Rabu, 27 November 2019

[ TRANSLATE ] Oregairu Vol.14 : Prelude I







Sebenarnya, pesan yang hendak kukirim ini hanya membutuhkan beberapa kata saja. Meski begitu, waktu yang dibutuhkan untuk mencari kata-kata tersebut ternyata jauh lebih lama dari yang kubayangkan.


Itulah yang sedang terjadi padaku, berdiri di tengah keramaian orang yang lalu-lalang di depan Stasiun. Sedang matahari sudah tenggelam dan cuaca mulai dingin, membuat jari-jariku terasa kaku dan kedinginan.

Kugenggam erat handphone yang berada di genggamanku ini. Kalau waktunya benar, maka sudah satu jam dan lima belas menit berlalu sejak aku pulang dari sekolah. Sedari tadi, kedua mataku terus memperhatikan layar handphone tersebut. Tanpa kusadari, desahan napas yang berat selalu keluar mengiringi pergantian menit yang terjadi di layar tersebut.

Tidak lama kemudian, lampu-lampu jalanan dan pertokoan mulai menyala dengan terangnya, seperti menandai menghilangnya para siswa-siswa yang berseragam, dan diganti oleh mulai padatnya orang-orang yang berseragam kantoran.

Kugerakkan jari-jariku yang kaku itu dan mulai menjelajah layar handphoneku, memilih dengan hati-hati tiap kata yang tersedia, dan memastikan kalau itulah kata-kata yang hendak kupilih. Setelah itu, jariku menekan ikon “kirim” dengan tekanan yang lemah, saking lemahnya aku sendiri masih bertanya-tanya apakah sudah kutekan atau tidak, dan pikiranku mulai berpikir kalau pesannya tidak terkirim sama sekali.

Tapi isi dari pesan yang kukirim mulai muncul, hanya terdiri dari beberapa kata saja, yaitu “Bisakah kita bertemu?”. Hanya tiga kata tersebut. Tapi aku yakin dia kurang lebih bisa paham maksudku.

Kulihat terus pesan yang kata-katanya saja butuh waktu lama tersebut. Kutunggu sampai semenit, dua menit, dan tidak ada perubahan apapun di layar.

Kuingat kembali tutorial “mengirim ulang pesan”. Meski jari-jariku mulai bergerak kembali, namun tidak ada satupun dari jari-jari tersebut yang menyentuh layar. Kalau tidak salah, penerima pesan pasti tahu kalau pesan tersebut dikirim ulang. Biasanya, dia kalau melihat pesan seperti itu, akan langsung menghubungiku. Mau dikirim ulang atau tidak, kurang lebih akan berujung pada hasil yang sama.

Ketika pikiran-pikiran tersebut mulai berkecamuk di kepalaku, tiba-tiba ada sesuatu di layar handphoneku, ada tanda kalau pesanku sudah dibaca oleh penerima. Beberapa detik kemudian, muncul balasan darinya. Isi pesannya adalah dia sedang dalam perjalanan kemari, tanpa menanyakan apa alasanku, posisiku dimana, atau sejenisnya. Entah mengapa aku mulai tersenyum sendiri, membaca pesan balasannya tersebut membuatku membayangkan sikapnya yang selalu ceria. Lalu kubalas pesannya dengan memberitahu posisiku saat ini yang tidak terlalu jauh dari rumahnya, jarak yang harusnya tidak terlalu jauh untuk didatangi olehnya.

Sambil menunggunya, akupun memejamkan kedua mataku sejenak, sambil mendengarkan situasi di sekitarku : Suara dedaunan, suara bel dari kereta, suara mobil, pusat kuliner Izakaya, suara background dari mall, suara dari orang yang sedang berjalan, dan suara lampu pedestrian. Diantara suara-suara tersebut, ada suara yang familiar dan membuatku merasa lega. Tidak lama kemudian, aku bisa mendengar suara langkah kakinya. Suara ringan dan berisik seperti polka dance, yang berubah menjadi suara sirene waltz, dan akhirnya suara tersebut berhenti.

Sekarang, apa yang harusnya kukatakan kepadanya? Seberapa banyak hal-hal yang harus kubicarakan dengannya? Kubuka kedua mataku secara perlahan, dan aku melihat dirinya yang sedang berdiri di depanku. Dia memakai mantel tebal dengan model bahu rajutan terbuka dan celana jeans. Meski tampilannya terlihat campur-aduk, tapi itu benar-benar cocok untuk karakternya yang enerjik. Selain itu, muffler yang dipakainya mengesankan kalau dia orang yang hangat. Aku percaya kalau dia memang orang yang hangat dan mempesona.

“Sore.”

Dia tersenyum mendengar sapaanku, dan mengangguk, membuat rambutnya yang diikat dengan model sanggul, mengibas. Sepertinya dia habis berlari terburu-buru karena napasnya yang tersengal-sengal. Meski dia sudah merespon sapaanku, dia belum membalas balik kata-kataku seperti  belum menemukan kata-kata yang tepat untuk diucapkan olehnya. Lalu, dia mulai menunjukkan seluruh wajahnya, dengan membuka mufflernya.

Melihatnya yang seperti ini, membuatku sadar kalau musim ini telah berakhir.


x Prelude I | END x






14 komentar:

  1. Terimakasih untuk penulis sekaligus blog site ownernya "Aoi"
    Terus terang saya sangat menghormati blog translate ini, terimakasih atas kerja kerasnya, semoga selalu dimudahkan dalam segala urusan ya
    - masih jam kerja dan mencuri waktu mengunjungi zcaoi, dan kaget karena ada post baru

    BalasHapus
  2. lha pak kok langsung vol 14 yang vol 12 13 aja belom

    BalasHapus
    Balasan
    1. vol 12 dan 13 dibaca makin puyeng, nunggu terjemahan bagus dl deh.

      Hapus
  3. Lanjutkan translatenya Min, sehat terus

    BalasHapus
  4. Wihh langsung vol 14, ga sabar nunggu chapter 7 wkwk.. meskipun gua udh baca spoilernya, tapi dengan tulisan admin Aoi pasti bakal jadi lebih bagus lagi hehehe..

    BalasHapus
  5. Is back !! Lanjutkan min ditunggu !!

    BalasHapus
  6. Yang kutunggu�� Terima kasih. Semoga sehat selalu.

    BalasHapus
  7. Saya doain sehat selalu untuk teranslate nya.

    BalasHapus
  8. Terima kasih sudah update lagi. Semoga sehat selalu.

    BalasHapus
  9. Ada di blog sebelah dia udah tranlate vol 12 di chap 3 Ama 4 udh full..
    Cuman yah gitu kualitas tranlate nya..maklum ajjh kita harus akui kerja kerasnya dari bahsa sepanyol ke Inggris lalu Indonesia..wow

    BalasHapus
  10. akhirnya ketemu jg yg trnslate vol 14 .sankyu min semangat

    BalasHapus