Tidak terasa hari sudah menginjak sore di kelas ketika
aku menatap ujung jemariku ini.
Matahari bersinar cerah, tanpa awan sedikitpun
sejak pagi, bersamaan dengan menghangatnya temperatur disini. Embusan angin terasa
kencang hari ini, membawa kelembaban yang hangat dari selatan. Kehangatannya
bahkan terasa lebih lagi karena dibantu oleh pemanas ruangan di kelas, membuat kelas
terasa lebih nyaman dari biasanya. Pagi tadi, setelah tiba di sekolah, diriku
yang semalam sangat kekurangan jam tidur, mulai diserbu oleh kantuk yang tiada
henti, membuatku menaruh kepalaku di meja seharian ini.
Aku baru saja bangun dari tidur siang, meski begitu
jari-jariku terasa dingin, mungkin karena merasakan tekanan yang aneh akibat
posisi tidurku yang menggunakan lenganku sebagai bantal.
Hari ini dan kemarin, kita diberi cuaca yang bagus,
tapi dua hari ke depan sepertinya cuaca akan menjadi dingin kembali. Biasanya, pergantian
cuaca yang tidak menentu seperti ini adalah pertanda dekatnya musim semi.
Dalam perjalanan ke sekolah, pohon sakura yang
berada di pinggir sungai tidak menunjukkan tanda-tanda akan mekar, daun dan batang-batangnya
tampak kusam. Tapi, sebulan lagi mereka pasti akan mekar, menegaskan asal
muasal nama Sungai Hanamigawa yang disematkan orang-orang ke tempat ini.
Kuembuskan napasku, dimana aku mulai membayangkan rute masa depan bagian kedua,
dimana Komachi, akan menggunakan rute yang sama ke sekolah denganku.
Kulihat lagi jam dinding dengan mataku yang mulai
berair, sebentar lagi akan masuk jam pulang sekolah. Ini adalah jam keenam,
dimana konsentrasi mayoritas siswa sudah habis setengahnya, dengan diriku
sebagai yang terdepan tentunya. Karena itulah, ruangan ini terasa mulai santai,
tapi pelajaran matematika saat ini membuat suasananya menjadi tidak nyaman.
Bagi seseorang yang sudah daftar bimbingan belajar untuk ujian masuk jurusan
Liberal Art, untuk siswa kelas 3 SMA tidak akan ada pelajaran matematika.
Lagipula, kalau tidak akan digunakan ketika ujian, maka aku tidak perlu untuk
mempelajarinya.
Kugunakan waktuku untuk melihat sekelilingku, semua
orang sibuk dengan kegiatan masing-masing untuk mengusir kebosanannya:
bermalas-malasan, bermain dengan handphone, atau hanya menatap ke jendela saja.
Di lain pihak, dengan adanya ujian semester yang akan datang, ada beberapa
orang yang fokus belajar dan tidak mempedulikan sekitarnya, seperti menganggap
itu sebagai pekerjaan sampingan.
Beberapa orang pura-pura menumpuk buku-bukunya,
dimana dengan melihatnya saja orang sudah tahu dia sedang melakukan apa. Disini,
ada yang melakukannya dengan ekstrem, orang itu membolak-balik buku catatan
yang ada penandanya dan berkata dengan sinis, “Um, apa ada yang salah denganku?
Aku ini sedang belajar, bisa lihat tidak?”. Aku tidak akan mengatakan namanya,
tapi yang seperti itu memang cocok untuk Sagami Minami. Meski, dia berusaha
terlihat seperti sedang berusaha belajar keras daripada orang yang sudah
memastikan masa depannya akan dimana.
Kalau tidak begitu, dia akan mengomel dan berpura-pura
jadi korban, seperti, “Oh tidak! Tidak akan ada Universitas yang akan
menerimaku! Aku baru saja dapat C dalam ujian dadakan tadi! Aku pasti tidak
akan diterima di manapun!”.
Terlalu terang-terangan kalau dia hanya berusaha
memancing simpati dari teman-temannya, seperti “Itu tidak benar!”. Jaman
sekarang, nilai C bisa masuk ke sekolah manapun. Rasanya aku ingin berteriak di
depannya dan bilang sudah pilih saja yang
kamu suka.
Kadang aku bertanya-tanya, apakah si Manami-chan
ini juga seperti itu di rumahnya...Pasti saudaranya sangat menyesal punya
hubungan darah dengannya.
Oh, ngomong-ngomong, Kawasesuatu-san juga punya
saudara ya? Image emak-emak mulai
terbayang di pikiranku, kulihat deretan depan dekat jendela. Aku bisa melihat
rambut ponitail birunya, namun postur tubuhnya agak melingkar, sepertinya dia
sedang menjahit sesuatu. Dia sepertinya sedang mengerjakan pekerjaan paruh
waktunya...Kalau berada di dekat Kawasesuatu-san, aku merasa seperti kembali ke
jaman jadul.
Meski begitu, ada orang yang sangat antusias di
kelas, dimana mayoritas siswa disini begitu. Ada satu orang, yang berada tidak
jauh di belakangku, dengan pakaian olahraga dan sikapnya sedari tadi memang mempesona.
Orang itu adalah temanku, Totsuka Saika...Mungkin perlu kukatakan sekali lagi.
Temanku, Totsuka Saika...
Totsuka menganggukan kepalanya sembari melihat ke
papan tulis. Ketika dia hendak menulis sesuatu dengan pensilnya, dia tiba-tiba
terhenti, lalu menyentuh bibirnya sejenak. Dia lalu menyadari diriku, lalu
melambai-lambaikan pensilnya ke arahku. Dengan adanya cahaya matahari dari jendela
yang menyinarinya, membuat tampilan rambutnya seolah-olah berasal dari sutera,
senyumnya juga mempesona. Ya ampun, apa-apaan ini? Manisnya. Apakah adanya cahaya
bulan di malam hari adalah ide yang berasal darinya? Kurasa aku sudah terlalu
banyak baca Star Twinkle...Meski begitu, dia menatapku dengan malu-malu, dan
akupun mengangguk kepadanya sebelum membalikkan tubuhku ke arah depan kelas.
Dengan kelas yang akan berakhir sebentar lagi,
kubuka buku catatanku yang jarang kubuka ini dan menulis materi pelajaran di
papan, agar aku tidak dimarahi oleh Guru nantinya. Kalau momennya sudah seperti
ini, kalau aku terus melihat ke
sekitarku, orang-orang akan berpikir kalau aku punya kelainan jiwa. Meski, aku
ragu kalau mereka belum menganggapku begitu.
Kutulis seadanya di buku, lalu bel berbunyi,
menandakan kelas berakhir. Pertemuan dengan Wali Kelas juga, berakhir dengan
cepat karena hanya diisi oleh pesan-pesan dan catatan-catatan.
Ada satu hal yang kurencanakan untuk kulakukan
sepulang sekolah : berbicara kepada Yuigahama tentang hal kemarin dan hasil
dari event, lalu menanyakan kepadanya apa keinginannya.
Akupun mulai merapikan mejaku sambil mendengarkan
keramaian siswa yang hendak pulang. Sebenarnya, tidak banyak yang perlu
kubereskan. Kupakai jaketku, dan merapikan mufflerku, sudah selesai begitu
saja. Ketika aku pura-pura berpikir apalagi yang perlu kurapikan, kubuka berulang-ulang
tasku, akupun melirik ke arah Yuigahama.
Kebanyakan, siswa sekelasku pergi berdua atau
bertiga, tapi target kali ini berada di dekat jendela pojokan yang tersinari
matahari. Miura duduk di mejanya, menyilangkan kakinya yang jenjang dan mulus, menjadi pusat dari Yuigahama dan
Ebina-san, yang mengenakan jaket, dan duduk dengan kursi yang mereka ambil dari
meja terdekat. Melihat percakapan mereka dan merespon sebisanya, Hayama Hayato.
Kemudian, tiga idiot Tobe, Ooka, dan Yamato, yang menghebohkan percakapannya.
Ini adalah adegan yang familiar dan sering kaulihat sehari-hari.
Mereka memancarkan aura sehingga menyulitkan orang
lain untuk mendekat, apalagi ketika topiknya mulai memanas.
Ini tentunya, membuatku sulit untuk berbicara
dengan Yuigahama. Aku pernah mengalami situasi serupa, dan setelah sukses
menariknya keluar dari grup, malahan aku diminta untuk mengatakannya langsung
secara normal. Dimana, itu adalah hal tersulit untuk kulakukan...
Mari kita gunakan sudut yang berbeda. Selesaikan
masalah dengan bijak, aku bisa menyelesaikan
masalah ini tanpa harus berbicara dengannya langsung. Kalau susah untukd
ikatakan, maka gunakan huruf saja. Itu kata-kata dari Murasaki Shikibuki-senpai!
Kubuka handphoneku, dan kupilih aplikasi mail. Layarku
mulai muncul banyak sekali mail yang prematur alias tidak lengkap. Tidak ada
subjek atau isi mail, tapi nama penerimanya sudah ada. Kuhabiskan semalam untuk
mencoba menulis surat, tapi tidak bisa mengisinya dan tidak mengirim apapun.
Yang tersisa hanyalah draf surat yang tidak selesai.
Kutulis di badan surat, “Apakah kau ada waktu hari
ini?” lalu kutekan ikon kirim. Tidak lama kemudian, Yuigahama mengambil handphone
yang ada di kantongnya. Dia lalu memberi isyarat ke teman-temannya, dan menatap
ke arah handphonenya. Lalu, dia menatap ke arahku. Akupun mengangguk.
“Oh, sebentar ya, aku akan kembali lagi,” dia
mengatakan itu sambil tersenyum, dan merahasiakan apa yang hendak dia lakukan.
Dia meninggalkan topik pembicaraan Miura Cs. Ketika dia mulai berjalan kemari,
ekspresi wajahnya tampak mulai kesal. Ketika sampai di kursiku, dia tampak
sangat kesal.
“Bukankah sudah kuberitahu untuk berbicara kepadaku
secara normal!?” Dia mengatakan itu dengan suara kecil namun tegas, untuk menghindari
perhatian orang-orang sekitar.
“...Uh, meski begitu, menurutku ini sudah yang terbaik.”
“Apa kau tidak merasa aneh, mengirim pesan ketika
kita sendiri berada sedekat ini!?”
“Ya keunggulan dari fitur pesan kan jarak
bukanlah masalah.”
Dengan kekuatan internet, orang yang pemalu bisa banyak bacot tidak peduli kalau itu
sudah keluar batas. Bahkan belakangan ini, kau bahkan bisa melihat sosialita
dan orang normal mulai gila di internet...
Banyak hal mulai berlarian di kepalaku, dan kedua
mata Yuigahama menatapku dengan tajam. Akupun pura-pura batuk agar bisa kabur
dari tatapan dinginnya itu. Jadi, kali ini, aku bertanya kepadanya dengan
normal.
“...Apa kau ada waktu hari ini?”
“Hari ini ya...?” Yuigahama lalu terdiam. Dia lalu
menggaruk-garuk kepalanya, seperti kesulitan untuk menjawab pertanyaanku.
Melihat gesturnya, sepertinya hari ini bukan hari yang tepat untuk itu.
“Umm...” dia terdiam dan menatap ke arah grup
Miura. Dia lalu mengatakan sesuatu dengan senyum yang kecut.
“Mungkin tidak bisa. Aku mungkin akan jalan-jalan
dengan Yumiko Cs.”
Dia mengatakan mungkin
dua kali. Kenapa kau terlalu tidak yakin dengan itu? Dia mungkin saja
memutuskan pergi ke Sea World di Kamogawa setelah melihat iklannya...Meski
begitu, Yuigahama sepertinya tidak ada rencana yang pasti untuk hari ini.
Sepertinya, pembicaraan dengan Miura Cs topiknya tentang berhenti di suatu
tempat waktu pulang sekolah nanti. Kalau memang begitu, aku pastinya tidak
ingin menghalangi kegiatan mereka.
Bagiku, tidak masalah kalau bukan hari ini.
Intinya, aku tidak masalah selama dia menyanggupi untuk menyediakan waktu
berbicara denganku. Meski bukan hari ini, aku tetap akan melakukannya. Kalender
di handphoneku tampak kosong dari catatan kegiatan. Kalau begitu, masuk akal
bila aku mengikuti jadwalnya saja.
“Begini, tidak harus hari ini. Kita bisa bicara
besok, lusa, atau sehari setelah lusa, atau setelahnya.”
“Kenapa pilihannya banyak sekali! Memangnya kau
punya banyak sekali waktu luang, Hikki?” kata Yuigahama, dia tampak setengah
kagum dan setengah sedih.
Tentu saja, aku wajib memberitahunya, karena dia
jelas salah akan sesuatu.
“Sebenarnya aku tidak punya waktu luang. Aku punya
banyak hal yang harus kulakukan,” kataku.
Misalnya: rekaman video yang harus kutonton,
tumpukan buku yang harus kubaca, atau game bangun-bangun yang harus kumainkan
karena aku baru saja membuka map pulau yang tidak berpenghuni, atau latihan
otot berat dimana biasanya hanya bertahan 3 hari, atau solo-screening party Aikatsu
yang akan disiarkan di platform streaming. Begitulah, banyak hal yang harus
kulakukan, dan hidupku ini saja tidak cukup untuk semuanya. Kalau sudah begitu,
aku lebih baik menonton Aikatsu dan mengulangnya terus. Ya ampun, andai saja aku
punya 5 nyawa! Karena dengan begitu, aku bisa menonton Aikatsu 5 kali! Ketika
aku hendak mengatakan, timingnya batal karena Yuigahama menatapku dengan
tatapan kagum.
“Ohh, seperti apa?” tanya Yuigahama sambil
memiringkan kepalanya.
Kepalanya seperti dipenuhi rasa ingin tahu, sepertinya
dia ingin tahu apa saja itu. Melihat sikapnya itu, akupun mulai bersikap.
“...Be-Begini, tahulah, banyak sekali. Pokoknya
banyak, tahu tidak? Aku harus menyelesaikannya...Tapi sebenarnya bisa dilakukan
kapan saja,” gumamku, kualihkan pandanganku agar percakapannya terhenti.
Namun tidak lama kemudian, akupun pura-pura batuk
untuk mengumpulkan kepercayaan diriku dan menatap kembali ke Yuigahama.
“Jadi begini, aku menyesuaikan saja dengan
jadwalmu. Tolong beritahu aku jika kamu ada waktu.”
Dia menyilangkan lengannya. Tiba-tiba, dia
mengangguk.
“Mm, oke, kurasa hari ini tidak masalah.”
“Benarkah?” tanyaku, menatap ke arah Miura Cs,
membayangkan apakah ini akan menjadi masalah atau tidak.
“Yep. Kita sendiri belum memutuskan apapun.” Dia
menjawabnya dengan tersenyum.
“Ya sudah, maaf sudah merepotkanmu.” Kataku, sambil
menundukkan wajahku.
“Oke, aku akan ambil barang-barangku dulu,”
katanya, dia lalu berjalan ke arah Miura Cs, seperti hendak pamit.
Kuputuskan untuk keluar ruangan karena aku merasa
agak awkward kalau meninggalkan kelas bersama Yuigahama. Pintu ruangan kelas tampak
tertutup, mungkin karena ada heater, kubuka, dan kututup kembali.
Setelah keluar, hawa dingin mulai menyerangku.
Dingin mulai menghuni jari jemariku. Untuk melupakan sensasi ini, kumasukkan
tanganku ke kantong, dan menyandar ke tembok.
Jendela kelas tertutup rapat, dan penghangat ruangan
di tiap kelas membuat lorong terasa lebih hangat dari biasanya. Meski begitu,
jariku yang baru saa menyentuh pintu, masih terasa kedinginan.
x Chapter 1 Part 2 | END x
Lanjut min 👍
BalasHapusMantap lurr
BalasHapusmksih bgt min.. berjuang trs
BalasHapusditunggu lanjutan nya . semangat!!
BalasHapusSemangat bang, mantap.
BalasHapusNiceee
BalasHapusMakasih min atas TLnya...
BalasHapusBtw gua makin penasaran apa yg terjadi vol 13 hehe....
Akan ada masanya Kisanak baca vol.13...
HapusMin ada link pdfnya gk nanti klo udah selesai jadi 1 volumenya???
BalasHapusBiasanya ada sukarelawan yang bantu bikin PDFnya,
Hapus"... Aku merasa seperti kembali ke jaman jadul." Saya rasa penggunaannya kurang pas pada jaman jadul. Karena jadul adalah gabungan dari jaman dulu. Kurang sesuai aja saya rasa hehe..
BalasHapusWell saya cuma mau bilang makasih. Senang rasanya baca ke blog ini setelah sekian lama penantian volume 12 rilis wkwk. Sehat terus bang Dan
ohh jadul itu jaman dlu, malah baru tau gw wkwk, mungkin tl kaya gw jadul tuh ngiranya gk ada singkatan jadinya nyambung aja gtu kata jaman jadul
Hapus