x x x
Agar mobilnya bisa memiliki posisi sejajar dengan toko, aku harus berputar di jalan sekitar. Dengan hati-hati, aku berbelok di tikungan, dan terus menuju jalan yang mengarah ke Stasiun. Di depan tanda yang bertuliskan "Membeli buku-buku tua, menyediakan jasa penilaian", aku melihat seorang wanita yang berambut panjang. Paduan pakaian musim gugur antara syal dan jaket bulu, menghiasi gaun yang menutupi tubuhnya, dan ditutup tas kanvas buatan tangan yang menggantung di bahunya.
Kuparkir mobil ini tepat di depannya, dan kujulurkan tanganku untuk membuka pintu penumpangnya.
"Maaf sudah membuatmu menunggu."
Ketika aku mengatakannya, dia yang sedang berusaha untuk masuk ke dalam mobil, tertegun sejenak. Dengan gugup, dia melipat kruknya, memakai sabuk pengaman, dan memegangi tas yang berada di pangkuannya.
"Sudah siap untuk pergi?" kunaikkan nada suaraku, tampaknya rasa gugupku ini semakin sulit untuk kukontrol.
"Ya...Ayo kita pergi."
Kuturunkan rem tangan mobil ini dan dengan perlahan mulai menjalankan mobilnya.
Ketika hendak melewati gerbang dari Kuil Engaku, kami disuguhi pemandangan musim gugur. Banyak sekali kerumunan para turis paruh baya di jalanan, membuat macet mobil-mobil yang hendak melintas ini adalah pemandangan yang lumrah ketika tiba musim liburan di Kamakura.
"Ini kunjungan kita yang pertama, benar tidak?" kata Shinokawa.
"Apa maksudmu?"
"Pergi bersama seperti ini."
Akupun terdiam untuk sejenak. Dia memang benar. Kita sangat jarang pergi keluar dari toko berduaan seperti ini.
Meski begitu, itu tidak membuat diriku tersipu malu ketika membayangkan itu.
"Mungkin ke depannya nanti kau akan pergi sendirian. Tapi tidak dalam waktu dekat, tapi tolong belajar dan memperhatikan tentang apa saja yang harus kaulakukan."
"Oke." akupun mengangguk.
Meski tampilan kami seperti ini, sebenarnya ini bukanlah kencan atau sejenisnya. Kami sebenarnya sedang berada di mobil box yang sehari-harinya mengisi tempat parkir di Toko Buku Antik Biblia. Kursi bagian belakangnya sengaja dilipat agar bisa membawa barang-barang bawaan kami yang sangat besar.
"Tujuan kita adalah Onarimachi, benar tidak?"
"Benar. Rumahnya cukup besar. Dan kudengar mereka punya perpustakaan pribadi.
Onarimachi adalah nama kompleks pemukiman yang dekat dengan Stasiun Kamakura. Kami menuju kesana dalam rangka perjalanan bisnis untuk membeli buku dan ini merupakan salah wujud dari program "Mendatangi penjual" yang kita adakan.
Setelah melewati persimpangan rel kereta api, aku mulai mempercepat laju kendaraannya karena sudah mulai masuk ke area jalan raya. Ketika mulai masuk area tanjakan bukit, mobil kami berada di belakang sebuah bus yang berwarna orange.
"Apa kau pernah datang ke rumah ini sebelumnya?"
Akupun tertegun untuk sejenak.
"Well...Karena dulunya kami pernah sekelas, jadi..."
Ini bukanlah sebuah kebohongan. Aku mendapatkan request dari teman sekelasku ketika SMA yang ingin menjual beberapa buku koleksi pribadinya ke kita. Karena itulah, kita sekarang menuju ke rumahnya.
Masalahnya, situasinya jauh lebih kompleks dari itu, dan itu membuat kami berdua menjadi gugup.
Semua ini bermula pada dua hari yang lalu.
Ada tempat perbelanjaan kecil di dekat Stasiun Ofune yang berdiri sejak lama. Area perbelanjaan ini berada di ujung jalan, dan toko-tokonya dipenuhi oleh para pembeli di sore ini. Barang-barang mereka sampai tumpah-ruah di jalanan, membuat macet dan mustahil para pejalan kaki disini bisa keluar tanpa menyentuh apapun.
Banyak sekali toko yang menjual makanan segar dan kebutuhan sehari-hari, tapi ketika kau semakin jauh dari Stasiun, maka pemandangan bar-bar yang menjual minuman beralkohol menjadi sebuah hal yang lumrah disini. Ketika hari beranjak petang, lampu-lampu di area ini mulai menyala sebagai pertanda bisnis dimulai, satu persatu. Para karyawan pulang dari tempat kerja dan orang-orang dari area sekitar mulai berkumpul disini.
Ini semua bermulai ketika aku sedang minum-minum di salah satu bar itu. Snack-snack seafood yang murah mulai membanjiri meja kami. Hari itu, aku sedang mengobrol dengan teman semasa SMA-ku.
"Apa kau masih kerja disana? Itu loh, Toko Buku Bekas yang itu?"
Sawamoto, temanku kali ini, mengatakan itu ketika birnya tiba, dan membuka percakapan kami saat itu. Hanya sedikit orang yang bisa sekelas denganku selama tiga tahun berturut-turut di SMA, dan pria di depanku ini adalah salah satunya.
"Karena ada sesuatu, aku berhenti kerja disana. Tapi banyak hal terjadi setelahnya dan akupun kembali lagi bekerja disana."
"Hm? Dulu waktu terakhir kita bertemu, katamu kau cuma punya satu harapan, dan itupun interview dengan perusahaan makanan yang berada di Saitama."
Akupun menggelengkan kepalaku. Diapun tersenyum untuk mencairkan suasananya, mungkin dia menebak-nebak apa yang sebenarnya terjadi.
"Well, aku senang ternyata masih ada teman yang bisa kuajak untuk minum-minum. Tidak banyak orang yang mau diajak minum-minum selain dirimu."
Dengan santainya, Sawamoto meminum bir di gelasnya.
Selain kuat minum-minum, gaya berpakaiannya yang terlihat seperti turis ini benar-benar membuatku kesal. Sawamoto ini berasal dari keluarga nelayan. Dia dulunya kapten dari Klub Kendo, memberikan kesan sebagai kakak yang bisa diandalkan bagi junior-juniornya di SMA.
Dia dulunya gagal dalam Kejuaraan Nasional, tapi lulus dalam ujian masuk universitas. Setelah lulus, dia memutuskan untuk bekerja di perusahaan elektronik milik asing.
"Kalau kau ada di toko itu, maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kalau tidak salah, ada masalah disana, benar tidak? Kudengar pemiliknya diserang oleh stalker."
Mataku-pun terbuka lebar-lebar.
"Kau ternyata tahu banyak juga."
Tepatnya, si Stalker ini tidak mengejar Shinokawa Shioriko. Yang dia kejar adalah buku dari Dazai Osamu yang dimiliki olehnya. Si Stalker, Tanaka Toshio, ditangkap, dan karena insiden itu, namanya diberitakan oleh media-media.
Harusnya tidak ada yang tahu keterlibatan Shioriko dan Tokonya dalam insiden itu.
"Itu kan kejadian yang terjadi di kota kelahiranku. Bukankah normal kalau aku setidaknya tahu soal gosip itu?" Sawamoto mengatakan itu dengan keras.
"Jadi, apa yang terjadi dengan pelakunya?"
"Pengadilannya masih berjalan, tapi tampaknya dia sendiri sedang ada di penjara saat ini."
Kira-kira dia akan dikenai hukuman selama berapa tahun? Tentunya, kasus semacam itu tidak akan membuatnya terkena hukuman mati atau seumur hidup, dan itu artinya aku tidak bisa menyepelekan fakta kalau Tanaka akan berusaha mendekati Shinokawa lagi.
"Jadi benar ya kau berpacaran dengan pemilik tokonya? Pastinya dia cukup cantik ya?"
Akupun tertegun sejenak dan menaruh gelasku. Apa hal semacam itu juga termasuk yang dibicarakan dalam gosip itu? Tidak, sepertinya itu gara-gara jaringan informasi dari Sawamoto yang sangat luas.
"Aku sebenarnya tidak sedang berpacaran dengannya, aku hanya bekerja di tokonya."
"Itu aneh loh...Yang kudengar itu, katanya kau itu menembaknya setelah berhasil menangkap si pelaku..."
"Itu gosip ngawur, aku tidak menembaknya, hanya saja buku..."
"Buku...?"
"Ah sudahlah."
Sebenarnya itu adalah cerita tentang bagaimana dia memberikan bukunya kepadaku sebagai upaya agar hubungan kita kembali seperti dulu, tapi kurasa menjelaskan hal-hal semacam itu kepadanya adalah hal yang sulit.
"Tapi kau jelas ada disana bukan sekedar untuk kerja paruh waktu, benar tidak? Pasti ada apa-apanya."
"...Wah, aku juga ingin tahu seperti apa 'apa-apanya' yang kau maksud itu."
Dia adalah gadis yang sangat jarang berbicara selain tentang buku. Aku sendiri tidak tahu sedekat apa kami berdua, dan tidak tahu bagaimana aku bisa mengenalnya lebih jauh lagi. Aku belum pernah bertemu gadis yang seperti dirinya. Sawamoto lalu menyatukan kedua alisnya. Sepertinya, ada sesuatu yang mengganjalnya.
"Ada apa?"
"Sebulan lalu, aku mengobrol tentangmu dengan seseorang. Aku bilang kalau kau sekarang kerja di Toko Buku Bekas, dan aku juga bilang kalau kau sudah punya pacar."
"Memangnya kau mengobrol dengan siapa waktu itu?"
"Si Kousaka."
Ketika tanganku sedang berusaha mengambil kacang, mendengar nama itu disebut, tiba-tiba tanganku terhenti.
Kousaka Akiho. Selain Sawamoto, gadis itu adalah satu-satunya orang yang pernah tiga tahun berturut-turut sekelas denganku di SMA.
"Kau masih kontak dengannya setelah lulus SMA?"
"Kadang aku menelpon dan mengiriminya SMS."
Banyak sekali pertanyaan yang mulai muncul di kepalaku. Ketika aku hendak membuka mulutku, seorang pelayan mulai mengisi ulang bir di mejaku dan membawakan ikan mackarel goreng ke meja kami. Sawamoto lalu mengetuk-ngetuk meja dengan jarinya seperti memikirkan sesuatu.
"Benar juga. Aku kemarin menerima email darinya. Katanya, ada kerabatnya yang baru saja meninggal, jadi dia pulang ke kota ini."
Sawamoto lalu memakan ikan goreng itu dan meminum birnya.
"Dia bilang mungkin akan mampir kesini ketika aku memberitahunya kalau aku akan minum-minum denganmu hari ini."
"Ehh..."
Sumpitku hampir jatuh. Wajahku pasti menunjukkan raut wajah yang tidak menyenangkan.
"Apa ada sesuatu?"
"Bukannya ada sesuatu, tapi..."
Hatiku tidak siap untuk ini. Sudah tiga tahun, tidak, mungkin empat tahun sejak pertemuan terakhir kami. Tapi aku merasa sudah 10 tahun terlewati.
Well, tapi itu tidak berarti dia 100% akan datang. Mungkin saja dia masih sibuk dengan pemakaman kerabatnya...Ketika aku berusaha meyakinkan diriku tentang itu, terjadilah
"Kalau tidak ada sesuatu, lalu ada apa?"
Tiba-tiba aku memalingkan wajahku ke asal suara itu, dan disana ada seorang wanita kurus yang sedang berdiri. Dress biru dan mantel beige yang dipakainya memang mengesankan kalau dia sedang ada urusan formal dengan sanak keluarganya disini. Rambutnya yang sebahu tampak berkibar, dan dia memakai make-up yang tipis.
"Daisuke, sudah lama sekali."
Kousaka Akiho tersenyum lebar sambil menunjukkan deretan giginya. Caranya tersenyum yang seperti itu, benar-benar tidak berubah sejak dulu.
x Chapter II Part 1 | END x
Tidak ada komentar:
Posting Komentar