Senin, 20 Januari 2020

[ TRANSLATE ] Oregairu Vol.14 Chapter 3 : Aroma Itu Akan Selalu Mengingatkanmu Akan Nostalgia Di Musim Itu - 3



Sabtu setelah pesta di karaoke, sebuah hari dimana diriku harusnya bersantai-santai saja di rumah. Sayangnya, itu tidak akan terjadi.

Seperti yang dijanjikan, ditemani kegugupan yang melandaku di sepanjang perjalanan, akhirnya sampailah diriku di rumah Yuigahama. Ini adalah kedatangan keduaku. Yang pertama, bersama Yukinoshita, dan hanya terbatas di kamar Yuigahama saja. Tapi kali ini, aku berada di ruang keluarga sendirian. Aku seperti merasa berada di tempat yang asing.

Dekorasi ruangannya sangat berbeda dengan rumahku; ada cucian yang sudah terlipat rapi, ada tanaman hias dengan nama yang tidak aku kenal, kotak tissue dengan desain bunga-bunga, hiasan bunga yang ditaruh di gelas besar, tanaman-tanaman di balkon, dan aroma pewangi ruangan dengan bau pepohonan.

Tentunya, butuh keberanian yang besar bagi orang asing untuk masuk ke ruang keluarga yang biasa dipakai untuk berkumpul para anggota keluarga. Bukannya aku mau bilang kalau masuk ke kamar Yuigahama membutuhkan keberanian yang tidak seberapa; malahan sebaliknya, itu benar-benar membutuhkan keberanian yang sangat besar. Maksudku, super besar.

Tapi kau juga memiliki alasan untuk tetap bertahan di ruang ini, dan itu adalah...Tidak adanya kehadiran anggota keluarga yang lain. Tunggu dulu. Bukankah aku sudah diberitahu kalau GahaMom akan ada disini hari ini...?

Setelah masuk ke ruang keluarga, aku hanya terdiam sambil melirik ke seluruh penjuru ruangan. Kulihat kesana-kemari, hanya ada kesunyian, Yuigahama, dan diriku di ruangan ini. Aku bahkan dengan mudahnya bisa mendengar suara Yuigahama yang sedang melakukan sesuatu dengan peralatan pecah-belah di dapur.

Yuigahama sendiri memakai pakaian yang casual, dimana terlihat jauh lebih santai daripada biasanya, memakai Parker Sweater model A-line dan sandal rumah dengan motif bulu tebal. Model pakaiannya yang cukup longgar itu memang tipe pakaian yang kauharapkan dari anak muda di hari liburnya.

Sedangkan aku, hanya memakai kemeja oxford berwarna navy dan celana katun. Itu adalah pakaian yang telah dipilih oleh Komachi sejak dulu agar pakaianku tidak memalukan ketika keluar rumah, atau lebih tepatnya, agar tidak memalukan ketika pergi jalan-jalan dengannya. Ditambah jaket, maka tampilanku akan terkesan kasual.

Aku sebenarnya tidak benar-benar berniat untuk menyiapkan pakaian di kegiatan hari ini, namun ada kemungkinan akan bertemu GahaDad,  jadi aku tidak ingin terlihat sebagai orang yang tanggung. Dengan kata lain, pakaianku mencerminkan perasaan gugupku.

Sebaliknya, Yuigahama terlihat ceria.

“Aku akan membuatkan teh untukmu, silakan duduk.”

“O-Oke...”

Meja makan memiliki empat kursi, dan aku duduk di kursi terdekat dengan pintu. Di atas meja terdapat tumpukan buku resep.

Alasan kunjunganku hari ini adalah untuk membuat semacam kue, dan kalau memungkinkan, akan diberi panduan oleh GahaMom. Tapi dia tidak terlihat hari ini. Aku juga menyiapkan diriku kalau ternyata ada GahaDad disini, tentu saja karena ini hari Sabtu, dan dia juga tidak ada di ruangan ini.

...Tahulah?

Hanya ada kita berdua di rumah ini, betul tidak?

Tunggu dulu, kalau tidak salah disini ada satu lagi anggota keluarga, atau lebih tepatnya, peliharaan keluarga ini. Sambil mencari pet tersebut, Yuigahama datang membawa teh dan kue di atas nampan. Dia lalu duduk di kursi sebelahku dan memberiku secangkir teh.

“Terima kasih...Ngomong-ngomong, dimana Sable?”

“Sedang jalan-jalan dengan Ibuku. Harusnya mereka kembali dalam beberapa menit lagi.”

“Begitu ya...”

Yuigahama kemudian menopang dagunya dengan tangan, dan tangan lainnya membuka buku resep dan mengambil kue.

Kurasa inilah yang disebut merasa di rumah sendiri. Dan memang pada dasarnya ini adalah rumahnya, jadi ini wajar sekali. Ngomong-ngomong soal kedua orangtuanya, misteri keberadaan mereka mulai menghantui kepalaku, terutama Ayahnya.

“Oke, jadi aku ada sebuah pertanyaan...”

“Ada apa?” Yuigahama memiringkan kepalanya ke arahku sambil terus menatap ke buku resep dan mengunyah kue kedua yang diambil olehnya.

“Ayahmu kemana hari ini?”

“Kenapa topiknya malah itu? Menjijikkan sekali.”

Yuigahama merasa kaget dengan yang kukatakan tadi, tapi aku sendiri berpikir kalau itu wajar. Aku sendiri tidak keberatan bertemu GahaMommalahan aku sendiri tidak sabar untuk bertemu dengannyatapi berbeda dengan GahaDad. Aku sendiri bingung harus bersikap apa. Kalau aku jadi dia, aku akan menghabisi orang seperti diriku ini. Tidak peduli hubungan pria ini dengan putrinya seperti apa; aku akan menghabisinya tanpa ragu.

“Palingan sedang di tempat kerja? Entahlah.” dia mengatakan itu dengan santainya, tanpa mempedulikan kecemasanku sedari tadi.

Untunglah, karena aku sendiri juga tidak tahu bagaimana menyapanya...Kutepuk-tepuk dadaku dan mulai bernapas lega.

Yuigahama mulai mendorong kursinya mendekat ke arahku. Akupun menarik kursiku menjauh untuk menciptakan jarak diantara kita. Lalu dia menunjukkan buku resep tersebut dan memberi tanda agar kami melihatnya bersama-sama.

“Jadi, aku sempat berpikir soal ini, tapi pastinya yang kita buat nanti bukanlah sesuatu yang rumit kan?”

“Kurasa itu terlalu tinggi, buat saja sesuatu yang kita pasti bisa.”

Akupun mulai menopang daguku dengan tangan, dan membolak-balik buku resep dengan tanganku yang lain. Foto-foto kue yang cantik terlihat setiap kali kami membuka halaman yang baru, tentunya diiringi perasaan bimbang tentang apa yang akan kami buat. Di buku ini ada muffin, macaron, tarte tatins, caneles, dan biskuit florentine...Mereka semua tampak cantik dan enak. Komachi pasti dijamin suka dengan salah satu kue ini.

Masalahnya adalah apakah kita bisa membuatnya.

Aduh, mustahil...Bagaimana caranya memisahkan putih telur dan kuning telur? Lalu apa yang harus kau lakukan dengan putih telurnya? Pasti dipakai untuk mengoles kue? Benar tidak?

Sambil melihat buku resep yang sama, Yuigahama menggerutu.

“Bisakah...Aku...Membuat...Kue...Mungkin saja?”

Sebuah pernyataan yang kurang meyakinkan...Dia hanya bisa mengatakan itu sambil memiringkan kepalanya. Setelah itu, dia melihat ke arahku.

“Begitu ya...Kalau kau saja bisa, kupikir aku harusnya bisa.”

Kubalas tatapannya dengan gestur yang mendukung pernyataanku barusan.

“Apa maksudmu?”

Yuigahama kemudian memukul bahuku.

“Ow...” kataku.

Sebenarnya tidak begitu sakit, tapi aku mulai menggosok-gosok bahuku.

Tiba-tiba, ada yang mengintip dari atas bahuku. Dia adalah Ibu dari Yuigahama, yang baru saja pulang dengan anjing peliharaan mereka. Dia memakai sweater berwarna gelap dipadu rok panjang. Dia sedang memegangi Sable di lengannya.

“Oh, kalau bisa jangan kue! Harusnya pilih sesuatu yang akan meninggalkan kesan mendalam.” Dia mengatakannya sambil memandangi buku resep.

Karena itu, aku bisa mencium baunya, kehangatannya, dan kelembutannyaaku terhipnotis olehnya.

Maaf kalau kata-kataku agak bombastis, tapi itu benar adanya. Juga, Sable yang menempel di telingaku benar-benar mengganggu. Malahan, dia mulai menjilatiku...

“Maaf sudah merepotkan...Dan juga terimakasih atas panduannya...” aku akhirnya bisa mengatakan kalimat sapaan, meski Sable sedang menjilatiku.

GahaMom tersenyum.

“Serahkan padaku! Ibu akan melakukan yang terbaik!”

“Bu, kami akan memanggilmu nanti, jadi tolong tinggalkan kami dulu...”

Yuigahama berdiri dan mulai mendorongnya menjauh.

“Loh, kan kamu yang minta Ibu untuk membantumu, Yui!”

“Ya seperti kataku tadi, kami akan memanggilmu ketika saatnya tiba!”

GahaMom yang bertahan dan Yuigahama yang mendorongnya. Hasilnya, keduanya saling dorong-mendorong dengan menggunakan punggung mereka masing-masing. Candaan antara Ibu dan putrinya memang pemandangan yang mengagumkan...

“Be-Begini, kalau kita ada yang tidak mengerti, Beliau kan bisa memberitahu kita, jadi...”

Pemandangan yang kulihat ini memang enak dilihat, dan sesuatu yang bisa kutonton sampai kapanpun. Namun, karena ini bisa berlangsung sampai besok, maka aku harus turun tangan.

Seperti mendapatkan kawan, GahaMom mulai tersenyum.

“Betul itu! Akan lebih baik kalau aku ikut membantu kalian, benar tidak?”

Yuigahama tampak menggerutu.

“Ya sudah. Jadi apa saran Ibu tentang yang akan kami buat ini?”

Yuigahama kembali bersandar di tempat duduknya dan menunjuk ke kursi seberang yang kosong. Ibunya tampak tersenyum dan duduk di tempat yang ditunjuk tersebut.

“Karena awalnya kalian ingin membuat kue, membuat kue yang bisa berkesan kurasa bagus juga.”

“Yang berkesan ya...” Yuigahama mengatakannya sambil menatap ke arah langit-langit.

“Hikki-kun, kue seperti apa yang menurutmu bagus?”

GahaMom mengambil Sable yang ada di pangkuannya dan menaruhnya di dada. Aku berada dalam situasi dimana mulutku hendak berkomentar tentang sikapnya yang tidak bersalah itu, tapi tanganku menghentikanku.

“Sesuatu yang berkesan ya...Pastinya sesuatu yang enak dilihat, instagrammable, kesannya barang mahal, tapi bisa dijadikan benda untuk menyogok Ibu dari teman sekelas...”

“Tolong bahasanya!”

“Kau tadi berpikir dari sudut pandang seorang istri!?”

GahaMom tersenyum lebar sementara Yuigahama menatapku dengan tatapan menyedihkan. Pernyataanku dicela, namun aku sendiri tidak membantahnya. Wanita dewasa memang menyeramkan.

Akupun terdiam dan berpikir. Sambil menatap Sable, akupun menjawab.

“Bagaimana...Kalau makaroni?”

Aku hanya melihat ke arah Sable saja, tidak lebih dari itu. Tidak ada apapun dibalik Sable. Hanya Sable saja.

Apapun yang terlihat setelah itu, adalah diluar kemauanku.

“Bzzt!”

GahaMom mengucapkan itu sambil menyilangkan jarinya. Wow, dia benar-benar mempesona...

Dia lalu pura-pura batuk dan memasang wajah serius.

“Makaroni itu bagus untuk hadiah, namun tidak untuk dibuat dari nol.”

“Yep, diberi makaroni memang membuatku senang.”

“Tapi membuatnya sendiri butuh perjuangan yang keras.”

Memangnya benar-benar berat kah untuk membuatnya? Itulah yang terlintas di kepalaku ketika melihat buku resep itu. Kata “makaroni” memang tertulis disana, dan langkah-langkah pembuatannya memang terlihat sulit. Dan juga, harga bahan-bahannya mahal. Jadi, membeli ataupun membuatnya memang sudah bukan lagi opsi disini.

GahaMom lalu pura-pura batuk.

“Jadi, aku punya rekomendasi! Dan rekomendasiku adalah Tart Buah!”

“Huh? Bukannya membuatnya saja sudah cukup sulit?”

Yuigahama tampak keheranan. Akupun hanya mengangguk setuju.

Bukankah ini diluar kemampuan kita? Aku tidak punya pengalaman untuk membuat kue yang manis-manis, apalagi Yuigahama. Kalau kau meminta kami untuk membuatnya, maka hasilnya bisa dipastikan sebuah kue tart yang cacat, tahu tidak? Akupun menatap GahaMom dengan tatapan ragu.

Dia hanya tersenyum, dan membuat gestur damai, mengedipkan matanya, dan berkata.

“Tidak apa-apa, tenang saja! Kau bisa beli “tart crusts” di toko kue, setelah itu pekerjaan yang tersisa adalah mengisinya, pasti mudah sekali! Kalau kau pernah lihat fruit tarts seperti apa, kau bisa melakukannya dengan mudah.”

“Kedengarannya bisa kulakukan!” Kedua mata Yuigahama tiba-tiba bersinar.

Kalau kita diperbolehkan memakai barang jadi sebagai bahan kuenya, maka tingkat kesulitan pembuatannya akan menurun drastis. Penjelasannya memang cukup meyakinkan.

“Yeah, kurasa begitu...Benarkah?” Akupun masih belum sepenuhnya “membeli” ide itu, dan kulihat sekelilingku.

“A-Aku bisa melakukannya! Benar kok! Sepertinya sih...” dia mengatakan itu sambil mengepalkan tangan dan mengangguk.

Masalahnya, suaranya mulai pelan dan menghilang. Itulah yang membuatku khawatir. Dia selalu mengacau dengan menambahkan perasa yang tidak perlu atau sejenisnya. Itu artinya aku harus terus mengawasinya.

“Ya sudah, ayo kita lakukan.”

“Oke!”

Kami berdua mengangguk, dan GahaMom tersenyum.

“Oke, ayo kita berbelanja.”

Ketika Yuigahama dan diriku menjawabnya, Sable juga menggonggong.

Hmm, maaf Sable, kali ini kau harus tinggal dan mengawasi rumah...



x x x



Waktu menunjukkan kalau sebentar lagi sudah masuk jam makan malam, dan pusat grosir di AEON yang lokasinya dekat rumah Yuigahama terlihat ramai dengan berbagai aktivitas.

Interior toko tampak semarak. Yuigahama dan Ibunya berjalan di depan, sedangkan aku mengikuti mereka di belakang dengan mendorong  kereta barang. Bagian atas terlihat beras, daging, manisan, dan bermacam-macam barang menumpuk disana. Kami tidak hanya berbelanja kebutuhan pembuatan kue kami, namun juga sekalian berbelanja kebutuhan rumah tangga Yuigahama.

GahaMom menoleh ke arahku dan tersenyum.

“Maaf ya, malah membawa barang-barang yang berat seperti ini.”

“Tidak masalah, saya sudah terbiasa dengan ini.”

Aku sering menemani Ibuku dan Komachi berbelanja. Waktu masih kecil dulu, aku sering menyelipkan snack dan manisan ke kereta belanja tanpa sepengetahuan kedua orangtuaku...Dan inilah yang dilakukan Yuigahama-san saat ini, tepat di depanku!

Ngomong-ngomong, ini adalah pertamakalinya aku bisa melihat ke seluruh sudut perbelanjaan disini. Biasanya aku hanya disuruh memegang tas belanjaan ketika pergi bersama Ibuku dan Komachi. Mereka lalu menyuruhku untuk membeli ini dan itu. Akhirnya aku sendirian pergi ke sudut ini dan itu. Setelah kembali, mereka malah menatapku dengan keheranan.

Kenapa kau beli ini?

Bagaimana aku tahu kalau ini tahu kapas dan tahu sutera? Mereka berdua sama-sama tahu...

Dengan skill belanja yang rendah, kegunaanku hanyalah menampung belanjaan mereka, karena itulah aku berkomitmen penuh dan mengikuti GahaMom sekitar tiga langkah di belakangnya.

“Enak ya kalau ada anak laki-laki yang membantu, seperti memberi suasana baru!”

Pembicaraan semacam itu menghiasi rombongan kami dalam perjalanan kami mengelilingi sudut-sudut toko. Dan akhirna, kami sampai di bagian sayur dan buah-buahan, dimana yang terakhir tadi adalah salah satu tujuan utama kami kesini. Buah-buahan yang ada disini dari pisang, jeruk, apel, hingga ke buah tropis yang langka.

“Hei, yang kita cari adalah kiwi, pepaya, dan mangga, benar?”

“Hmm, apa ya?” GahaMom berjalan menuju rak buah-buahan sambil menyilangkan tangannya. Dia menaruh satu tangannya di dagu dan berpikir.

Yuigahama menaikkan tangannya dan berkata. “Buah persik!”

“Buah persik masih belum ada, musimnya persik ada di musim panas, oke?” Ibunya dengan cepat menolak idenya.

“Oh, oke...Kupikir sudah musimnya...”

Kereta belanja kami sebenarnya banyak terdapat manisan buah persik dan sejenisnya, yang diam-diam diselipkan Yuigahama.

Mungkin, banyak orang berpikir kalau musimnya buah persik adalah musim semi gara-gara Festival Buah Persik yang diadakan di musim semi. Beberapa makanan dan minuman menggunakan anggapan itu dalam marketing mereka seperti jus persik, minuman sochu highballs, dan beberapa manisan khusus waktu bulan Maret. Hal-hal semacam inilah yang membuat anggapan kalau sebuah buah adanya musiman sudah mulai ditinggalkan.

Senada dengan itu,  jaman dimana impor dan buah organik adalah hal yang lumrah, membuat makanan yang adanya cuma di musim-musim tertentu saja mulai menghilang dari anggapan orang. Ada komikus yang terkenal mengatakan kalau “Ini semua gara-gara perusahaan makanan di Jepang.” Belum lagi munculnya rasa peach putih.

Ketika aku mulai berpikir ini dan itu, GahaMom menghentikan langkahnya.

“Buah terbaik di musim ini adalah...Stroberi!”

Rak di depannya terdapat banyak sekali buah-buahan, dan dia sedang menunjuk ke salah satu buah yang sangat mencolok. Banyak sekali stroberi yang terbungkus dalam pack dan diberi hiasan yang mencolok, hampir seperti berada di Festival Big Starmiya Ichigo.

“Ohh, ini diluar dugaanku. Straberi menurutku terasa seperti buah musim dingin.” Yuigahama mencondongkan tubuhnya ke depan dan mengendus stroberi tersebut. “Baunya enak sekali...”

“Ya sudah, kita beli stroberi saja.”

Tepat ketika aku hendak mengambil satu pack stroberi, GahaMom memegangi lenganku.

“Jangan.”

Dengan lembut, dia berbisik di dekat telingaku dan membuatku mundur. Digabung dengan arome manis di area ini, tubuhku merasa geli oleh sensasi ini. Akupun berhasil menahan diriku dari mengatakan sesuatu yang aneh dan menatapnya dengan tatapan heran.

Dengan tatapan serius dan melambai-lambaikan jarinya ke atas, dia berkata.

“Stroberi biasanya tidak cocok untuk manisan buatan sendiri.”

“Be-Begitu ya...”

Aneh sekali. Banyak sekali manisan yang dibuat dari Stroberi, tahu tidak? Aneh sekali. Lagipula, sampai kapan orang ini akan memegangi lenganku? Aneh sekali. Meski, aku tidak keberatan soal itu.

Kepalaku masih bingung dengan hal ini, dan Yuigahama menarik tangan Ibunya dariku.

“Kenapa tidak? Padahal disini banyak sekali manisan dari Stroberi.”

“Karena itulah. Kau sering memakannya, bukan? Kau harusnya memilih buah yang memberikan kesan mendalam.”

Kutatap Yuigahama dengan gestur “apa maksudnya?” dan dia hanya membalas gesturku dengan ekspresi “entahlah”. Kemudian kami menatap ke GahaMom untuk mencari jawabannya.

Dia malah bertanya kepadaku.

“Hikki-kun, kau suka buah apa?”

Aku tidak langsung menjawabnya, dan memilih untuk berpikir terlebih dahulu. Tapi entah mengapa, Yuigahama menjawabnya untukku.

“Kacang, benar tidak?”

“Kenapa malah kau yang jawab? Dan kita ini sedang membahas buah sekarang, buah.”

“Maksudku, kau kan suka Chiba, jadi...”

“Hei, kau tidak berpikir kalau setiap orang yang menyukai Chiba harus memakan kacang atau sejenisnya kan?”

Hei, tahu tidak? Kacang itu tidak termasuk dalam buah-buahan, atau bahkan turunan dari buah, atau bahkan buah dari Kinomi Nana. Mereka adalah keluarga kacang-kacangan. Hanya sekedar berbagi pengetahuan saja.

Aku berharap bisa mengedukasinya dengan tatapan kesalku ini, tapi Yuigahama malah menggerutu.

“Jadi, kau suka buah apa?”

“Kalau itu...Jawabannya Pir. Pir dari Chiba adalah yang terbaik di Jepang, tidak, di dunia.”

Kan akhirnya masih ada hubungannya dengan Chiba!”

“Aku tidak menolak kalau Chiba dimasukkan ke alasan itu, tapi aku secara umum aku suka buah pir. Pir Kosui juga enak sekali. Tidak hanya rasanya, tapi teksturnya. Super enak. Kami punya satu box penuh pir itu pada musim panas lalu.”

“Wow, kau serius sekali menjawabnya! Menakutkan!”

Sebenarnya aku sendiri tidak terlalu bersemangat dalam menjelaskannya tadi, tapi Yuigahama sendiri tidak mau menerima penjelasanku...Aneh sekali, padahal yang kulakukan itu ya menjawab pertanyaannya...

Ibunya sendiri tidak terbawa suasananya, malahan masih menaruh tangannya di dagu.

“Pir masih belum musimnya, meski begitu...Kalau persik sih, ada versi persik kalengan.”

“Ooo, persik kalengan, kedengarannya enak...” Yuigahama tampak gembira.

Kau ini sepertinya terlalu fans dengan persik, sambil melirik ke arahnya. Kemudian, Ibunya mengangguk, sepertinya sudah mencapai kesimpulan tentang sesuatu.

“Oke, mungkin saja bisa. Kita tidak perlu repot karena sudah dalam bentuk buah compote dalam kaleng.”

“Mungkin...?” kumiringkan kepalaku, apa maksudnya dengan mungkin.

Yuigahama juta meresponnya. “Compote...Begitu ya, simple dan mudah...”

“Betul sekali!”

Bukan, compote yang kau maksud itu comfort, sedang compote yang dimaksud Ibumu adalah buah yang sudah dicampur buah atau cairan lain.

Tapi, ini memang masuk akal. Yuigahama karakternya suka asal ngomong begini karena didikan Ibunya. Bukannya aku ingin bilang itu buruk, tapi kurang lebih dia sudah dibesarkan dengan sangat baik. Lingkungan dimana orang itu dibesarkan, adalah hal penting selain genetik orang tuanya. Kuharap dia akan terus dibesarkan di lingkungan yang sehat...Dan akupun menatap ke arah Yuigahama.

Yuigahama lalu menatapku dan berkata. “Persik kalengan, huh...? Bagaimana menurutmu, Hikki?”

“Aku sendiri tidak masalah. Komachi bukan orang yang pilih-pilih, jadi kupikir persik tidak masalah.”

Keluarga Hikigaya juga menganggap buah persik adalah buah yang lezat, terutama di musim panas. Kalau melihat kebiasaan Komachi, harusnya dia juga menyukai persik. Aku sendiri juga tidak masalah. Malahan, aku menyukai persik tawawa!

Tapi, pilihan persik kalengan memang sedikit mengkhawatirkanku.

“Kalau kita menggunakan persik kalengan, berarti musim sudah tidak penting lagi, benar tidak?” kataku, sambil menatap ke arah GahaMom.

Dia lalu menatapku sambil tersenyum.

“Kau betul sekali soal itu...Tapi musim itu akan datang kembali.”

Meski nada suaranya terdengar lembut, tapi suaranya terdengar mengandung banyak sekali perasaan kesepian di dalamnya. Ekspresinya yang seperti itu mirip dengan ekspresinya malam itu, seperti sedang menderita karena memikul beban yang berat. Ekspresi yang hanya bisa dibuat oleh orang dewasa.

“Ketika waktu berlalu, dan kau menjadi orang dewasa, lalu memakan buah persik, kau akan memikirkan sesuatu yang pernah terjadi di masa lalu, benar tidak? Itulah yang membuat manisan buah ini terasa berkesan.”

GahaMom membisikkan itu sambil menutup sebelah matanya, seperti sedang membagikan sebuah rahasia. Suaranya seperti mengandung magis sehingga akupun menjadi yakin akan kata-katanya tadi.

“Kedengarannya bagus sekali!” Yuigahama mengatakannya dengan mata yang berbinar-binar.

Sambil melihat ekspresi putrinya, GahaMom menaruh tangannya di mulut, tertawa kecil, dan mengedipkan sebelah matanya.

“Benar kan? Tapi entah ya, apa berhasil juga kalau itu laki-laki.”

“Aw, Ibu ada-ada saja! Sekarang topiknya malah merembet kemana-mana...”

Mendengar pembicaraan mereka, membuatku tersenyum kecut. Dia benar, itu pasti memiliki efek yang sama dengan pria.

Setiap kali kau mendapati aroma yang menyegarkan itu, dan setiap kali kau masuk dalam kehangatan yang manis ini, kau akan teringat akan musim itu. Karena itulah, aku tidak akan melupakan itu.

GahaMom memang bijak; Ibu dari Gaha. Ketika Ibu dan Putrinya menuju rak makanan kaleng, akupun melihat mereka dengan penuh hormat, kagum, atau malahan rasa takut.

Mereka berdua saling memegang pinggang satu sama lain, dan berjalan pelan sambil mengobrol sesuatu.

“Memangnya, Ibu pernah melakukan yang semacam itu?”

“Pernah! Ayahmu masih mengingat waktu kita”

Sebelum melanjutkan lebih jauh, Yuigahama memotongnya.

“Uhh, yeah, tidak usahlah. Aku tidak ingin mendengar cerita semacam itu tentang Ayah, agak menjijikkan...”

Kasihan sekali kau Ayah...




x x x




Di sebuah dapur yang bukan milikmu, banyak hal yang memiliki fungsi berbeda. Entah letak tempat cuci piringnya, keran airnya, mesin pemanggangnya, letak piring dan gelasnya, karpet ruang masak, atau bau deterjennya, semua hal disini berbeda dengan rumahku.

Tapi yang paling berbeda adalah celemek.

Tidak diduga, tampilan GahaMom mempesona. Dia menggigit jepit rambut dengan motif bunga, dengan bibirnya yang mengkilap itu sambil mengikat rambutnya di sanggul bagian belakang. Setelah itu, jepit rambut tersebut terpasang disana. Dia lalu memakai celemek dan mengikatnya di belakang.

Sangat jarang celemek dipakai di rumah keluarga Hikigaya.

Pemandangan di dapur kami seperti berasal dari dunia yang berbeda. Komachi biasanya akan memakai baju training lusuhnya sambil menggoreng di dapur. Ibuku hanya memakai baju biasa, melempar semua bahan ke panci yang berisi mie yang entah untuk berapa lama.  Sedang Ayahku, yang jarang ke dapur, biasanya hanya memakai piyama sambil memanaskan susu di microwave. Bagi orang dengan level sepertiku, kadang aku setengah telanjang disana. Tidak pernah ada orang yang bertanya kepadaku Apakah kau baik-baik saja?

Setelah dibesarkan di lingkungan yang antah-berantah itu, akhirnya aku belajar menggunakan celemek di dapur. Apakah seperti ini rasanya hidup dengan benar...

Ketika aku terperangah oleh pemandangan ini, GahaMom tersenyum. Dia menarik tanganku dan memberikan celemek berwarna biru tua.

“Maaf ya, satu-satunya celemek yang tersisa adalah punya Ayah.”

“Oh tidak perlu, saya tidak apa-apa...”

Malahan, sebenarnya aku tidak perlu celemek. Sebenarnya aku tidak masalah kalau telanjang, ya, telanjang...Meski, aku berusaha menyelesaikan kata-kataku, tapi aku sendiri tidak bisa menolaknya.

Kubuka celemek itu, dan kulihat celemek ini sepertinya sudah terlalu sering digunakan. Karena itulah, aku merasa kalau menggunakan celemek kali ini adalah hal yang benar. Malah ini adalah bukti kalau Si Ayah sering menggunakan celemek ini ketika di dapur keluarga Yuigahama.

Tapi ini malah menimbulkan tanda tanya baru:

Kedua orangtuanya tampak sering memasak di dapur, kenapa putrinya tidak bisa?

Akupun melihat Yuigahama dengan skeptis.

Yuigahama memakai celemek yang girly dan berenda, celemek yang dibeli bersama Yukinoshita dulu. Dibandingkan waktu celemek itu tergantung di toko, tampak kalau celemek ini pernah digunakan.

Yuigahama lalu memegang renda celemeknya dan tersenyum.

“Bagaimana tampilanku? Aku terlihat seperti orang yang bisa masak kan?”

“...”

Sayangnya, betul.

Sinar matahari yang masuk ke area dapur digabung dengan pencahayaan dari lampu dinding, memberikan kesan hangat di dapur. Ini pemandangan yang indah dan berseni, dimana kau hanya bisa melihatnya di katalog saja. Karena itulah, beberapa fantasi mulai berkeliaran di kepalaku.

Untuk menghilangkan itu, akupun dengan cepat menambahkan.

“Ya, Ok, itu cocok denganmu. Apa aku juga terlihat cocok dengan ini?” kataku, sambil menepuk-nepuk celemek di pinggangku.

Yuigahama menaikkan alisnya dan menggerutu.

“Hmm...Sepertinya begitu, mungkin.”

“Apa-apaan dengan diam sejenak tadi?”

“Huh? Oh, maksudku, kau tampak seperti pelayan restoran, tapi celemek itu seperti...”

Yuigahama memasang wajah kesal dan menambahkan.

“...Bau.”

“Bukankah itu keterlaluan? Maksudku itu tidak hanya kepadaku. Bukankah ini celemek milik Ayahmu?”

“Memang, makanya...”

“Jangan khawatir, itu sudah dicuci!” GahaMom tertawa. “Ayo kita mulai?”

“Yeah!” kata Yuigahama, sambil menaikkan kepalan tangannya.

“Y-Ya...” sambil menaikkan tangan seperti kucing yang memelas.

Ini memalukan...

Semua bahan sudah tersaji di meja makan. Ada tart crusts, persik kalengan, dan fresh cream. Ada juga topping coklat, beberapa buah, dan berbagai item tambahan lainnya.

Setelah kita mulai, resep rekomendasi tart buah ternyata lebih mudah dari yang kubayangkan. GahaMom pasti sudah memperhitungkan diriku yang belum pengalaman dan memilih dengan hati-hati resepnya.

Kulapis tart crushnya dengan kue spons yang tipis, melapisinya lagi dengan fresh cream dan mendekorasinya dengan persik. Untuk sentuhan akhir, aku menambahkan nappage, semacam gelatin. Ini dikarenakan persik akan berubah warna ketika kontak dengan udara, jadi menggunakan nappage akan membantu mempertahankan warna persik.

Semuanya berjalan dengan lancar, sesuatu yang tidak kuharapkan terjadi ketika datang ke rumah ini.

“Lihat, kita masih punya banyak bahan-bahan yang tidak terpakai, ayo kita coba beberapa variasi.”

GahaMom melihat kue tersebut dari belakang, seperti katanya, akupun terus mengerjakannya. Tapi, ketika sesuatu terasa terlalu mudah, wajar bila manusia ingin sesuatu yang lebih. Karena itulah, muncul sebuah bola lampu berpijar di atas kepala Gahama-san.

“Oh! Aku rasa ini akan menjadi sangat enak jika kau lapisi ini dengan colat.” Dia bertepuk tangan seperti menemukan sebuah penemuan yang bagus.

Melihatnya mulai membuka bungkus coklat, membuatku harus mengintervensinya.

“Kenapa kau seperti ini? Bisakah kau buat sesuatu secara normal saja?”

“Huh? Maksudku...Bukankah ini akan terlihat lebih cantik dan terasa enak?”

Ketika dia mengatakan itu, dia menaburkan coklat batangan yang sudah dihancurkan itu ke buah-buahan yang ada di kue tart. Persik putih tersebut mulai tertutupi coklat dan akhirnya bentuknya jadi kacau, jauh dari sebutan “cantik”. Kombinasi yang dia sebut itu hanyalah sebuah harmoni di tengah kekacauan, ditakdirkan untuk tidak cocok satu sama lain.

“Kau boleh berimprovisasi setelah paham tentang dasar-dasarnya dahulu.”

“Itu kan yang selalu Yukinon katakan kepadaku...”

Wajahku tampak tegang ketika dia tiba-tiba menyebut nama itu.

“Yeah, tahulah...Itu kan sudah umum,” kataku sambil mencoba menjaga sikapku.

Sepertinya Yuigahama tidak menyadarinya, tapi sambil melumuri kuenya dengan coklat, dia terus bercerita.

“Terakhir kalinya aku tinggal di apartemennya, kami memasak bersama-sama. Kalau kau campur bahan-bahan yang enak itu jadi satu, maka hasilnya pasti sesuatu yang enak, benar tidak?”

“Kau harusnya menyingkirkan pola pikir yang seperti itu...”

“Huh? Benarkah...?”

Cola dan Steak Hamburg adalah sesuatu yang enak, tapi kalau kau memanggang steak tersebut dengan cola, maka hasilnya akan menjadi menjijikkan...Bahan-bahan semacam itu punya prosesnya masing-masing, tahu tidak...

Akupun terdiam dan mulutku tampak terpaku. Yuigahama mengambil kesempatan itu untuk memasukkan sepotong coklat bersama potongan persik dari garpunya.

Tiba-tiba, aku mengucapkan “ahh” secara spontan. Ja-Jangan, Ibumu sedang melihat ini...Aku sendiri tidak punya waktu untuk merasa malu-malu karena terburu-buru untuk menelan dan membersihkan sirup yang menempel di mulutku.

“Naah, rasanya enak kan?”

“Jadi begini, Nona...”

Kutatap dirinya dengan mata setengah tertutup. Bukannya aku tidak senang atau sejenisnya, tapi ada baiknya memberitahuku dulu sebelum melakukannya. Jadi aku bisa menyiapkan hatiku, atau menyiapkan alasan untuk menolak...Sebelum aku melanjutkan kata-kataku, mulutku mulai merasa tidak enak.

Rasa persik yang segar dan aroma coklat terasa...Hmm...Kurang cocok...

“Ini adalah titik dimana kau harusnya cicipi sendiri dulu sebelum memberinya ke orang lain, oke?” Ini sangat tidak nyaman untuk dikunyah, jadi aku paksa untuk menelannya saja, dan akupun memberi saran yang extreme ke Yuigahama.

Tapi Yuigahama tampaknya tidak menangkap maksudku dan memiringkan kepalanya.

“Huh? Kupikir rasanya pasti enak.”

Dia lalu mencicipinya sendiri, tidak lama kemudian, wajahnya tampak pucat. Dia mengangguk dan terdiam. Sudah kubilang kan, tidak cocok! Akupun senang karena indra perasanya masih berfungsi dengan baik, tapi fungsi otaknya sebaliknya...

GahaMoom, yang sedari tadi melihat kita dari pinggir, menaruh tangannya di mulut dan tertawa.

“Kalau kau mau memakai coklat, mungkin lebih baik menggunakannya seperti ini.”

Dia kemudian melakukan sebuah demonstrasi. Dia mengambil sisa tart crust seukuran kepalan tangan, melapisinya dengan coklat, dan diberi hiasan buah. Dengan cepat, dia membuat sebuah tart buah mini.

Dia mengambil tart tersebut dan menyuapinya ke mulutku.

“Coba, aaaah.”

“Te-Terima kasih, tapi aku bisa memakannya sendiri.”

Hampa. Diriku tiba-tiba dihampiri kehampaan. Meski ketiakku mulai berkeringat, dan kepalaku mulai basah dengan keringat, aku terus berusaha untuk menjaga sikapku. Kuambil secara perlahan tart itu tanpa menyentuh jari-jarinya.

“Grr...”

Bibir GahaMom tampak kecewa. Hahaha,  aku, Hikigaya Hachiman, bisa mengontrol emosiku selama aku sudah mempersiapkan diriku, hahaha, meski begitu, dia memang manis, hahaha. Diriku mulai diserang oleh pemandangan yang manis ini, tapi akhirnya aku bisa membentengi diriku dan fokus untuk mencicipi tartnya.

“Enak, enak sekali...”

Tidak seperti rasa sebelumnya yang melambangkan sebuah pulau harta yang dipenuhi kasus pembunuhan, mini tart ini gurih di tekstur dan memiliki rasa persik yang beraroma coklat. Aku seperti bisa mendengar suara dari embusan angin...

Ketika ekspresiku termpampang dengan jelas, GahaMom tersenyum lebar dan bernapas lega.

“Baguslah! Oke, Yui, ayo aaaah.”

“Aahh.”

Yuigahama memakan tart yang disuapi oleh Ibunya itu. Akupun memandangi adegan itu, diriku membayangkan apakah mereka selalu melakukan hal yang semacam ini di rumah. Ketika menyadari tatapanku, dia kemudian menggoyang-goyangkan tangannya, disertai wajah yang memerah. Karena mulutnya penuh dengan tart, dia tidak mengatakan apapun, tapi gestur tubuhnya jelas-jelas mengatakan sebaliknya.

Itu tidak apa-apa, itu malahan bagus sekali, tidak ada yang salah dengan itu, akupun mengangguk balik setelah menyaksikan pemandangan yang hangat dan damai tersebut.  Yuigahama tampak tidak setuju dengan ekspresiku, tapi kedua matanya tampak terkejut dengan tart yang barusan dia makan itu.

“Oh, ini memang enak.”

“Untuk coklatnya, kau harusnya menggunakannya sebagai isian tart daripada sebagai lapisannya. Karena dengan begitu, kau bisa mempertahankan rasa crunchy-nya dan membuat rasanya bertambah enak.”

“Ohh, masuk akal.”

Yuigahama kemudian melakukan saran Ibunya tadi di tart crust. Melihatnya yang seperti itu, membuatku terkesan. Beritahu, tunjukkan caranya, biarkan dia mencobanya, dan puji; kalau tidak begitu, orang tidak akan mau melakukannya...Aku menyaksikan dengan kedua mataku bagaimana seorang dibesarkan selama ini.

“Ohh...Anda memang sangat berpengalaman sekali...” Gumamku.

GahaMom tampak bangga dan tertawa kecil.

“Betul kan? Asal tahu saja, aku sangat percaya diri kalau membahas hal-hal tentang masak-memasak!”

Bukan begitu, maksudku soal mendidik putrimu, tapi...okelah, kurasa itu tidak masalah! Lagipula senyum cerianya itu memang manis sekali!

“Tidak ada cara yang benar-benar paten untuk membuat tart buah, jadi kau bisa improvisasi. Bahkan kau bisa melakukan kombinasi dan menghasilkan sesuatu yang enak.”

“Begitukah?”

“Pasti!” GahaMom mengatakannya sambil tersenyum.

Aku bisa paham darimana referensinya, tapi aku merasa kalau hal-hal semacam itu hanya keluar dari mulut orang yang punya pengalaman banyak di dunia memasak, yang bisa membawa citarasa di dalam pikirannya ke dunia nyata...

Ketika aku berbicara dengan GahaMom, pikiranku muncul sosok Yuigahama, dimana aku melihat dengan mata kepalaku, sedang melakukan improvisasi dengan tartnya. Memangnya apa saja yang dia taruh disana...?

“Bu, bagaimana dengan ini?”

“Hmmm, itu bagus juga. Tinggal tambah resep rahasia, dan selesai.”

“Resep rahasia?”

:Ya, itu adalah bumbu rahasia yang bisa kau tambahkan,” kata GahaMom, dan kemudian dia membisikkan ke telinga Yuigahama.

Wajah Yuigahama langsung memerah.

“Ya ampun! Kalau Ibu mau mengatakan itu, mending kesana saja!”

Yuigahama lalu mendorong Ibunya ke arahku. Karena putrinya menolak untuk mengikuti permainannya, dia kemudian mengalihkan perhatiannya ke arahku.

“Hei, Hikki-kun, menurutmu itu apa?”

“Hmm, apa ya? Haha, mungkin rasa lapar?”

Aku menjawabnya sambil pura-pura memeras fresh cream di tanganku, pura-pura mendengar pertanyaannya, tapi GahaMom menghentikan waktunya. Sial, ini adalah salah satu momen di Dragon Quest dimana kau tidak bisa lanjut ke stage selanjutnya tanpa menjawab dengan benar pertanyaannya.

“Bagaimana kalau...Makanan gratis...Itu pasti akan selalu terasa enak,” kataku.

GahaMom menaruh tangannya di dagu dan tersenyum kecut. Sebaliknya, Yuigahama tampak kesal mendengarnya.

“Hikki, jawabanmu buruk sekali...”

“Mau bagaimana lagi, tapi makanan gratis memang enak sih.”

“Jangan dengarkan dia, Bu!”

Seperti tersugesti oleh putrinya, GahaMom pura-pura batuk.

“Aku ingin mendengar sebuah jawaban tentang masakan rumahan.”

Bumbu yang paling enak untuk membuat rasa makanan jadi lezat ya rasa lapar, makanan gratis, atau kata orang kue ketika merokok. Jujur saja, bawang, lemak hewani, atau micin adalah bahan-bahan utama untuk membuat makanan menjadi gurih. Tapi ketiga hal tersebut tidak berlaku untuk membuat kue yang enak. Jawaban yang dia tunggu sebenarnya hanya ada satu.

“Paling ya...Dibuat dengan tulus dan sungguh-sungguh,” kataku, sambil malu-malu.

GahaMom mengkonfirmasi itu dengan sebuah senyuman.




x x x




“Mari kita tunggu kue tartnya  dingin dulu” kata GahaMom, sambil menutup kulkas.

Nappage, atau Banagher, atau apalah itu, harus ditaruh di kulkas agar tart buahnya agak mengeras. Secara umum, tart buah memang lebih enak kalau dingin.

Setelah selesai beres-beres, kulepaskan celemek yang kupakai dan menuju ruang keluarga. Resepnya tidak begitu sulit, tapi memang membuatku capek. Meski begitu, aku merasa puas dengan proses tersebut.

Dalam harapan untuk bisa beristirahat di sisa hari ini, membuatku melangkah tergopoh-gopoh menuju sofa, dan aku merasakan lengan bajuku ditarik. Ketika kulihat, Yuigahama yang memegangi Sable di lengannya sedang menarik kemejaku.

“Um, kesini...” dia berbisik, meremas Sable untuk menyembunyikan suaranya. Dia kemudian menarikku menuju arah yang dituju.

“O-Oke...Oh, kami permisi dulu.” Akupun membungkuk ke GahaMom dan tubuhku ditarik menjauh dari ruang keluarga.

“Oke, santai saja. Nanti kuberitahu kalau tartnya selesai.” Suaranya berasal dari belakangku, dan aku dengan terburu-buru mengikuti Yuigahama. Tujuannya adalah kamarnya.

Dia memintaku duduk di bantal duduk sementara dia duduk di kasur dengan Sable duduk di pangkuannya.

“Um...Jadi, apa yang kita lakukan sementara waktu?” dia menanyakan itu dengan awkward.

Pertanyaannya itu mengingatkanku tentang pertanyaannya waktu festival kembang api dulu. Membuatku mengatakan hal-hal yang tidak masuk akal.

“Well...Kita mau apa? Bagaimana kalau pulang saja?”

“Ya tidaklah! Aku kan sudah di rumah! Dan ini di kamarku” Yuigahama mengatakan itu dengan keras, dan diikuti oleh gonggongan Sable.

“Bukannya memang tidak ada yang bisa dilakukan lagi disini?”

“Ahh, benar, kurasa...Bagaimana kalau melihat buku kelulusanku?”

Yuigahama menarik rak yang ada di dekat kasurnya dan mengeluarkan sebuah album berwarna merah.

“Memangnya kita akan melakukan apa dengan itu...? Yang bisa kulakukan dengan itu hanyalah memberi julukan ke orang yang terjelek di foto.”

“Kita tidak akan melakukan itu! Kau benar-benar buruk sekali! Buruk!” dia mengulanginya dengan nada yang rendah.

Mendengar hal itu berulang-ulang memang membuatku terluka.

“Begini, anak laki-laki ya seperti itu. Menurut yang kudengar, mereka juga menggunakan album ini untuk mengenalkan gadis-gadis di album ke temannya. Ya semacam aplikasi kencan.”

“Itu juga buruk!”

Aku hanya mengingat-ingat yang kutahu saja, pengetahuan itu kudapat dari menguping Tobe.

“Memangnya, kau melakukan itu juga, Hikki? Meminta untuk dikenalkan dengan seseorang, atau sejenisnya...”

“Kalau aku ya, yang kubutuhkan adalah seseorang yang akan mengenalkanku dengan seseorang yang bisa mengenalkanku.”

“Ah, betul, aku paham itu...”

Terimakasih sudah mengerti.

“Oh, aku juga tidak keberatan melihat fotomu waktu SMP.”

“Lupakan itu, terlalu memalukan. Kita sudahi saja ini.” Yuigahama memindahkan Sable dan menaruh album itu kembali ke raknya.

Sayang sekali...

Sable kemudian menepuk kakiku.

“Whoa, ada apa?”

Ketika aku mulai mengelusnya, bulunya mulai menempel di bajuku. Dia sepertinya sedang dalam fase merontokkan bulu-bulunya, dimana masuk akal sekali kalau dia tidak boleh pergi ke dapur...

Yuigahama kemudian memanggil Sable ketika melihatku mulai ditempeli bulu Sable.

“Ya ampun! Maaf! Sable, kesini!”

“Tidak apa-apa, aku terbiasa seperti ini karena kucing di rumah juga begini. Boleh pinjam sisir hewan?”

“O-Oke...”

Kuambil sikat darinya, kusilangkan kakiku, meletakkan Sable di lututku, dan mulai menyisir punggung Sable. Sable sendiri terdiam dan mulai nyaman dengan gerakanku. Ketika aku fokus menyisirnya, Yuigahama duduk di sebelahku dan melihatku dengan penuh perhatian.

“Wow, kau memang terbiasa dengan itu.”

“Ya begitulah, kau akan terbiasa kalau punya hewan peliharaan. Sampai terbiasanya, melihat ada bulu di sup miso sudah tidak membuatku terganggu sama sekali.”

“Itu bukan sesuatu yang bagus lah...”

Tiba-tiba Yuigahama berdiri, berjalan menuju lemari. Kemudian dia duduk kembali di sampingku dan menunjukkan sesuatu.

“Ta-da, ini, pakai ini.”

Dia kemudian memberiku roller, yang biasa digunakan untuk membersihkan karpet. Bagi sebuah rumah yang memelihara hewan, ataupun ada orang tua disana, ini adalah alat yang perlu ada. Bulu-bulu menempel dimana-mana...Dan akhirnya membuat bantal menjadi bau.

Roller sangat berguna untuk membersihkan, tapi mereka benar-benar sangat efektif untuk membersihkan bulu yang menempel di baju.

“Terimakasih, aku akan menggunakannya nanti.”

“Akan kulakukan untukmu.” Yuigahama kemudian mulai membersihkan bahu dan punggungku.

“Aku tidak apa-apa, hentikan itu, geli.”

Aku berjuang untuk menghindarinya, tapi malah membuatnya semakin bersemangat. Semakin aku menjauh, dia malah semakin menjadi-jadi. Sepertinya dia menikmati aktivitas ini.

“Terima ini. Dan ini.”

Dia mulai mengincar area-area yang tidak kuduga. Ini menggelikan, memalukan, lembut, dan baunya enak, ah sudahlah; aku menyerah saja. Tapi kalau aku terlalu menolak, bisa-bisa akan terjadi kontak kulit, dan yang kulakukan sedari tadi ini mulai memberi stress ke piiranku, dan saraf simpatetik mulai menimbulkan keringat di tubuhku.

“Um? Bisakah kau berhenti? Aku ini mulai lebih mirip sirine daripada objek roller! Ah, jangan...”

Tidaaak!

Ketika aku hendak berteriak, tiba-tiba seseorang mengetuk pintu.

Yuigahama tiba-tiba berhenti dan menjaga jarak.

“Yui, bolehkah Ibu masuk?”

“Ya.”

Dia menjawab suara lembut Ibunya. Suaranya cukup lembut dibandingkan beberapa saat sebelumnya, dan dia bersikap seperti tidak pernah terjadi sesuatu. Di lain pihak, aku sedang memeluk Sable, dan posisiku ini tampak seperti orang jahat.

Setelah berhasil menenangkan diriku, GahaMom membuka pintunya dan melihat ke arah kami.

“Hei, Hikki-kun, apa kau mau makan malam disini?”

“Umm, saya berencana untuk pulang sebelum terlalu larut...”

Aku tidak ingin merepotkan mereka terlalu jauh.

Seorang pria harus tahu kapan dia harus pergi.

“Benarkah?” GahaMom tampak kecewa. Tapi, tiba-tiba wajahnya berubah ceria. “Sayang sekali, aku sudah terlanjur membuatkan makan malam untukmu!”

Dia kemudian membuat gestur peace dan mengedipkan matanya.

Dia tidak seperti Nyonya Yukinoshita, dia memang membawa kedamaian di hatiku...Meski, keduanya memang pintar membuat jebakan.





x x x




Angin malam terasa nyaman ketika menyentuh wajahku.

Setelah makan malam di rumah Yuigahama, akupun pamit. Kota Chiba sudah diselimuti oleh malam. Tugas kami membuat kue sudah selesai, dan sekarang aku membawa sekotak tart buah. Aku berjalan dengan hati-hati untuk mencegah kotaknya bergoncang.

Yuigahama, yang mengantarku pergi, menatapku dengan khawatir.

“Hikki, kau tadi makan banyak sekali, kau baik-baik saja?”

“Yeah, sebenarnya tidak sebanyak itu...”

Perasaan kenyang memang menyelimuti tubuhku saat ini. Makan malam dengan Yuigahama dan Ibunya memang enak, awalnya gugup karena aku khawatir GahaDad akan muncul. Gara-gara itu, aku selalu gugup, dan menjawab kalau ditanya saja, dan hanya memasukkan nasi saja ke mulutku, persis seperti cerita kuno di Jepang.

....Mau bagaimana lagi, semakin banyak yang kumakan, semakin senang GahaMom.

Setiap kali mulutku penuh dengan nasi, dia memasang ekspresi “Nah, gitu dong, laki-laki harus makan yang banyak!” dan akhirnya aku terus tambah. Hasilnya: aku makan terlalu banyak. Jalan kaki ini saja mulai menimbulkan rasa ingin muntah di mulutku.

Yuigahama kemudian meminta maaf.

“Maaf ya, Ibuku memang terlalu antusias. Kurasa dia sangat antusias kalau melihat laki-laki yang makannya banyak.”

“Semua Ibu memang begitu...Ketika kami mengunjungi kakek dan nenek,  Ayahku dan diriku selalu kekenyangan. Kurang lebih porsinya mirip makanan Stamina Taro.”

“Itu sudah kelewatan!?” Yuigahama menatapku dengan tidak percaya.

Akupun mengangguk. Tapi aku tidak membenci itu. Makanan nenek dan Stamina Taro memang enak! Aku suka Stamina Taro! Saking sukanya, aku bisa menghancurkan kaca pembesar dengan pantatku.

Kami berjalan menuju Stasiun sambil mengobrol ini dan itu. Yuigahama yang berjalan di sampingku mengatakan sesuatu dengan suara kecilnya.

“Terima kasih untuk hari ini.”

“Kurasa aku yang harus mengatakannya.”

“Benar, tapi aku merasa hari ini menyenangkan...Ketika membuat sesuatu bersama-sama, memang menyenangkan.”

“Sebenarnya lebih efisien kalau sendirian.” secara spontan aku mengucapkan komentar itu, dan Yuigahama tampak mulai kesal. Lalu, akupun memasang ekspresi menyindir. “Tapi setelah kita mulai, aku merasa tidak sedang mengerjakan sesuatu. Jadi, ya, mengerjakan sesuatu bersama-sama memang menyenangkan.”

“Yep, kupikir begitu.” Yuigahama mengatakannya dengan tersenyum.

Akupun mengangguk, dan mulai melihat secara perlahan kotak yang kubawa ini.

“Kupikir Komachi akan suka. Dia suka kue buatan rumahan.”

Makanan rumahan belakangan ini menjadi tren disini, bahkan ada acara live yang isinya tentang itu. Mungkin hadiah terbaik bagi Komachi adalah memberinya sesuatu yang dibuat bersama-sama? Ada hal yang tidak bisa dibeli dengan uang. Untuk yang lainnya, tinggal pakai uang orang tuamu.

Akulah MasterNEET!

Omong kosong mulai mengisi kepalaku, dan Yuigahama mengatakan sesuatu.

“Betul. Mungkin sesuatu yang dibuat bersama-sama akan jadi hadiah yang sempurna!”

“Benar, soal ini...” kataku, sambil memberinya salah satu kotak kue tart.

Yuigahama menatapku dengan keheranan.

“Begini, ini kue buatanku, dan kurasa rasanya enak, jadi mohon diterima sebagai rasa terimakasihku.”

Ketika berusaha memberinya kotak kue tersebut, Yuigahama tertawa.

Loh, kan aku masih punya kue tart juga di rumah, lagipula kan bahannya sama dengan kue tartmu, benar tidak?”

“Tidak juga sih. Ada bumbu rahasianya disini...”

Dia tidaklah salah, karena kita menggunakan bahan yang sama. Tapi aku memberikan yang terbaik untuk menambahkan resep rahasia yang sudah diajarkan Ibunya.

Yuigahama menatap ke arah kotak itu dan menantapku keheranan.

“Uh huh...Memangnya kau campur apa disana?”

“Bukan rahasia namanya kalau aku memberitahumu.”

“Betul juga.” Yuigahama tertawa dan menerima kotak tersebut.

“Oke kalau begitu, kurasa kau bisa mengantarku cukup sampai disini saja. Sampai jumpa di sekolah nanti.”

“Oke, sampai jumpa nanti.” Yuigahama melambaikan tangannya.

Aku mengangguk dan berjalan menuju Stasiun. Setelah beberapa lama, aku membalikkan badanku dan melihat Yuigahama masih melambaikan tangannya. Aku menaikkan tanganku sebentar dan melanjutkan perjalananku.

Cuaca dingin agak berkurang di depan Stasiun, dan jalan utama sudah ramai oleh orang-orang yang merayakan liburan mereka. Musim dingin yang sudah lama mereka jalani serasa akan segera berakhir.

Berakhirnya musim ini ditandai dari cahaya-cahaya di kota, cahaya dari lampu jalanan, lampu lalu lintas, gedung-gedung, dan apartemen yang bersinar lebih terang dari biasanya.

Mungkin, hari-hari yang menunggu ke depannya adalah hari-hari yang semacam ini.

Sebuah jawaban dari pertanyaan Miura tempo hari terbersit di pikiranku; jika aku bisa menjalani hari demi hari mengabulkan semua permintaannya, maka...

Sebuah hal yang mustahil terpikirkan olehku...





 x Chapter III | END x






Kasihan GahaDad...

. . .

Disini, Hachiman tahu betul kalau Yukino sekarang berada di posisi sulit dengan beban berat di pundaknya. Dan apa yang Hachiman lakukan hari ini?

Have fun!

. . .

Yui memiliki chapter terbaik di hidupnya pada chapter ini, sayangnya ini masih chapter 3 di vol.14

Ini pertanda kurang baik.

. . .

80,000 point untuk GahaMom!

. . .

Aroma dan wangi yang mengingatkan nostalgia musim itu, mengacu pada aroma teh dan senyum Yukino di Klub Relawan selalu mengingatkannya akan "rumah" ( Volume 7.5 ending arc turnamen Judo). Di ending volume 8, mengkonfirmasi kalau aroma teh dan senyuman Yukino sudah tidak ada lagi di ruangan itu.

. . .

Ketulusan dan kesungguhan pembuat kue itu adalah kata-kata yang Hachiman ucapkan ketika mereka melaksanakan request Yui di vol 1 chapter 3.

Hal itu yang membuat seorang pria tergerak hatinya ketika menerima kue pemberian seorang gadis.

. . .

Jika Hachiman sepenuh hati dengan Yui, seperti ending chapter ini, dan juga menjawab pertanyaan Miura, maka Hachiman akan kehilangan Yukino.

Ini dikonfirmasi pernyataan Hachiman ketika menjawab Hayama tentang peluang untuk berbalik untung sudah tidak akan ada lagi.

Hachiman memang akan selalu punya peluang untuk berbalik untung, seperti kata Hayama. Namun Hachiman harus melewati garis yang sudah dia gambar sejak dulu.

Bisakah?

. . .

Makanan gratis terasa enak adalah callback momen Yui-Yukino-Hachiman ketika wisata di Kyoto. Yui terlalu banyak membeli makanan dan akhirnya Hachiman harus membantunya untuk menghabiskan itu.

. . .


Monolog Hachiman tentang coklat dan persik, dua bahan yang ditakdirkan untuk tidak cocok satu sama lain. Ini sama persis dengan pengandaian dirinya dan Yukino, dua orang yang merasa berbeda satu sama lain.

Anehnya, dua orang tersebut memberikan pendapat yang sama soal improvisasi Yui.

Apakah mereka sudah salah menilai diri mereka masing-masing?










9 komentar:

  1. Sialan..
    Ini chapter terbaik dari khapter yg lain.
    Serius nih gara2 effek GAHAMOM gw merasakan keteganngan saat membacanya.
    Tpi sayangnya hanya tinggal menunggu beberapa chapter lagi..

    BalasHapus
  2. Volume 14 ini bakal ada brp chapter min?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin seperti chpater sebelum nya.hanya 9 chapter

      Hapus
  3. Ending vol 14 tidak sesuai harapan q

    BalasHapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  5. Ane pingin liat bagian YukiMom dan Hachiman yang disinggung di atas

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mereka debat doang, tp ibunya Yukino ya snart banget lah, makanya menjebak gitu. Ada di volume 13

      Hapus