Isshiki berjalan menuju ruang acara Malam Perpisahan,
yaitu Gymnasium sekolah, bersama kami. Lantai gymnasium tampak berwarna orange
karena disinari cahaya matahari sore. Area yang terasa sedikit hangat berada di
bagian belakang yang merupakan ruangan terbuka.
Kulihat dekorasi acaranya, sepertinya berjalan lancar,
ada juga hiasan yang terbuat dari balon, bunga, dan bola disko yang sengaja
dipasang agar interiornya nanti tampak semarak. Beberapa waktu yang lalu, area
gym ini memancarkan kesan formalitas dan tegang karena dipakai untuk menggelar
upacara kelulusan, tapi sekarang, terasa semarak festival sejauh mata
memandang.
Ada satu orang yang berdiri di tengah interior festival
yang luar biasa ini, hanya ada satu tempat dimana formalitas masih tersisa,
yaitu tempat dimana Yukinoshita Yukino berdiri saat ini. Dia sedang rapat
dengan para vendor yang memakai seragam kerja. Isshiki hanya melihat dari
kejauhan dan menunggu rapat tersebut selesai sebelum meninggalkan kami disini.
“Yukino-senpai! Sebentar lagi sudah waktunya.”
Yukinoshita lalu membungkuk ke para vendor tersebut
setelah menyadari kehadiran Isshiki dan mulai bergegas menuju dirinya.
Tiba-tiba, dia berhenti.
“Hikigaya-kun...”
Dia tampak meremas kerah blazernya, seperti hendak
mengatakan sesuatu, namun dia hanya bisa menelan kata-katanya tersebut. Alis
matanya tampak mengkerut, dan tatapan matanya yang agak ke bawah itu seperti
bertanya mengapa aku ada disini.
Mungkin, akan lebih baik jika aku beralasan sesuatu
kepadanya, Sayangnya, aku sedang tidak memiliki alasan saat ini. Lagipula,
tidak ada gunanya aku memaksakan alasanku kepadanya, begitu pula dirinya.
Awalnya, aku berhasil memberi tanggung jawab event ini ke orang lain, tapi
akhirnya tetap begini, berada di tempat ini secara kebetulan. Karena aku tidak
bisa meresponnya, aku hanya terdiam dan mengangguk saja ketika kedua tatapan
mata kami bertemu.
“Hei, Yukinon! Kami disini ingin membantu!”
Yuigahama maju ke depan ketika kami berdua hanya berdiri
terdiam.
Lalu, Yukinoshita membungkuk.
“Begitu ya...Maaf sudah merepotkan.”
“Tidak masalah! Jangan khawatir soal itu! Aku memang
berencana untuk membantu.” kata Yuigahama dengan nada ceria.
“Terimakasih.”
Akhirnya, dia tersenyum lagi.
Ketika aku hendak membuka mulutku, karena aku merasa
perlu untuk mengatakan sesuatu, tapi Isshiki menepuk bahuku.
“Memang akan lebih bagus kalau ada lagi yang mau
membantu. Terimakasih Senpai sudah mau datang.”
Meski kata-kata Isshiki terkesan datar, aku tahu kalau
dia sebenarnya hanya berusaha membuat situasinya semakin tegang. Keputusannya
untuk memotong kata-kata yang hendak kuucapkan tadi adalah bukti kalau dia
mengutamakan selesainya pekerjaan persiapan event terlebih dahulu.
“Ngomong-ngomong, ayo kita mulai rapatnya.”
Setelah semuanya mendapatkan salinan pekerjaan, Isshiki
mengeluarkan pena dari kantongnya dan memulai rapat ini.
“Yukino-senpai akan menjadi supervisi event ini, dan aku
akan menjadi MC dan operator sound. Wakil Ketua OSIS akan menangani penerangan
panggung, sementara Sekretaris-chan akan menangani seksi konsumsi. Member Klub
Sepakbola akan menjadi tenaga pembantu, tentunya Klub lainnya akan mengirimkan
tenaga pembantu untuk event ini.”
Separuh penjelasan Isshiki masuk dan keluar dari telinga
orang-orang yang sedang rapat ini, sementara diriku berdiri sambil mengamati
sekitarku. Memang benar, aku melihat beberapa wajah diluar Pengurus OSIS SMA
Sobu. Dengan adanya bantuan dari Hayama, dimana dia menjabat sebagai Ketua Umum
Perkumpulan Ketua Klub Olahraga SMA Sobu, maka bantuan tenaga untuk membantu
persiapan event bisa disediakan dengan mudah.
Dengan begini, Yukinoshita dan para Pengurus OSIS bisa
fokus dengan pekerjaan utama mereka sebagai kepala tiap bagian dari event.
Ternyata perencanaannya bisa sedetail itu.
Isshiki lalu menambahkan.
“Oh, untuk bagian kostumnya, kita akan dibantu oleh orang
yang cukup menakutkan.”
Siapa? Kawasaki? Dia memang terlihat seperti member
organisasi kriminal atau sejenisnya. Kawasaki sendiri menurutku orang yang
baik...Akupun berdiri sambil memasang ekspresi terkejutku.
Lalu, Isshiki membuat catatan kecil di kertas yang
dipegangnya. Setelah itu, dia menatap ke arah Yukinoshita.
“Kita akan memberikan pekerjaan apa ke mereka berdua?”
Yukinoshita lalu memegangi dagunya, dan berpikir.
“Kita bisa meminta bantuan mereka untuk bagian
resepsionis, sound, atau lighting.”
“Aku yang akan menangani resepsionisnya. Kita tidak bisa
memberikan pekerjaan semacam itu ke Hikki...”
Yuigahama menaikkan tangannya dan menawarkan diri, meski
suaranya sudah menghilang, yang menjawab hanyalah sebuah anggukan dari Isshiki.
“Memang benar.”
Bagus sekali, Gahama-san dan Irohasu, kalian berdua
memang paham betul diriku. Karena, aku juga paham diriku seperti apa, akupun
mengangguk. Tapi, Yukinoshita tidak memberikan respon, dan menatap ke arah
Yuigahama.
“Kita memprediksi kalau yang hadir akan sesuai yang
direncanakan, tapi nanti akan ada kunjungan dari orangtua siswa, jadi pastikan
untuk mendata nama mereka. Kalau ada pengunjung yang berasal dari siswa, harus
bisa menunjukkan kartu pelajarnya.”
“Kita akan menyiagakan Tobe-senpai dan beberapa tenaga
bantuan sebagai security di resepsionis, jadi jika ada masalah, mereka akan
menyelesaikannya, dan tidak lupa untuk memberi laporan kepada Yukino-senpai dan
diriku.”
“Okey dokey.”
Yuigahama tampak sigap mendengarkan instruksi Isshiki.
Tunggu dulu, peran Tobe di event ini sebagai satpam...?
Dan kau memberinya tugas untuk terus berdiri selama event berlangsung...?
“Kalau Senpai...”
“Hmm...”
Isshiki melirik ke arah Yukinoshita dan diriku.
Yukinoshita tidak mengatakan apapun setelahnya, tapi dia tampak sedang
memikirkan sesuatu. Sepertinya tidak ada peran khusus yang disiapkan untukku.
Kalau berkaca ke diskusi tadi, maka bagian sound atau lighting yang tersedia
untukku.
“Kalau seksi lighting, setahuku sistem pencahayaan di
event sudah tersusun secara sistematis, dan aku pasti akan kesulitan jika
tiba-tiba bergabung tanpa adanya pengetahuan detail tentang sistemnya.” kataku,
sambil melihat ke Isshiki.
Isshiki mengangguk.
“Benar juga. Tolong menjabat sebagai sound assistand.
Memang itu menjadi tanggung jawabku, tapi aku juga harus keluar masuk panggung
ketika event berlangsung. Kalau ada yang berjaga di bagian sound pasti akan
menjadi bantuan yang sangat berarti.”
“Oke siap. Apa ada hal tertentu yang harus kuketahui?”
“Nomor iring-iringan musik sudah tersaji di kertas acara
event yang kubagikan tadi, jadi kau tidak akan mendapatkan masalah berarti
selama memakai itu sebagai panduan. Nanti di panggung, akan dibantu dengan kode
untuk memulai pemutarannya, jadi kupikir tidak akan terjadi masalah.”
“Uh-huh, begitu ya.”
Daftar jadwal putar lagunya sudah tersaji, dan juga
lagunya sudah siap. Malahan, akan
dibantu kode dari panggung untuk pemutaran tiap lagu. Jadi, masalah utama
hanyalah satu hal, yaitu sisi teknis saja.
“Apa kau keberatan kalau kita coba putar sekali?”
Sambil mengatakan itu, aku menunjuk ke sebuah ruang
kontrol yang berada di lantai mezzanine di sebelah kananku, kalau dari panggung
berarti sebelah kiri. Dia bilang hanya butuh asisten saja, tapi apapun bisa
terjadi ketika event berlangsung. Aku berani mengatakan itu karena aku dulu
pernah terlibat hal serupa.
[note: event Natal SMA Kaihin-Sobu, disana mereka
mengadakan drama musikal dan tentunya Festival Budaya SMA Sobu]
“Oh, tentu. Mari kita lihat.” katanya, sambil menunjukkan
jalan.
Kami mengikutinyah menuju ruang kontrol. Setelah melewati
anak tangga yang remang-remang, kami masuk ke sebuah ruangan kecil. Yukinoshita
dan Yuigahama masuk ke ruangan tersebut dan melihat ke seluruh penjuru ruangan.
Ruangan ini jelas ruangan yang tidak akan dikunjungi oleh orang normal. Aku
pernah ke ruang ini ketika Festival Budaya, waktu itu aku harus cek
perlengkapan sound secara langsung, meski aku sebenarnya tidak berkesempatan
untuk mengoperasikan sound system disini.
Karena aku butuh sesuatu untuk meyakinkanku kalau
pekerjaanku kali ini berjalan lancar, aku mengamati sound mixer yang berada di
jendela kecil dekat dinding, dan hanya ditemani sebuah lampu berwarna merah
redup. Akupun duduk di depan mixer yang akan digunakan oleh Isshiki. Di atas
mixer ada sebuah kertas manual beserta list musik yang diputar. Ada plester
penanda dengan berbagai warna, menandai level volume suara yang harus diputar,
ini memang membuat mudah siswa yang mengoperasikannya. Slider fadersnya
diselimuti plester berwarna yang juga memudahkan operator. Kalau begini,
harusnya tidak ada ada masalah berarti.
“Aku akan mencoba memutar lagu disini.”
“Silakan.”
Setelah mendapatkan ijin Isshiki, akupun menekan tombol
tersebut. Kemudian, musik mulai diputar, terdengar suara musik beat yang sering
dinyanyikan Tobe. Kemudian, aku periksa satu persatu urutan lagunya apakah
sesuai dengan playlist, juga sengaja memutar ulang lagu untuk memastikan bagian
mana yang bisa diulang dan tidak. Sejauh ini, berjalan dengan baik.
Kulihat kertas list di mesin mixer ini, dan menyadari
sesuatu. Operator sound ternyata tidak hanya bertugas untuk memainkan musik
saja. Tapi juga menangani semua hal yang melibatkan suara, termasuk mic.
“Bagaimana mic-nya? Berapa yang kita perlukan, dan
bagaimana pembagiannya?”
“Huh? Oh, sebentar...” Isshiki membuka kembali kertas
yang dipegangnya.
Kemudian, Yukinoshita berbicara.
“Yang berkabel, satu akan kugunakan di sebelah kanan
panggung, satu wireless akan digunakan oleh Isshiki-san, dan satu lagi sebagai
cadangan berada di sebelah kiri panggung.” dia mengatakan itu sambil mengambil
selotip kertas dari sakunya. Kemudian dia potong menjadi tiga dan memberikannya
kepadaku.
Akupun mengambil bolpoint yang ada di atas mesin, dan
menulis “Yukinoshita”, “Isshiki”, dan “Cadangan” di selotip kertas tersebut.
Kini, setiap sound control mic sudah tertulis penggunannya.
Selanjutnya...Kubalik jadwal acara eventnya, dan akupun melihat
hal yang kurang familiar disana.
“Ini, tulisan “slideshow” tentang apa?” tanyaku, sambil
menunjuk ke bagian tulisan tersebut.
Isshiki melihat bagian yang kutunjuk.
“Oh, ini? Ini semacam kompilasi pic kelulusan siswa.
Sayangnya, masih kasar dan butuh editan yang lebih lanjut.”
“Uh-huh...”
Sepertinya detail acara sedikit berubah diluar
pengetahuanku. Kita saat ini berada di sebuah jaman dimana slideshow bisa
dibuat di HP. Memang kualitasnya masih bisa diperdebatkan, tapi setidaknya
tidak butuh banyak usaha, dan kalau itu sudah cukup membuat para tamu merasa
puas, maka itu sudah menghemat budget. Ini memang membuatku terkesan, dan
akupun mulai memberi tanda lingkaran merah di tulisan itu.
“Jadi yang bermasalah sekarang slideshownya? Jadi kita
akan pakai musik apa untuk ini?”
Kuputar kursiku, dan Isshiki tepat di depanku. Tapi,
pertanyaanku dijawab oleh orang yang di sebelahnya.
“Kami akan menggunakan musik dari komputer untuk itu.
Kami juga sudah koordinasi dengan seksi lighting untuk mensupport suasananya,
jadi yang kau perlu khawatirkan hanya proses pembesaran atau pengecilan
audionya nanti. Selama pemutaran, kami yang akan kontrol musiknya.” dia lalu
menyalakan komputer, seperti hendak melakukan demonstrasi. Kalau begitu, maka
kekhawatiranku selesai.
“Ok siap. Apa videonya diputar dalam suasana gelap?
Berapa lama?”
“Awalnya akan gelap selama 10 detik, lalu akan ada hitung
mundur selama 10 detik.”
“Bisa kita praktekkan tidak?”
“Bisa. Isshiki-san, bisakah kau mulai praktekkan sesi tersebut?”
“Huh...? Oh, oke!” Jiwa Isshiki tampak sudah kembali ke
tubuhnya karena kaget namanya disebut. Yukinoshita sendiri hanya menatapnya
dengan keheranan.
“Kau baik-baik saja?”
“Um, aku hanya berpikir bagaimana kalian berdua memang
suka berbicara banyak...” dia menatap Yuigahama untuk mencari dukungan argumen.
Yuigahama tertawa kecut.
“Well, mereka memang begitu selama ini, jadi...”
[note : ini callback volume 1 dimana Yuigahama berkata
kalau Hachiman dan Yukino jika berbincang suka berbicara panjang lebar.]
Melihat Yuigahama menggaruk-garuk sanggul rambutnya
sambil tersenyum, membuat diriku dan Yukinoshita terdiam, dan ini membuat
suasananya aneh. Kalau begini terus, maka ruang kontrol ini akan diselimuti
kesunyian. Untuk menghindari itu, akupun berbicara.
“Maafkan aku, oke? Aku memang jarang berbicara, tapi
sekali bicara, hanya untuk saat-saat seperti ini saja, jadi memang terasa
menjijikkan, oke?”
“Benar juga, tapi...”
...Serius? Irohasu, kau selama ini berpikir kalau aku
menjijikkan ketika bicara panjang lebar?
Ketika kutatap dirinya dengan serius, dia pura-pura
batuk. Kemudian, dia pura-pura sedang menggenggam mic di tangannya. Siap-siap
untuk memulai uji coba.
“Oke. Selanjutnya, kita akan menikmati slideshow. Yay!
Clap, clap, clap.”
“Setelah itu, Isshiki-san akan keluar panggung.
Pencahayaan akan mulai meredup, dan video diputar.”
Yukinoshita kemudian menjelaskan prosedurnya sambil
mengoperasikan komputer. Setelah itu, dia menekan tombol “Enter”. Sebuah layar
di panggung menyala dan menampilkan warna hitam. Sementara, aku mengecilkan
suara background panggung dan mic sementara suara dari komputer aku tingkatkan.
Kulihat panggung dari jendela kecil itu, dan mulai muncul
hitung mundur di layar tersebut. Angka-angka hitung mundur muncul di layar.
Setelah mencapai 0, sebuah lagu emosional yang biasa muncul di iklan-iklan
terdengar dan menemani slideshow. Dengan melody yang seperti itu, cocok untuk
menemani gambar tampilan para wisudawan/ wati dalam kesehariannya di sekolah.
Aku sendiri yang melihat ini, merasa kalau ini sudah
dibuat dengan cukup bagus, dan aku menyadari sesuatu. Ini pertamakalinya aku
melihat video semacam ini. Tiba-tiba, aku merasakan sesuatu yang emosional
mulai muncul di dalam diriku.
Pertanyaan muncul di kepalaku, namun Yuigahama
membisikkan kepadaku jawabannya. “Sepertinya aku pernah melihat ini
sebelumnya...”
“Well, inilah yang terjadi kalau kau menggunakan musik
yang seperti ini...”
Seperti susah untuk menyebut fenomena ini deja vu,
Isshiki, yang terlibat dalam pembuatan slideshow, merasa kesal dengan
pendapatku.
“Menurutku lebih bagus begini. Karena kami ingin
menampilkan sesuatu yang simpel, jadi kalau memang membuat orang menangis, ya
biarkan saja.”
“Bisa jadi mereka tertawa melihatnya karena menganggap
itu adalah parodi...” Yukinoshita terlihat tersenyum kecut.
Pendapat Isshiki ada benarnya. Videonya dibuat dengan
sederhana begitu saja. Hanya tampilan foto-foto siswa yang lulus dan ditambah
foto dari HP siswa. Tapi musiknya cukup membuat orang emosional, dan dijamin
akan menjadi populer di kalangan wisudawan. Aku cukup yakin mereka akan sulit
menjelaskannya dengan kata-kata kalau ditanya komentarnya.
Setelah itu, musiknya perlahan mengecil, dan video
berakhir dengan sebuah frame bertuliskan “Selamat atas kelulusannya.” dan
sejenisnya.
“Setelah video berakhir, lighting akan kembali seperti
semula, dan MC akan kembali ke atas panggung.”
Mengangguk mendengar penjelasan Yukinoshita, akupun
membuat catatan tentang durasi video di kertas catatanku.
“Kupikir aku sudah paham, harusnya bisa kukontrol dengan
baik ketika sesi ini.”
“Itu sudah menyelamatkan kita dari masalah. Ada yang
membantu kami ketika latihan resmi, tapi ketika event dimulai, kami tidak akan mendapatkan
orang itu...”
“Hmm, well, aku mungkin akan ada disini ketika event,
jadi bisa kulakukan. Apa kau tidak keberatan aku tes beberapa kontrol disini,
aku hendak mencoba beberapa hal? Mungkin memainkan beberapa lagu.”
“Silakan, bebas sampai panggung dinyatakan dibuka untuk
event.”
“Oke siap. Apakah ini artinya rapat ini sudah selesai?”
Kubalik-balik lagi kertas susunan acaranya, mencari tahu
apakah ada yang terlewatkan olehku, lalu akupun melihat ke atas. Ketika melihat
ke atas, pandangan mata Yukinoshita bertemu denganku. Meski dia memasang
senyum, entah mengapa aku merasa dia berada sangat jauh dariku, dan itu
membuatku memalingkan pandangan darinya.
“Ya, kurasa itu saja...Terimakasih, dan tolong handle
ini semua. Isshiki-san, mari kita menuju ruang lightning.”
Yukinoshita memanggil Isshiki, dan berjalan keluar.
Isshiki dengan gelagapan tampak berusaha mengejarnya.
“Huh? Oh, siap. Oke, Senpai, sampai nanti.”
Aku melambaikan tanganku untuk meresponnya dan
membalikkan kursiku ke arah sound mixer. Dua langkah kaki yang berada di
belakangku terdengar semakin kecil dan menghilang. Kemudian, ada suara dari
kursi sebelahku, ternyata Yuigahama sedang duduk disana.
“Semuanya baik-baik saja?” dia tampak mengkhawatirkan
sesuatu.
Akupun menaikkan bahuku.
“Yeah...Harusnya tidak ada masalah.”
Kemudian dia menatapku dengan keheranan.
“Oh, oke...Pembicaraannya terasa sangat sulit untuk
kuikuti, maka dari itu aku bertanya seperti itu.”
“Sesuatunya akan berjalan lancar setelah kita terbiasa.”
kataku, sambil tersenyum.
Kemudian, kedua pandanganku tertuju kepada tanganku.
Betul, aku masih belum terbiasa saja. Jadi agar lebih
cepat terbiasa, akupun mulai memainkan tombol “play” di mixer. Kunaikkan
fadernya dengan jari-jariku yang terasa dingin ini, dan sebuah lagu yang tidak
pernah kudengar mulai berputar. Sejenis lagu modern yang sering kaudengar di
klub malam, dan itu membuat alisku mengkerut. Tapi, semakin sering aku dengar,
maka akan semakin terbiasa dengan lagu tersebut.
Entah itu cara menggunakan mixer, membiasakan dengan EDM,
mencoba bunyi sirine, atau low bass dari belakang speaker, adalah hal-hal
dimana aku akan terbiasa, seperti sebuah kewajaran yang terjadi di dunia ini.
x x x
Cahaya matahari senja mulai menembus di sela-sela gorden
hitam dan menyinari beberapa area panggung, disana terdapat seksi lighting yang
masih melakukan tes bola disko. Sepertinya, mereka sedang melakukan final check
untuk lighting. Sebentar lagi, lokasi event akan dibuka. Sebagai operator sound
system, akupun mulai menyelesaikan pekerjaanku dalam mempersiapkan sesuatunya.
“Test, test...ahh, test, test...”
Kupastikan mic yang memakai kabel tersebut terhubung
dengan melakukan tes suara, dimana speaker di panggung bereaksi balik dengan
suara yang lebih keras ke arahku. Kulihat ke arah jendela kecil di ruang sound,
dan Isshiki terlihat mengintip dibalik jendela tersebut. Kuberi tanda lingkaran
“OK” dengan jari-jariku, dan Isshiki juga membuat tanda serupa.
“Hikigaya-kun.”
Kulihat asal suara itu, ternyata Yukinoshita. Dia
memegang sebuah headset interkom.
“Kami akan memakai ini untuk memberikan kode-kode.”
“Ooh, benda itu terasa nostalgia.”
Setelah menerima darinya, akupun mulai memeriksa headsetnya
dahulu. Aku sendiri mengucapkan itu secara spontan karena pernah memakai peralatan
serupa di Festival Budaya.
Yukinoshita tidak mengatakan sesuatu terhadap kata-kataku
barusan dan memberikan satu headset lagi.
“Bisakah kau berikan ini kepada Isshiki-san?”
“Y-Yeah.”
Itu menandakan akhir dari percakapan kami. Kata-kata
memang mudah sekali terucap pada rapat tadi, tapi sekarang, hanya kesunyian yang
ada di panggung ini. Harusnya tidak begitu menggangguku jika aku sekarang sibuk
dengan sesuatu, tapi ketika kulihat tanganku lagi, hanya ada mic berkabel
disana.
“Oh, benar juga, kau akan menggunakan stand untuk mic
ini?” tanyaku ketika benda tersebut terlintas di pikiranku. Dia hanya menatapku
dengan ekspresi bingung.
“Y-Ya, rencananya begitu...”
Mendapatkan jawabannya, akupun mengambil stand di pinggir
panggung. Lalu berjalan kembali ke Yukinoshita dan mulai mensetting stand
tersebut.
“Kau ingin seberapa tinggi? Kalau begini tidak apa-apa?”
Kusesuaikan tinggi standnya, dan Yukinoshita berusaha
membuang situasi awkward ini.
“Itu sudah cukup, tapi...Aku bisa melakukannya sendiri,”
katanya pelan, sambil menatap ke lantai.
Tanganku terdiam. Meski aku ingin situasi awkward ini
hilang, tapi entah kenapa mulutku terasa kecut dan otakku mulai mengatakan
kalau aku harusnya tidak disini.
“Benar...Maaf.” kulepaskan stand tersebut, berdiri, dan
mundur dua langkah.
“Jangan, kau tidak perlu meminta maaf...”
“Ahh...Benar.”
Kami yang berada di sisi panggung yang gelap ini, terpisah
dari panggung yang disinari cahaya terang, desahan napas kami seperti embusan
asap yang membekukan kedua kaki kami. Waktu berjalan sangat lambat, tapi kami
sudah merasa seperti berdiri selama bertahun-tahun. Seperti merasakan hal yang
sama, Yukinoshita mulai berbicara.
“Um...Kalau sikapku selama ini terasa kurang menyenangkan,
maafkan aku.”
“Huh? Oh, tidak, kupikir kau sudah seperti biasanya...”
Kata-katanya sangat tidak berdasar, dan itu membuatku
meresponnya dengan aneh.
“Aku sendiri bingung harus memasang wajah seperti apa ketika
berbicara denganmu.”
Wow, dia memang berbeda...Dari semua topik yang bisa dia
pakai untuk mencairkan suasana ini, dia malah memilih itu...?
Tapi, yang seperti ini memang dirinya.
Dia bukan tipe orang yang belum bisa membaca suasananya.
Malahan, lebih tepat dibilang tidak pernah bisa. Atau lebih tepatnya lagi, dia
merasa kalau itu tidak diperlukan.
Setidaknya, setahun yang dia habiskan bersama Yuigahama
dan diriku, membuatnya mulai merasakan itu. Entah itu hal baik atau tidak, aku
tidak tahu.
Aku sendiri orang yang berusaha membaca makna dari
kata-kata yang orang ucapkan kepadaku, dan merasa kalau itu sudah kebiasanku,
dan kebiasaan itu tidak membawaku kemanapun.
Jujur saja, aku tidak tahu harus bagaimana kalau
berinteraksi dengannya. Dan ketika ekspresinya terlihat kebingungan dan malu-malu,
atau juga seperti hendak menangis, membuatku berada dalam kesulitan yang lebih
besar. Memangnya apa yang harus kukatakan ketika yang dia lakukan hanyalah
membetulkan poninya, mengibaskan rambutnya, dan hanya menatap ke seluruh
penjuru ruangan?
Entahlah.
“Oh, oke...Kupikir kau bisa mulai bersikap seperti
biasanya.”
Setelah diliputi keraguan yang panjang, aku akhirnya bisa
memberinya jawaban yang tidak meyakinkan.
“Seperti biasanya...Be-Benar.”
Dia menunduk sambil menyetujui usulanku, dan akupun mengangguk
balik. Kalau ada yang melihat kita saat ini, maka kita terliaht seperti dua
burung dara yang sedang berperang memperebutkan lahan. Dia kemudian membisikkan
berulang kali kata “normal” seperti berusaha membangun kepercayaan dirinya. Ini
membuatku merasa lebih tenang dan melanjutkan kata-kataku.
“Well, sekarang situasinya memang lagi repot, jadi aku
ragu kau ada waktu untuk beristirahat dan menenangkan pikiran. Kau akan
terbiasa ketika kondisi sudah normal. Aku berbicara ini juga bukan karena
berpengalaman sih.”
“Be-Benar. Ketika ini sudah agak reda, aku akan berusaha
bersikap lebih wajar...”
Kami percaya kalau inilah yang dimaksud dengan normal. Karena
itulah kami berusaha menjadi normal, karena kami berdua ingin percaya kalau
hubungan ini tidaklah abnormal.
Yukinoshita tampaknya sudah mulai kembali ke dirinya yang
biasanya setelah mendengarkan kata-kataku. Kemudian dia pura-pura batuk untuk
memulai ulang percakapan kami.
“Aku tidak bermaksud untuk kejam ataupun sejenisnya
tadi...Umm, tapi kita memang kekurangan orang, dan dalam masalah ini, aku
benar-benar berterimakasih atas bantuanmu, jadi...”
“Mm, ya, aku paham. Aku sebenarnya tidak datang kesini
untuk membantu...Karena ini dan itu maka menjadi seperti ini. Meski sebenarnya
aku bisa saja duduk dan menonton ini semua,” kataku sambil tersenyum kecut.
Yukinoshita menggelengkan kepalanya.
“Tidak, ini bukanlah salahmu. Isshiki-san juga mengandalkanmu.”
Akhirnya, dia tersenyum. Sudah lama, aku tidak
mendengarkan obrolan seperti ini. Ngomong-ngomong, kata “mengandalkanmu”
seperti sebuah pilihan yang bagus. Kenapa belakangan ini kata-kata itu terasa
sangat familiar?
“Isshiki belakangan ini tumbuh menjadi pribadi yang bisa
diandalkan, jadi di masa depan sepertinya kita tidak akan disibukkan lagi
olehnya.”
“Aku tidak yakin soal itu. Kupikir tidak semudah itu dia
akan membiarkanmu pergi begitu saja.”
“Ya ampun, itu pendapat yang menakutkan, menakutkan
sekali...”
Ketika ketegangan sudah pergi dari tubuhku, aku bisa
melanjutkan pekerjaanku. Akupun mengatur gulungan kabel mic tersebut agar tidak
terlihat berantakan.
“Aku permisi sebentar.” dia lalu mengambil HP-nya.
Setelah melihat layarnya, dia tampak mengembuskan napasnya. Lalu dia melihat ke
arah jendela ruang kontrol sound. Akupun mengikuti arah pandangannya, aku bisa
melihat Isshiki dekat jendela tersebut, bertepuk tangan, dan menundukkan
kepalanya.
“Ada apa? Apa terjadi sesuatu?”
“Sebenarnya tidak begitu penting,” katanya, dan
terburu-buru meninggalkan sisi panggung.
Akupun membayangkan apa yang sedang terjadi, dan mengikutinya
pergi dari sisi panggung. Di depan area panggung, aku melihat Yukinoshita dan
Hiratsuka-sensei sedang membicarakan sesuatu. Dan dua orang berjalan menuju mereka
berdua, Nyonya Yukinoshita dan Haruno-san.
Banyak tanda tanya di kepalaku, mengapa ada
Hiratsuka-sensei? Atau lebih tepatnya, kenapa ada mereka berdua disini?
Kemudian, Hiratsuka-sensei menyadari kehadiranku.
“Oh, kau ada disini Hikigaya? Maaf mengganggu
persiapanmu.”
“Ahh, tidak masalah...”
Dia melambaikan tangannya ke arahku. Kemudian, Nyonya Yukinoshita
menyadari kehadiranku dan melakukan gestur yang sama.
“Senang melihatmu lagi, Hikigaya-kun.”
“Haha, halo.”
Aku ingin langsung pergi saja setelah berbasa-basi.
Sayangnya, dia malah menghadap ke arahku dan berharap untuk melanjutkan
pembicaraan denganku. Dengan adanya tatapan dari Haruno-san, aku sudah tidak
punya ruang untuk kabur. Kuurungkan rencanaku itu, dan mulai secara perlahan
mendekati mereka, kemudian Nyonya Yukinoshita mulai berbicara.
“Sepertinya kau akan hadir di acara nanti. Aku malah
tidak sabar untuk melihatmu berdansa.”
“Hahaha...” aku hanya bisa tertawa kering.
Haruno-san menatapku dengan tidak percaya.
“Serius, kau bisa berdansa?”
“Kudengar dia cukup mahir berdansa, mendengar yang
semacam itu malah membuatku ingin ikut berdansa juga,” Nyonya Yukinoshita coba
membawa suasananya, seolah-olah membawa topik tersebut tanpa perasaan bersalah.
“Ooh...” Haruno-san tampak terkesan, tapi kedua matanya
tidak.
Aku hanya bisa berdiri karena terjebak oleh tatapan
matanya, lalu Yukinoshita memotong.
“Ibu kesini karena hendak melihat area eventnya? Kami
sekarang sedang sangat repot, jadi bisakah Ibu melakukannya dengan cepat?”
“Benar sekali.”
Merespon tatapan putrinya yang tidak sabar, beliau mulai
melihat interior event. Melihat percakapan barusan, sepertinya dia hendak
memeriksa apakah tempat ini sudah layak dan sesuai dengan ekspektasinya. Meski
Isshiki diberitahu soal ini, tapi dia menyerahkan negosiasinya kepada
Yukinoshita. Wajar, karena dia sebagai perencana eventnya.
“Cukup mengagumkan kau bisa menyelesaikan ini semua dalam
waktu yang pendek. Sepertinya jerih payahmu dalam rencana yang sengaja dibuang
itu berhasil memberikan waktu tambahan.”
Nyonya Yukinoshita melihat ke arah dinding, langit-langit,
dan mengangguk. Lalu, dia menatap ke arahku.
“Mempertimbangkan betapa wah-nya rencanamu itu,
membuat kami tidak punya ruang untuk komplain. Kupikir orang yang paling teliti
sekalipun akan berkata kalau ini sudah sesuai standar...Sepertinya, kau ini
sudah mencari tahu terlebih dahulu sesuatunya.”
“Oh tidak, aku tidak melakukan apapun disini. Semuanya
karena”
Putri Anda.
Aku ingin menyelesaikan kata-kataku, tapi ketika aku
melihat tatapan tajam Haruno-san, seperti hendak mengujiku, akupun berhenti.
Ini bukan tempat dimana aku mengatakan sesuatunya. Tidak ada gunanya juga
membahas kontribusiku. Malahan, bisa jadi senjata makan tuan.
Nyonya Yukinoshita hanya bisa memiringkan kepalanya ketika
aku terdiam, beliau menunggu kata-kataku selanjutnya. Akupun melirik ke arah Yukinoshita.
Entah sesederhana apa interaksinya, dialah yang harusnya konfrontasi itu ke
Ibunya, bukan diriku. Lagipula, orang yang sedang kita hadapi ini adalah orang
yang dengan cepat menyadari hal kecil, dan dengan cepat pula memutarbalikkan
kepala orang lain. Kalau aku tidak bermanuver secara hati-hati, aku malah bisa
memberikan Yukinoshita masalah.
Seperti menyadari diriku yang terdiam, Hiratsuka-sensei
tersenyum.
“Ini karena kerjasama dan saran-saran dari para orangtua
siswa. Benar tidak, Ibu Ketua?”
Dia mengatakan itu dengan nada becanda dan menepuk
punggung Yukinoshita. Merasa tiba-tiba didorong masuk ke pembicaraan, Yukinoshita
terkejut, tapi secara cepat dia mempersiapkan dirinya setelah menyadari maksud
Hiratsuka-sensei.
“Y-Ya. Sebagai perencana event, saya ingin mengucapkan
banyak terimakasih.”
Dia mengucapkan terimakasih dan membungkuk dengan formal di
hadapan Ibunya.
“Kami percaya, masih banyak hal disini yang belum
memenuhi standar, tapi kami beruntung dengan adanya kesempatan ini, akan sangat
berterimakasih bila Anda hadir dan mengikuti event ini hingga selesai. Apabila
ada undangan yang kurang puas, kami akan menanganinya dengan segera.”
Secara perlahan, dia menaikkan kepalanya dan menatap
kedua mata Ibunya. Gestur semacam ini memancarkan aura formalitas dari dirinya.
“Begitu ya. Memang benar aku ini Ibumu, tapi sangat
penting untuk menjaga sikap dalam situasi yang semacam ini. Aku senang akhirnya
kau menunjukkan sikap yang sesuai dengan posisimu...Atas nama Ketua dari Perkumpulan
Orangtua Siswa, Aku ingin melanjutkan inspeksinya lagi.”
“Silakan untuk dilanjutkan.”
Setelah melihat sikap putrinya itu, bibirnya kini mulai
sedikit tersenyum. Dengan cepat beliau menyembunyikan senyumnya dengan kipas
dan mulai berbicara.
“Langsung to the point ke bisnis saja, oke? Aku ingin
melihat jadwal acara penutupan dan prosedur paska eventnya seperti apa...”
“Baik. Ini berhubungan dengan keamanan event, benar? Kami
sudah menyiapkan dokumennya di sebelah sana. Silakan ikuti kami.”
Yukinoshita memimpin jalannya dan diikuti oleh Nyonya
Yukinoshita, kemudian Hiratsuka-sensei. Setelah beberapa langkah, Haruno-san
mulai mengikuti mereka. Ketika hendak melewatiku, dia menepuk bahuku dan
berbisik.
“Kerja bagus karena berhasil menahan dirimu...Begitulah seharusnya.”
Suaranya terasa manis, namun menakutkan, tapi entah
mengapa aku merasakan ada nada kesepian disana. Tanpa menunggu jawabanku, dia
melanjutkan langkahnya.
Aku hanya berdiri diam, melihat mereka pergi. Kuembuskan
napas lelahku itu dan menatap ke arah langit-langit.
Benar2 mendekati klimaks
BalasHapusSaat membaca dialog antara hachiman dan yukino, membuat senyum" sendiri hehehe.
BalasHapusTeringat lagi kesan jarak antara yukino dengan ibunya terasa sekali setelah melihat dialog mereka berdua.
Makasih min!Saya sangat senang bisa lanjut baca lagi hahaha
BalasHapusSudah mulai memasuki fase akward, sudah tidak ada lagi percakapan sarkasme dari hachiman dan yukino. Tinggal tunggu meledak saja. Jadi ingat kutipan sebuah film "masa terbaik dalam menjalin hubungan adalah saat masa pendekatan".
BalasHapusEntah kenapa nyonya yukinonshita sangat menakutkan..
BalasHapusNtaps
BalasHapusY
BalasHapusHaha anjay lah gw dh nunggu analisisnya wkwk
BalasHapus