Esok harinya, aku dan Shioriko pergi ke Yokosuka.
Kakak dari Tamaoka Satoko, Ichirou, memiliki toko yang berada di pinggir jalan raya. Lokasinya di Jalan Dobuita, seberang bioskop. Disana juga ada pangkalan militer Amerika, jadi tulisan berbahasa Inggris disana dan disini sudah merupakan pemandangan yang umum.
Gedung yang memiliki 5 lantai itu merupakan kantor sekaligus toko. Aku bisa melihat beberapa pelanggan ada di toko tersebut dari balik pintu otomatis toko.
"Inikah tempatnya?" tanya Shioriko.
"Harusnya sih begitu," jawabku.
Rencana kami hari ini adalah berbicara dengan Ichirou terlebih dahulu karena istrinya sedang pergi ke toko cabang. Kami memang tidak memiliki momen untuk berbicara dengan mereka via telepon, tapi dengan usaha disana dan disini, akhirnya pertemuan ini bisa terealisasi.
Karyawan yang tinggi dan sedang menata pakaian olahraga tiba-tiba menatap ke arah kami. Pria berotot berkulit gelap yang entah mengapa memakai kaos polo berlengan pendek, cukup aneh kalau melihat saat ini sedang musim apa. Rambutnya berwarna hitam, dan wajahnya memiliki beberapa kerutan.
"Ah, selamat datang. Saya sedari tadi sedang menunggu kalian. Dari Toko Buku Biblia, benar?"
Dia menyapa kami dengan suara yang keras dan berjalan ke arah kami. Shioriko tampak sedikit memundurkan dirinya ketika dia mendekati kami; sepertinya dia merasa kurang nyaman berurusan dengan orang seperti dia.
"Kalian panggil saja saya Tamaoka. Adikku sudah memberitahu soal kalian kepadaku. Jadi, bisa langsung kita mulai?" Tamaoka mengatakan itu sambil menepuk kedua tangannya.
"Aku dan istriku berangkat dari rumah kami yang berada di Takano sekitar 10.50 pagi. Karena tidak ada jalan pintas sama sekali, kami menggunakan jalur biasa yang panjang dan tiba di rumah jam 11 pagi. Adikku waktu itu ada di rumah, lebih tepatnya dia sedang berkebun waktu itu, jadi kita akhirnya masuk ke dalam rumah dan terjadilah perbincangan tersebut. Berakhir dengan adanya perdebatan, dan kami pulang meski tidak sempat makan siang bersama. Kami sempat berbelanja sebentar waktu itu, dan baru pulang ke rumah sekitar jam 12.30 siang.
Tanpa dikomando, Tamaoka Ichirou mulai menceritakan kronologis kejadiannya setelah duduk. Kami sekarang berada di sebuah restoran keluarga yang berada dekat di toko miliknya. Memang, ini masih terlalu dini untuk makan siang, jadi hanya ada beberapa pelanggan saja di restoran ini. Suara Tamaoka yang berat terdengar lebih keras dari biasanya.
"Tahulah, adikku itu bilang kalau sebenarnya buku Spring and Asura itu ada dua. Almarhum Ayah mungkin sangat menyukai buku tersebut."
"Kalau tidak salah, pemilik perpustakaan sebelumnya sudah meninggal ya, jadi..."
Tamaoka kemudian menyeringai ketika Shioriko sedang berbicara. Gigi-giginya memang tampak rapi, tapi aku melihat ada salah satu gigi dari perak di deretan giginya.
"Ibumu namanya Chieko ya? Dia sering main ke rumah kami, jadi aku kenal dia. Dia memang gadis yang sangat cantik...Persis sepertimu. Malahan, kau ini lebih cantik darinya." dia mengatakan itu dengan terang-terangan.
Aku cukup terkejut melihat bagaimana dua bersaudara di keluarga Tamaoka bisa berbeda sifat satu sama lain. Dengan perbedaan yang seratus delapan puluh derajat, aku tidak heran kalau mereka tidak akrab satu sama lain.
"Jadi, apa yang bisa kubantu? Silakan tanya apa saja." Tamaoka mengatakan itu sambil menaruh kedua tangannya di atas meja.
Jujur saja, awalnya kupikir dia adalah orang yang paling mencurigakan. Kenapa bersikap akrab kalau dia tahu kami disini mencurigai dia sebagai pencuri buku tersebut? Ini tidak masuk akal.
Shioriko sedari tadi hanya menaruh kedua tangannya di pangkuan dan menatap ke arah kartu nama Tamaoka yang ditaruh di atas meja sedari tadi. Tidak lama kemudian, dia mulai berbicara.
"Apa nama Ichirou milik anda itu berasal dari salah satu karya Miyazawa Kenji?"
"Benar sekali. Entah itu di Restoran Dengan Banyak Pesanan, atau Angin Matasaburou, cerita-cerita milik Kenji banyak memakai nama itu. Teman-temanku sering mengejekku dengan mengatakan kalau namaku ini kuno sekali. Meski begitu, aku tidak tahu alasan khusus Ayahku memberiku nama tersebut."
Ini mengingatkanku akan sesuatu. Nama Daisuke milikku ini diambil dari karya Souseki yang berjudul Dan Kemudian. Meski begitu, keanehan membacaku masih sama seperti sebelumnya.
"Apa anda sering membaca buku?" tanya Shioriko.
"Bukannya sombong ya, tapi aku suka membaca. Bahkan ketika aku tinggal di rumah yang lama." Tamaoka menjawabnya dengan seketika. Bagiku terdengar seperti menyombongkan dirinya.
"Ayahku tidak tahu soal ini, tapi aku suka membaca diam-diam buku-buku yang kuambil dari perpustakaannya. Aku malahan sangat familiar dengan Spring dan Asura ataupun Restoran Dengan Banyak Pesanan. Bahkan sampai saat ini aku kurang tertarik dengan bacaan-bacaan yang terbaru. Buku pertama yang kubaca dulu menurutku sebuah mahakarya...Erm, bukannya gara-gara itu lalu aku mencurinya. Bahkan jika katakanlah aku memang pencurinya, aku akan memilih karya Kenji yang lain, Restoran Dengan Banyak Pesanan. Buku yang itu jauh lebih langka."
Sepertinya dia memang tahu banyak soal buku, tapi tidak ada satupun keterangannya yang cukup membantu dalam kasus kali ini.
"Hari ini kita hanya berniat untuk berdiskusi saja dengan anda. Saya sendiri tidak merasa kalau anda adalah pelakunya."
Kata-kata Shioriko mengejutkanku. Pria ini harusnya adalah tersangka terkuat kita...Kalau bukan dia, artinya hanya tersisa satu orang lagi tersangkanya.
"Betul sekali. Aku tahu kalau kau akan mengerti soal itu." Tamaoka mengatakannya dengan gembira. Entah mengapa tiba-tiba dia menengok ke kanan dan ke kiri sebelum merendahkan suaranya.
"Eh, bukankah itu artinya sama saja dengan mengatakan tersangka yang tersisa adalah istriku dan dia kemungkinan besar pelakunya? Bukannya mau mencurigainya...Ahh, bahkan kalaupun itu benar, kurasa itu dilakukan tidak atas dasar benci atau bagaimana. Toko kami ini sedang dalam masa-masa sulit dan situasinya sedang tidak mudah."
Sekarang dia mulai menganggap istrinya sebagai seorang kriminil. Aku benar-benar tidak menyukai pria ini. Sebut saja dia ini tidak sensitif, tidak bertanggungjawab, atau apalah...Apa dia benar-benar bukan pelakunya?
"Itu juga tidak serta-merta menyatakan kalau istri anda pelakunya." Shiroko mengatakan fakta tersebut. Beberapa kerutan tampak terlihat di atas frame kacamatanya. "Banyak sekali kemungkinan...Bahkan jika semua petunjuk mengatakan anda tidak dapat mengambilnya secara langsung, bisa saja anda yang menyuruh orang lain untuk melakukannya."
Bahkan Tamaoka Ichioru saja terperangah dengan pernyataan barusan. Seperti kata Shioriko, bisa saja dia menyuruh istrinya, Sayuri, untuk mencuri buku tersebut.
"Well, memang sih itu tidak banyak membantu fakta kalau aku menjadi tersangka disini." dia lalu menyandarkan tubuhnya di punggung kursi dan menaruh jari-jarinya di belakang kepalanya. "Apa Satoko bercerita banyak soal diriku? Misalnya hubungan buruk antara diriku dan dirinya, dan bagaimana aku jarang menemui Ayah, ya semacam itu?"
Kamipun hanya terdiam. Satoko memang menceritakan itu dengan cara yang elegan, tapi kurang lebih yang dia katakan memang benar.
"Aku sadar yang kulakukan ke Satoko itu tidak bisa dimaafkan. Dia merawat Ayah sendirian, aku bahkan jarang membantunya sampai beliau meninggal. Dia bahkan belum menikah di usia yang seperti itu...Awalnya kupikir mungkin karakternya itu yang membuatnya menjadi seperti itu...Tapi kalau kupikir lagi, harusnya kami ini juga peduli sejak awal dengan kesulitan-kesulitannya." Tamaoka mengatakan itu dengan pelan.
Secara tidak terduga, hal-hal berat seperti itu sepertinya ada di pikirannya. Tapi ini tidak mengubah fakta kalau dia baru-baru ini pergi menemui saudarinya untuk urusan uang saja.
"Tidak seperti cerita Kenji dimana aku bisa membawakan salju untuknya. Tidak peduli apa yang kubawa untuknya, tidak akan berubah menjadi makanan dari Surga Tushita."
Tamaoka mengatakan itu dan menatap ke arah Shioriko. Kata-kata Makanan Dari Surga Tushita sepertinya familiar bagiku.
"Itu penggalan dari Pagi Di Hari Perpisahan, salah satu puisi di Spring and Asura." Shioriko menjelaskannya kepadaku.
Kalau kuingat lagi, aku tahu puisi ini. Ini adalah puisi terkenal yang ditulis untuk adiknya yang sekarat dan dimulai dengan kata-kata : Sebelum hari ini berakhir, kau sudah berada jauh di sana, adikku.
Tamaoka tiba-tiba tersenyum.
"Ya, tepat sekali! Kau benar-benar seperti Chieko. Kami biasa membicarakan ini dan dia selalu menyebut penggalan puisi mana yang kuambil dengan benar." pandangan matanya memberitahukan tentang momen-momen nostalgianya.
"Memang, dia benar-benar cantik, bijak, belum lagi seorang kutu buku yang baik hati berbeda dengan adikku, Satoko. Aku kadang berpikir bagaimana jika Chieko itu adikku. Ngomong-ngomong, bagaimana kabarnya dia? Aku belum mendengar satupun kabar soal dia dari adikku."
Kerutan di dahi Shioriko bertambah dalam. Pria ini tidak tahu betul seperti apa Chieko dan apa yang terjadi dengan keluarga Shinokawa.
"Apa yang terjadi tadi?" tanyaku ketika kita kembali ke mobil. Aku sengaja tidak mengatakan apapun agar situasinya tidak memburuk.
Pekerjaan kami hari itu tidak berakhir begitu saja. Kami masih harus bertemu istri Tamaoka Ichirou. Kunyalakan mobil tersebut dan mulai pergi meninggalkan parkiran.
"Dia mengatakan hal-hal buruk tentang adiknya...Apa kau yakin bukan dia pelakunya? Dia benar-benar mencurigakan."
"Aku masih belum yakin bagaimana keterlibatannya dalam kasus ini, tapi..." jawab Shioriko. Dia sepertinya juga tidak begitu senang dengan hal ini. Kerutan di dahinya masih belum menghilang.
"...Tapi sepertinya mustahil baginya untuk mengambil buku di perpustakaan."
"...Mustahil?"
Kami melewati Kawasan Modern Yokosuka dan terus menuruni turunan yang curam. Ini adalah area pegunungan yang memiliki lebih banyak jalan curam daripada Kamakura.
"Coba kau ingat percakapan kita kemarin dengan Tamaoka Satoko. Dia bilang kalau saudaranya itu datang tidak membawa apapun, benar tidak? Bahkan jika dia seandainya benar, dia pura-pura ke toilet dan mencuri Spring dan Asura dari perpustakaan, dia tidak punya tempat untuk menyimpannya. Dia hanya memakai sweater tipis, dan menyembunyikan buku itu di celana pasti akan memberinya kesulitan."
"Ah..."
Benar juga. Setidaknya dia tidak bisa kembali ke ruangan itu setelah mengambil buku tersebut.
"Bagaimana jika dia mengambil buku itu dan menaruhnya terlebih dahulu di mobilnya, lalu kembali ke ruangan...Jika tidak di mobil, bisa di tempat lain lah."
"Ingat tidak kalau dia hanya meninggalkan ruangan tersebut sekitar 1-2 menit? Kalau melihat waktunya, mustahil dia pergi ke perpustakaan, lalu menyelinap ke mobil yang diparkir di gerbang, lalu kembali ke ruangan. Bahkan jika dia menaruh buku itu di suatu tempat, Satoko mengikuti mereka pergi keluar menuju mobil, jadi dia tidak memiliki waktu untuk mengambil kembali buku yang disimpan."
"Begitu ya...Kalau begitu, mungkinkah dia taruh di tas tangan istrinya? Dia bisa saja mengambil buku tersebut dan menyembunyikannya entah dimana, lalu mengatur agar istrinya mengambil buku itu dan menyembunyikan di tasnya...Ah tidak jadi, lupakan yang tadi."
Aku baru saja menyadari itu sebelum selesai mengucapkan kata-kataku. Istrinya adalah orang pertama yang keluar ruangan...Itu artinya Ichirou sudah keluar dari kecurigaan.
"Tapi ada juga kemungkinan kalau dia memberinya instruksi untuk mencuri buku itu, benar tidak? Dengan begitu tidak akan sulit bagi orang yang tidak begitu tahu soal buku untuk menemukan dan mencuri buku tersebut."
"Memang itu ada benarnya, aku merasa Ichirou sendiri tidak begitu tahu buku, berkebalikan dengan pernyataannya tadi. Aku merasa kalau dia hanya mengatakan apa yang dia dengar dari anggota keluarganya ketika berbicara buku. Setidaknya, ceritanya kalau dia sangat familiar dengan Spring and Asura adalah bohong."
"Mengapa begitu?"
Seingatku, dia malah mengambil penggalan Pagi Di Hari Perpisahan sebagai pembicaraan waktu itu.
"Spring and Asura sendiri sudah diterbitkan oleh banyak penerbit, meski sudah diterbitkan berulang kali, ending dari Pagi Di Hari Perpisahan mayoritas seperti ini:
Pada dua mangkok berisi salju yang hendak kau makan ini.
Aku berdoa.
Semoga ini berubah menjadi makanan dari Surga Tushita.
Dan setelah itu akan banyak memberimu.
Memberikan banyak keajaiban bagi tubuhmu.
Itulah keinginanku, dan demi itu aku bersedia mengorbankan seluruh kebahagiaan di hidupku.
Kau mungkin tahu soal itu, yang Tamaoka Ichirou penggal."
"Memang."
Akupun mengangguk sambil menyetir mobil ini. Aku sendiri tahu kalau puisi tersebut sering kulihat di buku pelajaran.
"Kebetulan, Surga Tushita itu sendiri merujuk ke salah satu surga bagi pemeluk agama Budha. Seperti yang kau tahu juga kalau surga disana harus terbebas dari segala keinginan duniawi, juga tempat tinggal Bodhisattva Maitreya."
Aku sebenarnya tidak begitu mengerti penjelasannya, tapi sederhananya itu semacam tempat tinggal bagi orang-orang berhati suci.
"Tapi, versi pusi itu tidak muncul pada terbitan Sekine untuk buku Spring and Asura. Jadi isinya sebagai berikut.
Pada dua mangkok berisi salju yang hendak kau makan ini.
Aku berdoa.
Semoga ini berubah menjadi es krim dari surga.
Dan setelah itu akan memberi banyak keajaiban bagi tubuhmu.
Itulah keinginanku, dan demi itu aku bersedia mengorbankan seluruh kebahagiaan di hidupku.
Cukup berbeda, benar tidak?"
Jelas sekali perbedaannya. Yang pertama tadi kesannya lebih lembut, tapi yang barusan itu juga enak didengar ritmenya. Aku sendiri tidak tahu mana yang lebih bagus.
"Mengapa bisa berbeda?"
"Miyazawa Kenji terus mengedit dan merevisi Spring and Asura, bahkan setelah buku itu terbit. Alasan mengapa Pagi Di Hari Perpisahan yang barusan berbeda dengan edisi pertama karena edit yang diketahui setelah dia meninggal."
Aku terhenyak dengan cerita itu. Ini pertamakalinya aku mendengar cerita itu.
"Apakah itu artinya karyanya yang lain juga mengalami revisi?"
"Tentu saja." Shioriko mengangguk. "Banyak sekali revisi di sebuah buku karyanya...Malahan, Spring dan Asura sendiri sudah beberapa kali di revisi, dan aku sendiri yakin kalau masih ada revisi lain yang belum diketemukan."
Artinya, masih akan ada beberapa update ke depannya. Kalau dipikir-pikir, aku tahu kalau Malam Di Jalanan Galaksi memiliki beberapa revisi. Spring and Asura mungkin sama seperti buku itu.
"Mengapa dia terus merevisi karyanya yang sudah terbit?"
"Sampai akhir hidupnya, Kenji hanya menganggap Spring and Asura ini sebagai koleksi "Mental Sketch". Yang ada di buku sebenarnya bukanlah puisi, tapi hanyalah sketsa kasar apa yang ada di pikirannya waktu itu dan menulisnya dengan segera. Si penulisnya sendiri tidak pernah menyebut karyanya sebagai puisi. Mungkin dia menganggap kalau itu adalah sketsa mentah yang bisa dia poles terus-menerus."
"Tapi kalau tidak salah di punggung bukunya ada tulisan Koleksi Puisi?"
"Itu tidak ada hubungannya dengan keinginan penulis dan ditambahkan kemudian oleh penerbit. Spring and Asura sendiri dianggap karya yang tercipta ketika penulis tinggal di daerah pinggiran, meski begitu Kenji menganggap karya tersebut jauh dari apa yang dia harapkan. Banyak juga bagian dimana penerbit asal tulis di buku terbitannya."
"Benar sih..."
Penerbit yang asal tulis Mental Sketch Dari Kenji saja di awal buku pasti sudah membuat Kenji kaget.
"Artinya yang dia katakan tadi..."
Tamaoka sendiri mengatakan kalau buku itu mahakarya alias sempurna, sedang penulisnya sendiri merasa belum puas dan terus merevisinya. Jadi yang kupikirkan sekarang adalah dia itu tidak hanya berbohong saja, tapi hanya mengatakan apapun yang ada di pikirannya.
Tapi kalau mengesampingkan fakta kalau dia begitu tahu soal buku, dia juga tidak ada hubungannya dengan kasus ini.
"Apakah itu artinya istrinya mencuri buku tersebut atas keinginannya sendiri? Tapi..."
Tamaoka Sayuri sendiri pengetahuannya lebih parah dari suaminya kalau soal buku...Tapi mungkinkah itu palsu?
"Aku belum bisa memastikannya. Kurasa masih banyak kemungkinan-kemungkinan lain yang perlu dipertimbangkan." Dia lalu tidak menjelaskan lebih jauh. Kurasa dia berniat menceritakan lebih detail setelah bertemu dengan Sayuri.
Kami melewati terowongan dan masuk ke area Kota Zushi. Sedang waktu sendiri menunjukkan kalau saat ini masih siang hari. Tampaknya, kita masih punya hari yang panjang untuk dilalui.
Pekerjaan kami hari itu tidak berakhir begitu saja. Kami masih harus bertemu istri Tamaoka Ichirou. Kunyalakan mobil tersebut dan mulai pergi meninggalkan parkiran.
"Dia mengatakan hal-hal buruk tentang adiknya...Apa kau yakin bukan dia pelakunya? Dia benar-benar mencurigakan."
"Aku masih belum yakin bagaimana keterlibatannya dalam kasus ini, tapi..." jawab Shioriko. Dia sepertinya juga tidak begitu senang dengan hal ini. Kerutan di dahinya masih belum menghilang.
"...Tapi sepertinya mustahil baginya untuk mengambil buku di perpustakaan."
"...Mustahil?"
Kami melewati Kawasan Modern Yokosuka dan terus menuruni turunan yang curam. Ini adalah area pegunungan yang memiliki lebih banyak jalan curam daripada Kamakura.
"Coba kau ingat percakapan kita kemarin dengan Tamaoka Satoko. Dia bilang kalau saudaranya itu datang tidak membawa apapun, benar tidak? Bahkan jika dia seandainya benar, dia pura-pura ke toilet dan mencuri Spring dan Asura dari perpustakaan, dia tidak punya tempat untuk menyimpannya. Dia hanya memakai sweater tipis, dan menyembunyikan buku itu di celana pasti akan memberinya kesulitan."
"Ah..."
Benar juga. Setidaknya dia tidak bisa kembali ke ruangan itu setelah mengambil buku tersebut.
"Bagaimana jika dia mengambil buku itu dan menaruhnya terlebih dahulu di mobilnya, lalu kembali ke ruangan...Jika tidak di mobil, bisa di tempat lain lah."
"Ingat tidak kalau dia hanya meninggalkan ruangan tersebut sekitar 1-2 menit? Kalau melihat waktunya, mustahil dia pergi ke perpustakaan, lalu menyelinap ke mobil yang diparkir di gerbang, lalu kembali ke ruangan. Bahkan jika dia menaruh buku itu di suatu tempat, Satoko mengikuti mereka pergi keluar menuju mobil, jadi dia tidak memiliki waktu untuk mengambil kembali buku yang disimpan."
"Begitu ya...Kalau begitu, mungkinkah dia taruh di tas tangan istrinya? Dia bisa saja mengambil buku tersebut dan menyembunyikannya entah dimana, lalu mengatur agar istrinya mengambil buku itu dan menyembunyikan di tasnya...Ah tidak jadi, lupakan yang tadi."
Aku baru saja menyadari itu sebelum selesai mengucapkan kata-kataku. Istrinya adalah orang pertama yang keluar ruangan...Itu artinya Ichirou sudah keluar dari kecurigaan.
"Tapi ada juga kemungkinan kalau dia memberinya instruksi untuk mencuri buku itu, benar tidak? Dengan begitu tidak akan sulit bagi orang yang tidak begitu tahu soal buku untuk menemukan dan mencuri buku tersebut."
"Memang itu ada benarnya, aku merasa Ichirou sendiri tidak begitu tahu buku, berkebalikan dengan pernyataannya tadi. Aku merasa kalau dia hanya mengatakan apa yang dia dengar dari anggota keluarganya ketika berbicara buku. Setidaknya, ceritanya kalau dia sangat familiar dengan Spring and Asura adalah bohong."
"Mengapa begitu?"
Seingatku, dia malah mengambil penggalan Pagi Di Hari Perpisahan sebagai pembicaraan waktu itu.
"Spring and Asura sendiri sudah diterbitkan oleh banyak penerbit, meski sudah diterbitkan berulang kali, ending dari Pagi Di Hari Perpisahan mayoritas seperti ini:
Pada dua mangkok berisi salju yang hendak kau makan ini.
Aku berdoa.
Semoga ini berubah menjadi makanan dari Surga Tushita.
Dan setelah itu akan banyak memberimu.
Memberikan banyak keajaiban bagi tubuhmu.
Itulah keinginanku, dan demi itu aku bersedia mengorbankan seluruh kebahagiaan di hidupku.
Kau mungkin tahu soal itu, yang Tamaoka Ichirou penggal."
"Memang."
Akupun mengangguk sambil menyetir mobil ini. Aku sendiri tahu kalau puisi tersebut sering kulihat di buku pelajaran.
"Kebetulan, Surga Tushita itu sendiri merujuk ke salah satu surga bagi pemeluk agama Budha. Seperti yang kau tahu juga kalau surga disana harus terbebas dari segala keinginan duniawi, juga tempat tinggal Bodhisattva Maitreya."
Aku sebenarnya tidak begitu mengerti penjelasannya, tapi sederhananya itu semacam tempat tinggal bagi orang-orang berhati suci.
"Tapi, versi pusi itu tidak muncul pada terbitan Sekine untuk buku Spring and Asura. Jadi isinya sebagai berikut.
Pada dua mangkok berisi salju yang hendak kau makan ini.
Aku berdoa.
Semoga ini berubah menjadi es krim dari surga.
Dan setelah itu akan memberi banyak keajaiban bagi tubuhmu.
Itulah keinginanku, dan demi itu aku bersedia mengorbankan seluruh kebahagiaan di hidupku.
Cukup berbeda, benar tidak?"
Jelas sekali perbedaannya. Yang pertama tadi kesannya lebih lembut, tapi yang barusan itu juga enak didengar ritmenya. Aku sendiri tidak tahu mana yang lebih bagus.
"Mengapa bisa berbeda?"
"Miyazawa Kenji terus mengedit dan merevisi Spring and Asura, bahkan setelah buku itu terbit. Alasan mengapa Pagi Di Hari Perpisahan yang barusan berbeda dengan edisi pertama karena edit yang diketahui setelah dia meninggal."
Aku terhenyak dengan cerita itu. Ini pertamakalinya aku mendengar cerita itu.
"Apakah itu artinya karyanya yang lain juga mengalami revisi?"
"Tentu saja." Shioriko mengangguk. "Banyak sekali revisi di sebuah buku karyanya...Malahan, Spring dan Asura sendiri sudah beberapa kali di revisi, dan aku sendiri yakin kalau masih ada revisi lain yang belum diketemukan."
Artinya, masih akan ada beberapa update ke depannya. Kalau dipikir-pikir, aku tahu kalau Malam Di Jalanan Galaksi memiliki beberapa revisi. Spring and Asura mungkin sama seperti buku itu.
"Mengapa dia terus merevisi karyanya yang sudah terbit?"
"Sampai akhir hidupnya, Kenji hanya menganggap Spring and Asura ini sebagai koleksi "Mental Sketch". Yang ada di buku sebenarnya bukanlah puisi, tapi hanyalah sketsa kasar apa yang ada di pikirannya waktu itu dan menulisnya dengan segera. Si penulisnya sendiri tidak pernah menyebut karyanya sebagai puisi. Mungkin dia menganggap kalau itu adalah sketsa mentah yang bisa dia poles terus-menerus."
"Tapi kalau tidak salah di punggung bukunya ada tulisan Koleksi Puisi?"
"Itu tidak ada hubungannya dengan keinginan penulis dan ditambahkan kemudian oleh penerbit. Spring and Asura sendiri dianggap karya yang tercipta ketika penulis tinggal di daerah pinggiran, meski begitu Kenji menganggap karya tersebut jauh dari apa yang dia harapkan. Banyak juga bagian dimana penerbit asal tulis di buku terbitannya."
"Benar sih..."
Penerbit yang asal tulis Mental Sketch Dari Kenji saja di awal buku pasti sudah membuat Kenji kaget.
"Artinya yang dia katakan tadi..."
Tamaoka sendiri mengatakan kalau buku itu mahakarya alias sempurna, sedang penulisnya sendiri merasa belum puas dan terus merevisinya. Jadi yang kupikirkan sekarang adalah dia itu tidak hanya berbohong saja, tapi hanya mengatakan apapun yang ada di pikirannya.
Tapi kalau mengesampingkan fakta kalau dia begitu tahu soal buku, dia juga tidak ada hubungannya dengan kasus ini.
"Apakah itu artinya istrinya mencuri buku tersebut atas keinginannya sendiri? Tapi..."
Tamaoka Sayuri sendiri pengetahuannya lebih parah dari suaminya kalau soal buku...Tapi mungkinkah itu palsu?
"Aku belum bisa memastikannya. Kurasa masih banyak kemungkinan-kemungkinan lain yang perlu dipertimbangkan." Dia lalu tidak menjelaskan lebih jauh. Kurasa dia berniat menceritakan lebih detail setelah bertemu dengan Sayuri.
Kami melewati terowongan dan masuk ke area Kota Zushi. Sedang waktu sendiri menunjukkan kalau saat ini masih siang hari. Tampaknya, kita masih punya hari yang panjang untuk dilalui.
x Part 5 | END X
Entah mengapa kalau baca perpart malah berasa kyak baca conan.. :\ ijin baca pas partnya lengkap dulu gann.. :D..
BalasHapusAnda saya ijinkan, kisanak...
HapusThanks min aoi akhirnya terkejar juga setelah berbulan bulan yg lalu hanya baca epilog aja XD
BalasHapusmin aoi apa ga ada minat translate LN Youkoso Jitsuryoku Shijou Shugi no Kyoushitsu e
BalasHapus[classroom of the elite] karakter utama Cowo hampir 95% mirip Hachiman, anime nya keren bgt ,mhkm jika admin punya wktu luang bs translate LN nya.. hanya sekedar saran aja...
ga mirip keknya
Hapus