Selasa, 08 Mei 2018

[ TRANSLATE ] Biblia Vol 3 Chapter 3 : Spring & Asura (8/9)


Subaru mengajak kami berdua ke kamarnya yang terletak di lantai dua.

Di ruangannya banyak terdapat berbagai benda, dan cahaya matahari terlihat menyinari ruangannya, selain meja belajar dan kasur, disini juga terdapat rak buku yang cukup besar.

Di rak terbawah terdapat buku-buku jaman Meiji dan Taisho dimana waktu itu sangat populer dengan karya-karya dari Souseki, Ogai, dan Touson, tapi untuk rak paling atas hanya terdapat manga dan light novel.

"...Ya sekedar info saja, aku juga selalu update dengan karya-karya populer saat ini."

Meski tidak ada yang menanyakan itu, tapi Subaru menceritakan itu dengan bangganya. Aku sendiri tidak tahu apa yang bisa dibanggakan dari hal-hal tersebut.

Di rak ini tidak begitu banyak koleksi buku-buku dengan sampul tebal, dan kulihat banyak sekali tulisan-tulisan review dari karya Miyazawa Kenji.

Dengan tenang, Shioriko memeriksa buku-buku yang ada disana. Tidak lama kemudian, dia terus menatap ke arah dinding yang berada di samping rak tersebut.

"Oh!" dia mengeluarkan suara keterkejutannya.

"Ada apa?"

"Umm, gambar ini..."

Ada sebuah gambar yang tergantung di tembok tersebut. Sebuah gambar bunga, dengan bingkai pigura yang digambar oleh pensil warna. Entah mengapa, aku sepertinya pernah melihat sesuatu yang seperti ini sebelumnya...

"Itu buatan kakekku." kata Subaru. "...Jujur saja, aku merasa kalau gambarnya sendiri tidak begitu bagus, meski begitu gambar ini adalah warisan yang dia titipkan kepadaku. Dari yang kudengar, Kakek selalu menggambar bunga di semua karya-karyanya."

Aku tahu ini.

Gambar ini mengingatkanku dengan lukisan Ibu Shioriko yang kutemukan di lorong kamar Shioriko. Bunga di gambar itu mirip sekali dengan yang di lukisan tersebut, mirip sampai ke tangkai dan daun-daunnya. Perasaan familiar ketika memasuki ruangan perpustakaan keluarga Tamaoka karena desain ruangannya sama persis dengan lukisan tersebut. Aku sekarang yakin kalau lukisan tersebut dibuat di perpustakaan itu dengan Ibu Shinokawa sebagai modelnya.

Jadi begitu ya.

Dengan kata lain, lukisan itu adalah pemberian Ayah dari Tamaoka Satoko     dimana disini adalah Kakek dari Subaru, kepada Shinokawa Chieko sebagai pemberian. Kalau tidak salah, tanggal di lukisan itu adalah Juni tahun 1980. Di saat yang kurang lebih sama, Ayah Satoko membeli buku kedua Spring and Ashura.

"Umm, ini dia."

Subaru memberikan sebuah buku yang masih tertutup sampul. Buku itu adalah Spring and Asura terbitan Sekine, tapi kondisinya jauh lebih buruk dari yang Satoko perlihatkan tempo hari. Judul bukunya sudah berwarna kekuningan, dan ujung sampulnya sudah mulai terkelupas.

Shioriko kembali menolek ke arah gambar di dinding sebelum menerima buku tersebut.  Saat ini, kita kembali ke fokus awal yaitu tentang buku tersebut. Dia lalu duduk dan membuka sampul pelindungnya untuk mempelajarinya.

Subaru dan diriku kemudian duduk dan menunggu hasilnya.

Sampul buku tersebut sudah buram, dan dihiasi berbagai noda dan lecet. Area sekitar punggung buku memiliki kondisi yang memprihatinkan, dan tulisan dari Kumpulan Puisi sudah sangat sulit untuk dibaca. Shioriko lalu mengamati buku tersebut dan memeriksa noda-nodanya.

"Bukan aku yang melakukannya...Kakekku bilang kalau noda-noda itu sudah ada di buku ketika dia membelinya dulu" kata Subaru.

"Jadi Kakekmu memberimu ijin untuk melihat buku ini sebelumnya?"

"Ya, Kakek dan aku punya hubungan yang sangat bagus sebelum beliau meninggal. Tapi waktu aku masih kecil dulu, kesanku terhadap dirinya adalah orang yang pendiam dan suka memberiku uang saku."

Tiba-tiba, ekspresi wajah Subaru tampak suram seperti teringat akan sesuatu yang kurang menyenangkan. Sepertinya dia mengingat sesuatu yang kurang bagus.

"Ketika aku kelas 3 SD, aku dijuluki Suboaru." Dia kemudian menceritakan sebuah penjelasan yang tidak ada hubungannya dengan topik.

"Wah, kejam sekali."

"Begitulah. Mereka bilang kalau aku ini tidak cocok dengan nama Subaru dan memilih untuk memanggilku dengan nama Suboaru. Kalau sekarang sih, aku ingin berkelahi dengan mereka waktu itu, tapi sayangnya waktu itu tidak seperti saat ini dan aku memilih untuk menerimanya saja. Akupun membenci namaku sendiri dan mulai berpikir kalau mungkin saja Suboaru itu adalah nama yang lebih pantas untukku..."

Subaru lalu melanjutkan.

"...Lalu suatu hari, aku pamit ke orangtuaku kalau aku mau ke rumah Kakek untuk meminta uang saku."

"Lalu, apakah kau mengunjunginya?"

"Yeah. Kakek waktu itu sedang di perpustakaan dan membaca buku-bukunya karena kakinya waktu itu sedang cedera dan tidak bisa berjalan jauh. Dia bertanya kepadaku apakah ada keanehan belakangan ini. Akupun akhirnya bercerita kepadanya kalau mereka memanggilku Suboaru dan menertawakan itu. Itulah momen dimana wajah Kakek mendadak berubah serius dan membaca sebuah puisi dari Spring and Asura dengan suara keras."

"Benarkah itu?"

"Yeah."

Shioriko lalu membuka halaman buku tersebut satu-persatu hingga selesai.  Hal pertama yang terlihat olehku adalah tulisan judul halaman yang salah ejaannya dan dikoreksi dengan pensil. Ini mungkin yang dimaksud Satoko tempo hari kalau bukunya banyak coretan disana. Tapi anehnya, salah eja bukanlah satu-satunya hal yang dikoreksi     tanda baca dan tanda kurung juga dikoreksi disini; ini jelas sangat aneh bagiku.

"Bagian akhir dari puisi tersebut membuatku terkesan...Orang-orang yang kaya raya tidak bisa mengandalkan kekayaan mereka/ Orang-orang yang hidup dengan sehat juga bisa tergelincir dan mati."

"Pemikiran orang-orang yang pintar berada di kepala yang rawan terluka/ Semua hal yang kita pikir bisa andalkan sebenarnya adalah hal-hal yang tidak bisa diandalkan."

Shioriko melanjutkan sisa potongan puisi tersebut. Aku merasa kalau puisi tadi seperti terikat dengan suatu topik. Frase tergelincir dan mati sedari tadi membuatku terkejut.

"Itu membuatku berpikir, kalau semua orang di dunia ini terlihat bodoh, baik mereka yang memanggilku Suboaru, dan diriku yang takut kepada mereka. Aku yang tertarik waktu itu, meski belum mengerti seluruhnya, merasa kalau itu adalah puisi yang bagus. Kakekku malah mengatakan kalau aku sebenarnya sudah mengerti keseluruhan makna puisi tersebut. Juga, dia bilang kalau puisi itu cocok denganku..."

Subaru tampak antusias meski ekspresinya tampak kesal sebelumnya. Kuakui, cerita-cerita tadi memang enak untuk didengar.

"Meski begitu, kenapa kau mencuri buku itu dari perpustakaan?" mengesampingkan alasannya tadi, tindakan pencurian seperti itu tidak bisa begitu saja dibiarkan.

"...Karena Kakek memberiku sebuah tantangan."

"Tantangan?" aku mengulang kata dari Subaru.

"Kakekku itu orangnya sangat pintar dan memiliki banyak sekali buku langka...Tapi satu-satunya yang dia sukai adalah buku ini. Dia bahkan pernah memberitahuku kalau dia memberi sebuah lukisan kepada orang yang membantunya untuk menemukan buku itu."

Ini tidak masuk akal. Orang yang diberi lukisan tersebut pastinya Shinokawa Chieko. Tapi, Kakek Subaru kan sudah punya copy dari Spring and Asura waktu itu. Memangnya, harganya yang ini lebih mahal dari satunya     atau memang ada sesuatu di dalamnya?

"Dia bilang kalau buku ini memiliki sebuah rahasia, dan rahasia itulah yang membuatnya berharga."

"Rahasia?"

"Itulah tantangannya. Dia bilang kalau aku boleh menghabiskan berapapun waktu yang dibutuhkan untuk membongkar rahasia itu, dan jika berhasil maka dia akan memberiku hadiah...Tapi pada akhirnya, Kakek meninggal terlebih dahulu sebelum memberitahuku apa jawabannya."

Untungnya, kita punya ahli untuk hal-hal yang semacam itu disini. Shioriko sendiri sedari tadi hanya terdiam dan membolak-balik halaman buku tersebut. Adegan dimana dia duduk sambil melihat buku tersebut membuatku serasa seperti melihat sebuah lukisan.

"Jadi pada akhirnya, kau sendiri gagal mendapatkan hadiahnya."

"Tidak, aku malah dapat. Itulah hadiahnya." Subaru menunjuk ke sebuah lukisan yang ada di dinding.

"Setelah Kakekku meninggal, aku bertanya ke Tante Sotoko tentang tantangan tersebut, mungkin saja dia tahu. Dia sendiri tidak tahu apa jawabannya, tapi dia memberiku lukisan ini dan berkata kalau ini mungkin hadiah yang seharusnya kudapatkan. Itu adalah sebuah lukisan bunga yang sedang mekar di kebun, lukisan yang dibuat di hari ketika aku dilahirkan. Dia bilang kepadaku kalau Kakek punya rencana untuk memberikan ini kepadaku suatu hari nanti."

Kulihat dengan seksama lukisan tersebut. Aku bukannya ingin menjelek-jelekkan peninggalan orang yang sudah meninggal, tapi gambar lukisannya tampak kasar sekali. Mungkin kalau sedikit dipoles sana-sini...

"Sebenarnya saya tidak terlalu peduli dengan hadiahnya. Yang ingin saya tahu ya jawaban tantangannya, tapi aku tidak tahu apa itu. Tante Sotoko saja sudah tidak mengijinkanku untuk meminjam buku itu lagi."

Dia mungkin mulai ketat dengan buku itu karena buku itu begitu berharga. Sepertinya, Subaru dan Sotoko sejak awal tidak memiliki hubungan yang begitu baik.

"Setelahnya, aku sendiri disibukkan dengan ujian-ujian sekolah, tapi aku berencana untuk meminta ijinnya untuk meminjam buku itu lagi, lalu aku mendengar sesuatu yang gila..."

Subaru tiba-tiba terdiam. Aku bisa menebak apa yang ada di pikirannya saat ini.

"Apa yang kau maksud itu adalah rencana untuk menyumbangkan buku-buku itu?"

"Betul. Ketika Ayahku tahu soal kabar itu, dia mulai membicarakan rencana konyol seperti merubah rencana "sumbangan" tersebut menjadi menjual buku. Aku yakin sekali Tanteku tidak akan mau menjual buku-buku itu, dia akan tetap pada keputusannya untuk menyumbangkan buku-buku tersebut. Sebelum itu terjadi, aku ingin meminjam buku itu sebentar dan mencari jawaban tantangan itu...Aku tidak menduga kalau Tanteku itu akan tahu soal buku itu..."

Akupun menepuk hidungku mendengar cerita itu. Jadi semua ini gara-gara orangtuanya tidak menceritakan secara utuh tentang rencana Tantenya itu. Bagian yang terpenting tidak pernah diceritakan kepadanya.

"Sebenarnya Tantemu itu sejak awal berencana untuk tetap menyimpan Spring and Asura...Tidak pernah ada satupun rencana untuk menyumbangkan buku tersebut."

"Apa? Serius? Jadi yang kulakukan selama ini tidak ada gunanya!"

Tamaoka Subaru menepuk keningnya dan menatap ke arah langit-langit. Dia tampak kaget dan meneruskan kata-katanya dengan nada yang lelah.

"...Kupikir aku harus mengembalikan buku ini kepadanya dan meminta maaf."

Kemudian, Shioriko mulai berbicara. Sepertinya dia telah selesai memeriksa buku tersebut.

"Apa Kakekmu pernah mengatakan sesuatu tentang buku ini? Sebelum dia meninggal, hal-hal sekecil apapun."

"Hmm...Kurasa tidak ada...Eh tunggu, sepertinya dia memberiku sebuah petunjuk."

"Petunjuk?"

"Aku mengunjunginya bersama Ayahku di rumah sakit sebelum dia meninggal. Kondisinya waktu itu sudah kritis, dan kesadarannya seperti mulai menghilang. Tiba-tiba dia bertanya kepadaku tentang tantangannya tempo hari. Sepertinya dia ingin memberitahuku tentang jawabannya, jadi kujawab kalau aku akan menemukan jawabannya sendiri, dan dia harus fokus untuk kesembuhannya dahulu. Itulah momen dimana dia memberitahuku untuk berhati-hati terhadap Sersan Thenardier."

"...Siapa itu?"

"Itu adalah nama yang muncul di bab Eine Phantasie im Morgen yang ada di buku Spring and Asura. Tokoh itu tiba-tiba muncul tanpa ada pengenalan karakter sehingga aku tidak begitu tahu dia itu siapa...Mungkin itu sebenarnya bukanlah petunjuk     apa kau menemukan sesuatu?"

Wajah Shioriko mendadak pucat. Sepertinya bukan karena sakit. Kemungkinan besar dia sudah tahu apa jawabannya     tidak, ini reaksinya ketika dia menyadari sesuatu yang penting.

"...Tuan Tamaoka. Apakah kau masih ingin mencari jawabannya?" dia mengatakan itu dengan suara yang pelan.

"Tentu saja!"

Subaru mengatakannya tanpa ragu. Dia tampak antusias sekali.

"Aku tidak keberatan meski itu memakan banyak sekali waktu. Kupikir Kakek akan merasa senang jika aku berusaha keras untuk mencari jawaban itu sendiri...Tapi ya itu kalau Tante Sotoko memberiku ijin untuk meminjami buku ini..."

"Baiklah." Seperti terbawa suasana hati Subaru, senyum dari Shioriko tampak mulai melebar. "Kalau begitu, kami akan membantumu...Bisakah kau menyerahkan urusan soal buku ini kepada kami?"




x Part 9 | END x

4 komentar: