x Chapter VIII x
Jam menunjukkan sudah lewat tengah malam. Aku memeriksa semua akun palsu yang kubiarkan bekerja secara otomatis di PC rumahku.
Sekitar tiga hari semenjak akun ini mengudara, aku menghabiskan mayoritas waktuku untuk tweeting sambil mempersiapkan berbagai macam persiapan.
Seperti yang kuduga, tidak semua siswa disini menggunakan Twitter dan ada beberapa juga yang tidak tertarik dengan pemilihan Ketua OSIS. Ada juga akun yang lama tidak aktif dan ada juga yang memang sengaja dari awal membenci pemilihan Ketua OSIS. Ada juga hari dimana retweet tidak berkembang banyak. Karena itu aku menciptakan akun baru bernama 'Pendukung Hayama Garis Keras' sebagai rencana cadangan.
Meskipun jumlah siswa disini adalah 1200 orang, kita mampu melewati target yang sudah ditetapkan karena akun baru ini. Benar-benar harus berterima kasih ke akun penyelamat kita kali ini, Hayama.
Dengan ini, aku akhirnya bisa berbicara dengan Isshiki Iroha dan itu akan membuatku memiliki materi pembicaraan ke Yukinoshita dan Yuigahama. Kita akan memiliki bahan untuk dinegosiasikan.
Sekarang, kita sampai di bagian sentuhan akhirnya.
Dengan PC menyala, aku mengambil teleponku.
Seperti yang kuduga, aku tidak punya nomor teleponnya. Aku melihat daftar kontakku dan seperti yang kuduga, tidak ada namanya disini.
"Aaah..."
Ini mengingatkanku. Aku memang tidak mendaftarkan namanya ke handphoneku karena aku merasa kalau aku tidak akan pernah menelponnya? Atau memang pernah dan aku tiba-tiba menghapusnya...? Ingatanku tentang masalah itu memang agak tidak jelas.
Ah, mungkin ada di history panggilan.
Dengan itu, aku coba cek history panggilan handphoneku. History yang kulihat dari tadi hanyalah Komachi, namun ketika aku scroll up ke sekitar waktu Festival Budaya, ada satu nomor telepon yang tidak familiar. Aah, aku memang menelponnya waktu itu, bukan...?
Aku menelpon nomor itu.
Telepon langsung diangkat sebelum aku mendengar suara dering bell.
["Ini aku"]
Satu-satunya orang di dunia yang mengangkat telepon dan menjawabnya seperti itu.
"Ini Zaimokuza?"
["Tentu saja, apa urusanmu kali ini denganku? Aku sedang bermain game di handphoneku, kuharap pembicaraan ini tidak lama."]
Benar juga, jadi itu alasannya dia bisa langsung mengangkat teleponnya sebelum bunyi dering pertama. Kupikir dia selama ini selalu standby untuk menunggu panggilanku, tapi kalau kupikir-pikir, dugaanku barusan cukup menakutkan. Well, aku sendiri tidak mau berlama-lama. Ayo kita buat ini cepat.
"Maaf. Aku butuh sedikit bantuan soal akun Twitternya."
["Humu?"]
Tentu saja, bahkan Sang Guru Hebat Perkomputeran Zaimokuzapun kalau mendengar hal ini, dia tidak akan mengatakan tidak. Tetapi responnya barusan sangat membingungkan.
["Nfuu, memang benar, mengubah settingannya bisa dengan mudah kulakukan kapan saja, tetapi..."]
"Kalau begitu kuserahkan padamu untuk menangani akun-akun yang kamu tangani sekarang. Aku akan melakukannya ke akun yang sedang kutangani ini juga."
["Bukan itu masalahnya, tetapi...Hachiman, apakah kamu yakin dengan hal ini?"]
Nadanya yang seakan-akan peduli kepadaku jarang sekali kudengar dari Zaimokuza. Lalu aku bertanya balik kepadanya tentang maksudnya.
"Apa itu?"
["...Ini bukanlah metode penyelesaian yang layak mendapatkan pujian...Kau sekarang sedang berenang di air yang sangat berbahaya."]
Ketika aku agak terpukul mendengarnya dan berpikir bagaimana meresponnya, kemudian terdengar suaranya sedang berteriak.
["Tunggu dulu. Jangan salah paham. Bukannya aku perhatian denganmu, tetapi aku berpikir ada kemungkinan kalau aku yang dijadikan tersangka tunggal, aku khawatir kalau aku yang menanggungnya sendirian. Jadi aku tegaskan sekarang kalau aku tidak ragu untuk mengatakan kalau ini adalah ulah kita berdua."]
"Kamu memang bajingan yang menyenangkan, ya?"
Aku langsung tertawa. Entah dia serius atau cuma memberitahu saja, dia memang sulit untuk kupahami.
"Jangan khawatir. Orang yang tahu tentang identitas pemilik akun yang sebenarnya hanya kita berdua. Bahkan jika mereka mengetahui akun palsu tersebut, nama dibalik pemilik akun tersebut tidak pernah ada. Jadi tidak ada yang terluka."
["Baiklah. Kupikir ini tidak masalah..."]
Aku memutuskan untuk memberikan beberapa kata-kata indah untuk Zaimokuza yang nampaknya agak ragu.
"Tahukah kau, Zaimokuza...? Selama kau tidak membuat sebuah masalah menjadi masalah, maka itu tidak akan menjadi sebuah masalah."
["...Menjadi bajingan sampai mati, Hachiman?"]
Dia mengatakan yang sebenarnya.
"Aku tidak ingin mendengarnya darimu. Ngomong-ngomong, aku mengandalkanmu."
["Hmmph. Kurasa aku tidak punya pilihan lagi. Tolong milikmu dibuat rapi sehingga tidak ada jejak keterlibatanku di dalamnya! Serius ini!"]
"Tenang saja...Aku paham maksudmu. Sampai jumpa."
Aku merespon dan menutupnya tanpa menunggu balasannya. Dia seperti sedang berteriak di akhir telepon, eh benarkah...?
Tetapi kecurigaan Zaimokuza tidaklah beralasan. Seperti apa ini jadinya nanti, aku tidak akan pernah membuatnya seakan-akan ini kesalahannya.
Ketika aku me-refresh browserku, aku bisa melihat beberapa tombol perubahan nama akun yang Zaimokuza sebutkan.
Sisanya, aku tinggal print ini.
Ketika hendak print, aku merasakan kelelahan luar biasa di tubuhku. Aku berbaring di sofa dan melihat atap ruanganku.
* * *
Pagi di hari Jumat. Adalah hari dimana pertempuran penting ini terjadi.
Satu hal lagi, ini bukan seperti hari dimana sebuah pertempuran akhir terjadi. Bahkan, ini sebenarnya bukanlah sebuah pertempuran. Hari ini adalah hari dimana aku akan mencegah sebuah pertempuran. Oleh karena itu daripada kita menyebutnya pertempuran penting, mungkin lebih tepatnya kita sebut dengan sebuah keputusan penting.
Tetapi aku belum menemukan kata-kata keren itu sampai jam pelajaran ketiga. Ketika jam pelajaran keempat dimulai, aku tidak bisa menahan diriku untuk pura-pura keren.
Yang menungguku setelah ini adalah sebuah perjudian besar.
Satu-satunya hal yang kupikirkan ketika jam pelajaran keempat adalah bagaimana cara meningkatkan peluang suksesnya.
Waktu yang sia-sia terus berlanjut. Setiap aku menatap ke arah jam dinding, tiap menitnya seperti sedang mengusikku.
Pada akhirnya, jam pelajaran keempat berakhir. Kelas memasuki masa istirahat dan aku langsung meninggalkan kelas ketika bel berbunyi. Tidak lupa, aku membawa dokumen-dokumen yang kusiapkan dari kemarin.
Tujuanku kali ini adalah kelas 1C. Itu adalah kelas dimana Isshiki Iroha berada.
Aku tidak tahu apa kegiatannya ketika jam makan siang. Aku juga tidak tahu dimana dia akan berada ketika makan siang. Maka dari itu, satu-satunya peluang untuk bisa bertemu dengannya adalah ketika bel istirahat berbunyi dan aku langsung menemuinya di kelasnya.
Aku mencoba mensimulasikan bagaimana aku akan mengajaknya keluar atau bagimana cara memintanya keluar menemuiku. Harusnya ini baik-baik saja. Aku memastikan diriku untuk berlatih di depan cermin tadi pagi, harusnya tidak ada masalah.
Ketika aku melihat ke arah kelasnya, Isshiki sepertinya sedang bersiap-siap untuk pergi makan siang dengan beberapa temannya di kursi bagian belakang kelas yang dekat dengan jendela. Sepertinya aku harus minta tolong seseorang untuk memanggilnya kesini. Tidak masalah, tidak masalah, aku sudah berlatih untuk hal ini...Hachiman, lakukan yang terbaik (Suara:Totsuka Saika). Baiklah, aku bisa melakukannya.
Di dekat pintu ada tiga orang siswa yang memakai kacamata. Aku memanggil grup tersebut.
"Maaf...apa kamu ada waktu?"
Aku berusaha membuat diriku terlihat tenang, lalu sebuah suara terdengar.
"Y-Ya..."
Meski hanya satu orang yang menjawab, kedua orang lainnya saling berbisik satu sama lain menghadapku. Well, aku cukup memakluminya. Aku langsung saja ke permasalahannya.
"Bisakah kamu panggilkan Isshiki-san kesini?"
"Haa..."
Jawaban siswa itu terdengar setengah-setengah, tetapi setelah itu, siswa tersebut pergi memanggil Isshiki. Ketika dia memanggil Isshiki, dia melihat ke arahku. Setelah itu, Isshiki melihatku dengan ekspresi kecewa. Maaf ya sudah membuatmu kecewa.
Isshiki dengan ceria menuju ke arahku. Dia lalu tersenyum.
"Senpai, ada apaaa~?"
"Aku butuh bantuanmu mengenai pemilihan Ketua OSIS."
Setelah mengatakannya, Isshiki mengubah ekspresinya seperti meminta maaf.
"Haa...Apa bisa kalau kita tunda dan lakukan sepulang sekolah saja~? Um, makan siangku..."
Aku tahu kalau dia sebenarnya akan menolak, jadi aku sudah menyiapkan jawaban yang tepat.
"Itu akan menjadi super buruk jika kita menundanya."
"Super buruk ya, huuuh..."
Isshiki menyilangkan lengannya sebentar dan menggerutu. Sejujurnya, dia terlihat seperti sudah mengambil keputusan.
"Okaaay. Kalau begitu tunggu sebentar ya~"
Setelah mengatakannya, dia kembali ke mejanya, membungkus kembali bekal makan siangnya, dan berjalan kembali kesini.
"Jadi, apa yang akan kita lakukan?"
"Bisakah kamu ikut denganku ke perpustakaan? Aku membutuhkan dirimu untuk mengisi beberapa formulir."
"Haa...Well, baiklah kalau begitu~"
Saat itu, dia mengatakannya dengan ekspresi yang terlihat kurang senang.
* * *
Perpustakaan ketika jam makan siang adalah tempat yang sunyi. Mungkin alasan terkuatnya, tidak banyak yang mau kesini ketika makan siang terutama karena suasananya terlihat sangat suram di musim ini.
Di suatu sudut perpustakaan yang sunyi, ada sebuah suara yang familiar.
Suara tersebut berada tepat di depanku.
"Haa..."
Sekali lagi, dia menghembuskan napasnya yang dalam, disertai tatapan yang penuh beban. Kemudian, Isshiki menatapku.
"Senpaai, apa aku memang harus melakukan ini~?"
"Begini, kamu tidak ingin jadi Ketua OSIS, bukan?...Lagipula tidak ada orang lain yang membantuku, jadi kalau kita memang punya waktu, kita harus melakukannya."
Ketika aku menjawabnya seperti itu, Isshiki terlihat sangat kecewa. Kau memang terlihat manja sekali...
"...Baiklah. Tetapi menulis ini semua terasa berat."
Yang kuminta darinya adalah menyalin semua nama dan retweets yang kudapatkan dari akun palsu dan menaruhnya ke kertas daftar dukungan. Benar-benar perkerjaan yang membosankan...
Jangankan dia, akupun merasa pekerjaan ini membosankan.
"Ah, ngomong-ngomong, apa orang yang bersama Senpai kapan hari itu pacarnya Hayama-senpai?"
"Entahlah."
"Eeeh, masa cuma memberitahuku saja tidak mau, kan tidak ada ruginya, benar tidak?"
"Sesudah pekerjaan ini selesai, nanti kuberi tahu."
"Well, kalau dilihat dari level gadis itu, kupikir bukanlah sainganku. Harusnya ini bukan masalah..."
Itu adalah kata-kata final yang sangat menyeramkan...Jika dia sedang berada di depan Hayama, dia mungkin tidak akan berperilaku seperti ini. Dalam banyak kasus, ada suatu waktu dimana seorang wanita menunjukkan jati dirinya seperti apa ke seorang pria karena si pria tersebut bukanlah seorang target bagi pengaruh kecantikannya dan membiarkan kewaspadaannya turun (pengalaman pribadi). Namun ada juga kasus dimana si wanita sebenarnya memiliki perasaan ke si pria dan wanita itu tidak bersikap waspada dan hati-hati, mungkin lebih tepatnya, si wanita terlihat seperti membenci si pria itu (pengalaman pribadi).
Isshiki melanjutkan obrolannya untuk menutupi kebosanannya.
"Tetapi, sepertinya Senpai berteman dengan Hayama-senpai?"
"Tidak, bukan begitu. Itu hanya kebetulan saja. Aku hanya diminta oleh Senpaiku untuk menemaninya, itu saja."
"Ah, kalau begitu, Senpai, ayo kita kapan-kapan keluar dan bersenang-senang bersama. Kita akan mengundang Hayama-senpai dan pergi bersama-sama."
"Tidak, aku tidak berminat untuk pergi..."
Jujur saja, ini sudah kesekian-kalinya orang-orang memanfaatkanku sebagai alasan untuk pergi bersama orang lain.
Meski begitu, ini adalah hal yang bagus untukku karena aku akan memulai sebuah percakapan yang melibatkan Hayama. Ketika percakapan terlihat menuju ke arah itu, ini membuatku mudah untuk menanyakan sesuatu.
"Kau tahu, soal Hayama...Menurutmu, dia itu bagaimana?"
Aku secara spontan menanyakannya secara ambigu. Bagi seorang Hikigaya Hachiman yang perjaka, ini memang sesuatu yang agak memalukan untuk menanyakan perasaan seseorang. Dia sepertinya menyadari pertanyaanku agak menyeramkan, mulut Isshiki terbuka dan dia merendahkan kepalanya sambil terlihat malu-malu.
"Huh? A-Apa yang barusan kau katakan? Apa Senpai berusaha untuk mendekatiku? Maaf, taktik itu tidak akan bekerja. Ada seseorang yang kusukai untuk saat ini."
Cara dia menolakku sangat natural. Langsung membunuhku seketika...Ini gadis apa sih, Ramen Man? Aku bahkan belum menggiringnya ke pertempuran yang sebenarnya...
"Bukan begitu... Aku cuma bertanya Hayama itu dari sudut pandangmu itu bagaimana."
"Mmm, apa pendapatku tentangnya~? Setahuku sih, dia memang tipeku."
"Aah, benar, sesuai dengan tipemu ya..."
"Aku berpikir mungkin sekarang adalah saat yang bagus untuk bergera aku ingin memegang tangannya atau semacamnya."
Apa dia baru saja hendak mengatakan akan membuat pergerakan? Gadis ini adalah wanita jalang yang licik...
Tetapi setidaknya semua yang kutanyakan masih sesuai rencana.
Dengan begini, aku bisa bernegosiasi dengan Isshiki Iroha.
Sampai saat ini, aku belum tahu betul seperti apa Isshiki Iroha. Kita baru saja kenal, tetapi yang membedakan kita saat ini memang posisi kita dan lingkungan dimana kita berada. Selain itu semua, aku tidak bisa melihat satu halpun yang terlihat sebagai sifat asli gadis ini.
Tetapi setidaknya aku sudah mengumpulkan semua kepingan yang kubutuhkan. Kepingan itu adalah percakapan-percakapan yang terjadi dengan Isshiki sampai sekarang.
Isshiki memiliki bagian yang licik dari dirinya yang dia gunakan dengan baik untuk memanfaatkan sifatnya yang kekanakan dan wajah polosnya sebagai sebuah keuntungan. Bagian itu seperti mengingatkanku dengan adikku, Hikigaya Komachi. Meski begitu, dia kekurangan sifat manis dan pesonanya. Oleh karena itu, aku menyimpulkan kalau Isshiki adalah sebuah contoh dari 'Komachi yang tidak manis'.
Ketika aku memikirkan penampilan dan rencana licik dijadikan satu, Yukinoshita Haruno muncul di pikiranku. Dia seperti versi SMA dari Haruno-san. Oleh karena itu, Isshiki Iroha bisa kukatakan 'versi junior dari Haruno-san'.
Tebaran aura dirinya. Mengingatkanku kepada Meguri-senpai, tetapi jika kita lihat secara seksama, mereka sangat berbeda. Oleh karena itu, Isshiki Iroha hanyalah sebagian kecil dari Meguri.
Keinginannya agar dimanjakan oleh orang lain mirip dengan Sagami. Tetapi berbeda dengan Sagami, dia ini tampaknya sangat terlatih. Oleh karena itu, Isshiki Iroha seperti 'Versi Super dari Sagami'.
Aku juga berpikir bagaimana cara dia untuk diterima dengan mudahnya oleh komunitas dan memposisikan dirinya sangat mirip dengan Orimoto Kaori. Oleh karena itu, Isshiki Iroha seperti "Orimoto dengan versi berbeda".
Dengan gabungan-gabungan model seperti itu di pikiranku, aku harusnya mampu melihat maksud dan isi pikiran dari Isshiki Iroha.
Bukannya dia seperti terlihat gadis yang ceroboh. Dia memang berniat membuat wajah seseorang memerah jika diperlukan sehingga dia terlihat begitu disukai oleh orang itu. Memenangkan sebuah pertarungan image bukanlah sesuatu yang buruk. Dan sesuatu seperti itu tidak akan membuat orang-orang membencinya.
Pola pikirnya mungkin mirip sebuah manager yang memimpin sebuah perusahaan bernama 'PT Keras Kepala'.
Jika dirinya memang seperti itu, maka dia dan diriku harusnya bisa membicarakan sebuah bisnis yang sangat dia minati dan menguntungkan kedua pihak.
Ketika aku sengaja diam, lalu Isshiki menggumam seperti sedang bosan.
"Heeey~, Senpaaaai, apa memang kita perlu melakukan ini? Sampai membuatku menulis berlembar-lembar begini..."
"Well, masalahnya kan bukan kita memang perlu atau tidak melakukan ini..."
"Senpai baru saja mengucapkan sesuatu yang membingungkan..."
Isshiki melihatku dengan mata yang berkaca-kaca.
"Well meski kamu melakukan semua pekerjaan kita disini, entah Yukinoshita ataupun Yuigahama akan menang darimu. Dari pola pikir seperti itu, pekerjaan kita ini memang tidak ada gunanya...Apapun yang mau kau lakukan Isshiki, kamu tidak akan bisa menang dari mereka berdua."
"Eeeh, kata-kata Senpai kok tega sekaliiiii? Tetapi, tidak seperti aku sangat keberatan kalau kalah juga."
Isshiki menganggapnya hanya bahan becandaan dan tertawa. Aku meresponnya dengan serius dan jujur.
"Kamu tidak perlu khawatir. Kamu pasti tidak akan memang. Aku berani menjamin itu."
Ketika aku mengatakannya, alis Isshiki berubah menjadi tajam.
"B-Benar kan~. Tapiii, akan terdengar menyeramkan kalau aku bisa menang atau semacamnya."
Aku mencondongkan kepalaku dan melanjutkan percakapan dengan nada kurang tertarik.
"Lagipula, yang akan berkampanye untuk Yukinoshita adalah Hayama."
"Aah, begitu ya."
"Yuigahama punya Miura."
"Aah, Miura-senpai..."
Bagaimana dia merespon nama-nama tersebut membuatku mudah. Aku paham betul perasaan dendam yang ada diantara Isshiki dan Miura. Aku memang mengharapkan dia untuk merasa terusik dan aku melanjutkan kata-kataku.
"Juga, Yuigahama berteman baik dengan Hayama. Sedang Hayama dan Yukinoshita adalah teman masa kecil."
"Benar juga...Huh? Teman masa kecil?"
Isshiki terlihat seperti tidak tahu tentang itu dan dia terlihat terkejut mendengarnya.
"Kamu kan bisa langsung paham jika melihat mereka semua, mereka adalah orang-orang yang semacam itu. Kamu tidak akan bisa menang melawan mereka."
"Haa, memang..."
Isshiki meresponnya dengan menghembuskan napas kecilnya dan menggerutu. Seperti dugaanku.
Tanpa ragu, mungkin tidak akan ada gadis lain yang seluarbiasa mereka. Meski kamu melihat ke tempat lain.
Aku menyadari dari tadi Isshiki berbicara semakin sedikit dan pendek, aku meneruskan tekananku.
"Juga, aku yakin kalau orang-orang yang menuliskan dukungan ke kertas pencalonanmu tidak akan memilihmu juga, Isshiki."
"Haa..."
"Mereka mungkin akan tertawa dengan keras sekarang. Dan ketika mereka melihatmu kalah, mereka akan tertawa dengan jauh lebih keras."
"......"
Kali ini, Isshiki tidak merespon. Meski begitu, aku terus saja mengoceh.
"Hal-hal semacam itu ternyata membuatmu jengkel juga ya?"
Diikuti oleh suara pensil yang patah. Tidak ada suara lain yang kudengar selain itu.
"Meski mereka menulis namanya di dukungannya, mereka mungkin tidak akan peduli apa yang akan kamu katakan ke mereka. Mereka cuma bermain-main, membuatnya menjadi bahan becandaan, dan hanya ingin melecehkanmu saja."
Tangan Isshiki membatu. Dia terus menatap ke arah pensil dan tangannya.
"Setidaknya jika masalah pencalonanmu selesai, kuharap mereka tidak merencanakan untuk menjahilimu lagi dengan hal-hal lainnya..."
"...Haa, well, itu akan bagus sekali jika kita bisa melakukannya."
Kata-kata tersebut keluar dengan hembusan napas kecil. Akupun membalasnya.
"Kita bisa!"
Bahu Isshiki bergetar. Melihatnya, aku berbicara perlahan.
"Alasan sebenarnya orang-orang itu bersikap seperti itu kepadamu karena mereka ingin melihatmu terjatuh; membuatmu merasa tidak nyaman. Kalau masalahnya seperti itu, yang kamu lakukan ya membalikkan mejanya. Balikkan dengan membuat hasil yang membuat mereka marah."
Ini hanya sebuah pertaruhan. Jika memang, sebagai seorang gadis, separuh dari gadis di SMA ini adalah musuhnya. Dan ini jika juga, Isshiki Iroha sebenarnya menyukai Hayama Hayato.
Aku harus bertaruh di kemungkinan itu. Aku harus bertaruh di harga diri Iroha sebagai seorang gadis.
"Yukinoshita disupport Hayama dan Yuigahama disupport Miura. Apa kamu tidak ingin menang melawan keduanya?"
Isshiki menegakkan kepalanya merespon kata-kataku.
Tapi dia dengan cepat menunjukkan senyum palsunya lagi.
"Tetapi aku tidak mungkin menang, bukan? Well, jika menangpun akan memberiku masalah juga~."
Aku berpikir kalau Isshiki Iroha adalah gadis yang pintar. Dia mengerti nilai dirinya seperti apa dan memakai sikap dimana orang-orang akan mengakui dirinya. Ketika dia sudah melakukannya, dia mengkombinasi itu dengan sifat liciknya.
Dan di atas itu, dia tampaknya mengerti perbedaan dirinya dengan Yukinoshita dan Yuigahama. Ini seperti jika aku bisa melepas kalung ikatan tali di lehernya, dia tidak akan lari dari keduanya.
"Kamu pikir dari tadi kita sedang menulis apa?"
"Sebuah daftar nama berisi dukungan, bukan?"
"Benar...Dan nama dukungan itu tertulis ke Isshiki Iroha."
"Haa? Ah...Fueh?"
Kamu tidak perlu mengatakannya lagi (untung saja sesuai target).
Aku mengambil beberapa daftar yang berbeda dari dokumen-dokumen itu.
Di kertas-kertas dalam dokumen itu tercetak tulisan "Akun Pendukung Isshiki Iroha Sebagai Ketua OSIS". Aku berikan tiap lembarnya ke Isshiki.
"Ummm, aku sebenarnya sudah mendapatkan 30 dukungan minimal untuk maju menjadi calon ketua..."
"Syaratnya memang tertulis minimal 30 dukungan. Kita bisa, dan tepatnya, kau sendiri bisa mendapatkan jauh lebih banyak dari itu."
Isshiki mengambil cetakan kertas tersebut dan membacanya satu persatu.
"Sekitar 400. Itu jumlah pendukung Isshiki Iroha."
"......"
Apa dia sedang mengkalkukasi itu? Itulah arti dari angka-angka yang tertulis di kertas itu. Sesudah itu, Isshiki seperti menyadari sesuatu dan menaruh kertas-kertas itu di meja.
"Me-meski kamu memberitahuku begitu, aku tidak bisa melakukannya! Ma-maksudku, aku tidak mempersiapkan satupun pidato untuk kampanye nanti."
"Kamu masih punya kertas-kertas yang ditulis Yukinoshita untuk kampanye?"
Aku tiba-tiba teringat hal itu dan Isshiki menjawabnya dengan jawaban yang membingungkan.
"Huh? Ah, aku pikir masih ada."
"Bagus, kita bisa pakai itu."
Isshiki kemudian menggerutu.
"Kalau begitu, bukankah aku hanya menjadi kandidat boneka? Atau semacam itu?"
"Tidak, kamu tidak akan menjadi seperti itu."
Ketika aku menjawabnya, isshiki memiringkan kepanya dan agak sedikit ragu.
"Alasannnya adalah karena kamu tidak akan mengikuti perintah siapapun. Kamu tidak akan bisa dipanggil sebagai boneka seseorang jika kamu tidak melakukan apa yang mereka katakan."
"Eeh, bukankah itu lebih buruk dari menjadi ketua boneka?"
Isshiki mengatakannya dengan agak terkejut, lalu dia secepatnya merubah itu menjadi senyum.
"...Kau tahu, bahkan jika aku menjadi Ketua, aku tidak pernah berpikir kalau aku bisa melakukannya~. Aku tidak punya rasa percaya diri atau sejenis itu. Juga, aku punya klub..."
Jawabannya memang masuk akal.
Dia tahu kalau menjadi Ketua OSIS dan jika gagal, maka image dirinya akan semakin buruk.
Oleh karena itu aku perlu mengubah resiko gagal itu, sebuah kerugian itu, menjadi sebuah keuntungan untuknya.
"Well, jujur saja, menjalankan kedua posisi itu memang sangat berat...Tetapi jika kamu melakukannya, kamu mendapatkan keuntungan yang besar. Kalau menurutmu, kamu bisa mendapatkan keuntungan apa dari itu?"
"Haa...? Well, mungkin seperti pengalaman, atau seperti mendapatkan catatan khusus akan kemampuan memimpin organisasi atau semacamnya. Tapi tahu enggak Senpai, kamu sekarang sudah mulai bersikap seperti seorang Guru loh."
Isshiki melihatku dengan pandangan mata menyedihkan. Aku tahu benar seperti apa yang dia rasakan dan dia juga tidak ingin mendapatkan pelajaran yang membosankan dariku.
Tetapi aku tidak bisa membiarkan dirinya meremehkanku.
"...Tidak, kamu salah. Yang kamu dapatkan adalah image kalau 'aku adalah orang yang berani untuk tetap melakukan aktivitas klub di saat yang bersamaan menjadi seorang Ketua OSIS!'"
Aku mencoba mengatakannya dengan anggun, tetapi 'whoa...' adalah jawaban yang diberikan Isshiki...Apa-apaan itu? Jawaban seperti apa memang harus dikatakan? Karena kalimatku sendiri tadi sejujurnya memang panjang.
Tetapi setelah aku pura-pura membersihkan tenggorokanku, kata-kata selanjutnya mendapatkan respon yang baik dari Isshiki.
"Karena kamu masih kelas 1, kamu akan dimaklumi oleh semua orang kalau salah beberapa kali. Sebenarnya tidak ada perbedaan berarti apakah Ketuanya berasal dari kelas satu ataupun kelas dua, yang penting kemampuannya saja."
Ketika aku mengatakannya, Isshiki lalu melihat ke arahku. Ketika kedua mata kita saling menatap, aku terus memberinya tekanan.
"Dan karena kamu menjalankan dua posisi bersamaan, kamu bisa menggunakan alasan klub untuk pergi dari kegiatan pengurus OSIS. Juga berlaku sebaliknya...Dua keuntungan ini adalah keuntungan unik milikmu."
"Ta-tapi, tetap saja pekerjaan Ketua OSIS adalah sebuah pekerjaan berat~..."
Isshiki dari tadi menggerakkan bahunya.
Seperti kata Isshiki tadi, jika dia menjadi Ketua OSIS pada saat ini, dia hanya menjadi seorang Ketua boneka. Tidak, dia akan menjadi sesuatu yang lebih rendah dari itu. Isshiki mungkin tidak bisa melakukan apapun sendirian. Tetapi itu bisa menjadi alasan yang bagus baginya untuk menjadi Ketua. Karena dia membutuhkan bantuan dan perlindungan, dia akan meminta bantuan kepada beberapa orang termasuk Hayama. Dengan melakukan ini, dia bisa membuat mereka untuk menolongnya dan ini bisa menjadi keuntungan untuknya.
"Saat-saat dimana kamu kesulitan, disitulah kamu bisa berkonsultasi dengan Hayama. Jika kamu mau, kamu bisa memintanya untuk membantumu. Dia secara khusus bisa membantumu selama setahun kamu menjadi Ketua OSIS. Kamu bahkan bisa berbicara dengannya selama jam istirahat setelah klub atau semacamnya dan bahkan kamu bisa meminta bantuannya untuk mengantarmu pulang."
Setelah aku mengatakan semuanya dalam satu tarikan napas, Isshiki mengedipkan matanya karena terkejut.
"...Senpai, mungkinkah kalau kamu ini sebenarnya orang yang sangat pintar?"
"Kurang lebih begitu."
Tetapi semua ini memiliki resiko untukku, aku terlihat seperti orang yang punya sifat buruk di depannya.
Isshiki lalu menghembuskan napas kecilnya dan dan tersenyum.
"Well...Kalau yang mendukungku sebanyak ini, aku bisa apa lagi~. Dan saranmu tadi sangat bagus...Dan aku memang tidak suka teman-teman sekelasku tertawa di belakangku juga..."
Isshiki memotong kata-katanya dan menunjukkan senyum yang tidak biasanya.
"Aku akan mengikuti saranmu, Senpai."
Ini seperti hal yang misterius bagiku.
Kepalaku tidak bisa berhenti memikirkan senyumannya yang lebih manis daripada biasanya.
* * *
Suara berisik seusai sekolah, suasana diantara para siswa, suara-suara klub yang melakukan aktivitas lapangan, dan suara menggema dari drum band. Hal-hal seperti itu membuatku serasa nostalgia.
Aku berdiri sejenak di depan pintu klub dan menaruh tanganku di pintunya. Pintunya sepertinya tidak terkunci. Para gadis nampaknya sudah berada di dalam. Aku mengambil napas terlebih dahulu sebelum memasuki ruangan.
Wangi dari teh hitam mengisi ruangan tersebut.
Yukinoshita dan Yuigahama duduk di posisi biasanya. Meski begitu, mereka tidak berbicara.
Biasanya, Yukinoshita akan duduk dan membaca bukunya, tetapi hari ini dia seperti duduk dan terdiam saja. Disampingnya, adalah Yuigahama yang sedang bermain dengan handphonenya sambil mengintip ke arah Yukinoshita dengan aneh.
Kurasa hal ini memang masuk akal.
Gosip kalau Yukinoshita dan Yuigahama akan maju menjadi kandidat Ketua OSIS sudah menyebar secara diam-diam. Ketika aku melihat twitter, aku melihat ada beberapa topik membicarakannya.
Yukinosita, tentunya, harusnya juga tahu kalau Yuigahama juga hendak mengajukan diri menjadi calon.
Tetapi, ini akan berakhir hari ini dan momen ini adalah momen yang terakhir mereka akan begini.
"Maaf membuat kalian menunggu."
Aku mengatakannya, menarik kursiku, dan duduk di kursiku yang biasanya.
Ekspresi Yukinoshita tetap begitu hingga dia melihatku dan dia mengatakan sesuatu.
"Ini jarang sekali mendengarmu meminta maaf dan menyebut kita."
"Tidak, aku sebenarnya akan mengakhiri semua masalah ini di meja kita dengan kita memutuskan sesuatu."
Ketika aku mengatakannya, Yukinoshita terkejut.
"Kita memutuskan sesuatu...?"
"Yeah."
Ketika aku menatap ke Yuigahama, dia juga melihatku diam-diam. Dia sepertinya menunggu penjelasanku.
"Metode kita memang berbeda secara individual, tetapi sebagai sebuah klub, kita harusnya membuat sebuah kesimpulan. Dimana kasus seperti ini yang hanya memiliki satu jalan keluar."
Pemilihan Ketua OSIS akan terjadi sekali selama setahun. Kesalahan dan mengulang lagi dari awal harusnya tidak boleh terjadi.
"Apa kalian tidak mau mengubah keputusan kalian?"
Meskipun aku tahu jawabannya, aku tetap ingin tahu itu untuk meyakinkan diriku.
Yukinoshita menatap ke arahku dengan tatapan yang penuh keyakinan dan menjawab pertanyaanku itu.
"Tidak akan. Ini adalah jalan yang terbaik."
Nadanya yang jelas dan menusuk itu memang menembus badanku.
"...Aku juga tidak."
Yuigahama dari tadi menatap ke arah meja, tidak melihat ke arahku ataupun Yukinoshita. Sikapnya seperti mencerminkan suasana ruangan ini dan Yukinoshita nampak seperti menggigit bibirnya.
"Yuigahama-san, kamu tidak perlu berpartisipasi dalam hal ini..."
"Aku akan. Dan aku tidak berencana untuk kalah."
"Kenapa kamu sampai segitunya..."
"...Karena kalau Yukinon pergi, maka kita akan kehilangan itu...Aku tidak mau itu."
Yuigahama menjawabnya dengan nada yang bergetar.
"Aku sudah mengatakannya sebelumnya, itu tidak akan terjadi. Oleh karena itu kamu tidak perlu ikut berpartisipasi."
"Tetapi...!"
Yuigahama menaikkan kepalanya seperti hendak menolak. Tetapi ketika dia melihat ke arah Yukinoshita, dia kehilangan kata-katanya.
Aku akan ambil alih situasi ini.
"Sebenarnya, kalian berdua tidak perlu ikut di pemilihan Ketua itu...Tidak hanya Yuigahama, tetapi kamu juga, Yukinoshita."
"...Apa maksudmu?"
Yukinoshita memandangku, seperti tertarik dengan kata-kataku. Matanya menatap tajam ke arahku.
"Aku sepertinya ingat kalau aku pernah menolak idemu."
Benar. Yukinoshita memang pernah menolak ideku.
"...Yeah. Oleh karena itu aku memang tidak membahas soal itu. Hal-hal semacam itu...aku tidak melakukannya lagi."
Jujur saja, metode yang sekarang tidak jauh berbeda dengan metode sebelumnya. Aku berani mengambil resiko yang besar dan dengan usaha ekstra. Dan hasil akhirnya sudah jelas.
"...."
Yukinoshita tampak sangat bingung dan terdiam.
"Jadi...mengapa menurutmu kita tidak perlu berpartisipasi?"
Yuigahama menanyakannya dengan perlahan. Dia melihat ke arahku, dan nampaknya cukup khawatir dengan jawabanku. Tetapi jawabanku tampak normal.
"Isshiki bersedia maju menjadi kandidat Ketua OSIS sekarang. Oleh karena itu requestnya sendiri secara otomatis tidak ada lagi."
Setelah mengatakannya, Yukinoshita dan Yuigahama terlihat seperti orang bodoh. Lalu Yukinohista berbicara dengan nada curiga.
"Kenapa tiba-tiba...?"
"Bukannya tiba-tiba, ini sebenarnya pendekatan kita ke request ini yang salah sejak awal."
Tidak hanya diriku yang salah, juga Yukinoshita dan Yuigahama juga.
"Bukannya Isshiki tidak mau menjadi Ketua OSIS. Sebenarnya yang dia tidak inginkan adalah mendapatkan dukungan untuk menjadi kandidat dan pemilihan Ketua berjalan dengan kandidat lain yang sudah jelas akan memenangkan pemilihannya daripada dirinya."
Isshiki hanya tidak ingin diperlakukan lebih rendah daripada harga dirinya. Oleh karena itu kamu tinggal mengubah kerugian yang dia terima menjadi sebuah keuntungan untuknya.
"Oleh karena itu, jika kamu bisa meyakinkannya, maka dia akan maju sendiri menjadi Ketua OSIS."
Yuigahama tampak bingung dan bertanya.
"Ta-Tapi, kalau kita tidak berpartisipasi, maka pemilihannya sendiri bukankah akan menjadi pemilihan suara tunggal dan terdengar seperti sebuah uji publik akan kelayakannya?"
"Yeah. Memang seperti itu. Tetapi suara siswa yang memilihnya berarti memberikannya nilai kepercayaan publik juga, itu tidak masalah. Selama itu tidak merusak brand image dari Isshiki Iroha."
Mereka menatapku dengan kurang yakin dan menanyakan lagi.
Tetapi aku merasa akan lebih baik jika aku lebih cepat menjelaskan kepada mereka hal ini.
"Oleh karena itu, aku mencari nilai kepercayaan publik miliknya dulu."
Lalu aku mengeluarkan dokumen-dokumen itu.
Isinya sama seperti yang kutunjukkan ke Isshiki. Disitu tertulis berbagai macam nama orang yang retweet postingan dari akun yang dimiliki oleh orang yang fiksi.
"Apa ini?"
"Itu adalah akun dukungan aktif kepadanya di Twitter. Well, memang tidak hanya Isshiki, disana banyak juga akun yang mendukung ke beberapa nama orang juga."
Aku menyerahkan itu ke mereka dengan bangga tanpa mengatakan kalau itu semua hasil kerja kerasku. Tetapi setidaknya aku tidak mengatakan sesuatu yang bohong.
Yukinoshita melihat kertas-kertas tersebut dan menggumam dengan bingung.
"Kumpulan dukungan di internet..."
"Tidak hanya itu. Kebanyakan retweetnya mendukung Isshiki."
"Ya itu bisa dianggap nilai kepercayaan publik kepadanya..."
Aku mengangguk ke arah Yukinoshita.
Yukinoshita nampaknya melihat halaman itu satu persatu dan akhirnya selesai melihatnya. Setelah itu, dia menghembuskan napas yang berat.
"Jadi begitu, jadi karena ini...Jadi karena ini ketika aku berbicara ke orang untuk mengisi daftar dukungan, mereka tidak menanggapinya dengan serius..."
Yukinoshita memegang kertas-kertas itu dan bertanya. Dia menyatukan kertas-kertas itu dan menatanya.
"...Apa kamu yang melakukan ini?"
"Itu mungkin sukarelawan yang melakukan. Aku tidak tahu itu akun milik siapa."
"...Begitu ya."
Yukinoshita tidak bertanya lebih jauh.
Dia mungkin sadar kalau tidak ada gunanya melakukannya. Jadi aku tidak akan mengatakan apapun meski dia berusaha untuk mencari tahu itu, informasi akun itu tidak punya info personal pemiliknya juga.
"Jumlah dukungannya terlihat luar biasa."
Yuigahama berbicara dengan nada kagum.
"Yeah. Itu cukup banyak. Sekitar 400-an."
Ketika aku menjawabnya, aku menatap ke kertas bertuliskan "Akun Dukungan Isshiki Iroha".
Hayama, Miura, ebinsa-san, Isshiki, Totsuka, Sagami, Tobe, dan akun kedua Hayama. Total dari semua retweet akun tersebut dikumpulkan dan melebihi 400. Dan akun dari Hayama yang menyumbang terbanyak.
Benar. Jumlah dukungannya mencapai 400.
Sebenarnya, itu bukanlah angka yang seharusnya Isshiki miliki.
Pertama, pengguna Twitter di SMA Sobu sangat terbatas sehingga mustahil bagi Isshiki Iroha untuk mendapatkan dukungan sebanyak itu.
Oleh karena itu ada satu kebohongan disini.
Kamu tidak bisa mengganti nama akun dengan mode berbahasa Inggris, tetapi kamu bisa mengganti nama akun jika mengganti nama alfabet menjadi huruf jepang.
Nama-nama akun tersebut yang sebelumnya memakai alfabet, tadi malam sudah berubah menjadi huruf Jepang "Akun Dukungan Isshiki Iroha".
Entah nama pemilik akun tersebut memang benar-benar ada namanya atau tidak, pemilik akun tersebut sudah mengganti nama akunnya.
Yukinoshita dan Yuigahama melihat terus ke arah kertas-kertas itu.
Jika kamu melihatnya dengan cermat, kamu bisa melihat nama-nama akun Twitter yang sama meretweet di beberapa kertas dukungan yang berbeda. Tentu saja, banyak yang memakai nama anonim juga ketika meretweet itu.
Ini hanyalah sebuah kebohongan kecil dariku.
Tetapi selama aku bisa menyelesaikan masalah ini sekarang, maka ini sudah cukup.
Yuigahama menaruh kertas-kertas tersebut di meja dan mengambil handphonenya.
Aku agak merinding melihatnya. Apa dia hendak memastikannya dengan memeriksanya di internet?
Tetapi tangan Yuigahama berhenti. Dia sepertinya tidak jadi melakukannya, dia hanya menyentuh handphonenya dan mengembalikannya ke posisinya lagi.
Untuk jaga-jaga, nama akunnya tetap sama seperti sebelum aku meninggalkan rumahku hari ini. Oleh karena itu jika kamu memeriksanya sekarang, isinya kurang lebih sama seperti apa yang dicetak di kertas-kertas ini.
Tetapi ini adalah manuver yang sangat berbahaya selama si akun palsu punya follower.
Mekanik dari twitter, selama kamu tidak menuliskan apapun di akun tersebut, maka tidak akan tertulis apapun di akun followermu.
Karena memang tidak ada satupun postingan dari akun tersebut setelah kuubah namanya, maka pergantian nama akun tersebut harusnya tidak disadari oleh followernya. Dan juga, pastinya timeline akun follower sudah diisi oleh kiriman lain yang baru. Dan pastinya, postingan akun palsu itu akan terus turun ke bawah hingga dilupakan dan dihapus.
Sebenarnya ada dua alasan aku melakukan akun-akun palsu ini.
Pertama, agar aku bisa memotivasi Isshiki.
Kedua, agar aku bisa menghentikan Yukinoshita. Jika Yukinoshita mengurungkan niatnya, maka dengan sendirinya juga Yuigahama akan mengurungkan pencalonannya.
"Begitu ya...Jadi dukungannya 400 lebih..."
Yukinoshita mengembuskan napasnya sambil menggumam ketika melihat daftar dukungan itu.
Populasi siswa di sekolah ini adalah 1200. Dengan asumsi ada tiga kandidat ketua, agar terpilih setidaknya butuh 400+1 suara.
Ini juga memberikan sebuah keyakinan kalau Isshiki Iroha akan terpilih.
Ini harusnya cukup untuk meyakinkannya. Aku mengumpulkan kertas dukungannya, menyusunnya dengan baik dan memasukkannya ke atasku.
"Dengan bertujuan membuat Isshiki menjadi Ketua OSIS, semua kondisi-kondisi yang meragukannya sudah jelas dan selesai. Oleh karena itu..."
Lalu kemudian, aku melihat keduanya dan berbicara dengan perlahan.
"Kalian berdua sebenarnya tidak perlu mengajukan diri jadi kandidat."
Aku mengumpulkan segenap keberanianku untuk mengatakan itu. Tidak ada orang yang terluka, tidak ada orang yang disalahkan atas kejahatan ini, dan tidak ada orang yang akan dinilai. Semua hal itu akan hilang bersamaan dengan akun itu.
Yuigahama lalu mengembuskan napasnya.
"Ini luar biasa...Jadi semuanya sudah selesai..."
Dia merenggangkan bahunya seperti terlepas dari segala kelelahan dan tersenyum.
Di momen itu, mataku menangkap sesuatu.
Hanya satu orang.
Yukinoshita Yukino hanya terdiam dari tadi.
Ini seperti Yukinoshita yang biasanya. Dia akan selalu tenang, diam, dan selalu memikirkannya terlebih dahulu. Penampilannya yang seperti ini adalah hal yang menurutku cantik.
Meski begitu, sekarang, aku merasakan ada sebuah hal yang akan menghilang jika kamu menyentuhnya.
"...Begitu ya."
Dia lalu menaikkan kepalanya, dan tatapannya tidak diarahkan kepadaku ataupun Yuigahama.
"Jadi...Baik masalah dan alasan bagiku untuk bertindak sudah tidak ada..."
Yukinoshita melihat kejauhan ke arah luar jendela.
"Kupikir begitulah kesimpulannya..."
Aku melihat ke arah yang sama dengannya, tetapi hanyalah sebuah pemandangan yang tidak berubah yang kulihat.
"...Ya."
Dengan jawaban yang pendek, Yukinoshita seperti menutup matanya.
"Kupikir, kau memahami yang kulakukan ini..."
Suara Yukinoshita tidak ditujukan ke siapapun. Oleh karena itu aku melihat sebuah resonansi kosong yang ada di dalam nada-nadanya.
Tapi kata-kata darinya membuat hatiku tergetar hebat.
Meski begitu, dia mengatakannya seperti hendak menggapai sesuatu di masa lalu dan mengeluh karena usahanya harus diakhiri, dan pikiranku ini sepertinya tidak tepat untuk kutanyakan kepadanya.
Yukinoshita kemudian berdiri.
"
"Ah, kita juga akan bantu."
Ketika Yuigahama hendak berdiri dari kursinya, Yukinoshita tersenyum lembut dan menghentikannya.
"Satu orang harusnya cukup...Jika aku agak lama untuk kembali kesini karena penjelasannya agak rumit, kalian bisa pulang duluan. Aku akan mengembalikan kunci ruangannya."
Setelah dia mengatakannya, dia meninggalkan ruangan klub.
Sikapnya itu dan senyumnya yang diarahkan ke Yuigahama memang tidak berubah.
Mengapa dia seperti berusaha melihat ke masa lalu dan melihat apakah ada yang berbeda?
Sekali lagi, mengapa hatiku ini terus menggema kata-katanya. Kata-kata yang diucapkan oleh Yukinoshita tetap terdengar di telingaku sampai saat ini.
Saat itu, pertama kalinya, kata-kata itu mengena kepadaku.
Bagaimana jika seandainya?
Bagaimana jika seandainya tujuannya menjadi kandidat OSIS adalah sesuatu yang lain?
Jika bertanya seperti itu, aku selalu berpikir seperti ini.
Yukinoshita adalah orang yang paham betul mekanisme pemilihan Ketua OSIS. Aku bisa melihatnya dari caranya memikirkan solusi keluar dari masalah ini.
Yukinoshita mengatakan kalau dia tidak keberatan jika menjadi kandidat ketua. Kupikir ini adalah tampilan yang sama ketika Festival Budaya kemarin, bagaimana dia menolak Saudarinya dan bagaimana dia bersikeras untuk menerima semua pekerjaan itu sendirian.
Bagaimana jika?
Bagaimana jika aku memalingkan diriku dari arti kata-kata dibalik semua ucapannya itu?
Bagaimana jika aku berusaha membuat logis semua tindakannya selama ini hanya berdasarkan observasi dan keinginanku saja?
Ada orang-orang yang tidak akan beraksi kecuali mereka paham betul masalahnya, atau alasan yang bisa mereka temukan.
Jika ada suatu masalah yang masih abu-abu antara terlihat jelas ataupun samar-samar, akan ada orang-orang yang tetap tidak mau beraksi meskipun ada surat perintah yang menuliskannya begitu.
Aku tahu hal-hal semacam itu dengan baik. Oleh karena itu aku tidak merasa aneh kalau ada orang lain yang seperti itu juga.
Melihat hal-hal itu, akupun berusaha menghilangkan opsi itu.
Sejujurnya, aku tidak paham hal itu.
Bukannya aku tidak mau berbicara kepadanya dengan kata-kata. Hanya saja aku tidak paham dengan hal-hal yang hendak kubicarakan ini.
Hanya itu.
Ada sesuatu keraguan yang terus berlama-lama di hatiku yang aku yakin kalau aku selama ini salah menilainya.
* * *
Kita menunggu Yukinoshita kembali ke ruangan ini, tetapi seperti katanya tadi, penjelasannya memang lumayan rumit. Tetapi aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Sekarang ini, hanya Yuigahama dan diriku yang berada di ruangan ini.
Meski memiliki sebuah buku yang terbuka di tanganku, aku tidak sedang membacanya dan Yuigahama menatap ke arah handphonenya tanpa menggerakkan jarinya.
Aku melihat ke arah jam di dinding. Waktu untuk pulang tinggal beberapa saat lagi.
Ketika aku hendak memalingkan pandanganku dari jam dinding, kedua mataku bertemu dengan mata Yuigahama. Tampaknya, kita berdua melihat ke arah jam yang sama. Yuigahama tiba-tiba berbicara.
"Yukinon telat..."
"...Yeah."
Aku meresponnya dengan singkat dan menatap bukuku kembali.
Tapi aku merasa ini sia-sia, lalu kututup bukuku.
Aku bingung memikirkan apa yang harus kukatakan. Aku menggaruk kepalaku sambil membuka pembicaraan.
"...Uh, maaf sebelumnya."
"..Huh? Kenapa kamu meminta maaf?"
Yuigahama tampak terkejut dan diam di posisinya.
"Well, tahulah sendiri, kamu sudah berusaha keras hingga saat ini? Seperti mempersiapkan rencana kampanye dan pidatonya."
"Aah, yang itu ya..."
Setelah mendengarkannya, posisi tubuhnya terlihat rileks.
"Itu tidak apa-apa kok."
Lalu dia tersenyum lega.
Mendengarnya, hatiku terasa dihibur. Melihat dari sifat dan kepopulerannya, meski dia memang tidak cocok untuk mengerjakan pekerjaan Ketua OSIS, dia memang berusaha keras untuk serius dalam pencalonannya. Oleh karena itu melihat usahanya menjadi sia-sia karena aksiku memang agak membebaniku.
"Hikki juga melakukan banyak usaha, benar tidak? Lihat, rambutmu bahkan bertambah panjang dan agak semrawut juga."
Yuigahama menunjuk ke arah kepalaku dan berdiri.
"Aku akan merapikannya untukmu."
"Tidak perlu, ya ampun."
Meskipun aku menolaknya, dia terus mengatakan "oke oke" tanpa mempedulikanku dan berjalan menuju belakangku.
Tangannya yang hangat menyentuh rambutku. Meskipun aku berusaha menggoyang-goyangkan kepalaku untuk menghindarinya, dia terus menahan kepalaku agar tetap stabil.
"Hikki telah melakukan yang terbaik juga."
"Tidak..."
Ketika pembicaraan ini berjalan, tangannya yang memegangi kepalaku berhenti bergerak dan aku merasakan sebuah tekanan menyentuh belakang kepalaku seperti sedang dipeluk. Hal-hal diluar dugaan ini membuat tubuhku membatu.
Jika aku bergerak, maka akan meningkatkan jumlah sentuhan yang terjadi. Dan ini tentu sangat buruk untukku. Ketika aku tidak bergerak di tempat dudukku, ada suara lembut berbisik di telingaku.
"Kamu telah melindungi sebuah tempat yang penting untukku."
Suara-suara tersebut sangat lembut sehingga membuatku menutup mataku. Kata-kata yang pelan dan lembut tersebut seperti sedang menggema di telingaku.
Setelah Yuigahama menghembuskan napas kecilnya, dia lalu melanjutkan kata-katanya.
"Kamu tahu...Aku sebenarnya sadar. Kalau aku mungkin tidak akan menang melawannya, dan bahkan jika menang sekalipun, aku tidak akan bisa pergi ke klub ini lagi."
"Oleh karena itu," Yuigahama melanjutkan kata-katanya.
"Ini semua karena Hikki."
Meski begitu, seberapa bagus kata-kata tersebut di telingaku, aku tetap tidak bisa menerimanya.
"...Itu tidak benar."
Aku tidak berusaha melakukan sesuatu. Aku bahkan tidak menyadari kalau itu bisa dilakukan. Tetapi ada orang-orang selain aku yang menyadarkanku. Oleh karena itu, yang berhak menerima ucapan terima kasih itu adalah mereka.
"Kamu sudah merapikan rambutku, bukan?"
Aku mendorong tangan Yuigahama dengan perlahan. Yuigahama tetap terdiam di belakangku, tetapi setelah tersenyum kecil, dia menarik kursinya dan duduk di sebelahku.
Aku tidak bisa melihat ke wajahnya langsung, jadi aku melihat ke arah lain.
Tiba-tiba, Yuigahama berkata.
"Hikki telah melakukan yang terbaik!"
"Ada apa dengan semua ini?"
Dia duduk di sebelahku dan meneriakkannya dengan keras. Aku melihat ke arahnya dan dia mengangguk, dia kemudian mengulangi kata-katanya.
"Hikki sudah melakukan yang terbaik!"
"Hentikan itu. Aku benar-benar tidak melakukan sesuatu disini."
Jujur saja, satu-satunya hal yang kulakukan hanyalah menulis di Twitter dan mengobrol dengan Isshiki. Aku tidak melakukan sesuatu yang berarti belakangan ini.
"...Kupikir begitu. Kamu memang selama ini melakukan sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh orang lain."
Aku hanya terdiam menatap ke bawah. Lalu, Yuigahama mencondongkan wajahnya untuk meresponku.
"Tetapi kalau kau bisa melihatnya, aku mulai berpikir kalau akan banyak hal yang terlihat diselesaikan dengan cara yang kurang enak. Aku yakin jika kamu ingin merubah Hikki, metode Hikki akan tetap tidak berubah."
Dia mengatakannya seolah-olah mengerti hal-hal yang sudah kulakukan. Atau dia sebenarnya tahu kebenaran di balik akun-akun itu? Apapun kasusnya, itu bukanlah metode yang layak untuk dipuji. Bahkan, jika ketahuan, bisa saja kasusnya menjadi jauh lebih parah.
Tetapi selama tidak ada orang yang menyadarinya, maka tidak akan ada masalah.
"Jika kamu tidak bisa melihatnya, maka kamu tidak akan tahu kalau aku yang menyelesaikannya."
Oleh karena itu mari kita taruh masalah-masalah yang lalu itu di suatu tempat. Bahkan jauh lebih baik kalau kita menguburnya sekarang.
Itulah yang ingin kukatakan.
Tetapi, Yuigahama terus menatapku sambil melanjutkan kata-katanya.
"Bahkan meski kamu tidak bisa melihatnya dan berkomentar, apakah Hikki juga pernah memikirkannya juga?"
"Tidak, itu..."
"...Rasa bersalah itu tidak akan hilang."
Yeah, itu benar. Itu memang tidak akan menghilang begitu saja.
Tanpa ragu, akan ada sesuatu yang aku pikir kalau aku sudah salah paham dan aku mulai hidup dengan perasaan aneh itu.
Oleh karena itu dengan melihat apa yang telah kulakukan, perasaan bersalah itu sepertinya sedang menemukan jalannya kembali.
"Aku...tidak bisa melakukan apapun, tetapi...Bahkan, aku mulai berpikir kalau ini sudah lebih baik. Oleh karena itu aku berpikir Hikki akan memikirkannya lebih baik."
Yuigahama mengatakannya dengan lembut. Dia terlihat sedih tetapi tersenyum. Mungkin juga, dia sedang mempertimbangkan keadaanku juga.
Oleh karena itu sebuah kebaikan hati selalu menyakitkanku. Meski aku sudah merencanakan akan menyelesaikan ini tanpa menyakiti orang lain. Bahkan hal sesederhana seperti itu masih saja terlewati.
"...Kita tidak salah tentang ini, bukan?"
Pertanyaannya adalah hal yang tidak bisa kujawab. Meskipun aku sendiri sekarang sudah tahu jawabannya.
Aku duduk terdiam, dan Yuigahama melanjutkan kata-katanya.
"Dengan ini, kita semua bisa kembali lagi seperti biasanya, bukan?"
"...Aku tidak tahu."
Aku menjawabnya dengan jujur.
Kata-kata Yukinoshita yang dikatakannya waktu itu tetap tidak menghilang dari pikiranku.
Sebuah ilusi dimana aku bisa memahaminya terlihat menyenangkan bagiku. Jika kamu memilikinya maka itu akan membuatku terjebak dalam lumpur selamanya. Bagaimana nikmatnya itu ketika aku bisa menikmati perasaan semacam itu.
Bisa memahami perasaan satu sama lain hanyalah sebuah ilusi yang kejam.
Ketika kamu terbangun dari ilusi itu, aku sendiri tidak tahu sudah berapa banyak keputusasaan yang sudah kulewati.
Hanya dengan sedikit perasaan tidak nyaman dan ragu di pikiranku menyebabkan semua yang kulakukan terlihat sia-sia.
Ini harusnya kusadari sejak dulu.
Yang kuinginkan bukanlah berteman dengan siapapun.
Yang kuinginkan adalah sesuatu yang tulus. Selain itu, aku tidak butuh itu.
Bahkan ketika kamu tidak mengatakan apapun, aku bisa memahaminya; bahkan jika kamu tidak melakukan apapun, aku bisa mengerti maksudmu; bahkan jika terjadi sesuatu, itu tidak akan hancur dengan mudahnya.
Ilusi itu sangat jauh dari sebuah realita dan terkesan bodoh, meski begitu, terlihat indah bagiku.
Baik aku dan gadis itu sudah sejak lama menginginkan sesuatu yang tulus itu.
Fakta ke depannya, Iroha akan memakai jabatannya sebagai Ketua OSIS untuk mendekati Hachiman, bukan Hayama.
...
Tentunya, Hachiman terkejut mendengar Yukino mengatakan kalau yang Yukino lakukan selama ini harusnya bisa dipahami oleh Hachiman.
Tapi faktanya, Hachiman sendiri kebingungan. Antara Yukino memang benar-benar ingin menjadi Ketua OSIS, dan Yukino yang terprovokasi Haruno.
Hachiman melupakan alternatif dugaan lainnya, yaitu Yukino sengaja melakukannya untuk mencegah Hachiman menjadi pembohong di kampanye hitam Iroha.
Tapi, semuanya akan menjadi jelas sendirinya di vol 9 chapter 8.
Ini juga sebuah catatan penting bagi Hachiman, bahwa sesungguhnya baik Hachiman dan Yukino belum benar-benar memahami satu sama lain. Kedua belah pihak sama-sama keras kepala dan tidak mau mengatakan apa yang ada di hati mereka berdua dengan baik.
...
Chapter ini juga memberitahu apa yang sebenarnya diinginkan oleh Hachiman, yaitu ingin memahami Yukino. Ini mungkin akan membuat saya dilabeli 'berat sebelah', padahal Watari sendiri yang menulis seperti itu.
Juga, Hachiman tahu kalau Yukino juga menginginkan hubungan yang tulus seperti dirinya.
...
Jelas Yui sebenarnya berusaha memberikan kode kepada Hachiman tentang tempat penting yang berhasil dilindungi Hachiman. Yui memegangi kepala Hachiman, dan tempat penting bagi Yui adalah Hachiman sendiri.
Sebenarnya, Yui patut diapresiasi. Karena dia setidaknya sudah berusaha dua kali mengatakan mencintai Hachiman. Pertama di vol 8 chapter 6, kedua di chapter ini. Tapi memang, situasinya tidak tepat karena sedang ada konflik di Klub.
...
Buat yang belum tahu, twitter di Jepang memiliki fitur spesial yang mungkin tidak ada di twitter lain (atau mungkin ada?). Yaitu si pengguna bisa mengubah nama akun selama memakai jenis huruf yang berbeda.
Taktiknya cukup sederhana. Pertama buat akun twitter dengan nama memakai huruf alpabet, misalnya "Akun dukungan Hayama sebagai ketua OSIS". Lalu, setelah dukungan dirasa cukup, nama akun dirubah dari huruf alpabet tersebut menjadi huruf lokal Jepang. Disinilah Hachiman dan Zaimokuza bermain. Mereka mengubah seluruh akun yang memakai nama alpabet tersebut menjadi nama Jepang dengan huruf lokal, kurang lebih bermakna "Akun Dukungan Isshiki Iroha Sebagai Ketua OSIS."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar