x x x
Setelah
mendengar pintu diketuk, seluruh tatapan mata di ruangan ini mengarah ke arah
pintu Klub.
Isshiki yang awalnya hendak meninggalkan
ruangan, tiba-tiba kembali ke kursinya setelah beberapa kali menoleh ke arah
kami dan pintu tersebut. Well, aku sendiri paham bagaimana anehnya situasi
dimana ketika kau hendak keluar dari ruangan dan bertemu dengan tamu yang
hendak masuk ke ruangan tersebut.
Tidak lama kemudian, terdengar suara dari
balik dinding tipis yang berada di sampingku ini.
“Ini bukannya kita butuh bantuan mereka...”
“Tidak apa-apa, tidak apa-apa. Lagipula, aku
sendiri tidak tahu banyak soal itu.”
Suara-suara yang familiar tersebut terdengar
seperti berasal dari orang yang suka mengatakan sesuatu apa adanya dengan
seseorang yang terdengar gengsi dan punya kekuasaan.
Lalu terdengar lagi suara pintu yang diketuk,
hanya saja, kali ini suara ketukannya terdengar lebih berirama dari sebelumnya.
“Silakan masuk,” jawab Yukinoshita.
Pintu tersebut dibuka, dan Ebina-san terlihat
muncul di balik pintu tersebut.
“Halo halo! Apa kalian ada waktu?”
“Hina? Oh, tentu, masuk, masuk saja!”
Yuigahama memberi tanda dengan mengibas-ngibaskan tangannya, sementara
Ebina-san mengangguk untuk membalasnya.
Memang, semakin cepat kau masuk ke dalam,
maka semakin sedikit angin yang masuk ke ruangan ini. Asal kau tahu saja,
kursiku ini dekat dengan pintu...
“Maaf sudah mengganggu,” Ebina-san memberikan
salam yang ramah ketika masuk ke ruangan ini.
Mengikuti dari belakang, dengan ekspresi yang
gelap dan memalingkan pandangannya dari kami, Miura.
“Apa ada yang bisa kami bantu?” tanya
Yukinoshita.
Ekspresi Miura terlihat kesal ketika melihat
Isshiki. “Kenapa kau ada disini?”
“Oh, itu ya, itulah yang hendak
kukatakan...Atau sejenis itu!” Isshiki membalas balik, sementara Miura sedang
bermain-main dengan ujung rambutnya dengan memasang wajah yang kesal.
Oh, suasana yang terlihat aneh...Begitulah
pikirku. Seperti memiliki pandangan yang sama, Yuigahama mencoba menengahi.
“Umm, apa dengan adanya orang yang lebih
banyak akan membuatmu sulit untuk berbicara?”
“Tidak, tidak juga...” jawab Miura.
Sikapnya masih terlihat ketus. Ini
jelas-jelas memberitahu kita kalau dia tidak akan dengan mudah menceritakan
masalahnya kepada kami.
“Kami bisa mengusirkan Isshiki jika kau mau,”
akupun menawarkan diri.
“Huh!? Kenapa begitu!?”
Bukankah kamu ini bukan anggota Klub ini?
Keberadaanmu disini saja sudah menimbulkan situasi abnormal, tahu tidak?
“Begini, begini, Yumiko. Fokus saja dengan
apa yang hendak kau bicarakan, oke? Kurasa tidak terlalu detail tidak masalah?”
Ebina-san menepuk-nepuk bahu Miura untuk
menenangkannya.
Yuigahama lalu tersenyum ke Isshiki.
“Ya begitulah, mungkin saja, Iroha-chan punya
ide-ide yang bisa membantu.”
Isshiki mulai terlihat kesal karena
diperlakukan seperti orang asing, meski aku sudah menggeleng-gelengkan kepalaku
dan memberi tanda ke Yuigahama, dia malah menerimanya dan tersenyum kepadanya.
“Ya sudah, ayo kita mulai saja,” kata
Yukinoshita, mulai membuka pembicaraan ini.
Setelah menatap Isshiki untuk beberapa lama,
Miura lalu berhenti menatapnya. Dia lalu bermain-main dengan ujung rambutnya
dan mulai berbicara.
“...Well, tahu tidak? Aku sedang berpikir
untuk membuat coklat...Umm, kita sendiri akan menghadapi ujian tahun
depan...Jadi ini akan menjadi Valentine terakhir kami atau sejenis itu.”
Nada suaranya ketika mendekati akhir kalimat
tadi mulai terkesan gugup dan malu-malu. Wajahnya terlihat memerah.
Entah mengapa, aku melihat semacam emosi yang
mendalam di balik kata-katanya itu, meski mungkin saja penilaianku itu salah.
Begitulah, Valentine kali ini adalah
Valentine terakhir kami sebagai siswa SMA. Mungkin Valentine selanjutnya akan
memiliki makna yang berbeda-beda dalam kehidupan kami.
“...Jadi, aku memutuskan untuk mencoba
membuatnya atau sejenis itu,” Miura menambahkan lagi sambil bermain-main dengan
ujung rambutnya, mungkin untuk menyembunyikan rasa malunya.
Kata-katanya tadi yang dikeluarkan olehnya
sambil bermain-main dengan ujung rambutnya, memang memberikan alasan yang masuk
akal. Kata-katanya tadi memang sebuah hal yang mudah kita pahami, sebagai
remaja, mungkin akan sulit dipahami jika kita sudah menginjak dewasa.
Bagi mereka, Valentine kali ini adalah
Valentine terakhir mereka.
Begitulah, mungkin tidak semua orang bisa
bersimpati dengan apa yang Miura rasakan. Misalnya Isshiki yang masih akan
punya satu kali lagi Valentine, jadi dia tidak merasakan emosi yang mendalam
ketika mendengarnya. Mulutnya terlihat terbuka begitu saja seperti tidak paham
mengapa Miura merasa itu adalah hal yang penting baginya.
Yukinoshita lalu terlihat seperti memikirkan
sesuatu dan menaruh tangannya di dagu.
Tetapi berbeda dengan Yuigahama. Dia
terus-terusan menatap tajam ke arah Miura.
“...Yumiko, bukannya kamu tadi bilang kalau
belajar membuat coklat di momen seperti ini seperti sikap yang terburu-buru?”
“...Ka-Kalau itu – “ Miura kehilangan
kata-kata, lalu berusaha memalingkan pandangannya. Tapi Yuigahama terus
menatapnya dan tidak mau kehilangannya.
Ebina-san lalu mencoba menengahi Yuigahama
yang terlihat kecewa.
“Begini, begini, memangnya apa masalahnya?
Kupikir belajar membuat coklat bagi siapa saja akan terdengar bagus.”
“Siapa saja? Apa kau berniat untuk membuatnya
juga, Hina?” tanya Yuigahama, seperti terkejut mendengar jawabannya.
“Yep. Well, mungkin lebih tepatnya aku akan
menemani Yumiko atau sejenis itu. Kurasa tidak ada ruginya jika aku ikut
belajar juga.”
“Ohh, itu cukup mengejutkan...”
“Benarkah? Seperti, jika aku bisa membuatnya,
akan sangat berguna buat dijual di event seperti Comiket,” kata Ebina-san.
“Oh ho...?”
...Coklat yang dijual? Dijual, huh? Hmm?
Akupun melihat ke Ebina-san, merasa kalau kata-katanya tadi cukup aneh, lalu
dia berbalik menatapku.
Sebuah tatapan yang terlihat dibalik lensanya
seperti bertanya kepadaku apakah ada sesuatu yang salah. Akupun menggelengkan
kepalaku.
Umumnya, benda-benda buatan sendiri, entah
untuk dijual atau sebagai hadiah, biasanya dipakai sebagai simbol untuk
menggambarkan hubungan yang lebih dalam daripada sekedar hubungan teman.
Ebina-san harusnya paham soal ini, meski begitu, dia tetap berniat untuk
membuat coklat.
Dengan kata lain, setidaknya, meski kecil,
dia memikirkan tentang seseorang...
...Lumayan juga usahamu, Tobe. Kau ternyata
sudah membuat perkembangan disini. Sekali lagi, aku sendiri tidak tahu apakah
Tobe orang yang akan hendak dia beri karena bagiku Tobe sendiri terlihat
seperti orang asing. Maksudku, serius, siapa sih Tobe?
Dengan pikiran-pikiran semacam itu mulai
bermain-main di kepalaku, aku merasakan sedikit kehangatan mulai mengisi hatiku
ketika melihat Ebina-san. Lalu, kedua alisnya tiba-tiba bergerak. Dia lalu
memasang ekspresi busuk dan kacamatanya terlihat bersinar-sinar.
“Yeah, kau juga harusnya belajar membuat
coklat! Kupikir kau harusnya mencoba memberi Hayato-kun bro-chocolate, Hikitani-kun!”
“Yeah terima kasih, tapi aku tidak
berminat...”
Sial, tampaknya Ebina-san tidak akan
berpindah mode dalam waktu dekat...Ngomong-ngomong, apa yang barusan dia
katakan? Bro-choco? Tomo-choco?
Apa-apaan itu? Kakek dari Chibi Maruko?
“Bukannya dia sendiri bilang tidak akan
menerima dari siapapun?”
“Jelas diterima kalau itu dari seorang pria!”
Kurasa aku sudah melakukan kesalahan besar
dengan bertanya hal seperti itu.
Dengan terpaksa, kami harus mendengar ocehan Ebina-san ini...Lagipula, orang
yang biasanya menghentikan Ebina-san terlihat sedang mencemaskan sesuatu, dia
terus-terusan bermain-main dengan ujung rambutnya.
Untuk sementara waktu, aku tidak mempedulikan
Ebina-san, yang terus-terusan bercerita tentang bro-chocho dan homo-choho.
Isshiki yang duduk di sebelahnya, tampak
menyilangkan lengannya dan menggerutu.
“Benar juga. Kurasa itu akan mempersulit kita
karena sejak awal dia sudah memberitahu orang-orang kalau dia tidak akan
menerima apapun.”
Yep – tunggu dulu, bukan begitu, masalahnya
bukan begitu, tapi kita ini sama-sama pria...Tunggu dulu, kalau dipikir-pikir,
memang ada benarnya kalau dia mungkin akan dengan senang hati menerima coklat
dari pria karena tidak akan memberinya masalah...Tapi tunggu dulu!? Jelas-jelas
akan ada masalah lain yang muncul dari adegan itu! Dan ujung-ujungnya hanya
akan memberiku sebuah nasib buruk lainnya!
“Jadi kita harus bagaimana...?”
“Haa...Mana gue tahu!”
Ketika Isshiki dan Miura sama-sama mendesah
kesal, mereka kemudian saling melihat satu sama lain. Kedua tatapan mereka
seperti kumpulan kembang api yang siap disulut...
Ya ampun, ini menakutkan sekali...
x Chapter IV Part 1 | END x
Tidak ada komentar:
Posting Komentar