x x x
Mengatur
pertemuan antara Kosuga Yui dengan Shinokawa ternyata memakan waktu beberapa
hari. Kita memang merasa kalau menghubungi langsung Yui akan menjadi cara yang
efektif, tapi karena dia sendiri tidak memiliki komputer atau HP, kami harus
meminta bantuan kakaknya, Nao, sebagai mediator. Meminta Nao untuk melakukannya
juga memperlambat prosesnya.
Dia curiga kalau kami ini lebih tertarik ke
isi laporannya daripada bagaimana mempengaruhi kedua orangtuanya.
“Apa
sih yang Shinokawa mau bicarakan!? Jelaskan kepadaku dengan detail!”
Meski dia menekanku seperti itu, aku sendiri tidak tahu harus menjawab
apa. Aku hanya terus mengulang-ulang kalimat “Shinokawa itu mau berbicara empat
mata dengan Yui”.
“Ya
udah kalau gitu, gue ikut juga.”
Ada sesuatu yang kusadari dari cara Nao bersikap sejak tadi. Dia sama
sekali tidak memberitahu kami megenai reaksi adiknya tentang hal ini. Mungkin,
Yui tidak akan senang kalau tahu kakaknya sedang melakukan sesuatu demi
dirinya.
“Bisa tidak kau bantu aku dengan menanyakan permintaan kami tadi ke Yui?
Tanya juga kepadanya apa dia butuh jemputan untuk mengantarnya ke toko.”
Tidak lama kemudian, kami menerima kabar dari
Kosuga Yui. Dia berkata kalau dia bersedia bertemu empat mata dengan Shinokawa.
Pertemuan dengan Yui terjadi di pagi hari,
sebelum toko dibuka. Sepertinya dia tahu dimana letak Toko Buku Antik Biblia.
Aku dan Shinokawa mengerjakan pekerjaan kami untuk persiapan membuka toko
dengan tempo yang lebih cepat, semua demi menyambut kedatangan tamu kami.
Di lokasi yang disetujui untuk berbicara,
akan ada tempat bagiku untuk berada disana. Nao memintaku untuk duduk disana
dan memperhatikan jalannya pertemuan.
“Yui bilang setuju untuk datang
sendiri, tapi aku sendiri masih merasa khawatir. Bisa tidak kau temani dia,
hanya untuk jaga-jaga saja?”
Dia
sepertinya memiliki gambaran tentang apa yang akan terjadi. Ada kemungkinan
kalau ini tidak akan menjadi pembicaraan yang menyenangkan. Suasana semacam ini
mengingatkan sebuah kejadian yang terjadi di masa lalu, dimana Kosuga diminta
untuk datang dan bertemu Shinokawa untuk mempertanyakan buku yang dia curi.
Shinokawa sendiri agak keberatan dengan
kehadiranku disana, tapi setelah Yui mengatakan tidak masalah, dia lalu
memperbolehkanku untuk tetap disini.
“Kalau kupikir-pikir lagi, dia mau datang
sepagi ini dan berada di hari kerja, apa sekolahnya libur?”
Aku
menanyakan itu ke Shinokawa sambil melihat jam dinding. Kupikir Yui bukan tipe
orang yang mau membolos demi datang kesini.
“Mungkin, itu adalah libur yang terjadi
karena kompensasi event sekolah yang harus dihadiri siswa di akhir pekan.”
Dia menjawab itu dengan cepat dan akupun
mengangguk. Meski begitu, aku sendiri masih kurang yakin dengan jawabannya.
“Kau tahu dari mana?”
“Aku ini alumni sekolahnya.”
Ini pertamakali bagiku untuk mendengar hal
ini. Tapi, dia yang pergi ke sekolah khusus perempuan memang menjelaskan
beberapa hal. Misalnya mengapa dia tidak sadar kalau sedari tadi ada pria yang
menatapnya di area tertentu. Seperti hari ini dia memakai kaos rajutan dengan
warna yang tidak mencolok, dan model leher berbentuk V – tapi, tidak, oke cukup
sampai disitu.
“Apa kau juga kuliah di kampus khusus wanita
juga? Misalnya universitas wanita agama blahblahblah?”
“Hah? Kau tahu dari mana!?” kedua pupil mata
di balik kacamatanya tampak membesar ketika mengatakannya.
“Nah, hanya dugaan yang tak beralasan saja.”
Hanya itu yang bisa kukatakan ketika
menatapnya. Sifatnya yang seperti itu pasti karena sudah terbiasa sejak lama
berada di tempat yang hanya berisikan para gadis.
“Begitu ya...Aku memang pergi ke SD yang multi-gender. Tapi sekolah setelah itu,
aku masuk ke sekolah yang khusus untuk para gadis...”
Aku mengangguk mendengar penjelasannya.
Sebenarnya aku ingin mendengar lebih jauh tentang masa lalunya, tapi percakapan
kami dipotong oleh suara dari pintu kaca yang terbuka.
Seorang gadis dengan rambut model ponitail
dan kacamata ber-frame metal memasuki
toko. Dia memakai jaket denim berwarna putih yang menyelimuti dress putih
kotak-kotak. Rambutnya diikat oleh gelang karet. Meski berpakaian casual, tampilannya itu memang
menggambarkan tampilan umum para siswi di sekolah itu jika ada aktivitas luar
sekolah.
“Aku sudah ada disini, seperti kata kakakku,”
kata Kosuga Yui.
Dia mengatakan itu dengan nada yang formal.
Tampilannya yang seperti itu memang tidak mirip dengan kakaknya.
“Se-Selamat datang...Silakan masuk...”
Shinokawa yang duduk di belakang meja kasir,
meminta Yui untuk masuk dengan nada yang gugup. Tampaknya, anak SMP ini sudah
membuatnya gugup. Serius ini, dia harusnya bisa membatasi rasa gugupnya itu
jika berada di sekitar orang asing.
Yui lalu masuk ke dalam toko, dan menutup
pintunya. Aku sendiri mulai pindah ke pinggir dan bersandar di rak kaca.
Kupikir ini hanyalah pembicaraan antara mereka berdua saja.
“Namaku Kosuga Yui.”
“Terima kasih...Sudah repot-repot datang ke
sini...”
Pembicaraan yang sopan dan lembut ini tampaknya mulai melangkah di jalan yang salah.
Shinokawa, sang orang dewasa, lupa untuk memperkenalkan dirinya.
“Ada perlu apa memanggilku kesini?”
Yui lalu menghentikan langkahnya dan melihat
kami dengan dingin, diapun menyilangkan lengannya. Dia mungkin memiliki
tampilan yang berbeda dengan kakaknya, tapi sifatnya yang keras itu memang
mirip.
“Aku tidak ingin lama-lama disini.”
“Begitu ya...Umm...”
“Kalian ini hanya seenaknya sendiri melakukan
ini dan itu, padahal sapa juga yang
meminta bantuan kalian.”
Kamipun kembali fokus ke topiknya karena
merasa tersindir olehnya.
“Kalian ingin membicarakan tentang buku itu?
Kalian bahkan tidak tahu apa-apa.”
Yui tampaknya ingin menunjukkan perasaannya
yang merasa terganggu oleh ulah
kakaknya yang meminta keterlibatan kita. Jarak diantara mereka berdua ternyata
jauh lebih terasa dari yang kita duga. Tidak, mungkin ini hanya kekesalan
sesaat saja.
“Bukankah si Nao melakukan itu demi dirimu
juga?”
“Aku tidak memintanya untuk melakukan itu.
Aku tidak masalah dengan sikap orangtuaku yang memeriksa setiap buku milikku.
Tapi melihat mereka ribut-ribut terus
tiap hari malah membuatku kesal sendiri.”
Dia seperti hendak mengatakan kalau segala
upaya yang dilakukan oleh kakaknya itu adalah hal yang sia-sia.
“Apa kau menulis buku laporan ini sendiri, di
rumahmu?”
“Benar.”
Yui tampak terkejut melihat sikap Shinokawa
yang tiba-tiba berubah, tapi dia menjawab pertanyaannya dengan segera.
“Aku biasanya mengerjakan PR-ku di rumah.”
“Apa kau sering menggunakan perpustakaan
sekolah?”
“Tidak...Menyentuh buku yang pernah dipakai
orang lain...Membuatku merasa tidak nyaman.”
Yui mengatakan itu sambil melirik rak buku
yang berada di sebelah kirinya. Kata-katanya tampak menyindir Toko Buku Antik. Dari
luar dia mungkin terlihat seperti gadis penurut yang lembah lembut, tapi dia
ternyata berani sekali.
“Kalau begitu, itu artinya kau juga tidak
pernah meminjam buku dari teman-temanmu?”
“Tidak. Teman-temanku tidak ada yang hobi
membaca.”
“Bagaimana dengan keluargamu?”
Dia lalu terdiam sejenak.
“Aku tidak masalah meminjam buku dari
keluargaku...Tapi itu sangat jarang sekali. Keluargaku tidak punya minat untuk
membaca buku. Biasanya yang mereka baca hanyalah sekedar majalah, itu saja.”
Kurasa itu tidaklah benar. Kakaknya, Nao,
belakangan ini sering meminjam dan membaca buku milik Shida. Sepertinya dia
tidak menganggap kakaknya sebagai orang yang menyukai buku.
“Begitukah? Begitu ya...”
“Apa kita sudah selesai? Aku ada perlu
sesudah ini.”
“Maaf ya, aku masih punya satu pertanyaan
lagi untukmu.” Shinokawa menaikkan jari telunjuknya.
“Bagaimana caramu menulis review di buku
laporan itu?”
Tiba-tiba, suasana di ruangan ini menjadi
sunyi. Sekali lagi, Kosuga Yui tampaknya tidak mengerti inti dari pertanyaannya
tadi, tapi kedua matanya tiba-tiba membesar.
“...Tentunya dengan berdasarkan apa yang
kubaca dari buku itu. Bukankah yang ada di meja sana adalah buku milikku, benar
tidak? Itu buku yang aku baca.”
Dia menunjuk ke arah meja kasir. Di atas
meja, memang ada buku A Clockwork Orange
yang dipinjamkan oleh Nao.
“Novel ini punya dua ending yang berbeda.
Edisi yang tidak lengkap, berakhir ketika Alex merasa terbebas dari aktivitas cuci otak. Dan edisi yang lengkap, Alex
memutuskan untuk mengubah dirinya untuk menjadi lebih baik. Kalau kau
benar-benar membaca edisi yang lengkap, kenapa kau malah menulis review tentang
ending edisi yang tidak lengkap?”
Shinokawa akhirnya membahas permasalahan
intinya. Kalau melihat keseriusan pertanyaannya tadi, harusnya Yui merasakan
sedikit ketakutan atau sejenisnya. Tapi, dia malah terlihat tenang-tenang saja.
Dia terlihat seperti orang dewasa, dan
tersenyum dengan santainya sebelum menjawabnya.
“Chapter terakhirnya tidak begitu menarik,
jadi kuputuskan untuk tidak mempedulikannya. Apa kau tidak merasa aneh kalau
Alex tiba-tiba langsung berubah menjadi orang baik? Ending dimana Alex
mendengarkan lagu Beethoven jauh lebih keren.”
Penjelasannya cukup logis, tapi aku merasa
ada yang janggal dari kata-katanya tadi. Alasannya itu terdengar seperti
sesuatu yang baru saja terpikirkan setelah mendengarkan penjelasan tentang
chapter terakhirnya.
“Oh, ini sangat cakep dan mantab. Kalau ngomongin
musik klasik, gue seperti sedang nge-fly dan bodo amat apa kata orang, mengukir
nama gue di dunia yang udah teler seperti ini dengan bacotan khas gue. Dan
masih ada gerakan lambat dan nyanyian indah yang akan datang sebentar lagi.”
Shinokawa mengatakan sebuah quote dari buku tersebut dan tersenyum
ke Kosuga Yui.
“Aku setuju kalau itu akan menjadi ending
yang bagus. Bahkan aku merasakan sensasi itu ketika pertamakali membaca buku
itu dan berpikir kalau cerita novelnya sangat luar biasa.”
“Benar kan,
karena itulah dalam buku laporanku...”
“ tapi kau tidak membacanya sampai sejauh
itu, benar kan?”
“Eh?”
Orang yang mengatakan itu barusan adalah
diriku. Kosuga Yui sendiri hanya bisa menggerutu.
“Bukan begitu. Aku benar-benar membaca buku
itu sampai habis.”
“Benarkah?”
“Benar. Kau bilang kalau aku tidak membaca
bukunya, lalu mana buktinya?”
Kosuga Yui tidak berpikir kalau Shinokawa
bisa membuktikannya. Tapi, Shinokawa menanggapinya dengan tenang dan memegang
buku A Clockwork Orange yang
sebelumnya di atas meja dan menunjukkannya ke Kosuga Yui.
“Bisakah kau periksa sebentar buku ini, beberapa
halaman di awal buku? Tidak masalah jika kau hanya sekedar membuka halamannya
asal-asalan...Silakan, coba saja.”
Nada Shinokawa barusan mengindikasikan kalau
dia tidak menerima penolakan, sedang Yui sendiri tampak komplain menanggapinya.
Yui lalu mengambil buku itu dari tangan
Shinokawa dan membuka halamannya. Tiba-tiba gerakannya terhenti. Ada sebuah
slip berwarna pink di halaman tersebut, dan di halaman lainnya ada pula slip
pink yang serupa. Dia lalu menarik keluar slip pink tersebut.
“Apa kau bisa membaca buku itu tanpa menarik
keluar slip itu?”
Jari-jari gadis itu tiba-tiba terhenti.
Aku akhirnya paham. Dia pasti tidak akan bisa
membaca halamannya tanpa menarik keluar slip itu. Mungkin tidak banyak orang di
luar sana yang akan menaruh kembali slip itu setelah menariknya keluar.
Jadi ini yang Shinokawa maksud ketika dia
mengatakan kalau dia menemukan satu hal lagi dari fakta slip ini. Dia tahu
apakah si pemilik buku ini sudah membacanya atau tidak.
“Kau tidak membaca sampai habis buku ini.
Alasan mengapa kau tidak menyadari kalau ending reviewmu tidak sama dengan
ending buku milikmu adalah karena kau tidak membacanya sampai habis. Meski
begitu, kau masih bisa menulis review dalam buku laporanmu, sehingga ini hanya
menyisakan satu kesimpulan.”
Shinokawa menarik napasnya dalam-dalam dan
mengatakannya dengan datar.
“Kau menyalin review yang ditulis oleh orang
lain.”
x Chapter I Part 5 | END x
Tidak ada komentar:
Posting Komentar