Sabtu, 30 September 2017

[ TRANSLATE ] Biblia Vol 3 Chapter 2 : Buku Anak-Anak Tentang Seekor Musang, Biawak, dan Anjing? (6/6)



Kami bertemu dengan suami-istri Sakaguchi lagi pada seminggu kemudian.

Shioriko menemukan buku apa yang sedang dicari Shinobu, tapi butuh waktu lama untuk bisa sampai ke tangan kami. Buku itu tidak terdaftar di katalog online milik toko buku bekas dan tidak terdaftar di situs lelang buku manapun. Kami akhirnya menemukan buku itu setelah mendatangi toko buku bekas yang spesialisasi dalam buku anak.

"Begini, buku anak-anak sangat sulit dicari di pasar." Shioriko menjelaskan. "Para pembacanya masih muda, jadi kondisi buku rata-rata tidak ada yang bagus. Kebanyakan nasibnya dibuang."

Menambahkan juga, hanya beberapa saja toko yang menjual buku untuk anak. Menemukan buku tersebut adalah hal yang sulit meski kita mengetahui judul bukunya. Bisa dikatakan, kita beruntung kali ini.

Aku menyewa DVD Cheburashka dari tempat penyewaan video sambil menunggu bukunya datang. Menyewa video dengan membawa bungkus DVD dimana ada gambar karakter boneka di covernya memang memalukan, tapi aku benar-benar ingin menontonnya.

Ketika aku membawanya ke rumah, Ibuku benar-benar terkejut melihatku masih menonton kartun di usia yang seperti ini, tapi entah mengapa akhirnya dia malah juga ikut-ikutan menonton. DVD tersebut berisikan empat cerita yang berbeda, tapi buku yang dicari Shinobu adalah tentang cerita yang pertama.

Settingnya adalah sebuah kota di Rusia, dan cerita dimulai dari kedatangan hewan-hewan misterius yang berasal dari Afrika.  Karena dia akan menurut ketika orang memerintahkannya untuk duduk, jadi dia dinamakan Cheburashka, atau topple.

Karena tidak ada yang mau merawatnya, Cheburashka hidup di sebuah kotak telepon umum dan berteman dengan seekor biawak yang bernama Gena.  Anjing yang kita dengar dari Shinobu, Tobiku, dan Singa yang kesepian itu berteman juga dengan Gena.

Begitulah, para karakter yang kesepian ini berteman dan membangun sebuah rumah persahabatan. Mereka membangunnya bersama-sama, meski terus diganggu wanita tua yang bernama Shapoklyak. Tapi karena mereka semua sudah berteman, sebenarnya rumah yang mereka bangun dan disebut "rumah pertemanan" tidaklah dibutuhkan lagi.

Akhirnya, mereka menyumbangkan rumah mereka ke TK, dan akhir episode satu ditutup dengan sebuah perdamaian dengan Shapoklyak.

Meski karakternya imut dan filmnya bagus, aku merasa kurang pas jika Cheburashka dan kawan-kawan tidak mendapatkan hadiah atau semacamnya. Meski mereka terus tampak ceria, entah mengapa masih terasa aura gelap di dalamnya.

Suami-istri Sakaguchi datang tepat setelah jam tutup toko. Shinobu berjalan sambil memapah suaminya di bahunya, sedang kami sedang menghitung transaksi hari ini.

"Selamat sore Ibu pemilik Toko, dan Goura."

Setelah menyapa kami dengan senyumnya yang ceria, dia menyadari dua orang tamu yang sudah hadir terlebih dahulu.

Lalu sesosok pria tua berdiri di belakangnya.

"...Ayah."

Shinobu mengatakan itu seperti tersedak sesuatu. Dia adalah Ayahnya, Kawabata.

"Kenapa kau disini?"

"Aku ingin tahu buku apa yang sedang kau cari." dia menjawabnya dengan sedikit terbata-bata.

Mungkin lebih tepat disebut tidak pandai berbicara, daripada disebut tidak suka bersosialisasi. Bahkan beberapa hari lalu dia menelpon toko kami dan meminta kami memberitahunya jika buku yang dicari putrinya sudah ditemukan. Ketika kami memberitahunya kalau buku tersebut sudah tiba dan kami hendak memberikannya ke Shinobu, dia bilang ingin berada disini. Kemungkinan besar, dia hanya ingin bertemu putrinya lagi, tapi dia memakai alasan soal buku tersebut.

"Kenapa aku tidak diberitahu soal ini?" Shinobu tampak kecewa dan menatap ke arah Shioriko dan diriku.

Shinobu sepertinya tidka begitu akrab dengan Ayahnya. Dia memang pernah memberitahu kami kalau dia jarang berbicara dengan Ayahnya.

"Aku sebenarnya sudah diberitahu Goura, tapi aku lupa untuk memberitahumu. Maaf." Masashi lalu meminta maaf.

Dia mungkin sengaja tidak memberitahunya. Shinobu lalu tidak membahas hal itu lebih lanjut dan langsung bertanya ke Shioriko.

"Ya sudah, apa kau benar-benar menemukan buku itu? Buku yang kucari-cari selama ini.."

"Benar...Aku yakin sekali. Seperti yang kukatakan di telepon, itu adalah sumber adaptasi dari animasi boneka yang bernama Cheburashka."

"Ah, benar. Kami menyewa filmnya setelah kau beritahu kami. Benar-benar imut! Coba lihat ini!"

Dia lalu mengambil HP dari saku mantelnya dan menunjukkannya. Sesosok karakter Cheburashka yang sedang memegang jeruk menjadi gantungan HP-nya.

"Aku akhirnya membeli ini. Bukankah ini bagus!?"

"Ah...Ya, benar."

Shioriko tersenyum dengan kebingungan. Mungkin dia tidak begitu tertarik dengan hewan imut yang kecil. Shinobu lalu memegang telinga lebar milik karakter tersebut.

"Tapi ini berbeda dari Cheburashka yang kuingat...Mungkin aku sedikit salah..."

Akupun juga penasaran soal itu. Gambar Musang hitam yang Shinobu buat tempo hari tidak ada kemiripannya sama sekali.

"Tidak, kau tidak salah. Gambarmu tempo hari benar-benar menggambarkan ini."

"Eh, tapi..."

"Coba lihat baik-baik."

Shioriko lalu mengambil sesuatu di bawah meja kasir dan mengeluarkan sebuah buku     Uspensky's Cheburashka & Friends, terbitan Shindokusho-sha. Translatornya adalah Ijuin Toshitaka. Sampulnya berwarna dasar biru dengan seekor jerapah memegang sebuah tulisan. Setelah itu ada seekor monyet, biawak, dan seekor hewan yang mirip Musang berwarna hitam.

"Ah, ini dia! Ini bukunya, ini yang kugambar waktu itu!"

Shinobu secara kegirangan menunjuk ke arah hewan yang berwarna hitam tersebut. Wajahnya mirip beruang, tapi ekornya yang panjang memang membuatnya mirip Musang. Ternyata benar-benar mirip dengan gambar yang Shinobu buat.

"Apa ini benar Cheburashka?"

Shioriko mengangguk. Makhluk ini benar-benar aneh, tapi ini jelas berbeda dengan Cheburashka yang kulihat. Aku ragu kalau ada yang mengatakan mirip jika karakter musang ini ditaruh di samping karakter aslinya.

"Kenapa tampilannya bisa berbeda begini?"

"Akupun mencari tahu soal itu..."

Setelah menarik napas sejenak, Shioriko mulai menjelaskan. Suami-istri Sakaguchi dan diriku mulai berkumpul di sekitar meja kasir.

"Ketika Eduard Uspensky menulis Cheburashka & Friends     dimana bisa juga disebut Gena si Biawak dan Teman-temannya     wujud dari karakter Cheburashka belum selesai dibuat. Ilustrasi buku ini sendiri selesai pada akhir 1960-an oleh Alfeyevsky."

"Lalu kapan desain terakhirnya dibuat?"

"Ketika pertama kali diangkat menjadi animasi pada akhir 1969.  Waktu itu Sutradara film, Roman Kachanov, dan pimpinan tim animasi, Leonid Shvartsman, berkolaborasi untuk menciptakan desain karakter yang saat ini tersebar luas."

Masuk akal. Jadi desain karakter versi film-lah yang menjadi desain karakter baku hingga sekarang. Meski begitu, versi bukunya memang sangat menarik untuk dilihat.

"Hmm 1969 katamu...Aku bahkan belum lahir waktu itu. Bukankah buku ini dibuat sebelum tahun tersebut?" tanya Shinobu.

"Tidak. Kalau yang versi sudah ditranslate ke Jepang adalah terbitan 1970."

"Tapi bukankah filmnya sudah rilis satu tahun sebelumnya?"

"Tahun 1970 sendiri sudah ada 2 film Cheburashka yang rilis, tapi film animasi Uni Soviet sangat langka untuk diputar di bioskop Jepang, dan karena itulah jarang yang tahu soal itu di Jepang waktu itu. Kurasa penerbitnya tidak punya alasan kuat untuk mengganti ilustrasi bukunya dengan gambar karakter film."

Dengan kata lain, versi translate Jepang tidak berhubungan dengan filmnya, dan tujuan penulisnya, Eduard Uspensky, sejak awal adalah membuat buku cerita untuk anak-anak.

"Versi buku yang ini sudah tidak dicetak lagi, tapi penerbit yang sama mencetak versi barunya di tahun 2001. Versi barunya mengganti ilustrasi karakter Cheburashka sesuai dengan filmnya. Baik ilustrasi gambarnya, dilihat dari setting dan karakternya, posenya masih sama dengan versi lama."

"Apa versi yang baru bisa dibeli dengan mudah di toko buku saat ini?"

Shioriko mengangguk.

"Jadi begitu ya..."

Shinobu mengambul buku Cheburashka & Friends dan mulai membolak-balik halamannya.

"Ini sangat nostalgia sekali...Ini...Sediikit berbeda dengan animasinya. Kalau tidak salah harusnya ada badak yang berlarian di kota...Ah, ini dia."

Shinobu mengamati halaman itu dari dekat dan tersenyum bahagia. Mungkin, beginilah cara dia membaca buku ketika  masih kecil.

"Pak Kawabata..."

Tiba-tiba, Shioriko memanggil Ayah Shinobu. Dia dari tadi menjaga jarak dari kami.

"Bisakah anda melihat buku ini juga?"

Pria tua itu tampak bingung, lalu dia mengambil sepasang kacamata dari sakunya. Shinobu lalu memberikan buku itu kepadanya. Untuk sejenak, satu-satunya suara yang bisa didengar di toko ini adalah suara halaman buku yang dibalik.

"...Jadi inilah Friendly House."

"Apa maksud anda?"

"Bukankah itu yang tertulis di rumah anjing? Friendly House," dia mengatakan itu sambil menunjuk sesuatu kepada Shinobu di buku itu.

Rumah yang bersahabat kini sudah buka.

Kami menyambut siapapun yang sedang membutuhkan teman.

Mengingatkanku tentang rumah anjing di keluarga Kawabata. Mungkin itu mirip Rumah Pertemanan yang muncul di film. Sebuah tempat dimana orang-orang yang kesepian bisa berkumpul. Rumah yang dibangun dengan kerja keras bersama, tapi tidak pernah mereka gunakan. Seperti Tobiku, nama rumah anjing tersebut juga muncul di buku ini.

"Benar. Nama-nama itu berasal dari buku ini." jawaban Shinobu tidak seperti biasanya, kali ini sangat ceria dan jelas.

"Itu adalah pertamakalinya kau bertanya kepadaku...Maksudku, kau dan Ibu jarang sekali bertanya kepadaku. Kau tidak pernah mengatakan apapun, dan Ibu selalu menyindirku. Tidak ada satupun orang di rumah yang tahu apa yang sedang kupikirkan."

Akupun menelan ludahku sendiri. Jadi dia merawat anjing terlantar dan membesarkannya di Friendly House, dimana itu adalah tempat orang-orang yang kesepian. Dia melakukan itu karena merasakan sesuatu yang pedih, dan ini menjelaskan itu dengan sejelas-jelasnya.

"Aku ingin punya Friendly House-ku sendiri...Karena itulah aku pergi dari rumah setelah lulus SMA. Aku membenci rumah itu, saking bencinya hingga aku muak melihatnya."

"Shinobu...?" Masashi lalu berbisik.

Shinobu tampak pucat. Mungkin dia kurang enak badan, seperti ketika hendak menekan bel rumah orangtuanya tempo hari.

"Aku baik-baik saja...Aku tidak marah atau sejenisnya. Bukan juga karena mengingatkanku tentang omelan Ibuku. Bahkan Tobiku...Aku merawatnya karena keinginanku sendiri dan membesarkannya meski aku sudah dilarang. Aku sudah membuat banyak masalah...Aku bodoh sekali."

"Sudah kubilang dari dulu, kau tidaklah bodoh. Kujamin itu." Masashi mengatakan itu dengan wajah yang tegang.

"...Terima kasih." Shinobu lalu tersenyum.

Kawabata lalu menaruh kembali kacamatanya, menutup buku tersebut, dan mengembalikannya ke Shinobu. Kedua matanya tampak melihat kejauhan seperti berusaha mengingat sesuatu.

"Sejujurnya, Aku...Tidak begitu tahu tentang dirimu."

"Tentu saja. Kau tidak berbicara banyak kepadaku, bahkan sekarang saja begitu...Well, bahkan kau jarang di rumah, kau selalu sibuk dengan pekerjaan."

"...Kau salah." Dia menyangkalnya.

"Aku...Menghindarimu karena aku takut."

"Huh?"

Kedua pupil mata Shinobu tampak melebar.

"Karaktermu dan caramu menilai tampaknya sangat berbeda dari Ibumu dan diriku...Terutama ketika kau mulai masuk SMP. Aku merasa tidak tahu bagaimana berinteraksi denganmu. Itu juga berlaku ke Ibumu. Dia tidak tahu caranya berbicara denganmu tanpa harus mengkritikmu...Dia masih seperti itu hingga saat ini."

Pengakuan yang semacam ini membuat diriku mematung. Wajah Shinobu berubah menjadi kecut dan memalingkan wajahnya.

"Aku tidak begitu saja percaya cerita manis yang semacam itu. Dia terus-terusan memanggilku bodoh setiap kali melihatku."

"Shinobu..." Shioriko tiba-tiba memotong. "Coba kau ingat kembali rumah anjing tersebut."

Shinobu terdiam. Kawabata Mizue tidak pernah menyingkirkan rumah anjing itu. Tidak hanya itu, dia tidak membuang barang-barang milik putrinya.

"Aku ingin kau berbicara lagi dengan Ibumu."

Kawabata akhirnya melihat ke arah putrinya. Keringat mulai membanjiri keningnya, mungkin karena suasana tegang ini. Meski begitu, Shinobu menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Dia boleh saja menghinaku sesuka hatinya, tapi aku tidak akan pernah melupakan apa yang dia katakan ke Masa. Kalau dia tidak mau datang dan meminta maaf kepadanya, maka aku tidak mau menemuinya."

"...Shinobu, kurasa kau harus mendengarkan sarannya tadi." Masashi mengatakan itu dengan suara yang menenangkan. "Aku harusnya memilih momen dan tempat yang lebih baik untuk menceritakan diriku. Waktu itu wajar saja kalau Ibumu seperti itu."

Aku teringat dengan apa yang Kawabata Mizue katakan sebelumnya, yaitu menitip salam kepada suaminya yang menakutkan.  Itu bukanlah sarkasme     tidak, bahkan jika mayoritas kata-katanya adalah sarkasme, maksud sebenarnya mungkin dia ketakuan dengan suami putrinya.

"Apa Ibumu pernah bercerita soal Tobiku yang menghilang?" Kawabata lalu mengganti topiknya, dan Shinobu tampak menanggapinya dengan serius.

"Dia memberitahuku kalau Tobiku kabur lewat celah pagar, waktu itu dia hendak memperbaiki pagar ketika aku sedang darmawisata. Karena anjing itu sangat bodoh, dia kesulitan untuk menemukan rumahnya lagi. Apa ada yang salah dengan itu?"

"Tidak, untuk bagian itu memang benar. Yang ingin kukatakan, Ibumu berusaha mencari Tobiku."

"Apa?"

"Dia mengatakan kepadaku kalau dia akan mencari Tobiku dan menemukannya sebelum kau kembali dari darmawisata, bahkan dia mengambil cuti sehari untuk itu. Dia akhirnya tidak bisa menemukannya, tapi setelah itu, dia terus mencarinya di hari libur. Dia juga yang selalu membersihkan rumah anjing selama ini. Ibumu mungkin berbicara yang buruk-buruk tentang anjing itu, tapi dia benar-benar bertanggungjawab. Dia bukanlah orang yang tidak punya perasaan."

Kedua mata Shinobu mulai menatap buku Cheburashka & Friend yang berada di tangannya. Seperti hendak mengkonfirmasi sesuatu, dia lalu membolak-balik buku itu beberapa kali.

"Baiklah. Aku akan pikirkan dulu." Setelah menggumamkan itu, Shinobu lalu menatap ke arah Shioriko yang duduk di meja kasir.

"Terima kasih banyak soal buku ini. Aku ingin membeli buku ini...Berapa harganya?"

Dia kemudian mencari dompetnya, tapi Shioriko tiba-tiba berdiri.

"...Bu Pemilik Toko?"'

"Kau tidak perlu membayarnya."

"Eh? Kenapa?"

Akupun terkejut. Kita ini membayar dari toko lain untuk mendapatkan buku itu. Memang harganya tidak mahal, tapi ini juga bukan barang murah.

"Jangan, jangan begitu. Biarkan aku membayarnya."

"Bukan begitu. Aku ingin memberikan ini kepadamu. Sebagai ucapan selamat."

Shinobu, yang hendak mengeluarkan uang dari dompetnya, terdiam. Dia lalu melihat ke arah tiga orang yang berada di ruangan ini sebelum tersenyum kecil ke Shioriko.

"...Kau tahu?"

"Jadi memang benar ya."

Aku tidak paham ini. Masashi, yang berdiri di sebelah Shinobu, juga tampak terkejut.

"Kau tahu dari mana? Tidak apa-apa, katakan saja kepadaku."

"Aku menyadari kalau banyak hal dimana kau berhenti melakukan itu lagi, seperti merokok, minum minuman beralkohol, dan memakai sepatu hak tinggi. Terlebih lagi, kondisimu tampak kurang baik belakangan ini. Kondisi itu mirip Ibuku dulu...Sebelum adikku lahir."

"Ah..." akupun mengucapkan itu.

Aku sendiri paham maksud Shioriko. Ternyata ini misteri yang tidak berkaitan dengan buku yang dia katakan tempo hari.

Shinobu menaruh buku itu di meja kasir dan menatap ke arah suaminya. Kedua mata Masashi tampak terkejut.

"Masa. Aku hamil."

Mengingatkanku dengan apa yang Shinobu katakan ketika awal tahun.

Aku berhenti merokok...Ternyata lebih sulit dilakukan daripada dikatakan.

Kupikir alasannya karena harga tembakau yang naik, tapi aku tidak akan meragukannya lagi jika itu demi anaknya yang belum lahir. Jadi sebenarnya dia sudah memberiku petunjuk sejak awal.

"Aku tidak bisa memperolehnya dulu...Dan mulai berpikir kalau ini mustahil. Aku sendiri tidak berada dalam usia dimana aku harus berusaha keras untuk itu...Meski begitu, waktu itu kita sering pergi berlibur, ingat tidak? Ketika liburan, dan momennya tepat, lalu..."

Shinobu lalu menyentuh-nyentuhkan kedua jari telunjuknya. Shioriko yang sedari tadi hanya mengangguk, tiba-tiba wajahnya memerah.

"Ke-Kenapa kau tidak...Erm...Memberitahuku sebelumnya?" Masashi akhirnya mengatakan itu dengan penuh perjuangan. Tidak seperti biasanya lidahnya seperti tertahan akan sesuatu.

"Masa, aku sendiri masih meragukan diriku. Aku khawatir kapan momen yang tepat untuk memberitahumu. Maaf karena tidak memberitahumu apapun...Apa kau setuju untuk meneruskan kehamilanku?" Dia menanyakan itu dengan santainya seakan-akan itu adalah hal paling logis di dunia ini.

Bibir Masashi tampak bergetar hebat. Aku yakin banyak sekali hal sedang melintas di kepalanya.

"...Jika kau tidak masalah dengan anak kita." Dia mengatakan itu seperti hendak menangis saja.

"Aku tidak pernah berpikir kalau akan hamil. Konyol sekali." kata Shinobu.

Di momen itulah aku menyadari kalau Kawabata menghilang dari area kasir. Dia ternyata sedang berdiri di pojokan rak buku dan sedang bebicara dengan seseorang lewat telepon.

"Kurasa, kau sudah tahu alasan sebenarnya mengapa aku mencari buku ini." tanya Shinobu ke Shioriko.

"Benar...Tentunya kita tahu kalau kau ingin membacanya lagi...Tapi kau juga ingin membacakan itu kepada anakmu suatu hari nanti...Benar tidak?"

"Betul sekali. Mbak Pemilik Toko Buku ini pintar sekali."

Jadi ini maksud Shinobu ketika mengatakan kalau masih ada waktu untuk menemukan buku itu. Kalau ini maksudnya, jelas kita memang masih punya banyak waktu.

Setelah itu, Ayah Shinobu yang sedari tadi menelpon seseorang kembali ke area kasir. Melihat Ayahnya yang kembali, Shinobu menggerutu.

"Kau baru saja berbicara dengan Ibu, ya?"

"Memang..." Kawabata mengakui itu. "Ibumu sadar kalau kondisimu tidak begitu baik. Dia juga bilang kalau kau mungkin saja sedang hamil. Dia itu selalu khawatir denganmu, karena itulah..."

"Aku ingin kau pergi kesana dan melihat kondisinya."

Mungkin itulah yang hendak dia katakan. Kami semua sedang menunggu jawaban dari Shinobu. Tapi, Shinobu malah memalingkan wajahnya dan memasang wajah kecewa.

"Kalau itu benar, maka dia harus menemuiku sendiri. Mana mungkin dia serius jika hanya mendengarkan soal situasiku hanya lewat telepon..."

Shinobu lalu menatap ke arah pintu masuk toko dan terdiam. Seseorang ternyata berdiri di pintu kaca tersebut. Sebuah siluet wanita. Bahkan aku langsung tahu itu siapa dari siluetnya.

"Ibumu sebenarnya datang kesini bersamaku...Setidaknya, datang bersama ke Stasiun Kita-Kamakura." Kawabata menjelaskan itu.

Orang yang sedang berada diluar pintu tersebut tampak ragu-ragu, sebelum akhirnya membuka pintunya secara perlahan. Akhirnya sosoknya terlihat jelas. Kawabata Shizue tetap berjalan membelakangi pintu dan menatap Shinobu dengan intens.

"Apa kau sudah pergi ke dokter?" suaranya muncul dengan tegas.

"Sudah..."

"Kau berniat untuk melahirkannya?"

Shinobu mengangguk. Kawabata Mizue mulai menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Kau ini tidak muda lagi, tahu tidak? Kau ini masih harus merawat suamimu yang tua itu. Kalau kau melahirkan anak ini, jelas butuh lebih dari sekedar kerja keras. Sudah mempertimbangkan itu dengan matang?"

Ekspresi Shinobu tetap sama. Dia bahkan mengangguk dengan lebih jelas lagi.

"Dengar, Shinobu..."

"Ibu, aku..."

Shinobu lalu membuka mulutnya. "Ketika aku kecil dulu, aku ingin tinggal di sebuah Friendly House...Dimana aku tidak akan merasa kesepian, dan aku bisa hidup dengan damai. Ketika aku menikahi pria ini, kupikir aku sudah menemukan rumah yang semacam itu."

Ibunya memasang ekspresi seakan tidak percaya dengan yang baru saja dia dengar dan dia hendak menanggapinya, tapi Shinobu memotongnya.

"Tapi tahukah kau, aku merasa kalau itu tidaklah cukup. Kali ini, aku ingin membawa seseorang lagi ke dunia ini. Aku bukanlah anak kecil yang kesepian lagi. Aku akan baik-baik saja...Aku sedikit lebih kuat, dan...Aku tidak akan menutup pintu rumahku bagi seorang anak yang datang kepadaku. Jika itu memang butuh lebih dari sekedar kerja keras, maka aku bersedia untuk melaluinya."

Kesunyian melanda toko ini ketika Kawabata Mizue hanya terdiam dan menatap kedua mata putrinya itu.

"Kau benar-benar bodoh." Setelah itu, dia menarik napas yang dalam.

"Ayah, aku pulang duluan."

Mizue membalikkan badannya dan pergi. Seperti dugaanku, mustahil ada perdamaian antara mereka berdua. Ketika kekecewaan mulai menyebar di ruangan ini, Kawabata Mizue, sebelum menutup pintu toko, menoleh ke arah putrinya.

"Shinobu, lain kali, kau datanglah ke rumah...Bersama suamimu." dia mengatakan itu dengan suara yang lebih ramah dari biasanya.

"Dan soal yang kau katakan sebelumnya...Ada banyak yang harus kita bicarakan nanti."





x Chapter II | END x 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar