Hatiku
mulai bisa merasakan getaran yang terjadi di tanganku ini. Aku yakin, ini
tentang sebuah kejadian yang barusaja terjadi, jadi aku tidak terkejut dengan
itu. Kucoba mengumpulkan segenap tenagaku, mengetahui kalau ini akan terjadi
membuat hatiku bergetar hebat.
Hari
ini, seusai sekolah, dia dipanggil oleh Guru. Kulihat dia meninggalkan kelas,
dan aku yakin dia tidak akan kembali lagi ke kelas.
Aku
tidak ada keinginan untuk jalan-jalan sepulang sekolah. Jadi aku langsung
pulang ke rumah, dan berbaring di sofa ruang keluarga dengan memakai seragam
sekolah, lalu menatap langit-langit rumahku. Ibuku memperingatkanku kalau rok
dan blazerku akan mengkerut kalau aku terus melakukan itu. Dengan susah payah,
kupaksa untuk ganti baju dan berbaring di kamarku. Kuselimuti tubuhku dengan
selimut hangat ini dan tubuhku sudah diam tak bergerak lagi.
Handphoneku
bergetar, hanya satu getaran. Apakah ini dari siswa itu, atau siswi itu? Aku tidak yakin itu siapa, tapi isinya
kemungkinan besar kabar buruk.
Kuambil
handphoneku dan berharap kalau pengirimnya adalah orang lain. Di bagian
notifikasi, ada pesan darinya. Tidak perlu sampai membuka aplikasinya, karena
pesannya singkat, cukup jelas meski berasal dari info notifikasi. Bahkan, bisa
dibaca tanpa perlu mengaktifkan tanda “dibaca” di aplikasi.
“Bisakah
kita bertemu?”
Hanya
itu saja, tidak ada yang lain. Tapi aku tahu kalau telah terjadi sesuatu.
Aku bisa
saja pura-pura tidak membaca dan membalasnya nanti. Karena dengan begitu, maka
kita bisa mempertahankan hubungan ini sedikit lebih lama. Hal-hal egois semacam
itu muncul di pikiranku. Tapi yang paling penting, ada sesuatu yang ingin dia
sampaikan, hal itu membuatku sangat gembira, saking gembiranya sampai ingin
menangis. Perasaanku campur aduk saat ini.
Karena
kupikir aku sudah menunggu momen ini dari dulu, momen dimana dia sudah siap
untuk memberitahuku. Dan karena aku juga terlalu takut untuk mengatakan itu.
Karena
itulah, akupun membalasnya, mengatakan kalau aku akan kesana, dan memakai
kembali mantelku. Ketika aku mulai memakai kembali sneakersku, aku menerima
sebuah pesan tentang lokasi pertemuan itu.
Tempat
pertemuan kita tertulis disana. Tempatnya tidak jauh, malahan cukup dekat.
Kemudian, ini akan berakhir.
Aku
sebenarnya tidak berniat untuk lari, tapi ketika langkahku sudah berada di luar
rumah, tiba-tiba langkah kakiku semakin cepat dari biasanya.
Area
depan stasiun cukup ramai. Meski begitu, cukup mudah bagiku untuk menemukan
dirinya yang sedang duduk di bangku.
Duduk
sambil menutup kedua matanya, kedua tangannya diletakkan di atas pangkuannya,
tampilan yang semacam ini mengesankan kalau dirinya sedang menyatu dengan
lingkungan sekitarnya. Dia memakai mantel, meski sekitarnya cukup dingin,
sepertinya itu tidak mengganggunya.
Mendengar
suara langkahku, dia mulai membuka matanya. Kemudian, dia tersenyum manis
seperti langit malam di musim dingin.
“Sore.”
Senyum
manisnya cukup memukau sehingga membuatku kehilangan kata-kata. Kurasa ini
adalah momen dimana ada orang bijak berkata kalau ada sesuatu yang indah sudah
mencuri napasku.
Akupun
mengangguk, kesulitan mengatakan sesuatu karena kehabisan napas sehabis
berlari. Kurapikan mufflerku lalu duduk disampingnya. Karena kalau tidak
kulakukan basa-basi seperti tadi, sulit rasanya memalingkan pandanganku
darinya.
Aku
belum pernah melihat gadis secantik dirinya. Aku tahu seperti apa gadis manis
dan cantik itu, tapi yang satu ini memang berbeda.
Akupun
mencoba mengumpulkan napasku kembali.
“Ada
apa?”
“Aku
ingin membicarakan sesuatu denganmu,” jawabnya, lalu terdiam sejenak. Lalu, dia
melanjutkan seperti sedang memilih dengan hati-hati kata-katanya.
“Kita
akan menyelenggarakan Malam Perpisahan Siswa.”
“Oh,
bagus, itu bagus sekali...” kataku, akhirnya pikiranku bisa tenang.
Itu
adalah sesuatu yang ada di pikiranku belakangan ini. Untuk sejenak, aku bisa
bernapas lega. Gesturku sepertinya terlihat jelas karena dia mulai tersenyum.
“Ini
karena dirimu.”
“Aku
tidak melakukan—“
Apapun.
Aku tidak melakukan apapun.
Akupun
terdiam. Dia melihatku, lalu menatap ke arah kejauhan, lalu mengatakan sesuatu
dengan pelan.
“...Dan
juga karenanya.”
Mendengar
kata-katanya, badanku tiba-tiba terdiam. Aku hanya diam menatap lantai, tanpa
mampu menatap ke arahnya.
“...Itu
tidak benar. Kau juga berusaha keras.”
“Tidak
apa-apa, aku tahu kalau ini bukan masalah sebenarnya.”
Kata-kataku
tadi terkesan seperti pengalihan topik, atau mencari-cari alasan, namun dia
menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Aku
mengandalkannya lagi...” katanya.
Tidak
seperti dirinya yang terlihat dewasa ketika mengatakan sesuatu, dia mengatakan
itu dengan nada kekanak-kanakan. Dia lalu tersenyum seperti berusaha
menyembunyikan rasa malunya.
“Aku
sebenarnya tahu tentang rencananya itu, tapi aku tidak bisa menolaknya”
katanya, sambil memalingkan pandangannya ke kejauhan. Kulihat arah tatapannya,
hanya ke sebuah gedung tinggi.
“Tapi
semua sudah berakhir.”
Meski
suasana malam disini sangat ramai, namun aku masih bisa mendengar suaranya
dengan jelas, suara yang lembut dan rapuh, seperti image gedung yang sangat
jauh dari pandangan. Seperti lampu merah yang terlihat dari kejauhan, lalu
tiba-tiba hilang ditelan kegelapan. Suara yang kemudian hilang tertiup angin.
“Aku
memberitahukan semua kepadanya.”
Rambutnya
yang panjang tampak mengibas, menyelimuti wajahnya seperti sebuah kerudung.
Ketika berhenti mengibas, dia merapikan rambutnya dengan tangan, lalu
menaruhnya kembali di belakang telinga.
Lalu,
dia tersenyum; Senyum yang murni, seperti sang malam dan angin sudah
membersihkan sekitarnya hanya untuk membiarkan senyumnya muncul. Senyum yang
cantik dan selalu kusuka.
Senyum
yang menyadarkanku kalau hubungan ini akan segera berakhir.
x Prelude 2 | END x
udh ketebak anjir disini hachiman suka sama siapa !!
BalasHapusDari volume sebelum2nya pun udah ketauan lah, dari setiap monolog 8man kalo menyangkut tentang dia pasti puitis lebay gimana gitu hahahh
HapusBtw di prelude ini gk ada sangkut pautnya sama perasaan 8man.
Ini monolog yui
o iyah udh w liat lagi ini monolog yui
HapusIni monolog siapa sih? Emang hachiman pake rok?
BalasHapusMonolog yui
BalasHapusPrelude 1 monolog Yukino
Bgi yg bingung ini monolog yui ketemuan ama yukino
BalasHapusAgak aneh , Di prelude I Yukino bermonolog musim ini akan berakhir , sedangkan Yui di prelude II Bermonolog hubungan ini akan berakhir
BalasHapusmaksud yukino udahmemberitahukan segalanya itu apa
BalasHapusDi vol 13 penjelasanya
Hapus