* * *
Minggu pagi.
Cuacanya terlihat sedang bagus, apalagi yang kau harapkan dari hari Minggu yang cerah di musim hujan? Hari ini adalah hari dimana aku seharusnya pergi keluar bersama Yukinoshita.
Sebentar lagi tepat jam 10 pagi. Apa aku datang terlalu awal, tumben sekali? Tampaknya kejadian kemarin memang membuat pikiranku menjadi sedikit kacau. Berpikir kalau Yukinoshita, dari seluruh manusia yang ada di planet ini, mengajakku jalan keluar...
Apa yang harus kulakukan...? Mungkin aku harusnya menolaknya...Kepalaku dipenuhi pikiran-pikiran yang berlompatan kesana-kemari saat ini. Aku sangat yakin kalau aku kehilangan semua pikiran normalku yang biasa kupakai untuk menilai sesuatu ketika Yukinoshita mengatakan hal yang tidak bisa aku bayangkan.
Ketika aku memegang kepalaku, seperti menekan perasaan ingin berteriak mengeluarkan semua hal yang membuatku frustasi, terdengar suara yang memanggilku dari belakang. "Maaf sudah membuatmu menunggu."
Angin dingin bertiup ketika Yukinoshita berjalan di depanku. Dia memakai kemeja biru muda berlengan pendek. Sebuah hal yang tidak pernah dilakukannya, rambut hitamnya diikat dengan model ponytail, yang dibiarkan menyentuh bahunya. Roknya yang selutut, terlihat seperti berdansa ketika dia berjalan.
"Aku menunggu tidak begitu lama kok," aku menggumam.
"Begitu ya? Baguslah kalau begitu. Ayo kita pergi."
Yukinoshita memegang tas yang terbuat dari anyaman rotan dan dia terlihat seperti memperhatikan suasana sekitar, seperti hendak mencari seseorang.
"Jika kamu mencari Komachi, dia pergi ke swalayan di dekat sini, jadi kita harus menunggunya sebentar."
"Begitu ya." Yukinoshita terdiam sejenak. "Meski begitu, aku merasa kalau aku harusnya meminta maaf telah mengajaknya ikut pergi denganku di hari liburnya."
"Sebenarnya bukan hal yang besar. Bahkan jika kamu dan aku saja yang membeli hadiah ulang tahun untuk Yuigahama, aku sebenarnya juga ragu kalau pilihan kita bagus. Jadi, jika Komachi ikut, maka bisa membantu kita untuk memilih."
"Ya, itu juga sangat bagus, tetapi..."
Dengan itu, perkenankan diriku untuk menjelaskan apa yang terjadi.
Ketika dia mengatakan 'pergi keluar denganku', dia hanya ingin pergi dan membeli hadiah untuk ulang tahun Yuigahama. Jadi dia tidak menginginkan diriku - sebenarnya dia menginginkan Komachi yang menemaninya.
Kurasa itu adalah hal yang cukup pintar. Kita selalu bergantung ke Yuigahama hingga saat ini, tetapi kita tidak bisa bergantung padanya jika kita hendak melakukan sesuatu untuknya. Kalau kasusnya begitu, satu-satunya orang yang bisa diandalkan si anti-sosial Yukinoshita adalah Komachi.
Dua menit kita lalui dengan terdiam, hingga Komachi muncul.
Mungkin dia sadar kalau dia akan pergi dengan Yukinoshita hari ini, tetapi cara berpakaian Komachi sangat klasik sekali. Dia memakai rompi yang menutupi blus dengan separuh lengan dan rok lurus, sedang kakinya memakai sepatu kasual. Boys Cap yang dipakainya memberi kesan suasana gembira. Di tangannya, dia memegang teh botol plastik.
"Halo, Yukino-san!"
"Maaf sudah mengajakmu keluar di hari libur," Yukinoshita terlihat meminta maaf.
Komachi meresponnya. "Tidak masalah. Aku ingin beli hadiah untuk Yui-san juga, dan plus, aku ingin menghabiskan waktu seharian denganmu, Yukino-san."
Aku tahu Komachi seperti apa, nampaknya dia memang menyukai Yukinoshita sepenuh hati, jadi aku tidak berpikir kalau dia akan berbohong. Kupikir Yukinoshita juga menarik perhatian para gadis. Dia adalah orang terpopuler di para gadis setelah Hayama, serius ini.
"Keretanya mau datang, ayo pergi," kataku.
Kita semua berjalan ke tempat pemeriksaan tiket. Hari ini, tujuan kita adalah tempat luas yang dicintai semua orang, Lalaport Tokyo Bay, tempat yang biasanya dijadikan tempat favorit untuk berkencan, itu rumornya sih. Disana terdapat banyak sekali toko dan terdapat pula tempat spesial untuk menyelenggarakan festival film. Tempat ini seperti sebuah krim manis di atas jagung bakar ketika berbicara tentang tempat hiburan di daerah Chiba.
Suasana di dalam kereta ternyata cukup padat. Kami berdiri dan berpegangan ke pegangan yang tergantung di kereta. Seperti biasanya, jika ini hanya Yukinoshita dan diriku, kami mungkin tidak akan mengobrol apapun. Tetapi karena Komachi juga ikut pada hari ini, dia nampaknya mengobrol dengan Yukinoshita tentang ini dan itu.
"Apa Yukino-san sudah memutuskan akan membeli apa?"
"...Belum, aku berencana akan melihat-lihat dulu, hadiah ulang tahun adalah sesuatu yang sulit untuk kuputuskan."
Mungkin Yukinoshita berpikir mengenai kado Yuigahama ketika dia membaca majalah di ruang klub. Sepertinya Yukinoshita dan Yuigahama memiliki selera yang berbeda...
"Dan aku belum pernah menerima hadiah ulang tahun dari teman sebelumnya..." pengakuan Yukinoshita barusan sepertinya diikuti ekspresinya yang suram.
Ketika Komachi mendengarnya, dia lalu terdiam, senyumnya juga terlihat menghilang dari wajahnya. Dia sepertinya kesulitan tentang apa yang harus dikatakannya setelah itu.
Aku akhirnya memecahkan kesunyian dengan mengatakan sesuatu yang menarik. "Jadi ternyata begitu ya. Aku sendiri ya, aku pernah menerima hadiah ulang tahun."
"Huh? Kamu tidak berbohong kan?"
Reaksi Yukinoshita yang terkejut itu sepertinya terlihat kurang mengenakkan bagiku. "Tidak, bukan begitu. Lagipula buat apa aku berbohong."
Yukinoshita mengangguk. "Memang benar...kata-kataku mungkin keterlaluan. Aku meminta maaf kalau begitu. Aku harusnya tidak memperlakukanmu dengan penuh curiga seperti itu. Sejak saat ini, aku akan mempercayai setiap kata-katamu yang berisi hal-hal tidak penting."
"Kalau itu barusan sebuah pujian, kau sebaiknya berpikir dua kali."
"Jadi kamu menerima hadiah apa? Ini sekedar referensi saja."
"Jagung..."
Mata Yukinoshita berkedip beberapa kali. "Huh?" dia bertanya lagi.
"Ja-Jagung..."
"Bisa diulang lagi?"
"Well, tahulah! Keluarganya adalah keluarga petani! Rasanya sangat luar biasa! Ibunya merebusnya untukku!"
"O-onii-chan. Kamu tidak perlu menjelaskannya dengan berlinang air mata..."
Tetapi Yukinoshita tampaknya ingin mendengarkannya lebih jauh.
"Karena Ibu kita saling berteman atau semacamnya, Takatsu-kun datang ke rumahku. Itu pertama kalinya aku melihat teman sekelasku datang ke ulang tahunku, jadi aku merasa sangat gembira. Ketika aku menemuinya di depan rumahku, Takatsu-kun sedang duduk di sepeda BMX nya, dia memberikan hadiah yang diselimuti kertas koran."
"Dia berkata 'Hari ini adalah ulang tahunmu, bukan? Ini, Ibuku memberitahuku untuk memberikannya kepadamu'..."
"Aku menjawab 'terima kasih'..."
"Dia berkata kalau itu bukan masalah, lalu aku mengundangnya masuk ke dalam rumah."
"Namun dia menolak 'Aku sudah berjanji untuk bermain ke rumahnya Shin-chan'..."
"APA-APAAN? DIA BAHKAN TIDAK MENGUNDANGKU KE RUMAHNYA? Aku sebenarnya bahkan hampir menangis waktu itu, karena kupikir aku sudah berteman dengan Shin-chan. Takatsu-kun berkata 'Sampai jumpa' dan mulai mengayuh sepedanya pergi. Ketika melihatnya pergi, aku membuka bungkusan itu dan ternyata di dalamnya terdapat jagung segar. Ketika aku menyadarinya, air mataku berjatuhan..."
Yukinoshita menghembuskan nafas kecilnya. "Jadi akhirnya, kamu sebenarnya tidak pernah menerima hadiah dari teman?"
"...Kamu benar! Aku dan Takatsu-kun bukanlah teman!"
Kenapa aku baru menyadari hal ini setelah 7 tahun berlalu? Kalau begitu berarti sebenarnya Shin-chan juga bukan temanku.
Nampaknya kesedihanku bisa dipahami oleh Yukinoshita, kulihat dari matanya terlihat seperit sedang memikirkan sesuatu. "Tapi memang, itu sering terjadi ketika orang tua sedang tidak ada..." dia melanjutkan sambil menggumam. "Aku selalu berharap kalau orang tua berhenti meninggalkan anak-anak mereka dan menyerahkannya kepada alat-alat sedangkan mereka sibuk mengobrol satu sama lain."
"Yeah, hal-hal seperti memang sering terjadi. Grup-grup anak kecil ketika di tempat penitipan memang sungguh hal yang berat...Aku bahkan tidak bisa berteman dengan anak-anak yang seumuran denganku, ditinggalkan oleh yang lain. Jadi aku menghabiskan waktuku dengan membaca buku sendirian... tapi setidaknya hasilnya bagus karena aku selama ini sudah banyak membaca buku-buku yang bagus."
"Juga aku memiliki kenangan membaca buku selama ini...Setidaknya aku memiliki sebuah kesenangan dari membaca dan menulis."
"Whoa whoaaaaaa! Cuacanya sangat bagus diluar!" Komachi lalu melihat ke arah luar jendela, sepertinya dia hendak memecah suasana yang agak suram dari pembicaraan kami.
Langit biru seperti terhampar dari ujung mata melihat, menandai dimulainya musim panas.
Hari ini sepertinya akan menjadi hari yang panas.
* * *
Ketika kau keluar dari Stasiun Minami-Funabashi, di sebelah kiri ada IKEA. Dari yang seharusnya menjadi toko furnitur, malah menjadi sebuah tempat yang populer untuk nongkrong.
Setelah menyeberangi jembatan penyeberangan, kita bisa melihat sebuah pintu masuk ke Mall yang terhubung dengan jembatan penyeberangan. Ketika dia melihat ke beberapa papan iklan toko, Yukinoshita menyilangkan tangannya sambil berpikir. "Aku cukup terkejut...ternyata tempat ini sangat besar."
"Yep,' kata Komachi. "Mari kita lihat, mungkin lebih baik kita lihat pembagian zona belanjanya dulu dan kita sesuaikan dengan apa yang ingin kita beli."
Tempat ini mungkin berada di daerah di sebelah tempat tinggalku, tetapi ini seperti sebuah tempat perkumpulan Mall. Aku sendiri tidak bisa mengatakan jumlah pasti dari luas tempat perbelanjaan ini, tetapi akan memakan waktu seharian jika sekedar berjalan dari ujung ke ujung. Jika kita memang ingin mencari sesuatu disini, kita sebaiknya butuh peta Mall ini.
"Benar, kita harus memanfaatkan efisiensi daripada berkeliling tanpa tujuan. Baiklah, aku akan pergi ke sekitar sini." aku menunjuk ke salah satu daerah di papan peta.
Yukinoshita meresponnya dengan menunjuk ke arah kiri. "Benar sekali. Kalau begitu aku akan ke arah sebaliknya."
Yesss, dan begitulah cara kita membagi pekerjaan menjadi setengah. Dan hal terakhir yang kita perlukan adalah menunjukkan tempat Komachi. Setelah itu, kegiatan berbelanja ini akan menjadi sempurna dan efisien.
"Stop!" Komachi mengatakannya sambil meremas jari telunjukku yang kuarahkan ke papan peta.
"Apa-apaan...? Sial, kamu melukai jariku..."
Komachi menggumam "Ya ampun, pria ini benar-benar tidak paham sama sekali".
Nampaknya aku bukanlah satu-satunya orang yang bingung dengan kelakuan Komachi, Yukinoshita terlihat heran dengan Komachi. "Apa ada masalah?"
"Kalian berdua harusnya berhenti berpikir seperti seorang penyendiri, onii-chan, Yukino-san. Karena kita datang kesini sebagai sebuah grup, kenapa kita tidak jalan bersama? Dengan begitu kita bisa saling bertukar ide yang sangat membantu."
"Tetapi aku ragu kita bisa mengelilingi seluruh bagian Mall kalau begitu..."
"Tidak masalah! Menurut opiniku yang sudah pengalaman ini, kita harusnya tidak akan menemukan masalah kalau kita fokus di tempat dimana Yui-san suka hal-hal ini," Komachi mengatakannya sambil menunjuk ke suatu tempat di papan peta.
Tempat dimana Komachi menunjuk tadi berada di tengah lantai satu. Tertulis dengan nama sektor 'Love Craft'. Seluruh tempat itu mungkin berisi toko yang menjual produk yang menyasar pembeli Gadis muda.
"Baiklah, ayo kita pergi?" kataku. Yukinoshita lalu mengangguk seperti tidak keberatan.
Dengan begitu, kita berjalan ke tempat yang dituju.
Zona barang-barang para gadis masih sekitar 3 blok lagi. Beberapa toko dengan brand barang-barang untuk pria muda dan untuk segala gender juga berada di sepanjang jalan. Mereka menjual barang-barang yang berbeda. Aku berjalan paling depan, tetapi karena aku tidak terbiasa pergi ke tempat belanja sebesar ini, aku benar-benar tidak ada ide tentang harus belanja apa dan di tempat apa.
Untuk kali ini, aku punya hal yang sama dengan Yukinoshita, dia terlihat melihat ke sana-sini. Dia tidak menampakkan senyuman di wajahnya. Setidaknya aku tidak melihat ekspresi bosan di wajahnya. Kadang dia berhenti sebentar dan menatap ke kaca tampilan barang di toko. Setelah pegawai toko tersebut mendekatinya, dia lalu pergi.
...ah, aku paham bagaimana rasanya. Aku sangat berharap mereka berhenti mendekati kita ketika sedang memilih baju. Para pegawai toko harusnya punya sebuah skill yang bisa mendeteksi keinginan pelanggan yang ingin 'Jangan berbicara denganku' yang terpancar dari aura seorang penyendiri. Jika mereka bisa melakukannya, aku bisa memastikan kalau penjualan mereka bisa naik.
Melihat ada papan penunjuk lokasi, aku membalikkan badanku ke Komachi. "Komachi, apa kita terus lurus atau belok kanan?"
Ketika aku memutarkan badanku, Komachi tidak ada disana.
"H-huh?"
Aku tidak bisa melihat Komachi dimanapun. Yang terlihat di depanku sekarang, adalah sebuah boneka kecil panda aneh dengan mata yang jahat dan cakar yang terlihat tajam, juga terlihat sebuah taring yang bercahaya dari boneka itu. Yukinoshita nampaknya sedang memegangi boneka itu, menyentuh pipinya dengan tatapan yang aneh.
Itu adalah karakter populer dari Tokyo Disneyland, Pan-san si Panda. Atraksi 'Pan-san berburu bambu' adalah atraksi terpopuler disana dan biasanya butuh dua sampai tiga jam untuk mengantri di atraksi tersebut.
"Yukinoshita," aku memanggilnya.
Yukinoshita lalu terburu-buru menaruh boneka kecil yang dimainkannya sejak tadi ke raknya dan berpura-pura merapikan rambutnya. "Ada apa?" dia mengatakannya dengan tatapan matanya.
Er, um...Aku sepertinya hendak mengatakan sesuatu tentang itu... Tetapi mengingat bagaimana reaksinya mengenai kucing kapan hari, ketika melihat Yukinoshita dengan sikap seperti itu, maka hal yang benar adalah dengan tidak membahasnya.
"Apa kamu tidak melihat Komachi? Nampaknya dia pergi entah kemana."
"Aku tidak melihatnya, bagaimana kalau kamu telpon saja dia?"
"Oke."
Aku mencoba menelpon Komachi. Setelah kupanggil, sebuah musik aneh yang menjadi nada tunggu terdengar, membuatku tidak tahan untuk menelponnya lagi. Apa-apaan musik aneh Komachi ini?
Kutelpon berkali-kali namun tidak diangkat.
"Dia tidak mengangkatnya..."
Ketika aku sedang menelpon tadi, tas dari Yukinoshita terlihat terisi sesuatu. Dia memegang sebuah tas plastik yang mencolok bersama dengan tas rotannya. Jadi dia membeli boneka kecil itu...
Mungkin dia menyadari kalau aku dari tadi melihat sikapnya itu, Yukinoshita pura-pura tidak menyadariku dan memasukkan tas plastik itu ke tas rotannya. "Apa mungkin Komachi-san tertarik membeli sesuatu dan tidak mengajak kita..." dia mengatakannya dengan datar. "Memang, kadang ada barang yang tiba-tiba menarik ketika tidak sengaja lewat dan kita ingin membelinya."
"Ya bisa jadi Komachi juga punya sifat sepertimu." Lalu aku menatap tasnya.
Yukinoshita lalu pura-pura batuk. "Ngomong-ngomong, karena Komachi-san sudah menunjukkan arah tempat tujuan kita, maka kita harusnya menunggunya disana. Tidak ada gunanya kita menunggu disini."
"Yeah, kupikir ada benarnya juga..."
Setelah itu, aku mengirim pesan ke Komachi, "Telpon aku segera, bodoh. Aku berada di tempat tujuan kita." akhirnya aku putuskan untuk terus berjalan.
"...jadiii, kita belok kanan dan lurus saja ke depan?" tanyaku, hanya sekedar memastikan karena sebenarnya aku sudah tahu dimana tujuan kita.
Yukinoshita menatapku dengan tatapan kosong. "Bukannya belok kiri?"
Yang benar belok kanan!
* * *
Suasana tempat ini sangat terang. Banyak warna pastel dan pink mengisi pertokoan ini, dan tercium wangi bunga dan aroma sabun yang tercium di udara tempat ini. Kita memang datang ke tempat barang-barang gadis: toko baju dan aksesoris, toko sepatu dan peralatan dapur. Dan terakhir, toko pakaian dalam. Tempat yang kurang nyaman bagi para pria, dan sekarang berada tepat di depanku.
"Tampaknya ini tempatnya," Yukinoshita mengatakannya dengan ekspresi santai.
Tetapi bagiku, aku sepertinya panas dingin. "Ya ampun, kupikir kita sekarang sedang tersesat...Kamu nampaknya sangat buruk jika menghitung geometri."
"Tumben kamu berbicara yang agak intelektual..."
"Kamu tidak perlu matematika jika sudah memilih Jurusan Liberal Art di Universitas Swasta sejak awal SMA. Aku bahkan sudah malas dengan matematika sejak awal SMA. Jadi punya nilai terendah tidak mempengaruhi mentalku sama sekali."
"Nilai terendah katamu...Seberapa rendah?"
"Nilai sembilan dari seratus nilai maksimal pasti nilai terendah. Sumber : diriku."
"...sekarang aku mulai ragu apakah kamu bisa naik kelas atau tidak?"
Tentu saja bisa! Dengan adanya ujian susulan bagi yang bernilai rendah, maka aku masih bisa mengejar nilai matematikaku sesuai standar!
"Jadi, apa yang ingin kaubeli?" tanyaku.
"...hmm, mungkin barang-barang yang bisa dipakai dalam jangka waktu yang lama."
"Itu mirip sebuah standar kualitas barang-barang kantoran." Entah bagaimana aku melihatnya, aku ragu kalau standar seperti itu bisa digunakan untuk membeli hadiah bagi gadis muda.
"Aku memang berencana untuk membeli barang-barang seperti itu sebagai hadiahnya."
"Jadi sejak awal kamu memang ingin beli yang seperti itu, ya..."
"Tapi benda-benda itu tidak seperti benda yang disukai Yuigahama-san...Memang, aku juga tidak berpikir kalau satu set pena atau peralatan rumah bisa membuatnya senang."
"Anda cerdas sekali..."
Tentu saja, aku sulit membayangkan Yuigahama mengatakan, "Whoa! Aku dari dulu memang ingin punya Obeng satu set! Oh, ternyata ada juga Kunci Inggris! Yipee! Aku mendapat sebuah linggis! Yukinon, terima kasih banyaaaak!" Tetapi aku mungkin bisa mendapatkan reaksi yang luar biasa jika itu diberikan ke gadis yang fanatik dengan peralatan rumah.
"Jadiiii..." kataku, "Kamu sudah memutuskan akan membeli apa?"
"Belum. Tetapi aku ingin hadiah yang bisa membuatnya bahagia..."
Yukinoshita mengatakannya dengan senyum di wajahnya. Jika Yuigahama melihat ekspresinya, aku bisa membayangkan dia akan bahagia di atas bahagia.
"Benar, kalau begitu kita tidak buang-buang waktu dan segera cari barang itu."
"Tunggu sebentar. Bagaimana dengan Komachi-san?"
Ah, aku ingat kalau dia belum menelpon balik. Tanpa Komachi di sekitarku, kami tidak akan mendapatkan saran yang detil. Dia mungkin bisa memberitahu kami kesukaan Yuigahama, tetapi kami tidak bisa memutuskan jika kami tidak tahu harus membeli apa. Aku sebenarnya juga butuh bantuan untuk saran-saran hadiahnya, tetapi bukan sejenis saran yang Yukinoshita katakan tadi. Sekumpulan pena satu set dan peralatan rumah satu set.
Aku akhirnya mencoba menelponnya lagi. Ketika nada panggil terjadi, musik aneh itu terdengar lagi. Serius ini, apa-apaan musik aneh Komachi ini?
["Helloooooooo!"]
"Hey, dimana kamu sekarang? Kita sudah di lokasi. Kita sedang menunggumu, jadi cepatlah kesini!"
["Huh?...ohhh. Ada beberapa barang yang ingin kubeli jadi aku kelupaan."]
"Melihatmu begitu bodoh seperti itu...Aku sangat kaget kalau ternyata aku ini kakakmu."
Wow, aku tidak tahu kalau ingatannya begitu buruk. Tidak heran dia selalu kesulitan di mata pelajaran yang butuh ingatan bagus.
["...ya ampun, kamu tidak paham-paham juga ya, onii-chan? Well, terserahlah. Tampaknya aku bisa pulang sendiri. Aku mungkin akan keluar selama 5 jam, jadi tidak usah ditunggu. Kudoakan kalian beruntung!"]
"Uh, tunggu, tunggu sebentar!"
["Apa? Apa Yukino-san gugup ketika berduaan denganmu? Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan, kupikir."]
"Uh sebenarnya aku tidak berpikir kesitu, tetapi apa kamu tidak apa-apa sendirian? Maksudku, ini bukanlah tempat dimana anak SMP seharusnya sendirian..."
["Ya ampun, kamu harusnya mengkhawatirkan hal yang lain. Aku akan baik-baik saja. Kita ini sedang membahas aku."]
"Uh, justru karena itu aku khawatir."
Dia mungkin bisa saja mau pergi dengan seseorang yang tidak dikenal jika diberi manisan atau uang...
["Onii-chan, kamu kira aku ini siapa? Aku ini adikmu?"]
Whoa, kata-katanya memang benar-benar menggerakkan hatiku.
["Oleh karena itu kamu akan baik-baik saja! Bahkan, menjadi penyendiri adalah hal yang membuatmu menjadi lebih hidup!"]
Alasannya barusan terdengar menyedihkan.
"Baiklah...telpon aku segera kalau ada sesuatu. Tunggu, telpon aku bahkan jika tidak ada sesuatu terjadi."
["Baik, baik. Aku tutup telponnya sekarang! Semoga beruntung, onii-chan!"] dan dengan itu, telponnya ditutup.
Memangnya belanja butuh keberuntungan?
Aku menutup telponku dan menatap Yukinoshita. "Nampaknya Komachi pergi membeli sesuatu. Jadi dia bilang akan meninggalkan kita berdua sampai pulang nanti."
"Begitu ya...memang dia sudah datang jauh kesini di hari liburnya, jadi aku memang tidak seharusnya mengeluh," kata Yukinoshita. Suaranya terdengar seperti sedang kecewa. "Kita tahu tentang kesukaan Yuigahama, jadi mari kita berpatokan ke itu," dia mengatakannya untuk menyemangati dirinya.
Sial, ini yang kukhawatirkan.
Berbeda dengan diriku yang cemas ini, Yukinoshita berjalan menuju toko pakaian terdekat. Ketika dia berada di dalam toko, dia mengambil beberapa produk yang dipamerkan dan memeriksanya dengan cermat. Aku memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar toko tersebut.
Setelah ini aku menyesali keputusanku.
Awalnya, sangat menyakitkan melihat para wanita menatap pria yang datang sendiri di area barang-barang gadis. Mereka melihatku seperti seekor serangga. Semua orang di ruangan itu seperti menatapku tajam.
Sial, sial...
"Um, tuan...Apa anda sedang mencari sesuatu?" Karyawati toko tersebut menanyaiku, dari senyumnya yang tipis aku bisa melihat rasa khawatirnya yang tersembunyi.
"Uh, tidak, um...ma-maafkan aku," aku spontan meminta maaf.
Permintaan maafku tadi sepertinya membuat karyawati tadi makin curiga, karena aku yakin akan ada karyawati lain yang datang. Sial, ini akan berakhir buruk.
Ketika aku berpikir hendak kabur saja dari tempat ini, datanglah bantuan yang tidak diduga.
"Hikigaya-kun...Apa yang kau lakukan? Mencoba pakaian perempuan? Kamu harusnya lakukan itu diam-diam di rumah."
"Aku tidak melakukannya di rumah! Lagipula, aku tidak melakukan apapun, oke...?"
Yukinoshita mendekatiku, melihatku dengan kasihan. Hasilnya, Karyawati itu sudah berhenti mencurigaiku. Seperti yang kamu harapkan dari Yukinoshita, membuat orang mundur adalah keahliannya.
"Oh, ternyata anda bersama pacar anda, baiklah. Silakan melihat-lihat produk kami," kata Karyawati toko tersebut sebelum meninggalkan kami.
"Tadi itu bukanlah hal yang kulakukan ketika sendirian di rumah..."
"Tidak? Tapi jawabanmu barusan malah membuatku mencurigai hal yang lain..."
Matanya berubah dari biru ke merah! Aku salah memilih pilihan! Sekarang dia tersinggung! Nampaknya jika di game simulasi kencan maka aku sudah berada di Bad End.
"Syukurlah... Hikigaya-kun, ayo pergi!" Dalam usaha kita untuk kabur dari kecurigaan Karyawati toko, Yukinoshita memegang tanganku dan menarikku keluar dari toko. Nampaknya usaha kali ini berhasil mengusir kecurigaanku dari mereka.
Setelah kita berada di luar toko, ketegangan sudah menurun.
"...Apa, apa aku terlihat seperti orang yang mencurigakan?"
Yukinoshita tidak berpura-pura untuk membuat kalimatku barusan menjadi bahan becandaan, mungkin dia hendak menunjukkan simpatinya dengan cara lain. "Pria yang sendirian pasti akan dicurigai. Dari yang kulihat, semua pria yang berada di toko bersama dengan pasangan mereka masing-masing."
Aku paham sekarang. Ini adalah tempat dimana hanya para gadis atau pasangan saja yang berada disini. Kalau itu masalahnya, maka aku tidak bisa melakukan apapun. Aku tidak punya keberanian untuk melewati tempat itu lagi.
"...baiklah, kalau bagitu aku akan menunggumu disana," kataku, sambil menunjuk ke bangku kosong yang jauh.
Toko ini sendiri seperti penuh dengan para gadis. Kalau aku sendirian diantara mereka, sangatlah mudah membayangkan kalau polisi dengan mudah akan menatapku dengan curiga. Kalau aku duduk di bangku yang jauh itu, maka tidak akan ada yang mempermasalahkanku.
"Tunggu dulu."
"Huh?"
Yukinoshita berjalan menuju arah depanku.
"Apa kamu berencana membiarkan aku membeli barang berdasarkan penilaianku? Bukannya aku terdengar arogan, tetapi standarku sangat jauh dari standar para gadis remaja yang normal."
"Jadi kamu sadar ya..."
Well, ini adalah gadis yang baru saja berpikir untuk membelikan satu set peralatan rumahan untuk hadiah ulang tahun gadis remaja yang normal.
"Jadi, uh...aku sangat menghargai kalau kamu mau membantuku - atau semacam itu..." Yukinoshita mengatakannya dengan terbata-bata. Matanya menatap ke bawah.
Dia pasti sedang sangat putus asa jika meminta bantuanku. Biar kubuat jelas dulu, aku tidak pernah membelikan hadiah untuk seorang gadis selama hidupku.
"Well, sebenarnya aku benar-benar sangat ingin membantumu," jawabku, "Tetapi masalahnya aku tidak bisa masuk ke dalam."
Yukinoshita menghembuskan nafas panjangnya, seperti menemukan sesuatu. "Kalau begitu masalahnya, mau bagaimana lagi. Tolong agar selalu dekat denganku."
Yukinoshita menjawabnya dengan terburu-buru. "Apa harus kuulangi? Jika kamu hanya mampu menghirup udara yang berada di posisi jauh belakang, apa udara di sekitar sini terasa superior bagimu?"
Memang benar. Membersihkan udara dan menyimpan energi adalah hal yang berguna.
"Dengan kata lain, aku mengijinkanmu untuk berpura-pura menjadi pacarku. Untuk hari ini saja."
"Apa barusan terdengar seperti merendahkanku..."
Sial, dasar jalang...
Ekspresi wajahku yang merasa terganggu harusnya terlihat di wajahku, tetapi Yukinoshita menatapku dengan tatapan beracunnya. "Apa kamu kurang senang dengan peran barusan?"
"Tidak."
"Begitu ya..." Yukinoshita sepertinya terkejut.
Tapi ini bukanlah hal yang mengejutkan. Hal terakhir yang kuminta selama hidup di dunia ini adalah menjadi pacar gadis ini, tetapi aku tidak keberatan kalau hanya sekedar pura-pura. Yukinoshita tidak berbohong. Jadi ketika dia mengatakan 'hanya untuk hari ini' maka besok sudah tidak berlaku lagi, dan ketika dia katakan 'berpura-pura menjadi pacarku', maka sudah cukup jelas dan tidak ada salah paham disana.
Oleh karena itu aku bisa menerima rencana ini tanpa adanya salah paham.
Yukinoshita sangat mempercayai diriku untuk memberi saran, sedangkan diriku percaya kepada dirinya kalau ini tidak akan membuat salah paham. Apakah ini yang disebut saling percaya? Entahlah. Aku tidak merasa kalau kita saling melindungi punggung masing-masing. Apa-apaan pikiranku barusan?
Seperti penuh pikiran bodoh di kepalanya, Yukinoshita berusaha menyembunyikannya dengan memutarkan badannya. "Kupikir kamu tadi akan menolaknya," dia mengatakannya dengan jelas sambil menatap ke tembok.
"Nah, aku tidak punya alasan untuk menolak. Bagaimana denganmu? Kamu sebenarnya tidak setuju?" aku bertanya balik.
Yukinoshita berbalik, ekspresinya tidak pasti. "Aku sebenarnya tidak keberatan. Disini orang-orang tidak mengenaliku, dan karena penuh dengan orang asing, aku tidak perlu khawatir tentang gosip yang tidak jelas dan berujung ke kerugian finansial."
Jadi dia berpikir juga kalau aku orang asing...
"Kalau begitu, ayo kita pergi?" Yukinoshita mengatakannya sambil berjalan ke toko selanjutnya. Aku mulai berjalan di sampingnya.
Kita berdua tidak punya ekspektasi, dan pendapatku yang mengatakan tidak punya ekspektasi apapun ternyata sudah mengusik pikiranmu. Maksudku, seperti ini. Bukankah kotak Pandora berisi kejahatan dan pengharapan? Itu arti dari ekspektasi. Harapan dan Hal-hal jahat.
* * *
Sejujurnya aku terkejut, ternyata ini berjalan sangat lancar ketika di toko pakaian selanjutnya. Sepertinya, semua terjadi lebih sederhana daripada yang kuduga - seperti mengambil permen dari bayi. Seorang laki-laki dan seorang gadis hanya perlu berjalan bersama-sama dan berpura-pura kalau sedang berkencan. Dan yeah, ini memang benar adanya bagiku, membuatku berpikir berulang kali. Melihat bagaimana diriku yang selalu dikutuk sebagai siswa SMA penyendiri dan sekarang bersama dengan seorang gadis, ini benar-benar sesuatu. Ketika ada Karyawati melihatku seperti sendirian, aku tinggal menghilangkan kecurigaan tersebut dengan berdiri dekat Yukinoshita.
Ketika Yukinoshita menemukan barang yang nampaknya menarik, dia akan meremas-remas dan menariknya secara vertikal. Kupikir cara dia menilai suatu barang terlihat agak aneh.
"Nampaknya kita harus pindah ke toko sebelah?" Dia lalu melipat baju tersebut dan mengembalikannya ke rak, sepertinya dia sangat khawatir tentang kualitas baju tersebut.
"Kamu tahu, aku tidak pernah memilih baju berdasarkan kualitas bahannya. Kupikir Yuigahama tidak akan berpikir tentang kualitas kain atau semacamnya."
Baju biasa tidak masalah denganku, terima kasih banyak.
Yukinoshita menghembuskan nafasnya. "Maaf saja. Aku cuma bisa menilainya dari kualitas bahannya." dia lalu terdiam sejenak. "Tahu tidak, aku tidak pernah memperhatikan bagaimana Yuigahama-san suka atau tertarik akan sesuatu...tidak sekalipun aku terpikir tentang hal itu."
Dia mungkin terus memikirkan di kepalanya hal-hal yang tidak pernah dia ketahui dan dia pelajari dari orang lain. Jika begini kasusnya, itu hanyalah sebuah penyesalan yang sia-sia.
"Siapa peduli jika kamu tidak tahu? Aku malah tersinggung jika seseorang memperlakukanku seperti mereka tahu semuanya tentang diriku, sedangkan yang mereka tahu hanyalah hal-hal yang palsu saja. Seperti mengirim kacang ke seseorang di Chiba."
"Contohmu tadi terlalu spesifik ke Chiba sehingga tidak ada seorangpun yang mengerti..." Yukinoshita mengatakannya dan kata-kataku seperti dikirim balik.
Hmph, apa tadi kurang jelas? Sederhananya, Chiba penuh dengan kacang. Kalau tidak salah, 70% kacang di Jepang berasal dari Chiba. Dan sisanya, 20% berasal dari Ibaraki. Orang-orang menyebut Chiba sebagai daerah penghasil kacang.
"Sederhananya, seperti mengirimkan banyak sekali anggur ke Sommelier sedangkan kamu sendiri tidak tahu apapun soal anggur itu sendiri."
"Oh masuk akal..." Yukinoshita mengangguk seperti paham maksudku.
Tahukah kamu, ayahku sering melakukannya ketika memberiku hadiah ulang tahun. Dia membeli Playstation dan Sega Saturns bercampur dengan alat-alat sejenis itu. Ketika kamu memberikan hadiah dengan mengetahui sedikit dari kesukaan orang itu, hasilnya biasanya jauh dari kata memuaskan.
"...pendapatmu yang aneh tentang nilai suatu barang kadangkala berguna juga" Yukinoshita mengatakannya dengan ekspresi kurang berkesan, meski begitu aku juga tidak merasa kalau aku sedang dipuji. "Memang, kemungkinan menang akan kecil jika kau hendak bertempur melawan sisi dimana orang itu kuat. Untuk menang, kamu harus menyerang titik lemahnya..."
Jika memilih hadiah adalah sebuah pertempuran baginya, apa keluarganya semacam Amazon? "Well, kamu memang bisa menembus titik lemah mereka, tetapi juga bisa mendapatkan keuntungan dari menyerang titik lemahnya. Kamu akan mendapatkan kepuasan karena berhasil menyerangnya."
"Memang." dia lalu terlihat seperti memikirkan sesuatu. "Kalau begitu..."
Yukinoshita melirik ke sebuah toko di dekatnya.
Kita sekarang berdiri di depan toko pakaian dalam dan di seberangnya terdapat toko baju. Yukinoshita lalu pergi ke arah toko peralatan dapur di sebelahnya, meninggalkanku berdiri sendirian disini. Mungkin aku bukan satu-satunya pria yang merasa dikelilingi oleh toko pakaian dan lingerie dari perempuan membuatku terlihat seperti seorang yang mesum daripada hanya satu toko pakaian dalam. Juga, mereka juga menjual bikini di sekitar bulan Juni, yang membuatku terasa lebih mesum.
Aku meninggalkan tempatku dan menuju Yukinoshita berada.
Disana terdapat banyak alat penggorengan dan panci, ada juga sarung tangan oven yang terlihat seperti boneka Muppets dan peralatan makan yang seperti boneka Matryoshka berbaris di salah satu rak.
"Oh jadi begini..." kataku. "Ini memang benar-benar sisi lemah dari Yuigahama."
"Hikigaya-kun, tolong kesini." aku mendengar namaku dipanggil.
Ketika aku datang, aku melihat Yukinoshita Yukino dalam balutan celemek.
Celemek itu sepertinya terbuat dari bahan yang tidak begitu tebal, dan berwarna biru kegelapan, dan ketika Yukinoshita memakainya, memberinya sebuah kesan keren dan menyegarkan. Ada sebuah simbol cakar kucing di bagian dada celemek itu. Bagian pinggang celemek itu dia ikat seperti membentuk pita, memperlihatkan lekuk pinggangnya.
Ketika kepala dan pinggangnya berputar, Yukinoshita memeriksa bagaimana mudahnya bergerak dengan berputar di depanku, seperti sebuah waltz. Talinya terlihat seperti mengayun-ayun. "Bagaimana dengan ini?"
"Kamu bertanya kepadaku, hmm...Terlihat sangat bagus untukmu, jujur saja."
Tidak banyak yang bisa kukatakan. Kesan rapi dan simple adalah style dari Yukinoshita, mungkin juga karena rambutnya yang berwarna hitam juga. Aku hanya mengatakan apa adanya, tetapi Yukinoshita dari tadi seperti memperhatikan cermin saja tanpa menoleh ke arahku.
"...Oh begitu, terima kasih. Tetapi, aku sebenarnya tidak bertanya tentang diriku. Maksudku bagaimana celemek ini terlihat di Yuigahama-san?"
"Kupikir itu tidak akan cocok dengannya. Mungkin yang agak cerah, penuh warna, dan terlihat seperti orang bodoh akan membuatnya lebih senang."
"Kasar tapi benar. Aku tidak tahu harus bereaksi seperti apa..." Yukinoshita mengatakannya sambil melepas celemeknya lalu melipatnya. "Kalau begitu, kupikir kita harus memilih sesuatu yang ada disini."
Ketika dia hendak mengembalikan celemek itu, matanya sepertinya menangkap sesuatu. Kali ini, dia mengambil sebuah celemek lain dan memeriksa saku dan bahan pembuatnya. Yep, kupikir sangat penting melihat bahannya. Ketika aku melihatnya, bahan yang tidak mudah terbakar atau semacamnya mungkin lebih baik. Yuigahama mungkin dalam keadaan bahaya ketika dia menggunakan api.
Pada akhirnya, Yukinoshita memilih sebuah celemek dengan ornamen dan berwarna mayoritas pink. "Aku akan memilih ini."
Ada dua saku kecil di kedua sisi celemeknya, plus sebuah saku kotak yang besar di tengahnya. Nampaknya sangat cocok dengan Yuigahama, yang sering menaruh banyak sekali permen di sakunya.
Yukinoshita melipat celemek berwarna pink tersebut dan membawanya ke kasir. Di tangannya, dia memegang celemek berwarna pink - dan yang berwarna biru gelap juga.
"Kamu sepertinya juga berniat berbelanja untuk dirimu sendiri, ya?"
"...Kuberi tahu ya, aku juga memang punya rencana untuk membeli celemek untukku."
"Sebuah pembelian yang tidak terduga, huh? Well, memang hal-hal itu sering terjadi ketika pergi berbelanja."
Yukinoshita membuka mulutnya seperti hendak membalasnya, tetapi dia mengurungkan niatnya. Dia menatapku begitu saja sebelum memalingkan pandangannya dan pergi ke kasir, akupun mengurungkan niatku untuk memandanginya pergi.
Jadi bukanlah pembelian yang mendadak? Wanita yang sulit untuk kupahami. Tetapi jika ada satu hal yang tidak kuduga darinya, maka itu adalah membeli boneka panda aneh yang kecil itu dari awal.
* * *
Aku membeli hadiah Yuigahama di sebuah toko hewan peliharaan dan ketika aku hendak membayarnya di kasir, Yukinoshita sudah tidak ada di sampingku.
Ini tidak seperti dia meninggalkanku atau pulang tiba-tiba. Dia tidaklah sekejam itu. Dia mungkin menerima saranku untuk melakukan kegiatan lain ketika aku pergi berbelanja di toko ini. Oke, mungkin saja dia memang kejam.
Aku berpikir untuk memanggil Yukinoshita, tetapi dia tidak mungkin pergi terlalu jauh dari tempat ini. Aku meninggalkan bagian peralatan hewan peliharaan, aku menuju bagian kandang hewan peliharaan yang dijual.
Tahu tidak? Yukinoshita memang ada disana.
Dia duduk memeluk lututnya dekat pintu masuk, tersenyum lembut dan anak kucing itu terlihat menyukainya, lalu dia mengelus-elus bulunya dengan lembut. Dia tidak mengajak berbicara kucing itu kali ini, mungkin karena banyak sekali orang-orang di sekitar sini, seperti yang sudah kauduga.
Karena dia sejak dulu ingin memelihara kucing, aku tidak tega untuk memanggilnya. Ketika aku sedang berpikir, anak kucing yang sedang dipegang Yukinoshita memalingkan wajahnya ke arahku, telinganya seperti bergerak-gerak. Itu cukup untuk membuat Yukinoshita memalingkan pandangannya kesini.
"Oh, ternyata kamu cepat juga."
[Translate : Aku ingin bermain dengan anak kucing lebih lama lagi...]
"Maafkan aku."
Aku tidak tahu apakah aku harus mengatakan maaf karena membuatnya menunggu, atau maaf karena tidak bisa membuatnya menunggu lebih lama. Apapun itu, permintaan maaf sederhana kurasa sudah cukup.
Ketika Yukinoshita mengembalikan anak kucing itu ke kandangnya, bibirnya seperti membentuk suara 'meow' sebagai salam perpisahan, lalu dia berdiri. "Jadi apa yang kau beli? Apa lebih baik atau lebih buruk dari dugaanku?"
"Well, nampaknya sama seperti yang kau pikirkan."
"Begitu ya, tetapi tetap, aku cukup terkejut untuk berpikir kalau kamu akan membelikan hadiah untuk Yuigahama-san."
"...enggak jugalah," aku menjawabnya. "Bukankah masuk akal karena kita sampai saat ini memiliki sebuah 'perlombaan'. Jadi aku putuskan untuk satu tim denganmu kali ini."
"Tidak pernah mengatakan tidak, kupikir..." Yukinoshita mengatakannya dengan terkejut. "Apa kamu merasa sedang sakit?"
Hey, jangan menghinaku.
Apapun itu, bahkan untuk sekedar memberikan Yuigahama motivasi, ide merayakan ulang tahunnya kurasa tidaklah buruk. Hanya saja, untuk melakukan itu, aku perlu menjelaskan kepadanya situasi kita. Jika dia terus melakukan hal-hal semacam itu lagi kepadaku, kejadian seperti kemarin akan terus terulang lagi.
"Aku sudah mendapatkan barang yang kuinginkan, kurasa kalau tidak ada lagi, kita lebih baik pulang?" tanyaku.
"Kupikir begitu."
Ketika aku melihat jam, itu sekitar jam 2 siang. Waktu memang cepat sekali berlalu.
Kami berjalan bersama hingga pintu keluar. Entah mengapa, ini seperti kedua kalinya bagi Yukinoshita, yang juga hendak pulang, seperti tidak mampu keluar sendiri dari tempat ini. Mungkin tempat ini seperti sebuah labirin yang besar untuknya.
Di perjalanan, ada sebuah sektor permainan yang menyasar keluarga dan pasangan.
Medal game, permainan berpasangan, permainan balapan yang akan menyembunyikanmu dari dunia luar, dan juga stand foto bersama. Itu adalah tempat-tempat bagus bagi orang-orang untuk bersenang-senang. Dengan kata lain, itu tidak ada hubungannya denganku.
Tepat ketika aku memikirkan itu, Yukinoshita menghentikan langkahnya.
"Ada apa?" tanyaku. "Kamu ingin bermain game?"
"Aku tidak tertarik untuk bermain game."
Itu adalah kata-kata dari gadis yang sedang menatap permainan mengambil boneka dengan mesin derek. Di dalam mesin itu, ada beberapa boneka yang bisa kukenali dari sekedar melihatnya.
Mata yang tajam seperti melihat kegelapan dunia, cakar yang bisa memotong bambu, taring yang tajam dan bercahaya di dalam gelap.
Sebenarnya, itu adalah Pan-san si panda.
"...kamu mau mencobanya?"
"Aku tidak ingin bermain game apapun."
[Translate: Aku cuma ingin bonekanya.]
Aku tidak perlu memakan jelly aneh seperti di salah satu manga untuk mengerti apa yang dikatakan Yukinoshita.
"Well, kau harus memainkannya kalau menginginkannya. Meski aku tidak menjamin kamu bisa mendapatkannya."
"Kata-kata yang cukup frontal, hmm? Apa kamu menantangku?" bulu kudukku seperti berdiri ketika Yukinoshita mengatakannya.
"Nah, aku bukannya meremehkan tanganmu, tetapi itu benar-benar sulit. Maksudku, Komachi kalau kesini sering sekali mencobanya dan dia tidak pernah berhasil mendapatkan boneka yang diinginkannya."
Tetapi jauh dari tujuanku untuk menghilangkan keinginan Yukinoshita untuk mencobanya, menyebut Komachi sebagai contoh malah membuat Yukinoshita memasukkan uang kertas seribu Yen ke tempat penukaran koin.
"Kalau begitu, aku berarti hanya perlu membiasakannya saja," dia mengatakannya sambil memasukkan kertas 1000Yen dan mengambil pecahan 100Yen yang muncul dari mesin penukar uang tersebut. Lalu dia sepertinya bersiap-siap untuk menghabiskan semuanya dalam sekali jalan.
Dia lalu memasukkan koin 100 Yen. Membuat mesin itu mengeluarkan bunyi "fuee!". Seperti sedang berkonsentrasi, Yukinoshita menatap mesin itu dengan serius, tidak bergerak sama sekali.
Tidak ada satupun kata terucap.
Ekspresinya sangat jujur sekali, berbanding lurus dengan keinginannya yang kuat.
Gadis ini...mungkinkah...?
Dia tidak tahu bagaimana caranya mengoperasikan mesin ini...?
"Tombol di kanan untuk bergerak ke kiri dan kanan, dan tombol di kiri untuk maju dan mundur. Crane akan bergerak selama kamu menekan tombolnya. Jika kamu melepaskan jarimu maka Cranenya berhenti."
"Begitu ya...terima kasih."
Dengan wajah merah, Yukinoshita memulai permainannya. Pertama, dia membuat Cranenya ke arah kanan... hmm tidak terlalu buruk. Lalu, dia menggerakkannya maju ke depan. Hmm, posisi yang bagus.
Lalu, bunyi "fuee!" terdengar, Crane memegang boneka tersebut.
"...Aku berhasil mendapatkannya."
Aku mendengar suara yang sangat lembut. Ketika aku menatap Yukinoshita, tangannya seperti sedang bergetar.
Tetapi Crane-chan mengeluarkan bunyi "fueee!" dan boneka tersebut jatuh dan Crane kembali ke posisi awalnya lagi.
Gagal.
"Hey, memang susah untuk orang yang pertama kali mencobanya." aku mencoba untuk membuatnya tenang.
Yukinoshita menatap tajam ke arah Crane-chan seperti hendak mempertanyakan eksistensinya.
"...Maaf, apa kamu barusan sudah mengambil boneka itu dengan sempurna? Bagaimana bisa kamu menjatuhkannya begitu saja disana?" Yukinoshita mengatakannya ke arah Crane-chan. Dia sepertinya sangat serius, bahkan aku yang berdiri di sebelahnya bisa tahu dalam sekali lihat.
"W-Well, lihat disini. Kamu taruh itu di posisi yang lebih mudah untuk mendapatkannya. Nampaknya triknya yaitu memindahkannya secara perlahan-lahan."
Setidaknya, itu saran yang tertulis di manual permainan ini.
Dia memasukkan koin 100 Yen lagi.
Fuee...
"...Ya ampun, tidak lagi."
Fueeee, fueeee.
"Oh, masa begini lagi..."
Fueee...
"Tch!"
Sebenarnya itu yang kudengar dari Yukinoshita. Tetapi yang tergambar di pikiranku adalah Yukinoshita sedang memarahi mesin itu.
Kamu bisa bilang kalau ekspresi Yukinoshita sangat tenang dan terkontrol, tetapi tangannya memukul-mukul koin tersebut ke mesinnya secara brutal. Jadi dia masih serius, ya...
Seberapa banyak usahanya, usahanya terlihat sia-sia.
"...Kamu benar-benar tidak ahli."
"Hmph...kalau kamu mengkritikku, apa itu artinya kamu punya keahlian tersebut?" Yukinoshita mengatakannya seakan-akan meremehkanku.
Jawabanku kusertai dengan nada percaya diri yang tinggi. "Yep, Komachi biasanya menantangku setelah gagal melakukannya. Karena dialah, aku sangat ahli dalam hal ini. Ketika Komachi memohon kepadaku untuk mendapatkan boneka tertentu..."
"Oh jadi begitu..."
Serius ini, sejak kapan aku mulai berlindung di balik alasan Komachi...?
"Akan kucoba. Aku bisa mendapatkan boneka itu tanpa keringat menetes sedikitpun," aku mengatakannya dan Yukinoshita memberi jalan untukku, matanya tampak menatapku dengan curiga. "Kalau begitu, aku kutunjukkan trik kotorku."
Lalu, dengan perlahan, aku menaikkan tanganku.
Yukinoshita menatap ke arah tanganku, matanya seperti penuh dengan ekspektasi.
Belum...belum saatnya...yang penting adalah timing.
Lalu aku menangkap sebuah pergerakan di salah satu sudut mataku.
Sekarang!
"Er, uh, maaf. Saya menginginkan yang ini..."
"Ya, apakah boneka Pan-san si panda? Aku akan mengambilkannya untuk anda segera."
Fueee...Crane-chan menangis.
"Oke, ini untuk anda," kata Karyawati permainan ketangkasan dengan senyum manisnya memberiku Pan-san.
Aku juga memberinya "sesuatu sebagai rasa terima kasih" atas service yang diberikannya.
"Terima kasih ya," aku mengucapkan terima kasihku.
Karyawati tersebut membalasku dengan senyum yang lebih lebar dan kembali ke tempatnya.
Sementara itu, Yukinoshita yang berada di sampingku, memandangiku dengan ekspresi super kecut.
"A-apa?"
"Tidak...aku hanya membayangkan melihatmu hidup adalah suatu hal yang memalukan."
"Lihat ini, Yukinoshita. Hidup adalah pemberian terbaik. Apakah memalukan kalau memikirkan hidup adalah hal yang memalukan? Oleh karena itu orang-orang brengsek yang memandang rendah diriku dan tertawa 'ewww! sungguh memalukan!' adalah orang yang tidak menghargai kehidupan."
"Kamu mencampur sebuah kalimat yang bagus dengan kebencianmu..." Yukinoshita mengembuskan napasnya sambil memutar rambutnya seperti jijik. "Ya Tuhan, kupikir tadi kamu akan serius melakukannya, dan terjadilah itu..."
"Aku tidak mengatakan kalau aku akan memainkan mesin ini untukmu. Aku hanya mengatakan kalau aku akan mendapatkannya untukmu. Ini, tolong diterima."
Aku memberikan Pan-san ke tangan Yukinoshita. Tetapi Yukinoshita memberikannya lagi kepadaku. "Kamu yang memperolehnya. Bahkan jika kamu mendapatkannya dari bermain itu akupun akan menolaknya, aku menolak pemberian yang kau dapatkan dengan usahamu sendiri."
Tetapi aku bukanlah orang yang dengan mudahnya dikalahkan oleh alasan-alasan formal. "Nah, aku sebenarnya tidak membutuhkan ini. Dan lagipula, kamu menggunakan uangmu sendiri. Artinya kamu telah membayar kompensasinya. Artinya kamu juga berhak menerimanya," kataku.
Setelah itu, penolakan dari Yukinoshita melemah dan boneka itu jatuh ke pelukannya.
"...Be-begitu ya." Yukinoshita menatap ke arah boneka yang berada di pelukannya. Lalu, dia melirik ke arahku. "Aku tidak berniat untuk memberikannya kepadamu lagi, cuma memberitahumu saja."
"Kan sudah kubilang kalau aku tidak membutuhkannya."
Dia mengatakannya seperti semua orang menginginkan boneka dengan tatapan iblis seperti itu. Lagipula, aku tidak mungkin meminta balik sesuatu yang dia peluk seperti hal yang sangat penting bagi hidupnya.
Jadi dia punya sisi manis juga...Dan selama ini kupikir dia adalah gadis berdarah dingin.
Tanpa sadar, aku melihatnya dengan tersenyum. Dia seperti malu-malu, lalu Yukinoshita memalingkan wajahnya dariku, pipinya sepertinya memerah.
"...memang benda ini tidak cocok untukmu. Mungkin cocok dengan Yuigahama-san atau Totsuka-kun."
"Orang di list pertama mungkin akan menerima atau menolaknya secara langsung, tetapi aku setuju dengan orang yang kedua tadi."
Totsuka akan cocok memegang boneka ini ditemani roti gulung dan susu.
"Ngomong-ngomong, aku sejujurnya terkejut kalau kamu adalah fans dari boneka atau semacamnya," aku mengatakan saja sejujurnya, tetapi Yukinoshita sepertinya tidak menanggapinya serius. Dia memeluk Pan-san dengan gembira.
"...Aku tidak punya ketertarikan dengan mainan lainnya, tetapi aku memang menyukai Pan-san si panda."
Yukinoshita terus menggerak-gerakkan tangan boneka itu. Setiap dia melakukannya, cakar dari Pan-san seperti membuat bunyi aneh. Jika kuteliti lebih lanjut suaranya, memang terdengar agak imut.
"Meskipun aku selama ini mengumpulkan boneka dan mainan lainnya sejak lama, aku hanya mendapatkannya sebagai hadiah daripada mendapatkannya lewat jalur normal, jadi sebenarnya kurang tepat kalau dibilang mengkoleksi. Aku pernah hendak ikut pelelangan secara online, tetapi aku tidak begitu yakin karena aku khawatir tentang reputasi perusahaan lelangnya dan foto barang yang dilelang tidak sesuai yang kuharapkan ketika tiba..."
Alasannya kurang manis didengar...
Sederhananya, aku mengatakan kepadanya "Kamu memang sangat menyukai Pan-san." Itu adalah kesimpulanku kepadanya yang terkenal sebagai animal mania.
"...memang. Aku pernah menerimanya satu ketika kecil dulu."
"Boneka juga?"
"Tidak, salinan asli ceritanya."
"Huh? Um, apa maksudmu dengan ceritanya?" tanyaku.
Ini adalah sebuah kesalahan terbesar di hari ini.
Selanjutnya, Yukinoshita mulai berbicara ini itu, seperti dia sedang menceritakan sebuah dongeng. "Pan-san si Panda. Judul aslinya sebenarnya Hello, Mister Panda. Selanjutnya mereka merubahnya menjadi Kebun Panda. Dan seterusnya...
"...Itulah, Yukipedia beraksi lagi."
Meski aku sebenarnya hendak becanda mengatakannya, Yukinoshita terus berbicara dengan serius.
"Meskipun versi Chibi yang diproduksi Disney lebih menonjolkan sisi karakternya, namun aku rasa cerita aslinya sudah bagus. Sangat bagus dalam mengkombinasikan budaya barat dan ketimuran. Orang-orang bisa melihat pesan tersembunyi tentang cinta kepada anaknya di berbagai level."
"Huh, apa memang cerita semacam itu? Kupikir ceritanya fokus tentang panda, 'aku ingin makan bambu setiap hari', dan ketika dia memakan bambu itu, dia menjadi mabuk dan ahli dalam jurus tinju mabuk."
"...memang, adegan itu memang bagus kalau kita mencari versi Disneynya, tetapi adegan itu sebenarnya sebagian kecil dari cerita aslinya. Kamu akan tahu kalau sudah membacanya sendiri. Terjemahannya juga bagus, tetapi aku merekomendasikanmu untuk membaca naskah aslinya."
Ahh, ini mengingatkanku kalau dulu aku juga pernah seperti ini. Kamu menjadi antusias ketika kamu membicarakan hal yang kamu suka. Dulu ketika SMP, aku menghabiskan 30 menit untuk membaca manga yang kusuka ketika berkumpul dengan orang-orang. Saat itu mereka berkata kepadaku, "Kamu biasanya tidak ngomong banyak, Hikigaya, tetapi kamu terus berbicara ketika topiknya manga. Itu semacam...tahulah sendiri," aku seperti hendak mau mati saja.
Meski begitu, membicarakan hal-hal yang kau sukai adalah hal yang bagus, menurutku. Bahkan, jika yang dibicarakan sekalipun adalah hal yang orang-orang biasanya tidak suka untuk dibicarakan.
Ini juga hal yang bagus, tidak berpikir tentang apakah orang lain akan menerima hal yang kamu sukai atau apakah kamu bisa bersama orang yang tidak suka denganmu.
Tetapi, kalau aku disuruh untuk membaca naskah asli berbahasa Inggrisnya...Mungkin aku akan skip saja dan membaca indexnya.
"Baru saja terpikirkan olehku. Kamu sepertinya sudah terbiasa membaca tulisan bahasa Inggris sejak kecil, ya?"
"Tidak begitu. Tetapi karena aku tidak bisa membaca bahasa Inggris dengan baik karena selalu melirik ke arah kamus. Seperti sedang memainkan puzzle." Yukinoshita menatapku dengan lembut, seperti sedang mengingat sesuatu yang menyenangkan. Setelah itu dia menggumam, suaranya pelan seperti sedang berbisik, "Itu sebenarnya adalah hadiah ulang tahun. Mungkin semacam perasaan dari pemberinya memberiku kesan melekat ketika menerimanya."
Lalu dia tiba-tiba bersikap ragu.
"O-Oleh karena itu, um..." Yukinoshita menundukkan kepalanya seperti sedang malu-malu, dia menyembunyikan ekspresinya dan menghadapku. "Oleh karena itu...ketika kamu memberiku ini..."
"Huuuuh? Yukino-chan? Oh, ternyata benar-benar kamu, Yukino-chan!" suara yang ceria memotong perkataan Yukinoshita.
Ketika aku melihat ke arah suara tersebut, orang itu terlihat sangat familiar, suara yang mudah dikenali, akupun menjadi terdiam melihatnya.
Rambut hitam yang mengkilap, kulit putih yang bersinar - belum lagi wajahnya yang memiliki aura cerah. Dengan tampilannya yang terlihat super girly, senyumnya seperti sebuah kue manis yang lezat sekali.
Aku melihat sebuah makhluk yang sangat cantik dengan proporsi yang luar biasa. Dia mungkin terlihat seperti sedang berjalan-jalan bersama teman-temannya, karena setelah itu dia meminta maaf ke rombongan di belakangnya dan berkata, "Maaf, aku akan menyusul kalian nanti," kepada beberapa orang pria dan wanita yang berada di belakangnya.
Aku seperti terkena Deja Vu. Tetapi lebih dari itu - lebih dari apapun - aku seperti dihantui oleh perasaan yang tidak enak.
* * *
"Nee-san..."
Aku terdiam melihat ekspresi Yukinoshita. Sikapnya yang defensif barusan sudah hilang, diganti dengan tatapan yang horor. Dia meremas boneka itu sangat ketat di dadanya, bahunya seperti menjadi batu.
"Huh? Apakah itu kakakmu? Apa?" Mataku terkejut melihat Yukinoshita dan wanita yang di depanku, membandingkan keduanya.
Jika menurut dugaanku, umurnya mungkin sekitar 20-an. Bajunya terlihat lembut, dengan dihiasi banyak renda, lengan dan kakinya memperlihatkan keindahan tubuhnya. Dia memang mudah sekali membuat kita tertegun, tetapi agak aneh memang, seluruh penampilannya memang memberikan kesan sempurna.
Dia memang mirip dengan Yukinoshita. Jika Yukinoshita adalah sebuah kecantikan yang solid, maka wanita di depanku ini adalah versi cairnya, dan dipenuhi dengan aura yang menarik.
"Apa yang kau lakukan disini? Ooooh! Lagi kencan ya?! Pasti lagi kencan! Teehee!"
"......"
Yukinoshita yang lebih Tua sedang menjahili Yukinoshita yang lebih muda, dengan menyentuhkan sikunya ke dirinya. Tetapi Yukinoshita tetap diam membatu dan terlihat terganggu.
Aku nampaknya mulai paham. Mereka memang mirip, tetapi sifat mereka seperti berada di dunia yang berbeda.
Ketika aku memperhatikan mereka dengan baik, ada beberapa perbedaan diantara keduanya.
Misalnya, dadanya. Tidak seperti Yukinoshita, saudarinya memiliki sepasang yang berukuran luar biasa. Bentuknya luar biasa, sangat cocok dengan tubuhnya yang tinggi, mudah sekali terlihat oleh mataku.
"Hey hey, Yukino-chan, apa ini pacarmu? Apa kamu lagi kencan sekarang?"
"...tentu saja bukan. Dia satu sekolah denganku."
"Jangan begitu! Tidak perlu malu!"
Yukinoshita terdiam.
Whoa, sepertinya tatapannya bisa membunuh seseorang...Bahkan orang bisa terkencing-kencing melihat tatapan Yukinoshita saat ini, saudarinya tampak tertawa dan mengambilnya santai.
"Aku saudarinya Yukino-chan, Haruno," dia mengatakannya kepadaku. "Bersikap baiklah ke Yukino-chan, oke?"
"Uhh. Aku Hikigaya." Karena dia mengenalkan dirinya, maka memang seharusnya aku mengenalkan diriku.
Jadi, sepertinya namanya adalah Yukinoshita Haruno. Baiklah, kuingat dulu.
"Hikigaya..." Haruno-san tiba-tiba berhenti mengucapkannya dan seperti hendak berpikir, melihatku dari kepala sampai ke kaki. "Begitu ya..."
Seketika, bulu kudukku berdiri, cukup membuatku menggigil. Aku seperti terparalisis, aku seperti membusuk disini.
Lalu dia berkata, "Aku akan memanggilmu Hikigaya-kun, kalau begitu. Baguslah, senang bertemu denganmu."
Haruno-san menjinakkan suasanannya. Ada apa barusan...? Aku memang sangat gugup jika ditatap oleh wanita yang sangat cantik.
Haruno-san sangat cerah dan ceria sesuai namanya. Dia memang secara fisik mirip Yukinoshita, tetapi kesan yang diberikannya berbeda. Tidak seperti Yukinoshita dengan image gadis dingin yang sangat kuat, saudarinya memiliki ekspresi yang berubah-ubah. Kenapa dia bisa punya banyak sekali senyum dengan variasi yang berbeda?
Meskipun beberapa bagian dari mereka sama, aku merasa ganjil dari caranya menggunakan ekspresi yang berbeda-beda.
Aku sangat paham kalau mereka berbeda, tetapi mengapa ada rasa tidak puas yang memberitahuku kalau ini tidak pada tempatnya dan membuat bulu kudukku berdiri? Mungkin rasa ketidaknyamananku ini bukan terletak di perbedaan mereka.
Ketika aku menatap Haruno-san dengan curiga, dia melihat ke arahku sebentar lalu berpindah ke Yukinoshita. "Oh, hey. Bukankah itu Pan-san si Panda?" dia mengatakannya begitu saja sambil mencoba memegang boneka itu. "Aku suka ini! Bagus sekali, sangat lembut. Aku cemburu loh, Yukino-chan."
"Jangan sentuh itu."
Suara dari Yukinoshita sangat kuat sehingga bisa berdengung di telingamu.
"Wh-Whoa, aku sungguh ketakutan," dia mengatakannya juga. "Ma-Maaf Yukino-chan, aku kan baru paham. Aku lupa kalau itu adalah hadiah dari pacarmu."
"Um, aku bukan pacarnya," kataku.
"Teehee, kamu jangan pura-pura ya. Kakak tidak akan memaafkanmu jika kamu membuat Yukino-chan menangis."
Dengan mengatakan "hmph!" Haruno-san menggunakan jari telunjuknya untuk mencubit pipiku. Argh, ouch, hati-hati, jangan terlalu dekat! (Baunya wangi sekali).
Dengan kemampuan komunikasi seperti itu, dia bisa dengan mudahnya mendekati orang asing sepertiku. Haruno-san, yang dari tadi berusaha menekanku, adalah pemilik dari kekuatan itu.
"Nee-san, sudah cukup. Jika tidak ada lagi yang kamu lakukan disini, lebih baik kami pergi sekarang," Yukinoshita mengatakannya, tetapi Haruno-san tidak mempedulikannya dan terus mendekatiku.
"Ayolah, beritahu aku! Berapa lama kalian berdua sudah berpacaran?"
"Tunggu! Serius ini, tolong hentikan itu!"
Dia trus menyerangku dengan jari telunjuknya, dan sebelum aku menyadari itu lebih jauh, Haruno-san menekanku lagi. Dan tunggu dulu, bajunya sekarang menyentuhku! Oh, untunglah dia menjauhkannya! Tunggu, dia mendekatiku lagi! Dadanya yang sebelumnya sudah kuprediksi seperti apa ternyata terus menyerangku seperti pukulan jab yang tanpa henti! Sial, dada ini seperti Mohammad Ali...
"...Nee-san, hentikan itu segera."
Suaranya memang pelan, namun seperti gempa bumi. Ketika Yukinoshita memegangi rambutnya, dia sepertinya tidak mau menyembunyikan amarahnya, kedua matanya menusuk tajam ke arah Haruno-san dengan tatapan tidak senang.
"Oh...maaf, Yukino-chan. Aku terlalu antusias," Haruno-san meminta maaf, lalu tertawa. Nampaknya mereka seperti saudari tertua yang nakal dan saudari muda yang keras dan memiliki hubungan yang buruk. Lalu Haruno-san berbisik di telingaku. (seperti kataku, jangan terlalu dekat!) "Maaf ya, Yukino-chan adalah gadis yang sensitif...jadi kamu harus lebih perhatian kepadanya ya, Hikigaya-kun."
Kali ini, aku dihinggapi perasaan yang kurang menyenangkan. Aku membelakanginya secara tiba-tiba, lalu Haruno-san memiringkan kepalanya.
"Apa aku melakukan hal yang kamu tidak suka? Jika begitu, maaf ya," Haruno-san meminta maaf, sambil menjulurkan lidahnya yang berwarna pink.
"Er, maksudku bukan itu. Maksudku, um, telingaku agak sensitif."
"Hikigaya-kun, berhentilah memberitahu titik sensitifmu ke wanita yang baru saja kau temui. Kamu bisa-bisa dituntut nantinya." Tangan Yukinoshita menyentuh kepalanya seperti sedang sakit kepala.
Sedang Haruno-san, dia kembali tersenyum seperti biasanya. "Aha", dia mengatakannya. "Kau sangat unik, Hikigaya-kun!"
Aku tidak tahu apa yang lucu dari itu, tetapi Haruno-san tertawa terus di belakangku. (seperti kataku, jangan terlalu dekat!)
"Oh, aku baru saja ingat. Hikigaya-kun. Apakah kau mau pergi minum bersama denganku jika ada waktu luang? Aku harus memastikan kalau kamu memang layak menjadi pacar Yukino-chan." Haruno-san menjauhkan dadanya dariku lalu berdiri di depanku sambil mengedipkan matanya.
"...sangat gegabah sekali. Padahal sudah kukatakan kalau dia hanya satu sekolah denganku." Yukinoshita melontarkan kalimat 'ultimate rejection'.
Tetapi Haruno-san tersenyum saja dan berkata. "Maksudku, ini pertama kalinya aku melihatmu keluar bersama seseorang, Yukino-chan. Bukankah sangat normal jika aku berpikir kalau dia adalah pacarmu? Lagipula, aku juga ikut senang kok." Haruno-san lalu tertawa keras. "Kamu adalah remaja, jadi bersenang-senanglah! Oh, tetapi kamu sebaiknya jaga dirimu dengan baik, ya?"
Secara becanda, Haruno-san menaruh tangan kirinya di pinggang, lalu jari telunjuk kanannya seperti sedang memperingatkan sesuatu. Ketika dia melakukan pose itu, dia berbisik di telinga Yukinoshita.
"Lagipula, Ibu masih marah soal kamu tinggal sendirian."
Ketika mendengar kata 'Ibu', tubuh Yukinoshita seperti mematung.
Di momen itu, Yukinoshita memeluk boneka Pan-san seperti memastikan boneka itu sedang berada di pelukannya.
"...Itu tidak ada hubungannya denganmu, Nee-san," Yukinoshita mengatakannya sambil melihat ke arah lantai.
Ini adalah adegan dimana aku sangat terkejut. Yukinoshita adalah orang yang membiarkan dirinya tampak lemah hanya ketika sendirian, namun aku belum pernah melihatnya seperti ketakutan ketika berbicara dengan orang lain.
Haruno-san tertawa. "Yeah, kamu benar. Itu tidak ada hubungannya denganku," katanya. Dia lalu mundur seperti hendak pergi. "Selama kamu sadar dan mengingatnya, itu baik-baik saja, Yukino-chan. Aku kan cuma mau bantu saja, tetapi aku malah dibilang ikut campur. Maaf deh kalau begitu."
Senyum licik terlihat di wajahnya, Haruno-san tertawa dan melihat ke arahku.
"Hikigaya-kun. Aku ingin mengatakannya lagi: ayo kita pergi minum berdua ketika kamu menjadi pacar Yukino-chan. Oke, kalau begitu aku pergi dulu!"
Setelah itu, sebuah senyum lebar terlihat dari wajah Haruno-san dan dia mengatakan bye bye sambil melambaikan tangannya di depan dadanya. Dengan begitu, dia perlahan-lahan meninggalkan kami berdua.
Seperti terkena radiasi auranya, aku tidak bisa memalingkan mataku melihat kepergiannya. Akhirnya, dia benar-benar lenyap dari penglihatanku.
* * *
Karena tidak ada yang bisa dilakukan lagi, Yukinoshita dan diriku mulai berjalan meninggalkan Mall.
"Saudarimu memang benar-benar sesuatu..." aku mengatakannya dengan spontan.
Yukinoshita mengangguk. "Itu yang dikatakan semua orang ketika bertemu dengannya."
"Yeah, aku bisa melihatnya."
"Mm. Wajah yang atraktif, siswa terbaik, sangat ahli bela diri, wanita dengan multitalenta - belum lagi dia baik dan lembut...Akupun ragu ada manusia yang mampu menyamai kesempurnaannya. Semua orang sepertinya memujanya..."
"Huh? Tetapi kamu masih lebih baik darinya," kataku. "Mengapa kamu merendahkan dirimu sendiri tadi?"
Yukinoshita melihat ke arahku, seperti tertegun.
"...huh?"
"Ketika aku mengatakan dia sesuatu, maksudku - bagaimana ya? Dia seperti memakai topeng yang tidak permanen."
Perasaan yang kulihat dari Haruno-san seperti itu.
"Melihat bagaimana dia bersikap, kakakmu itu memang gadis impian dari semua laki-laki. Dia bisa membuat suasana cerita ketika berbicara, dia juga berperilaku baik, dia selalu tersenyum lebar, dia bahkan bisa berbicara denganku seperti orang normal, dan juga, um...kamu bisa bilang dia juga suka menyentuh-nyentuh orang, dan sentuhannya juga sedikit lembut."
"Aku juga sedang membayangkan apakah pria di depanku ini punya sifat rendahan seperti yang kudengar barusan..."
"J-Jangan jadi idiot! Yang kubicarakan itu tadi tangannya. Tangannya! Sentuhan tangannya!"
Alibiku barusan nampaknya masih mencurigakan jika melihat tatapan Yukinoshita. Dalam upayaku mengalihkan topiknya, aku berusaha berbicara dengan keras dan jelas.
"Idaman ya idaman. Tetapi mereka semua tidak asli. Oleh karena itu semuanya tentang dia terlihat palsu bagiku."
Seorang penyendiri sejati hidup dengan 3 prinsip: "(tidak) memiliki harapan, (tidak) mencari cinta, (tidak) ada orang yang terlihat manis." Ketiga prinsip tersebut sudah mendarah daging. Mereka menjadi prajurit yang sempurna, bertempur siang dan malam melawan musuh yang bernama realitas, yang bisa dikalahkan dengan mudahnya.
Meski mungkin saja ada "gadis baik" di dunia ini, "gadis yang berkorban untukmu" tidak akan pernah ada.
- Hikigaya Hachiman
Aku melihatnya seperti sebuah pepatah bijak, jadi aku membenamkan kata-kata tersebut di hatiku dalam-dalam.
Yukinoshita menatapku. Setelah berpikir sejenak, dia berkata, "Kamu punya mata yang busuk - tidak, itu karena kamu punya mata yang busuk itulah kamu bisa melihat hal tertentu..."
"Apa kamu barusan memujiku atau bagaimana?"
"Benar. Dan barusan itu adalah pujian tingkat tinggi untukmu."
Entah kenapa, aku sendiri tidak merasa dia sedang memujiku.
Yukinoshita memang agak misterius dan dia melipat lengannya, dan melihat ke arah kejauhan. "Seperti katamu, itulah saudariku. Kau tahu keluargaku? Sebagai anak tertua, kakakku harus menghadiri banyak sekali kegiatan seperti Pesta Awal Tahun dan semacamnya yang berhubungan dengan perusahaan keluargaku. Hasilnya, dia punya topeng...kamu sangat detail sekali melihat orang."
"Ah, itu hal yang diajarkan oleh ayahku kepadaku. Aku harus hati-hati terhadap orang seperti perempuan yang menjual lukisan di pameran lukisan. Aku harus menguatkan pertahananku melawan orang-orang yang tiba-tiba masuk ruang pribadimu ketika pertama kali berbicara denganmu. Itu pengalaman dari ayahku waktu masih muda, dan karena kesalahan itu dia terjerat utang."
Sebenarnya, Ibuku marah kepadanya dan hampir membunuhnya.
Dalam kasus apapun, hasil dari pendidikan khusus yang kuperoleh itu, membuatku tidak terkena hal-hal semacam itu hingga saat ini. Meski aku sendiri ragu kalau aku akan terkena pengaruh sejenis juga di masa depan.
Ketika aku memberitahu Yukinoshita, dia seperti mengembuskan napas kecil dan menggaruk-garuk kepalanya. "Untunglah...alasan yang cukup bodoh. Kakakku tidak akan percaya begitu saja kalau dia ketahuan punya topeng seperti itu gara-gara alasan seperti itu."
Yukinoshita mungkin tidak begitu terkesan, tetapi aku memang tidak tahu harus memberikan alasan apa. "Memang kedua wajah kalian tampak hampir serupa, tetapi ketika kamu tersenyum, kamu terlihat sangat berbeda dengannya."
Aku tahu seperti apa senyum yang sebenarnya. Bukan senyum palsu, senyum yang dilakukan hanya untuk mengecoh orang. Aku tahu seperti apa senyum yang sebenarnya, senyum yang jujur, senyum tier God.
Ketika aku mengatakannya, Yukinoshita tiba-tiba berjalan lebih cepat dan berada di depanku sambil berkata. "Hmph...dasar idiot."
Lalu dia menoleh ke belakang dari bahunya ke arahku. Aku melihat ekspresinya yang dingin seperti biasanya.
"...ayo kita pulang," dia mengatakannya lembut.
Aku mengangguk.
Setelah itu, tanpa mengobrol apapun, kami berdua berjalan pulang.
Aku tidak punya satu halpun yang bisa kutanyakan kepada Yukinoshita, dan Yukinoshita juga sepertinya tidak ingin bertanya apapun kepadaku. Mungkin ini adalah waktu yang bagus dimana kita bisa bertanya dan berbicara satu sama lain. Tetapi, daripada melangkahi garis satu sama lain, kami memilih untuk diam di belakang garis yang sudah familiar kita ketahui. Oleh karena itu, kita menghabiskan waktu tanpa adanya kehangatan percakapan manusia, seperti dua orang asing yang duduk berdekatan di kereta.
Ketika tiba di Stasiun akhir, Yukinoshita berdiri dan aku mengikutinya.
Ketika kita melewati pemeriksaan tiket, Yukinoshita menghentikan langkahnya. "Aku akan pergi ke arah sini," dia menunjuk ke pintu keluar arah selatan.
"Oh, sampai jumpa," aku menjawabnya sambil berjalan ke arah pintu keluar sebelah utara.
Ketika badanku hendak berbalik, aku mendengar suara kecil.
"Hari ini sangat menyenangkan. Sampai jumpa lagi."
Aku awalnya sangat ragu dengan apa yang didengar telingaku. Aku melihat ke arahnya, namun Yukinoshita terus berjalan menuju pintu selatan. Dia sepertinya tidak menunjukkan tanda hendak menoleh kepadaku.
Pada akhirnya, aku terdiam melihat Yukinoshita sampai dia benar-benar hilang dari pandanganku.
x Chapter IV | END x
Pujian Hachiman terhadap celemek ungu yang dipakai Yukino sesuai saran Komachi di chapter sebelumnya, untuk memberikan pujian kepada gadis di kencan.
...
Jika hanya 'ketahuan' sekali ini langsung dianggap pacar Yukino oleh Haruno, maka kemungkinan besar Yukino selama ini memang belum pernah berpacaran.
...
Senyum Yukino di akhir pertemuan tersebut merupakan senyum yang selalu diingat dan dibandingkan dengan adegan-adegan lain di volume-volume setelah ini. Misalnya saja, volume 8 chapter 9 dan volume 9 chapter 0.
...
Adegan mesin crane tersebut merupakan adegan nostalgia yang mereka bahas di volume 9 chapter 8 setelah turun dari atraksi perahu Spride Mountain.
...
Melihat volume 2 chapter 4 Yukino kemungkinan besar tidak memiliki boneka Pan-san, maka boneka Pan-san yang diberi oleh Hachiman ini kemungkinan besar satu-satunya boneka Pan-san yang dimiliki Yukino.
Ada kemungkinan di vol 7 chapter 6 Yukino juga membeli boneka Pan-san edisi Kyoto.
...
Tidak akan ada gadis yang berkorban untuk Hachiman.
Mitos yang Hachiman percayai di akhir chapter ini akan pecah di volume 9 chapter 9. Yukino mengambil separuh 'kesalahan' Hachiman di rapat Kaihin-Sobu.
...
"Jangan mengacau"
Kata-kata Haruno ini merupakan alasan utama di vol 11 chapter 7 dimana Haruno diperintahkan tinggal satu apartemen dengan Yukino oleh Ibunya. Itu karena Ibu Yukino melihat Hachiman mengantar Yukino ke apartemen putrinya.
...
Janji Haruno untuk minum bersama Hachiman jika dianggap pantas menjadi pacar Yukino terwujud di vol 10 chapter 9. Mereka berdua minum kopi di kafe teras terbuka dekat Stasiun Chiba.
...
Mungkin hanya wanita yang mengerti mengapa wanita tiba-tiba membeli benda/pakaian dimana seorang pria mengatakan kalau dia cocok dengan itu.
Harusnya, pembaca juga tahu...
...
Keluarga Hachiman dulunya tinggal di daerah pedesaan atau pertanian.
...
Yukino sangat buruk dalam navigasi/ arah.
Lucunya, sifat inilah yang membuat romansa mereka berdua terasa lebih manis di volume 7 chapter 6.
Seneng deh baca chapter ini
BalasHapus"heart warming ya chapter kali ini tetapi sayangnya anime meng cut adegan juicy tersebut....."
BalasHapusTerkutuk kau staff anime jangan fokus ke yugahama terus dong dan malah menelantarkan yukino sang heroin utama...