Senin, 13 Januari 2020

[ TRANSLATE ] Oregairu Vol.14 Chapter 3 : Aroma Itu Akan Selalu Mengingatkanmu Akan Nostalgia Di Musim Itu - 2



Akan sangat sempurna bila candaan-candaan menyelimuti suasana pesta ini, namun segalanya berjalan begitu cepat disini.

Suasana  kurang harmonis antara Klub Gamers dan Miura Cs menghilang karena kedatangan Hayama yang “memuluskan” sesuatunya. Akhirnya, percakapan antara kedua grup mulai terjadi. Tobe sendiri memeriahkan suasana pesta dengan mengadakan karaoke bergiliran, dimulai dari dirinya sendiri, lalu Totsuka yang malu-malu, dan berlanjut ke yang lainnya. Tentunya, ini sempat membuat tegang Zaimokuza dan kedua member Klub Gamers.

Tapi, Hayama “turun tangan” dan membuat mereka mau untuk berpartisipasi. Dia awalnya menyiapkan lagu-lagu anime populer yang diaransemen oleh musisi Chiba, lalu Hayama mulai menyanyikan bagian intronya. Setelah itu, dia bertanya “Kalian tahu lagu ini?”, tiba-tiba dengan mudahnya dia memberikan mic ke mereka. Zaimokuza dan kedua member Klub Gamers menerima tawaran itu, dan memeriahkan suasana karaoke di ruangan ini.

Biasanya, dia melakukan hal yang sama kepada tiga orang itu, sehingga mereka merasa sama-sama dihargai, dan mau berbagi lagu-lagu yang mereka tahu; ini adalah skill level tinggi!

Seperti biasanya, Hayama selalu pintar membaca situasi. Tanpa ragu, aku akan menyebutnya jenius dalam hal pura-pura bersosialisasi. Akupun menatapnya dengan penuh rasa hormat dan jijik. Beberapa orang juga sedang mengaguminya saat ini.

“Hayama-senpai benar-benar orang yang baik...”

“Dia satu-satunya orang yang benar-benar kuakui sebagai Senpaiku...”

Hatano dan adik Sagami menatapnya dengan penuh kekaguman. Tiba-tiba ekspresinya berubah menjadi jijik ketika menatapku dan Zaimokuza.

Aku tidak akan bersedih dalam hal ini. Lagipula, aku sadar diri akan perbedaan spesifikasi diantara kita berdua. Tapi tahulah? Aku mulai kesal dengan tatapan jijik mereka. Ini kurang bagus bila dibiarkan. Sebagai senior mereka, ini adalah momen dimana mereka harus sadar diri akan posisi mereka di hadapanku. Lagipula, aku kan Senpai mereka, dan itulah yang harusnya terjadi!

Karena Adik Sagami adalah orang yang terdekat denganku, maka kutepuk bahunya dahulu.

“Kau tampaknya mulai mengidolakan Hayama ya? Mirip sekali dengan kakak perempuanmu. Mau bagaimana lagi, dua biji kacang di kulit yang sama sih.”

“Tch!” terdengar suara dari lidahnya yang kesal.

Bagus, seperti itulah.

Dia saat ini mirip dengan ekspresi kakaknya dulu yang pernah kubuat kesal.

Ufufu, inilah ekspresi yang ingin kulihat...Akupun mulai tertawa dari salah satu sudut gelap diriku.

Zaimokuza menurunkan posisi bahunya. “Ya begitulah Hachiman.”

Sekarang dia malah mengomentari sikapku tadi...Ayolah, kau juga mendapatkan perlakuan buruk yang sama, benar tidak?

Meski begitu, aku memang merasa sedikit bersalah karena menunjukkan sikap yang menjijikkan barusan, apalagi aku sengaja melakukannya untuk memancing mereka. Akupun mulai memikirkan hal-hal yang bisa kulakukan untuk meminta maaf ke mereka.

TIba-tiba, Totsuka menepuk pinggangku. Sambil berusaha menyembunyikan rasa kagetku, akupun menatap ke arahnya.

“Aku mau mengisi ulang gelasnya,” katanya, sambil menunjukkan gelasnya yang kosong. Sepertinya dia hendak meminta ijin untuk melewatiku dan menuju tempat isi ulang, tapi justru di momen yang seperti ini ide cemerlangku muncul.

“Oh, biarkan aku yang melakukannya. Sekalian aku isi minuman semua orang disini.”

“Kau yakin?” Totska tampak sedikit khawatir.

Akupun memberi gestur kedipan mata, agar dia mau mempecayakan pekerjaan itu kepadaku. Kalau tidak begitu, dia tidak akan mau mempercayakannya kepadaku.

“Ya sudah, tolong ya.”

Akupun langsung berdiri , mengambil seluruh gelas kosong di meja dan meninggalkan ruangan. Kutaruh gelas-gelas tersebut di nampan dan mulai berjalan ke tempat isi ulang. Ketika sampai, kulihat Miura sedang memutar-mutar rambutnya  dan berdiri di depan mesin espresso. Sepertinya dia sedang bingung hendak meminum apa.

Ketika menyadari kehadiranku, dia hanya menoleh sebentar tanpa mengatakan apapun. Lagipula, aku juga tidak punya sesuatu yang bisa kukatakan kepadanya, jadi kita impas!

Aku menuju mesin di sebelahnya dan mulai mengisi minuman dinginnya. Miura berdiri sekitar setengah langkah di sampingku, dia kemudian secara perlahan menjulurkan tangannya ke tombol cappuccino. Kemudian, mesin espresso mulai berbunyi dan mulai mengolah kopinya. Ketika kulihat, gelasnya yang baru saja terisi espresso mulai dicampur dengan krim putih berbusa.

“Tahu tidak...” katanya secara perlahan.

Aku tidak yakin kepada siapa dia berbicara, tapi suaranya cukup keras kalau hendak kau kategorikan berbicara dengan dirinya sendiri.

Dengan asumsi orang yang diajak bicara itu adalah diriku, aku mulai menoleh ke arahnya, dan Miura sendiri sedang menatap ke arah gelas espressonya yang berada di mesin. Gelembung-gelembung busa mulai bermunculan disana.

“Apa tujuanmu sebenarnya?”

“Apa maksudmu?” kujawab pertanyaannya setelah memastikan kalau aku yang sedang ditanya.

Tapi, kata-katanya yang ambigu tadi membuatku ragu tentang apa yang dia maksudkan. Sementara itu, aku terus melanjutkan kegiatanku mengisi gelas-gelas ini dengan cola.

Meski suasana tempat karaoke ini sangat berisik, suasana di tempat ini lebih sunyi dari tempat lainnya. Dan di kesunyian itu, terdengar suara embusan napas seseorang.

“Maksudku, dengan Yui.”

Tanganku terdiam setelah mendengar kata-katanya, atau lebih tepatnya, kata-katanya membuat tanganku terdiam.

“Oh itu...”

Satu-satunya hal yang bisa kulakukan untuk mengisi kesunyian tempat ini adalah respon yang tidak jelas, dan akupun mulai menyesalinya. Harusnya aku tadi pura-pura bodoh saja. Atau bisa saja tidak meresponnya. Pada akhirnya, sesuatu membuatku tidak melakukan pilihan-pilihan tadi. Dan kini, aku memasang ekspresi terkejut di hadapannya.

Miura hanya terdiam seperti menunggu kata-kataku selanjutnya.

Tapi, tidak ada satupun kata yang keluar dari mulutku. Aku sadar kalau diam seperti ini hanya membuatku seperti seorang pengecut, tapi aku merasa sikap pengecut ini bisa membuatnya paham.

Merasa kurang nyaman dengan suasana sunyi ini, dia menaruh gelasnya ke nampan, dan mengembuskan napasnya.

“Begini, Hikio. Kau ini bukanlah temanku, jadi aku tidak peduli dengan dirimu...Tapi berbeda ceritanya kalau ini soal Yui.”

Suaranya seperti suara bisikan yang pelan, dan keluar bersamaan dengan embusan napasnya yang pendek. Ini membuatku terpaksa menatapnya lagi karena kata-katanya itu terdengar seperti orang yang akan menangis.

Sayangnya, tidak seperti itu, kedua matanya menatapku dengan panas.

“Kau jangan setengah-setengah terhadapnya, oke? Aku benci orang yang setengah-setengah.”

Tatapan yang semacam itu membuatku menahan napas sedari tadi. Aku sendiri bisa merasakan auranya, bukan aura intimidasi, tapi aura orang yang baik.

Miura ini orang yang selalu peduli dengan orang-orang yang dekat dengannya; saking kuatnya sehingga orang-orang banyak yang menganggapnya sebuah arogansi. Kalau Hayama dan Ebina-san, kurasa tidak perlu kita bahas, tapi Yuigahama juga menjadi orang yang dia pedulikan, bahkan sepertinya belakangan ini lebih kuat dari biasanya. Mereka lebih sering menghabiskan waktu bersama-sama semenjak kegiatan Klub Relawan tidak seperti biasanya, dan Miura pasti memikirkan itu juga.

Tatapannya itu terfokus ke arahku, saking kuatnya membuatku terdiam sedari tadi di tempatku ini. Jika aku berusaha mengalihkan topiknya, dia sepertinya akan membaca trikku itu dengan cepat.

“Akan kuusahakan sebisaku...” kataku sambil mengangguk.

Aku menjawabnya dengan jujur, meski kejujuran yang kukatakan itu penuh lubang disana-sini.

Lagipula, aku sudah tidak tahu harus menjawab apa lagi.

Miura terus menatapku.

Kemudian, dia mengibaskan rambutnya ke bahunya dan mulai menggerutu. Pada akhirnya, dia menutup percakapan itu.

“Ya sudah. Sampai jumpa.”

Sambil melihat dia pergi, aku mulai berbicara kepada diriku sendiri, cukup pelan sehingga hanya bisa terdengar olehku.

“Dia memang orang baik...”

Miura tiba-tiba berhenti, dan membalikkan separuh badannya ke arahku.

“Huh? Apa-apaan barusan? Menjijikkan sekali.”

Wajahnya menunjukkan ekspresi jijik, dan dia buru-buru mengibaskan rambutnya kembali. Sekilas aku bisa melihat wajahnya sedikit memerah, dan secara tidak sengaja aku mengulangi lagi kata-kataku tadi.






x x x





Ketika aku kembali ke ruangan karaoke, Hayama sedang bernyanyi. Sepertinya Hatano dan Adik Sagami membagikan cyalume stick ke semua orang, sehingga semua orang di ruangan ini melambaikan benda itu. Malahan, mereka mulai meneriakkan “yel-yel” seperti “Yeah Tiger” atau sejenisnya. Dipadu dengan bola lampu karaoke, ruangan ini tampak meriah. Tobe tampaknya larut dalam suasana karena kulihat dia beberapa kali menyeka keringatnya dengan handuk. Sepertinya, kemeriahan di ruangan ini sudah di atas ekspektasi semua orang.

Sedang Miura sendiri, melambaikan penlightnya ke kiri dan ke kanan. Tidak seperti sebelumnya, wajahnya kali ini penuh keceriaan. Akupun lega melihat Ratu kita mulai bersenang-senang...

Aku berhasil menyelinap di keramaian ini. Menaruh gelas-gelas ini di meja dan duduk di sofa dengan perasaan kurang nyaman. Aku selalu merasa kesulitan jika berada dalam situasi ini, aku seperti orang yang tersesat.

Tobe, Yuigahama, dan Grup Miura jelas terbiasa dengan situasi ini. Sedang Zaimokuza dan kedua member Klub Gamers yang sering datang ke event otaku tentu terbiasa dengan suasana ini. Jadi, mereka tahu bagaimana caranya menikmati suasana ini. Sedang bagi diriku, yang bisa kulakukan hanyalah menepuk-nepuk lututku sesuai ritme alunan musiknya. Aku bukannya berusaha mengacaukan kegembiraan di ruangan ini, aku hanya tidak terbiasa dengan ini.  Asal kau tahu saja, orang dengan penyakit sosial sepertiku dan diminta ikut bergembira dengan yang lain, merupakan hal yang memalukan dan bisa membuatku bertingkah konyol. Aku sadar akan hal ini, tapi mau bagaimana lagi!

Selamanya menatap pinggang Totsuka, yang sedang menabuh tamborine, adalah satu-satunya hal yang bisa kulakukan. Kuminum kopiku dan menikmati pemandangan ini.

Yuigahama yang menyadari kehadiranku, berjalan menuju arahku.

“Ini bagus sekali, bukan?”

“Apanya yang bagus sekali?”

Dia kemudian mengamati ruangan ini. Wajahnya mulai tersenyum.

“Sepertinya semua orang sangat akrab sekali, jadi ini menyenangkan untuk dilihat.”

“Orang-orang akan akrab dan bersama-sama selama ada momen yang mendukung untuk itu. Lagipula, pola pikir dari para remaja nakal dan otaku arogan  kurang lebih sama.” kataku.

Kulihat mereka, Tobe, dan kedua member Klub Gamers. Dan mumpung ada disana juga, Zaimokuza.

Yuigahama menggerutu.

“Kami bukan remaja nakal...Apa kau yakin yang dimaksud itu bukan sebaliknya?”

“Mereka punya banyak hal yang sama. Misalnya, bersikap arogan ketika berada dalam satu grup, mereka suka hal-hal yang glowing, dan mereka punya kecenderungan untuk memakai pakaian hitam...”

“Memangnya mereka gagak atau sejenisnya...?”

“Wah jangan gagak lah, gagak itu lebih pintar dari mereka.”

“Kau kejam sekali!” Yuigahama mengatakan itu dengan keras.

Tobe sedari tadi berteriak, “Yay! Yay!” sambil melambaikan handuknya. Di lain pihak, Zaimokuza meneriakkan “Yeah tiger” sambil mencemari ruangan ini dengan UO stick. Siapapun yang melihat tingkah mereka pasti berpikir kalau gagak lebih pintar dari mereka...

Jujur saja, teori kalau pola pikir otak dari remaja nakal dan otaku arogan adalah sama, sepertinya tidak sepenuhnya salah. Lagipula,  remaja nakal seringkali ditemukan di anime dan manga.

Aku pernah dengar cerita kalau seorang remaja nakal tertarik ke sebuah manga yang dibawa seorang otaku ke sekolah. Mereka meminjam lebih banyak buku manganya setelah membaca satu buku di kelas. Kalau kita naikkan range umurnya ke yang lebih tua, banyak orang tertarik ke anime hanya karena gambar mesin ding-dong atau mesin judi.

Dengan anime dan manga menjadi puncak pop culture Jepang di jaman modern ini, kata otaku yang awalnya berkonotasi negatif dan rendah, mulai terkikis. Sekarang, remaja nakal dan otaku menjadi lebih mirip satu sama lain.

Malahan, banyak kolaborasi terjadi antara perusahaan umum dengan brand anime. Malahan beberapa acara hiburan membahas budaya otaku dengan positif. Memang, hal utama adanya itu adalah semata-mata untuk meningkatkan penjualan saja, tapi penerimaan masyarakat pada itu jelas sedang bagus-bagusnya.

Kalau mengesampingkan generasi tua, para anak muda kini sudah tidak lagi dikritik karena menyukai anime dan game. Bahkan tren kekinian mulai merambah dunia mode, media sosial, dan streaming.

Kita berada di jaman dimana seorang gadis SMA yang kekinian akan memainkan game FPS di smartphonenya, atau kita melihat game berbasis anime sedang tren di media sosial, atau juga e-sport yang digadang-gadang menjadi salah satu olahraga di Olimpiade. Budaya otaku terkenal dengan reputasi selalu dikritik oleh berbagai pihak, namun secara perlahan-lahan image agresifnya mulai menghilang. Meski begitu, anime, moe anime, dan lainnya masih belum bisa dibilang sepenuhnya diterima oleh publik.

Meski begitu, budaya anime secara perlahan mulai terintegrasi dengan kehidupan generasi muda. Contoh paling jelas misalnya, musik. Terlihat jelas di tangga lagu terpopuler negara ini. Ada juga DJ terkenal dan musisi yang memadukan pengisi suara dan penyanyi lagu anime. Ini hanyalah salah hasil dari kebudayaan yang sedang populer saat ini. Bahkan perlombaan menyanyi lagu anime juga sedang marak-maraknya. Hal semacam ini adalah hal terakhir yang kau harapkan ada hubungannya antara musik dengan dunia otaku, tapi malahan muncul hal-hal aneh lainnya seperti Klub Para Otaku dimana ada DJ yang memainkan sejenis  lagu anime.

Pada umumnya, musik tidak menunjukkan adanya kontradiksi antara para sosialita dan otaku. Tidak ada diskriminasi, selama mereka berdua hanya bertujuan untuk menghidupkan suasananya saja. Selama kau juga membawa teman, maka semuanya bisa menjadi menyenangkan; hal semacam itulah yang kita sebut bersosialisai, dan akhirnya berpesta sambil berteriak “Yey!”.

Maksudku, coba lihat Tobe, dia sepertinya sedang memiliki momen terbaik dalam hidupnya...

Ketika hal-hal semacam itu bermunculan di kepalaku, Yuigahama mendekatkan bahunya kepadaku. Akupun berusaha menjaga jarak, tapi cengkraman tangannya di lengan seragamku tidak mengijinkan itu. Kucoba untuk membalikkan tubuhku ke arah lain, tapi Yuigahama mulai menutupi mulutnya, sepertinya hendak berbisik, dan artinya aku harus mendengarkannya bicara. Kudekatkan telingaku.

Meski suasana disini sangat gaduh karena suara musik dan teriakan orang-orang, suaranya masih terdengar jelas dan mulai membuatku geli.

“Apa sabtu ini kau mau datang ke rumahku...?”

Akupun meragukan itu dan melirik ke arahnya. Yuigahama sendiri mulai memainkan sanggul rambutnya.

“Tidak, aku tidak mau...” aku langsung menjawabnya tanpa berpikir apa maksudnya.

Yuigahama malah membusungkan dadanya.

“Kau sendiri bilang kalau kau ada waktu luang.”

“Benarkah? Mungkin saja.”

Tidak ada alasan bagiku untuk terus melanjutkan itu, ketika aku berharap pembicaraan ini segera berakhir, Yuigahama memotongku.

“Kau ingat ketika kita membicarakan soal membuat kue untuk ulang tahun Komachi-chan? Jadi, aku berpikir apakah kau mau melakukannya?”

“Oh, begitu ya...Kalau itu alasannya, kurasa aku akan datang...Terima kasih.”

Sebelumnya, aku memang meminta sarannya tentang kado Komachi, tapi tertunda karena adanya Malam Perpisahan. Karena dia tiba-tiba membahas itu, aku tidak bisa menolaknya dengan alasan seperti Aku tidak akan pergi, itu cukup memalukan.

Meski aku menjawabnya dengan sedikit menggerutu, namun Yuigahama malah dengan semangat mengangguk.

“Oke! Ibuku ada di rumah juga, jadi beliau akan mengajarkan kita soal membuat kue.”

“Kau malah membuatku tambah yakin kalau datang kesana adalah rencana yang buruk...”

Aku tidak membenci GahaMom, malahan, secara pribadi aku cukup menyukainya. Tapi itu hanya membuatku semakin mensugesti diriku kalau dia hanyalah Ibu dari teman sekelasku. Anggap saja aku sebagai seorang remaja tujuh belas tahun yang sedang gembira dan malu-malu.

Bahuku mulai tenggelam di sofa, dan kata-kataku mulai menghilang karena gaduhnya suara ruangan ini. Ketika kulihat, Hayama baru saja selesai bernyanyi. Akupun bertepuk tangan seperti yang lainnya, dan dia meresponnya dengan membungkuk seperti seorang pangeran yang lagi disebutkan namanya. Dia ternyata cukup mahir dalam membawa suasananya.

Ruangan ini beristirahat sebentar ketika lagunya mulai menghilang. Tidak lama kemudian, lagu selanjutnya mulai bermain.

Tobe lalu menatap orang-orang di ruangan ini.

“Siapa selanjutnya? Siapa?”

“Oh, aku, aku!” kata Yuigahama sambil berdiri. Dia kemudian berjalan menuju Miura dan Ebina-san untuk mengambil mic.

Para gadis mulai duduk berdampingan dan melambaikan tangan sambil menyanyikan lagu yang populer bersama-sama. Para pria mulai melambaikan cyalume sticks seiring lambaian tangan mereka. Aku sendiri tidak tahu mereka sedang menyanyikan apa, tapi Miura tampak malu-malu ketika menyanyikan lagu itu sambil dilihat oleh para pria, manis sekali!

Karena tidak ada yang aku lakukan, akupun mulai melirik ke penjuru ruangan untuk mencari cyalume stick atau tamborine yang bisa kugunakan. Lalu, mataku bertemu dengan Hayama. Dia memberi gestur dengan dagunya kalau dia akan ke tempatku, kemudian dia mengambil cyalume stick dari Adik Sagami dan duduk di sebelahku. Dia memberiku cyalume stick tersebut dan akupun menerimanya. Meski aku kini sudah memiliki cyalumenya, aku merasa tidak ingin melambaikannya sama sekali.

...Aneh sekali.

Kuhargai sticknya, tapi kenapa sih kau harus duduk di sebelahku? Bisakah kau pergi saja karena tugasmu sudah selesai disini? Lagipula, kenapa dia tidak melemparnya saja kepadaku dari jauh.

Akupun mencoba mengibaskan stick tersebut tanpa mengucapkan sepatah kata, dengan maksud memberinya tekanan. Tapi, entah dia sadar atau tidak, Hayama malah mengambil minum dari nampan dan membetulkan posisi duduknya, mengindikasikan kalau dia akan tinggal disini.

“Kau tidak mau nyanyi?” katanya, sambil memindahkan sedotan dari mulutnya. Tatapannya masih terfokus ke Miura dan kawan-kawan.

“Aku tidak dibayar untuk bernyanyi, jadi jawabannya tidak.”

“Jawaban yang cukup berani, mengingat kau selama ini sudah bekerja secara gratis.”

“Aku terus merugi sejak kuputuskan untuk menambal kerugiannya dari dompet sendiri.”

Kami membicarakan hal yang tidak jelas, dan mengucapkannya tanpa menatap satu sama lain; hanya sekedar untuk membuat pikiran kami keluar dari situasi yang aneh ini. Tapi, tiba-tiba Hayama tampak tertarik dengan topiknya. Hayama lalu menatapku dengan senyum di wajahnya.

“Jadi, alasan kau melakukannya sampai sejauh ini karena harga dirimu sebagai seorang pria?”

Tanganku yang mengibaskan cyalume stick tiba-tiba terdiam. Kemudian, akupun menutup dahiku dengan tanganku.

“Kenapa kau selalu membahas hal yang membosankan itu? Jangan bahas itu lagi, ini memalukan. Lupakan kalau aku pernah membahas ini dan jangan pernah bahas itu lagi, aku bersumpah akan menghabisimu jika melakukannya lagi.”

Penyesalan yang mendalam muncul seiring kata-kata yang keluar dari mulutku itu. Hayama menaruh tangannya di mulut dan mulai tertawa. Yeah, pria ini memang punya karakter yang hebat, serius ini.

Tidak lama kemudian, dia menghapus senyumnya, dan menatapku dengan serius.

“Tapi, kau masih bisa menutup kerugianmu selama ini.”

“Kurasa itu akan sangat sulit sekali karena aku tidak akan mendapatkan peluang itu lagi...” akupun menaikkan bahuku dan menatap ke arah kejauhan. Aku menutup percakapan ini dengan mengambil gelasku dan meminum kopiku berulang-ulang.

Di depanku,tiba giliran Yuigahama untuk bernyanyi. Lagunya tiba di bagian klimaksnya, dan semua orang, termasuk Totsuka, Zaimokuza, dan member Klub Gamers, berteriak lebih kencang. Tobe sendiri mulai memainkan tamborin sambil berteriak “yay, yay.”

“Hey, bukankah kau...”

Suara Hayama sangat sulit kudengar karena suara riuh yang luar biasa. Akupun menatap ke arah lain, memberi gestur kalau aku tidak ingin meladeninya lebih jauh. Dari yang seharusnya mengulang lagi pernyataannya, dia malahan hanya mengembuskan napasnya saja.

“Cukup mengganggu...”

Kata-kataku tadi, tidak diarahkan ke siapapun, menghilang begitu saja, dan tidak didengar oleh siapapun.

Hanya musik yang ceria, lagu yang indah, dan alunan gendang yang terdengar oleh telingaku, saking kerasnya sampai kukira berasal dari ruangan lain. Karena itulah, tiba-tiba aku teringat oleh kata-kata seseorang yang sedang mabuk, atau sedang berpura-pura mabuk.

Karena itulah, aku menunggu momen dimana pesta ini akan berakhir.





x Chapter 3 Part II | END x




4 komentar: