Diary Dari Shinokawa Ayaka
Aku sangat sibuk sekali kemarin, jadi aku ingin menggabungkan tulisan tentang kejadian kemarin dengan yang hari ini.
Kemarin, Toko Biblia ditutup karena hari libur.
Kakakku pergi dengan Goura (pegawai) dengan mobil. Sepertinya, mereka seharian mendatangi berbagai Toko Buku yang ingin kakakku kunjungi, toko-toko yang ingin kakakku kunjungi namun tidak terjadi karena mendapatkan cedera.
Dia tampak ceria hari ini, jadi waktu sarapan tadi kutanya kepadanya apakah dia kemarin pergi berkencan atau tidak. Tapi dia malah bilang "Jangan menganggap Daisuke seperti itu, barusan itu sangat kasar sekali". Lalu, dia menatapku dengan ekspresi yang menyeramkan.
Dulu aku pernah mendengar percakapan mereka, waktu itu Goura menawarkan diri untuk menemani kakakku pergi mengunjungi beberapa Toko Buku.
Kakakku itu pasti benar-benar membenci membahas topik seperti cinta dan pernikahan.
Karena itulah aku tidak bisa mengatakan itu kepadanya. Yang bisa kulakukan hanyalah menulisnya disini.
Aku sangat yakin kalau Goura sebenarnya merencanakan itu untuk mengajaknya kencan. Kupikir itu karena dia menyukai kakakku.
Ngomong-ngomong, aku sempat khawatir dengannya ketika awal-awal bekerja di Toko ini. Sulit untuk dipercaya, kakakku yang tidak memiliki skill komunikasi yang bagus dengan orang-orang, mempekerjakan dia. Dia sendiri orangnya besar dan wajahnya menakutkan, jadi kupikir dia menggunakan semacam guna-guna atau sejenisnya kepada kakakku.
Tapi setelah beberapa lama, kulihat dia orangnya malu-malu, pekerja keras, dan seperti pria kebanyakan. Dia mendengarkan dengan baik kata-kata orang di sekitarnya dan bahkan melayani pelanggan lebih baik daripada diriku.
Aku sendiri tidak mau berkomentar tentang wajahnya, jadi soal itu kucukupkan disini saja. Menurut pendapatku, Goura adalah orang yang mudah sekali dipengaruhi oleh orang, terutama wanita, dengan posisi sosial yang lebih tinggi darinya. Meski dia punya perawakan seperti seorang petarung, namun karakternya itu lebih mirip seorang asisten.
Mereka berdua kembali pada malam hari dan kakakku tampak senang. Mereka mengunjungi Toko Buku di Yokohama dan Kawasaki, dan juga berhenti di Tsujidou dalam perjalanan pulang.
Kakakku pulang membawa dua kardus penuh buku dan yang membawanya masuk tentu saja Goura. Dia tampak sedikit kelelahan, tapi kedua matanya masih tampak sangat fokus. Mungkin melihat kakakku yang sangat gembira membuatnya ikut gembira juga. Yep, persis seperti seorang asisten.
Aku menceritakan ini ke teman sekelasku, Kosuga Nao ketika makan siang bersama dan dia bilang itu terjadi karena kakakku adalah "bukan orang biasa".
Nao selalu memasang ekspresi serius ketika membicarakan Shioriko. Dia sendiri adalah pelanggan toko ini, tapi kupikir dia hanya punya masalah komunikasi dengan kakakku.
Nao menyukai seorang pria bernama Nishino dari Klub Light Music. Nao ditolak, tapi kudengar kakakku dan Goura memiliki keterlibatan dengan itu. Aku sendiri tidak begitu tahu soal itu, tapi ada sebuah masalah, dan kakakku pasti sudah melakukan sesuatu yang membuatnya ketakutan...Kupikir itu bukan sesuatu yang dengan mudah hilang begitu saja.
Nishino sendiri sekarang bersekolah di SMA lain.
Setelah kejadian dengan kakakku, mulai menyebar gosip kalau dia adalah playboy. Dia berpikir kalau si penyebar gosip itu adalah Goura, lalu dia berusaha membakar toko kami sebagai bentuk pembalasan.
Setelah skorsing yang dijalani Nishino selesai, dia pindah ke SMA lain.
Sebenarnya aku tidak boleh menceritakan ini, tapi salah paham antara Nishino dengan Goura sebenarnya gara-gara diriku. Aku pernah mendengar percakapan antara Goura dan Nao, lalu secara tidak sengaja aku menceritakan itu kepada orang-orang di Klubku. Ceritaku itu ternyata menjadi gosip di sekolah. Aku sendiri akhirnya tahu kalau Nao tidak pernah menceritakan soal masalah itu kepada siapapun di sekolah. Aku tidak tahu kalau ternyata dia memilih untuk tidak menceritakan itu kepada siapapun.
Kurasa aku sudah terlalu banyak berbicara.
Aku berpikir kalau menceritakan soal itu setelah ada usaha pembakaran toko merupakan ide yang buruk, jadi kuputuskan untuk tidak mengatakan apapun. Aku menulisnya disini agar stress tidak terus bertumpuk di pikiranku. Tidak ada yang tahu kalau aku sedang menulis di komputer pada tengah malam seperti ini.
Buku-buku yang kakakku beli kemarin masih bertumpuk di dekat pintu rumah ketika aku kembali sore tadi. Dia memang belum bisa membawa barang-barang berat, dan meski aku sudah menawarkan diri untuk membawakan itu untuknya, aku lupa tentang itu.
Ngomong-ngomong, aku angkat buku-buku itu ke lantai dua, kalau tidak begitu maka akan terus menghalangi pintu masuk. Lorong dari lantai dua adalah area Shioriko dimana aku sendiri tidak bisa mengusiknya, dan itu dipenuhi oleh buku-buku. Dia mungkin marah kepadaku jika aku menaruh buku-bukunya di salah satu sudut kosong disana.
Di lorong tadi aku melihat sesuatu yang membuatku bernostalgia.
Sang Raja Dengan Telinga Keledai
Itu adalah buku bergambar yang pernah kubaca ketika kecil dulu. Harusnya itu adalah buku milikku, tapi entah mengapa malah terbawa hingga Shioriko Zone.
Aku sendiri tidak begitu ingat tentang ceritanya, jadi kubawa buku itu ke kamarku dan membacanya lagi setelah sekian lama. Ternyata, buku itu sangat menarik.
Seorang Raja bodoh bernama Midas mendapat perintah dari Dewa untuk mengumpulkan berbagai musisi untuk beradu permainan musik. Meski pemenang lomba itu sudah jelas terlihat dari kualitas permainannya, Midas malah memilih musisi yang bermain paling buruk sebagai pemenangnya.
Setelahnya, Dewa menjadi marah dan mengutuk Raja Midas dengan merubah telinganya menjadi telinga keledai (Dewa yang kutukannya tidak signifkan menurutku). Midas lalu menyembunyikan telinga keledai yang memalukan itu dari siapapun kecuali penata rambutnya; dia mengancam untuk membunuhnya jika dia berani memberitahukan itu pada siapapun (Rajanya ternyata kejam juga).
Si penata rambut tidak memberitahu siapapun, tapi karena dia merasa tidak bisa menahan rahasia yang besar itu sendirian, dia lalu menggali lubang yang sangat dalam di aliran sungai dan berteriak "Raja Punya Telinga Keledai!" ke dalam lubang itu.
Kututup buku tersebut dan berpikir.
Kurasa, dengan menulis ini maka aku sudah melakukan hal yang sama dengan si penata rambut itu. Aku secara diam-diam menulis semua hal yang tidak bisa kuberitahukan ke orang-orang di sekitarku.
Diary ini adalah lubang aliran sungai milikku.
Aku tidak tahu sampai kapan aku bisa menyimpan ini, tapi yang kutahu saat ini adalah tidak ada seorangpun yang berada di dasar lubang tersebut.
Kuputuskan untuk memperlakukan masalah ini seperti itu saja.
x PROLOG | END X
Tidak ada komentar:
Posting Komentar