x x x
Udara hangat terlihat jelas dari kaca jendela ruangan kelas, tapi tidak dengan suasana lorong sekolah yang berhubungan langsung dengan halaman sekolah. Terisi dengan pemandangan pepohonan dengan daun-daun yang berguguran dan tanaman-tanaman yang tidak berbunga, sebuah pemandangan musim dingin yang berdebu dan kering dimana kau sendiri akan jarang melihat yang seperti ini jika tinggal di utara Jepang.
Meski tidak menggambarkan image musim dingin, tapi cuacanya benar-benar sangat dingin. Seperti merasakan perbedaan kehangatan yang kurasakan di kelas tadi, aku membetulkan kembali posisi syalku di area sekitar leher. Aku berjalan sambil menggerutu tentang betapa dinginnya hari ini, lalu kudengar suara langkah kaki yang sedang mengejarku dari belakang.
Ketika hendak kulihat siapa itu, bahuku malah terasa dipukul oleh sesuatu. Ternyata Yuigahama sudah berada di sampingku dengan ekspresi yang kesal.
"Kenapa kau malah pergi duluan...?"
"Bukannya kamu sendiri yang tidak bilang apapun soal berangkat bersama..." aku mengatakannya dengan nada kesal, entah mengapa dia bersikap seperti itu.
Yuigahama lalu hanya bisa membuka mulutnya dan bermain-main dengan sanggul rambutnya untuk menyembunyikan rasa malunya.
"...Oh, kupikir tadi kau menungguku. Soalnya kau tadi setelah jam pelajaran terakhir masih ada di kelas sebentar..."
"Sebenarnya bukan begitu..."
Sambil berbicara, aku berpikir sejenak mengapa aku tidak langsung pergi dari kelas. Memang benar kalau Yuigahama pernah mengajakku jalan bersama ke Klub. Mungkinkah itu alasanku tinggal sejenak di kelas, menunggunya untuk datang dan mengajakku?
Tapi sebuah alasan yang jelas muncul di kepalaku.
"Bagaimana aku mengatakannya ya, uh, aku tadi sebenarnya ingin melihat bagaimana situasi Miura dan Hayama."
"Ahh, benar. Kupikir mereka berdua baik-baik saja. Syukurlah."
Yuigahama mengatakan itu sambil mengangguk. Dia lalu berjalan lebih cepat dariku, beberapa langkah di depanku, lalu membalikkan badannya.
"Suasananya bagus sekali, tahu tidak? Aku yakin kalau semuanya sedang membicarakan hal-hal yang membuat mereka antusias, mereka seperti sedang berusaha menikmati setiap momen kebersamaan mereka..."
Dia mengatakan itu sambil tersenyum.
"Yeah, kurasa begitu. Mungkin saat ini adalah waktu yang terbaik untuk menikmati hidup."
"Ohh, tumben kata-katamu positif..."
"Ketika memikirkan masa lalu, kau serasa ingin mati saja karena menyesali semuanya. Ketika kau memikirkan masa depan, kau mulai depresi karena penasaran. Jadi kalau mengeliminasi itu semua, maka saat ini adalah waktu yang tepat untuk menikmati hidup."
"Ternyata kau tetap negatif!"
Yuigahama menurunkan bahunya dan memasang ekspresi kecewa. Lalu dia mempercepat langkahnya lagi dan berkata.
"Kau selalu mengatakan hal-hal semacam itu...Bisa tidak kau menghargai suasana hati mereka?"
"Suasana hati...huh?"
Suasana hati semacam apa?
Apa maksudmu, suasana hati di Valentine Day?
Kurasa kalau yang semacam itu, aku bisa sedikit mengerti. Biasanya, aku belajar dari mereka, menjalaninya, dan mengerjakan sesuatunya seperti mereka. Aku tinggal menjalaninya seperti sebuah kalimat "Ikuti saja trendnya saat ini". Melakukan itu hanya membuatmu dipenuhi ekspektasi, dikhianati, menjadi emosi, dan hanya bisa menunggu.
Tapi kurasa itu bukanlah sesuatu yang harus kau lakukan.
Manusia harus mengambil langkah maju daripada hanya sekedar menunggu. Tidak peduli apa jawaban dan kesimpulan yang sedang menunggumu di ujung sana, lakukan saja tanpa banyak perhitungan dan biarkan penyesalan itu untuk belakangan.
Oleh karena itu, aku akan mengikuti suasana hati obrolan ini dan memutuskan untuk bertanya.
"Ngomong-ngomong..."
Aku menahan diriku untuk mengatakan kata-kata selanjutnya dan itu membuat Yuigahama menoleh ke arahku. Dia menatapku seperti memberi tanda bagiku untuk melanjutkan kata-kataku. Pandangan mata semacam itulah yang membuatku ingin memalingkan pandangan mataku.
"...Apa kau ada waktu luang dalam waktu dekat? Aku ingin berterimakasih soal tempo hari..."
"Tempo hari?"
Yuigahama memiringkan kepalanya, terlihat terkejut...Ayolah! Kau bodoh sekali Nona Yuigahama! Bodoh sekali! Aku tidak akan mengulanginya lagi!
"Sebagai balasan merawat lukaku, err, dan hal-hal lainnya juga."
Dia lalu menghentikan langkahnya, dan berkata.
"Begitu ya," seperti memahaminya.
Yuigahama terlihat malu-malu, mengibas-ngibaskan tangannya, lalu tiba-tiba mengambil HP-nya dan melihat layarnya. Lalu, dia memegangi sanggul rambutnya dan mengatakan sesuatu dengan gugup.
"Huh? U-Um, Y-Ya, bisa...Kurasa," kata Yuigahama.
Dia lalu berusaha membetulkan sikapnya sambil memalingkan pandangan matanya. Cahaya matahari yang sedang tenggelam seperti menyinari lorong ini, menunjukkan tampilan wajah dan rambutnya yang memerah.
Lorong yang menghubungkan gedung sekolah dan gedung khusus memang pendek. Terdengar suara-suara langkah kaki dan teriakan dari siswa yang beraktivitas di halaman sekolah. Suasana sunyi ini ternyata tidak bertahan lama.
"...Ya sudah kau tentukan saja kapan. Aku akan siap kapanpun."
Aku mengatakan itu dengan cepat, lalu melanjutkan kembali perjalananku. Aku masih mendengar dirinya yang kesulitan untuk menjawabku, tapi tidak lama setelah itu, aku mendengar suara langkah kakinya yang mengejarku dari belakang.
Aku ingin berterimakasih kepadanya tempo hari. Dengan kata lain, itu hanyalah balas budi saja, sebuah kewajiban sosial setiap manusia. Sekali lagi, mungkin ini hanyalah sebuah alasan saja bagiku.
x Chapter III Part 2 | END x
Tidak ada komentar:
Posting Komentar