, selama janur kuning belum melengkung, apapun bisa terjadi. Namun bagi kisah romansa novel ataupun manga, biasanya berakhir setelah MC dan heroine sudah terikat hubungan, baik yang sederhana semacam pacaran, ataupun legal semacam pernikahan.

      Hapus
  6. ayo segera bergabung dengan kami hanya dengan minimal deposit 20.000
    dapatkan bonus rollingan dana refferal ditunggu apa lagi
    segera bergabung dengan kami di i*o*n*n*q*q

    BalasHapus
  7. Aku malah liatnya hubungan 8man dan Gahama-chan yang codepenency. 8man nggak pernah nolak Yui. Yui selalu nolong 8man. 8man selalu mikirin dampak kalau dia dan Yui hubungannya memburuk. 8man merasa (kadang) harus nyembunyiin perasaannya ke Yukinoshita supaya Yui nggak tahu (misalnya pas gak sengaja ngomongin moment antara dia dan Yukinoshita doang). Yui berusaha selalu terlihat dalam semua urusan 8man. Nggak sampai toxic relationship sih, cuma ya, agak nggak normal aja hubungan mereka ber2.

    BalasHapus