Aku bisa merasakan embusan angin yang berembus melalui celah jendela. Ketika hampir menginjak tengah malam, suhu turun secara drastis. Aku sendiri, bisa mendengar suara-suara serangga yang jaraknya cukup jauh dari rumahku.
Kuputuskan untuk menghentikan aktivitas membacaku ini dan berjalan ke ruang keluarga. Aku tidak merasa ngantuk sama sekali. Besok sendiri, adalah hari libur. Aku tidak perlu pergi ke sekolah dan aku juga bisa tidur sampai siang.
Tidak salah lagi. Itu adalah hari libur yang luar biasa. Membuatku merasakan kebebasan. AKU MERDEKA.
Karena itulah, aku berpikir untuk menikmati secangkir kopi dan malam musim gugur yang panjang ini. Ketika berjalan di lorong rumah, aku berjalan dengan perlahan agar tidak mengganggu kedua orangtuaku yang sudah tidur lelap. Sebenarnya, ini tidaklah benar-benar diperlukan. Mereka berdua sudah bekerja keras seharian sehingga suara dengkurannya terdengar dengan jelas, karena itulah mereka tidak akan terbangun begitu saja.
Ruang keluarga ini terasa sangat sunyi, meski begitu aku tidak merasa kesepian sama sekali.
Disini, keluarga Hikigaya memiliki beberapa kebiasaan mengenai makan malam. Kedua orangtuaku harus bekerja, dan mereka pulang di jam yang berbeda. Bahkan, mereka harus tetap bekerja meski itu adalah hari libur. Komachi sendiri sibuk dengan persiapan ujian masuk SMA, karena itulah dia harus ikut bimbingan belajar setiap hari. Hasilnya, makan malam disini kalau tidak nasi kotak yang dibelinya dalam perjalanan pulang ataupun makanan yang dibeli dari restoran.
Meski menikmati makan malam sendirian merupakan kebiasaan bagiku, entah mengapa ketika aku berpikir kalau Komachi dulunya pasti merasa kesepian seperti diriku ini ketika aku hendak mengikuti ujian masuk SMA, membuat wajahku mulai dibasahi air mata. Meski begitu, tidak serta merta kalau hubungan antar anggota keluarga di keluarga ini sangatlah buruk.
Ruang keluarga ini akan terasa sangat ramai ketika pagi hari. Itu adalah momen dimana kedua orangtua kami, yang sedang bersiap-siap utuk pergi bekerja, dan kami, yang juga siap-siap untuk pergi ke sekolah, bertemu dan mengobrol.
Karena besok libur, kuputuskan untuk tidur saja daripada bangun pagi. Meski aku akan melewatkan adegan rutin keluarga ini di pagi hari, aku masih bisa bertemu mereka lagi ketika pulang kerja di malam hari.
Ah, ini buruk sekali, aku seperti terbawa oleh perasaan saat ini. Aku tidak bisa menghabiskan seluruh malam musim gugurku seperti ini. Musim gugur memang musim yang benar-benar membawa perasaan bagi manusianya.
Untuk menyemangati diriku, aku mulai menggumamkan sebuah lagu ketika menyalakan lampu ruang keluarga. Meski yang kunyalakan hanyalah lampu luang keluarga, cahaya lampu tersebut menyinari jalan menuju dapur. Karena cahayanya bisa menyinari sampai sejauh itu, kurasa aku tidak perlu menyalakan lampu lainnya kalau hanya untuk sekedar merebus air atau hal-hal sejenisnya.
Kubuka kran air di dapur, dan membiarkan airnya mengisi panci air elektrik. Kututup kembali krannya ketika airnya hendak penuh dan akhirnya kunyalakan pemanas air elektriknya. Kemudian, menunggu sejenak sampai airnya mendidih.
Tiba-tiba, terdengar suara derit pintu yang terbuka.
Kupikir barusan itu adalah Komachi, tapi setelah kulihat, ternyata tidak ada orang. Mungkin terbuka karena angin. Bisa jadi itu dari embusan angin yang berasal dari jendela kamarku dimana pintu kamarku tadi memang kubiarkan terbuka begitu saja.
Kuputuskan untuk tidak memikirkan itu lagi dan mulai menatap kembali pemanas air listrik di depanku ini.
Aku melakukan ini bukannya beranggapan kalau dengan menatapnya, maka akan membuat airnya mendidih lebih cepat. Efek yang sama juga berlaku ketika melihat mesin cuci ataupun mesin pengering bekerja. Juga, ini mirip dengan menekan-nekan tombol lampu penyeberangan dengan harapan lampunya akan berubah dengan cepat, sebenarnya itu hanyalah sebuah kebiasaan saja. Tapi ini mengingatkanku dengan kebiasaan menekan-nekan tombol cancel di lift. Gara-gara itu, respon kontrol panelnya terasa lebih lambat, kurasa aku harus hati-hati dengan itu selanjutnya.
Jika kufokuskan pendengaranku, aku bisa mendengar suara dari pemanas air ini.
Bercampur dengan suara tersebut, adalah suara dari air yang mulai panas.
Picha picha.
Picha picha.
Suara yang aneh tersebut mulai menggema di dapur yang gelap ini dan mulai mengejutkanku. Suara tersebut berasal dari belakangku.
Kampret, apaan nih yang di belakang gue?!
Uwaa
Aku memang mendengar ada suara yang berasal dari belakangku. Picha picha picha picha.
Ahhhh. Ini buruk sekali. Jelas-jelas ada sesuatu disana. Meski begitu, aku tetap memutuskan untuk menoleh dan melihat apa yang ada di belakangku itu.
Kemudian, ada cahaya muncul dari kegelapan.
Itu adalah mata dari seekor kucing.
Aku pasti sangat bosan sehingga membayangkan situasi yang horor seperti di Hikigawa Junji. Ternyata itu adalah kucing kami, Kamakura yang sedang meminum air. Meski begitu, seekor kucing yang meminum air di malam hari, membuat suara pichapicha tersebut seperti berasal dari monster kucing.
Sambil menunggu airnya mendidih, aku bermain dengan Kamakura.
Akupun duduk disamping Kamakura dan mengelus-elus bulunya. Suara yang dihasilkan seperti URIII, WRYYYYYYYYY ketika mengelus-elus punggung, bahu, leher, dan tenggorokannya. Kamakura lalu menatapku seperti merasa kalau itu adalah hal yang sangat mengganggu. Manisnya~~~.
Makhluk yang satu ini tidak pernah mau berteman denganku, hanya berusaha menjaga jarak denganku, dia menganggapku seperti sebuah kursi di musim dingin. Meski begitu, dia ini sangat manja ke Komachi, dan selalu mengikutinya sambil mengatakan "Meow-, Meow-", dia juga sering tidur bersama dengannya.
Kalau begitu, jika Kamakura masih terbangun, maka itu artinya Komachi masih belum tidur. Kujauhkan tanganku dari Kamakura dan mulai berdiri.
Kumatikan pemanas air listriknya, mengisinya lagi dengan lebih banyak air, dan menyalakan kembali. Oke, harusnya ini cukup. Ketika aku hendak bermain dengan Kamakura lagi, Kamakura langsung kabur dariku dan menuju ruang keluarga. Apa-apaan ini? Apa ini SUNEKOSURI?
Harusnya dia menemaniku sedikit lagi. Aku ingin punya sifat yang seperti itu dan menjadi hantu, karena itu artinya aku tidak harus bekerja dan menghidupi orang lain!
Seekor anjing dan gunting memiliki kegunaan, tapi kucing sendiri tidaklah berguna. Kuputuskan untuk membiarkannya pergi dan menatap kembali ke pemanas air. Karena tidak ada seorangpun di sekitarku, aku mulai memikirkan apa yang terjadi hari ini di dapur.
Tentang Sagami Minami.
Tentang Haruka dan Yukko.
Mustahil mengatakan kalau mereka ini tidak terlibat dalam situasi yang berkembang belakangan ini. Karena aku paham kalau aku mustahil kabur dari pekerjaan ini, yang harus kulakukan saat ini adalah bagaimana caranya untuk mengurangi beban kerjaku.
Pekerjaanku pada dasarnya adalah menghadapi Zaimokuza, tapi itu hanyalah pekerjaan yang baru-baru ini dibebankan kepadaku.
Setelah pertemuan hari ini, kepanitiaan akan bertambah sibuk, dan itu artinya akan muncul banyak sekali pekerjaan-pekerjaan tambahan. Kalau terus begitu, pekerjaan-pekerjaan tambahan itu akhirnya akan menjadi pekerjaanku. Munculnya pekerjaan-pekerjaan tambahan ini benar-benar terasa aneh.
Berdasarkan pengalamanku di festival budaya, bukankah ini pada akhirnya akulah yang mengurusi semuanya? Apa-apaan ini? Apa aku ini sekarang sudah menjadi anggota dari sindikat hitam?
Jika pekerjaan Sagami sebagai Ketua meningkat, maka pekerjaan Yukinoshita sebagai wakilnya juga meningkat. Itu artinya pekerjaanku akan meningkat juga.
Hal terpentingnya adalah tidak memberikan Yukinoshita kuasa untuk membagikan pekerjaan.
Meski aku berpikir demikian, kutakutkan yang barusan itu adalah hal yang mustahil.
Selama Sagami menjadi Ketua Panitia, akan muncul masalah. Itulah yang harusnya kukatakan di ruang rapat seusai jam pulang sekolah.
Tapi, tidak peduli kalau orang itu sudah tidak tertolong lagi, selama mereka meminta bantuan, maka kami akan memberikan bantuan kepada mereka. Itulah yang ada di pikiran Yukinoshita tentang prinsip dari Klub Relawan.
Selama mereka berharap untuk dibantu, maka kita akan mencarikan cara untuk membantu mereka.
Masalahnya yaitu bagaimana menemukan cara untuk membantu mereka.
Ketika memikirkan itu, muncul suara dari pemanas air, menandakan kalau air sudah mendidih.
Well, selama kita tidak tahu apa yang akan dilakukan Sagami minggu depan, maka kita akan berada dalam posisi yang tidak menguntungkan. Atau mungkin, secara tidak terduga, kita bisa merestart seluruh proses ini dan bisa berpura-pura menjadi teman mereka lagi.
Kuputuskan untuk istirahat sejenak dari pikiran-pikiran tersebut, dan menaruh bubuk kopi di mug, setelah itu kutuangkan air panas ke dalam mug.
Uap panas air yang berasal dari mug ditemani oleh aroma kopi. Kucicipi sedikit dan kutaruh mugnya di pinggir.
Ketika aku hendak mengambil mug yang lainnya, pintu terbuka.
"Ada apa, Oni-chan."
Ketika kulihat, ternyata itu adalah Komachi. Dia memakai bandana di rambutnya, dan ada plester anti-demam di dahinya. Komakura yang berada di samping kakinya, tampak merenggangkan tubuhnya.
"Tidak ada apa-apa, hanya saja aku ingin minum kopi. Kau ingin juga?"
"Aku mau juga!"
Setelah menjawabku, Komachi kemudian duduk di sofa. Kamakura yang berada di sampingnya, melompat ke arah sofa. Aku sendiri mulai menyiapkan mug yang lain, menaruh kopi, beberapa sendok gula, susu, dan membawanya ke ruang keluarga.
"Ini."
"Terima kasih."
Komachi mengambil mug tersebut, dan sambil "Fuuuu, Fuuuu", dia meniup kopi panas tersebut agar sedikit dingin, sebelum mencicipinya. Akupun berdiri di samping meja dan menatap ke arahnya.
"Bagaimana kabarmu?"
"Ya begitulah."
Begitulah, huh? Tampaknya terdengar kurang bagus...Ketika gadis ini dalam mood yang bagus, dia akan terus berusaha untuk menggangguku untuk mencari perhatianku.
"Kalau Oni-chan sendiri?"
"Aku? Aku merasa sangat bahagia. Meski begitu, beberapa pekan ke depan akan ada beberapa ujian."
"Begitu ya?"
Karena masih ada event sekolah yang harus digelar, maka ujian dimundurkan. Biasanya, para siswa akan senang ketika mendengar itu. Tapi, aku sendiri merasa kalau ujian yang diselenggarakan tepat waktu membuatku senang. Komachi tampaknya berusaha membaca pikiranku dan berusaha mengingat-ingat sesuatu.
"Ah, kalau tidak salah masih ada Festival Olahraga."
"Ya. Kau tahu dari mana soal itu?"
"Yuigahama-san memberitahuku lewat SMS."
"Oh, begitu ya?"
Ya ampun, ternyata hubungan kalian berdua cukup dekat.
Akupun memasang senyum kecut di wajahku, sedangkan Komachi tampak kecewa di wajahnya.
"Kedengarannya bagus, Komachi ingin ikut juga..."
"Ini berbeda dari event SD dan SMP. Event ini adalah event untuk kalangan sendiri."
Kalau dalam event tersebut para panitia harus berurusan dengan orang tua dan orang luar, maka ini sudah tidak tertolong lagi.
"Ngomong-ngomong, kau sendiri harus belajar dengan tekun."
Mendengar hal itu, Komachi ampak mengembuskan napasnya.
"Ya, kurasa begitu. Belajar...Belajar...Bela, jar."
Tiba-tiba, dia terdiam. Diam yang seperti itu membuat jiwanya serasa disedot keluar. Sepertinya, belajar adalah sebuah hal yang berat baginya.
Meski kata-kata tersebut terasa kurang tepat, tapi Komachi sendiri ini adalah anak yang bodoh. Tapi, dia sangat bagus dalam berenang di laut, mudah beradaptasi, bisa membaca suasana, manis, dan bisa mengerjakan seluruh pekerjaan rumah seperti memasak. Ah, ini tidak benar. Kenapa aku tiba-tiba merasa bangga dengan adikku?
Ngomong-ngomong, kalau kita membicarakan kualitas dari Komachi, maka belajar harusnya bukanlah sebuah masalah baginya. Meski sampai saat ini, nilai akademisnya jauh dari harapan, tapi itu karena dia tidak mau berusaha dengan sungguh-sungguh. Dan yang terpenting, alasan mengapa dia begitu karena tingkat efisiensi dirinya cukup rendah.
"Begini, Komachi. Kau tidak perlu harus mendapat nilai sempurna di tiap ujian. Yang kau butuhkan adalah memahami pelajaran itu, dan dari sana, mengkalkulasi waktu yang kaubutuhkan untuk belajar pelajarannya. Kau harus merencanakan rencana pembelajaranmu dari aspek tersebut, jika tidak begitu maka yang kau lakukan hanyalah membuang-buang waktu."
"Oni-chan sensei..."
Ada apa dengan bocah ini? Komachi mengatakan itu dengan pelan, meski dia sudah mendengarku mengatakan itu berkali-jali, dia tampak menggeleng-gelengkan kepalanya.
Well, aku sebenarnya tidak ingin mengatakan sesuatu yang abstrak. Jika sebuah saran itu tidak memiliki solusi, maka ini seperti berbicara kepada diriku sendiri. Ini adalah momen dimana aku harus memberikan saran yang tepat.
"Jadi, pelajaran apa yang kau rasa bermasalah?"
"Sastra Jepang..."
Komachi menaikkan bahunya ketika mengatakan itu.
"Aku sendiri tidak pernah belajar serius dalam Sastra Jepang, jadi aku tidak tahu apakah ada metode belajar yang efektif untuk itu."
Mungkin karena aku menyukai membaca sejak kecil, dan karena itulah aku tidak pernah kesulitan dalam ujian Sastra Jepang. Kemampuanku dalam menulis inti-inti cerita yang disampaikan oleh si penulis dan memahami ceritanya memang luar biasa, aku sendiri juga bisa menulis review bagi pembaca pada umumnya. Yang harus kulakukan hanyalah mengingat kanji, bahasa kuno Jepang beserta tata katanya, dan beberapa kosakata kuno. Setelah itu, selesai sudah. Aku tidak pernah menghadapi masalah yang benar-benar serius ketika membaca pertanyaan ujian. Jadi, aku tidak benar-benar paham apa masalah Komachi di Sastra Jepang. Kenapa dia kesulitan, aku tidak tahu. Maaf, Oni-chan tidak bisa melakukan semuanya.
Apa ada yang lain? Akupun menatap Komachi, lalu Komachi menaikkan tangannya sambil mengatakan "Ada!".
"IPS."
"Kalau IPS, tinggal hapalkan saja apa yang diajarkan."
Pelajaran sosial hanyalah tentang kualitas ingatanmu. Entah itu sejarah Jepang, sejarah dunia, kependudukan, semuanya itu hanyalah masalah hapalan saja. Meski kadang ada ada pertanyaan yang diluar hapalan dan ditanyakan di SMA, tapi jika kau bisa mengingat semuanya dengan baik, harusnya tidak akan memiliki kesulitan yang berarti.
Kutatap kembali Komachi, menunggu mata pelajaran apa lagi yang dirasa berat olehnya. Sekali lagi, dia menaikkan tangannya.
"IPA."
"Kalau IPA, itu juga tentang hapalan."
Kalau kita berbicara tentang IPA, maka kita akan berbicara tentang fisika dan kimia. Meski mereka juga sering masuk dalam soal gabungan kategori Matematika dan IPA, tapi ketika ini hanyalah ujian masuk SMA, maka ini hanya masalah hapalan saja. Memang kuakui kadang ada pertanyaan tentang gaya dan tekanan, massa dari senyawa kimia atau sejenisnya. Tapi, pertanyaan yang ditanyakan ituhanyalah level bawah saja. Selama kau ingat bagaimana cara mencari jawabannya, maka kau tinggal mengganti beberapa hal yang ditanyakan dengan taktis.
Oke, setelah menyerah dalam Sastra Jepang, aku sudah menyelesaikan masalah Komachi di dua pelajaran lain. Akupun menatap ke arah Komachi, tapi dia tidak mau menatap ke arahku. A, Ah? Komachi-chan?
Ketika aku berpikir kalau tidak ada yang Komachi ingin tanyakan lagi, dia tampak menggumamkan sesuatu.
"...Bahasa Inggris?"
"Itu adalah pelajaran yang mengutamakan hapalan."
Soal-soal ujian masuk SMA dalam pelajaran Bahasa Inggris adalah tentang mengingat kosakata, beberapa kalimat pendek dan strukturnya. Selama kau melakukan itu, maka itu tidak akan menjadi masalah. Meski kuakui cara belajarnya terasa menyakitkan, tapi dengan begini, kau menjamin kalau dirimu tidak akan pernah mengalami kesulitan ketika ujian nanti. Tapi karena seperti inilah cara belajarnya, membuat orang yang hendak belajar ini merasa kurang nyaman.
Kalau melihat dari sudut pandang dunia pendidikan, ini adalah metode yang aneh. Mustahil rasanya kita bisa berbahasa Inggris jika memakai metode yang semacam ini. Apalagi berkomunikasi dengan orang asing. Malahan, orang Jepang sendiri masih sering salah komunikasi dengan bahasa mereka sendiri. Kira-kira apa yang MEXT pikirkan tentang masalah ini?
Kali ini, Komachi tampak tidak mendengarkanku. Dia sekarang sedang bermain-main dengan kening Kamakura.
"Erm, Komachi-chan?"
"Ah, sudah selesai? Ya sudah, bagaimana kalau matematika?"
Dia mengatakan itu dengan santainya. Meski aku tampak menjawab semuanya dengan aktif, aku tidak punya jawaban yang tepat dengan pertanyaannya barusan.
"Soal matematika, aku menyerah."
Nilaiku dalam matematika adalah 9, peringkat terakhir di SMA ini tahun lalu. Apa sih matematika ini? Pengucapannya terdengar seperti kata masokis. Belajar matematika membuatku merasa kalau aku belajar menjadi masokis.
"Ternyata tidak berguna...Benar tidak, Ka-kun?"
Komachi mengatakan itu sambil bermain dengan Kamakura. Karena itulah, aku mendengar Kamakura mengatakan sesuatu.
TI.DAK. BER. GU. NA.
Kupikir aku bisa membantunya sedikit, tapi yang kudengar hanyalah frase itu. Meski begitu, dia menatapku dengan hangat.
"Komachi bukannya tidak paham Oni-chan. Ya sudahlah, Komachi akan selalu bersikap baik kepada kakak yang tidak berguna. Komachi tidak akan membencimu~. Wah yang barusan tadi pasti mendapat poin tinggi."
Dia menatapku dengan penuh semangat seperti hendak mensupport kalimatnya barusan. Yang terpenting, dia masih harus mengisi poin-poinnya. Meski di masa lalu kata-kata tersebut terasa lebih manis, yang versi saat ini meski sedikit licik masih terasa sisi manisnya juga. Ah, ini jelas-jelas masalah.
Komachi lalu memiringkan tubuhnya ke arahku sambil memeluk Kamakura.
"Lagipula, meski nilai matematikaku menyedihkan, aku masih bisa masuk SMA Sobu."
"Benar juga sih..."
Di SMA, aku memang belajar matematika, dan itu jelas-jelas bukanlah kesukaanku. Setelah aku merasa kalau di masa depan aku akan bisa bersenang-senang di Jurusan Liberal Art, aku langsung menyerah untuk belajar matematika.
Lagipula, selama aku ikut bimbingan belajar dan kelas tambahan, aku pasti lulus ujian dan naik kelas.
Kau hanya harus melakukan sesuatu ketika kau harus melakukannya saja. Jika tidak begitu, jangan lakukan apapun.
Mungkin kehidupan nyata juga begitu. Hidup artinya kau akan mengalami hal-hal yang kau benci. Dengan kata lain, hidup sendiri itu adalah hal yang menyebalkan, tapi bukan berarti kita harus menyerah begitu saja.
Kalau begitu, bagaimana kita bisa menghindari hal yang menyebalkan ini? Selama kau terus berpikir tentang poin ini, maka solusinya akan muncul dengan sendirinya. Seni dari pembelajaran juga tidak ada bedanya dengan ini.
Karena itulah, aku memilih cara ini untuk menghadapi matematika.
"Ada sebuah cara yang dilakukan oleh mereka yang tidak tahu bagaimana caranya belajar matematika."
Mendengar hal itu, Komachi tampak mulai mendekatkan dirinya kepadaku.
"Oh, bisakah kau menceritakan detailnya kepadaku?"
Kurasa tidak ada salahnya memberitahunya soal ini...Ah sudahlah.
Meski ini bisa dikatakan sebagai dasar dari sebuah pondasi, dasar dari dasar. Tapi, mungkin dia sendiri tidak tahu soal itu, karena itulah kita kini akan membahas dasar dari segalanya. Kuputuskan untuk menjelaskan itu kepadanya.
"Jangan memaksa dirimu untuk bertanya hal-hal yang tidak kau mengerti. Kalau itu adalah sebuah pertanyaan yang besar, ikuti saja nalurimu. Pertanyaan lainnya harusnya bisa diselesaikan dengan sempurna juga. Ada juga pertanyaan yang kau lewati saja seperti tidak ada apa-apa disana. Itu karena orang lain juga memiliki kemungkinan kecil untuk bisa menjawab pertanyaan itu dengan benar, karena itulah kau bisa tidak mempedulikannya. Memastikan kalau dirimu tidak tahu akan jawabannya. Begitulah."
Kau harus tahu kalau kau harusnya menyerah sejak awal. Inilah yang paling penting.
Meski begitu, metode semacam ini bisa dipelajari dalam ujian biasa. Mungkin, jika kau dari awal sudah berniat untuk mengaplikasikannya, itu bisa memberikan efek yang lebih baik.
Ini adalah hal yang sederhana, aku memikirkan itu dengan melihat ke arah Komachi. Kedua mata Komachi tampak berkaca-kaca dan dia seperti menyeka air mata yang tidak terlihat disana.
"Oni-chan, yang Komachi inginkan adalah saran yang semacam ini sejak awal..."
Sambil pura-pura menangis, dia menggumamkan "Un, un" seperti paham akan sesuatu. Ya sudah, asalkan aku sudah memecahkan masalahnya.
Karena sedari tadi berbicara, tenggorokanku terasa sedikit kering, dan karena itulah aku meminum kopiku untuk membasahi tenggorokanku. Di saat yang bersamaan, Komachi menaruh mugnya di mulutnya. Kemudian, dia melihat ke arahku.
"Tapi Oni-chan, akan sangat bagus jika kau sejak saat ini mulai belajar matematika dengan benar."
Memang, barusan itu adalah pendapat yang masuk akal. Tapi, itu hanyalah pendapat orang lain. Kalau kau sudah tidak bisa berlatih tentang kelemahanmu, maka itu pasti karena kurangnya motivasi.
Tapi, ada sesuatu di dunia ini yang tidak bisa dijelaskan dengan logika.
Karena itulah, aku mengatakan kalimat ini.
"Aku...Sudah menyerah dengan matematika."
"Wow, keren sekali! Itu mirip sekali dengan bagaimana orang sanguitis mengatakan menyerah dengan impiannya!"
Oh
"Benar kan? Itu mirip dengan pemain baseball yang harus keluar lapangan karena mengalami cedera, tapi pemain itu tidak melakukannya dan dia tetap berada di lapangan tersebut?"
"Yup. Kalau tangan kanannya cedera, maka tinggal gunakan tangan kiri. Kalau cedera juga, maka dia akan meminta kepada pelatih agar dirinya menjadi pemukul saja. Itu keren sekali."
Begitu ya. Ternyata sekeren itu? Bagus sekali, ini pasti semacam level keren yang utama?
"Hahaha!"
"Ahahaha!"
Komachi dan diriku mulai tertawa.
.......Dari mana asal keluarga aneh ini?
Ini mungkin karena kita merasa senang dalam sunyinya malam sehingga kita bisa tertawa seperti tidak peduli tentang apapun di dunia ini. Setelah suara tawa melemah, kesunyian kembali muncul. Ini juga, adalah ciri-ciri dari situasi malam yang sudah sangat larut. Setelah suara tawa berakhir, aku dan Komachi mulai meminum kembali kopi kami.
"Ngomong-ngomong, selain memilih SMA-ku, apa ada sekolah lainnya?"
Meski adanya kesunyian di ruangan ini bukanlah hal yang "buruk-buruk amat" bagiku, tapi aku merasa kalau momen semacam ini adalah langka. Jadi aku ingin mengetahui lebih jauh tentang rencana masa depan Komachi, sekaligus untuk memberitahunya tentang jalan yang lebih baik.
Karena itulah, aku harusnya bersikap seperti seorang kakak dalam momen seperti ini dan mendiskusikannya dengan adikku, bukankah begitu?
"Sekolah lain...Apa maksudmu tentang pilihan SMA-ku selain itu?"
"Yep."
"Ayah dan Ibu juga bertanya kepadaku tentang hal yang sama."
Ah, dia ternyata sudah ditanya tentang itu? Kalau begitu, bukankah aku menjadi satu-satunya yang belum? Oi oi, apakah yang sedang kita bicarakan ini adalah orangtua-ku? Tunggu dulu, bukan begini. Aku tidak pernah ditanya mungkin karena aku sudah sangat dipercaya oleh orangtuaku. Karena itulah, mereka tidak pernah bertanya seperti itu kepadaku. Jadi ini pasti "saling percaya" yang orang-orang sering bicarakan itu. Hahaha, aku memang anak kesayangan.
Tapi, masalahnya adalah bahkan jika mereka bertanya itu kepadaku, aku pasti tidak akan mengubah jawabanku. Meski mereka keberatan, aku tidak akan mau mendengarkan mereka. Begitulah orangtuaku. Mereka benar-benar memahami diriku.
Well, kukesampingkan dulu masalahku. Yang saat ini kita bahas adalah Komachi.
Komachi lalu menaikkan jari-jarinya ke udara dan mulai menghitung nama-nama sekolah.
"Ada SMA Juu Ei dan Motonara. Juga Akademi Gadis Edo. Kalau tidak salah aku sudah mendaftar ujian masuk kesana juga."
Yep, sepengetahuanku, sekolah-sekolah barusan kurasa cukup masuk akal.
"Akademi Gadis Edo...Akademi Edo. Coba saja ke Edo. Tunggu, malah kupikir akan lebih baik jika kau memutuskan untuk masuk Akademi Gadis Edo."
"Kalimat barusan itu persis kata-kata Ayah..."
Komachi memasang senyumnya sambil menunjukkan keterkejutannya.
Seperti yang kuduga dari Ayahku. Kalau dipikir-pikir dengan baik, sekolah campuran jelas-jelas kurang bagus. Dalam SMA yang semacam itu, hampir 90% anak laki-lakinya pasti ingin punya pacar. (Menurut penelitianku) Aku pasti tidak akan menaruh Komachi dalam kabut yang semacam itu. Itu karena jika seandainya Komachi bukanlah adikku, mungkin aku sendiri juga akan menembaknya lalu ditolak.
Tapi, Komachi tersenyum dengan hangat, kurasa dia sudah bisa membaca pikiranku barusan.
"Tapi, kudengar jika aku berada di sekolah yang hanya siswanya gadis-gadis saja, maka aku tidak akan memiliki saingan, dan aku pasti akan selalu diseret-seret untuk dijodohkan dengan anak laki-laki yang dikenal mereka."
Ah, dia benar-benar memahami cara berpikirku. Gadis ini, tolong jangan bilang kalau dia memahami diriku.
"...Ya sudah, kurasa kau harus melanjutkan kerja kerasmu untuk diterima di sekolahku."
Setidaknya aku masih punya setahun untuk mengawasinya secara diam-diam. Jika orang lain tahu kalau Komachi punya kakak yang menjijikkan, pasti akan sedikit sekali anak laki-laki yang mau mendekatinya. Wow, ini adalah rencana yang sempurna. Tapi, bukankah itu juga sama saja dengan membuat Komachi sulit untuk mendapatkan teman. Ini semacam pedang bermata dua.
Ketika aku mulai memikirkan itu, Komachi menggumamkan "Nnnnn".
"Meski Oni-chan tidak mengatakan itu, SMA Sobu tetap menjadi pilihan utamaku."
"Akan sangat bagus jika kau diterima disana."
Meski aku tidak begitu tahu seperti apa kemampuan akademis Komachi saat ini, tapi yang kutahu dari ranking-ranking dirinya dalam ujian SMP-nya, Komachi masih belum berada dalam posisi yang dapat membuatnya lulus ujian masuk SMA Sobu. Tepat ketika aku mulai memikirkan cara lain untuk membantunya, aku teringat sesuatu.
"Apa kau tidak punya surat rekomendasi? Kalau tidak salah kau kan dulunya semacam Pengurus OSIS?"
Sepertinya, Komachi ini mantan Pengurus OSIS. Aku ingat dulu dia pernah menceritakan itu di mobil dalam perjalanan ke Perkemahan Desa Chiba.
Kalau dia dulunya memang Pengurus OSIS, artinya dia bisa masuk jalur penerimaan via rekomendasi. Jujur saja, separuh siswa SMP mau menjadi Pengurus OSIS karena tujuan itu. Sedang separuh sisanya ingin bergabung karena terpengaruh cerita manga atau anime. Mereka masuk kepengurusan dengan harapan yang tinggi, tapi setelah mereka tahu kenyataannya jauh dari harapan, mereka akan kecewa.
"Karena kau ini idiot, daripada hanya mendaftar untuk ikut ujian tulis saja, bukankah lebih baik jika kau mendaftar untuk ujian non-akademis?"
Mendengar hal itu, Komachi langsung tertawa.
"Fu-Fu-Fu. Oni-chan...Jadi kau pikir karena Komachi ini idiot, berarti nilai ujianku akan buruk?"
Kenapa dia mengucapkan itu dengan ekspresi yang licik?
Ketika aku mulai terkejut, Komachi seperti mulai terluka oleh kata-katanya sendiri, mengelus-elus dadanya dan membenahi nada suaranya.
"Karena itulah, yang Komachi miliki saat ini untuk ikut jalur rekomendasi belum cukup..."
Setelah itu, dia mulai menangis. Sial, ini benar-benar adegan yang sedih. Meski begitu, kurasa dia setidaknya mencoba jalur rekomendasi juga...
Tapi, merenung dengan masa lalu bukanlah gaya dari keluarga Hikigaya. Aku sendiri, sudah membuang banyak sekali masa laluku itu. Tentunya, Komachi juga memiliki skill terbaik dari keluarga Hikigaya, yaitu komunikasi. Dia lalu mengatakan sesuatu seperti tidak pernah terjadi apapun.
"Oni-chan sekarang kan juga cuma bagus di ujian tengah semester dan akhir. Kenapa Oni-chan tidak berusaha mengambil jalur rekomendasi untuk kuliah nanti?"
"Hnng. Kau benar-benar bodoh. Sikapku di kelas itu sangatlah buruk, itu pasti membuat kesan para guru kepadaku juga sangat buruk. Karena itulah aku tidak pernah mencoba jalur rekomendasi."
Kenapa aku bisa mengatakan itu dengan ekspresi bangga? Sepertinya efek tengah malam yang bisa memberikan semangat menggebu-gebu masih belum hilang. Mendengar hal itu, Komachi menganggukkan kepalanya dan mengatakan "Begitu ya
Hmph, ada apa dengan sikapnya barusan? Oni-chanmu ini sedikit terluka, tahu tidak?
Meski begitu, diriku yang seperti ini dan diketahui oleh orang-orang bukanlah hal yang tidak wajar. Sikap dan anggapan orang-orang terhadap diriku dalam pelbagai pelajaran sangatlah buruk. Aku sendiri masih bisa mengatasi 5 pelajaran inti, sedang olahraga, seni, musik, dan memasak sangatlah buruk. Ini adalah sistem iblis yang diciptakan oleh sistem sehingga para guru bisa menang. Jika para guru tersebut menjadi pembina Klub sekolah, maka mereka akan bersikap bias terhadap member Klub tersebut. Lalu, para gadis-gadis yang manis dan siswa favorit mereka akan mendapatkan nilai tinggi. Karena aku bukanlah orang yang bisa kabur dari cengkraman iblis untuk bisa survive dalam lingkungan seperti itu, aku putuskan untuk menyerah saja di empat mata pelajaran tersebut.
Tujuan SMA Sobu sendiri adalah menyiapkan siswanya untuk jenjang universitas. Kalau kau mau mendapatkan rekomendasi dari SMA Sobu, maka kau harus setidaknya memiliki skor 40 dari 9 mata pelajaran. Karena skor maksimum dari 9 mata pelajaran tersebut adalah 45, maka standar untuk mendapatkan rekomendasi dari SMA-ku sangatlah tinggi. Belum lagi, aku tidak pernah sekalipun berpikir untuk memperoleh rekomendasi dari sekolah sejak awal masuk SMA Sobu.
Bukankah lebih baik belajar mati-matian untuk ujian kelulusan ketika sudah dekat, lebih baik daripada belajar dan bersikap baik selama 2.5 tahun dan terus melihat ke arah buku raportmu?
Ini mirip bagaimana kualitas ilustrasi LN tidak berpengaruh dalam keputusan untuk membuat sebuah anime, karena itulah nilai-nilai raport yang kau terima tidak akan mempengaruhi ujian akhir. Mari kuajari soal itu!
Kesimpulannya begini, hasil akhir lebih penting daripada proses.
"Ngomong-ngomong, yang harus kau lakukan adalah memiliki nilai ujian masuk yang bagus. Beri yang terbaik!"
Karena posisiku agak jauh dari Komachi, aku tidak bisa menepuk bahunya, jadi yang kulakukan adalah sedikit menaikkan posisi mug yang ada di tanganku ini. Karena itu, Komachi meresponnya dengan menaikkan sedikit posisi mugnya.
"Yup, akan kulakukan yang terbaik!"
Kalau begitu, kegiatanku yang tersisa selanjutnya adalah kembali ke ruanganku, membaca buku dengan santai hingga tertidur. Kuminum kopi yang tersisa di mugku ini dan menuju ke dapur untuk mencuci mugnya.
"Kalau begitu, aku pergi tidur dulu."
Tepat ketika aku mengatakan itu, Komachi langsung berdiri.
"Baiklah! Saatnya untuk mulai! Oni-chan!"
"Huh? Apa maksudmu dengan mulai?"
Mulai perang di malam hari? Apakah ini perang di malam hari? Tapi Oni-chanmu ini mau tidur...
Kamakura hanya memasang ekspresi menguap karena mengantuk, merenggangkan tubuhnya dengan malas, lalu meninggalkan ruangan ini.
x x x
Meja ruangan ini dipenuhi oleh tumpukan buku referensi dan buku-buku tentang soal-soal ujian masuk tahun lalu. Meski jarum pendek menunjuk angka 12, Komachi tampaknya ingin belajar.
Komachi kembali sebentar ke kamarnya dan kembali dengan membawa satu set peralatan untuk belajar. Sambil melihat itu, aku menuang air panas ke cangkir kopi yang kedua untuk hari ini.
Mejanya sendiri dipenuhi oleh buku-buku dari berbagai mata pelajaran. Sedang ekspresi wajahnya masih menampakkan "Tidak bisa belajar", sama seperti biasanya. Tapi, motivasinya untuk belajar tampak lebih besar daripada sebelumnya.
Sambil memegangi pensilnya, Komachi tampak sangat bersemangat.
"Oni-chan, Komachi menyadari sesuatu. Seperti waktu kau bercerita tentang ujian matematika, ternyata ada sebuah trik untuk belajar."
"Oh, berarti kau sudah membuat sebuah kemajuan."
Mungkin lebih tepatnya, dia harusnya bertanya kepada dirinya sendiri mengapa baru sadar sekarang? Atau mungkin, ternyata semua orang juga seperti itu. Meski mereka mendapatkan pelajaran di kelas, mereka masih belum punya metode tentang bagaimana mereka bisa menyerap pelajarannya. Meski seluruh siswa memperoleh pelajaran dari guru yang sama, selama ada siswa yang menyadari cara untuk menyerap pelajarannya dengan benar, maka siswa itu akan terlihat berada di level yang berbeda dari siswa lainnya.
Inilah fase trial-error yang sedang Komachi alami saat ini.
"Pasti ada sebuah trik agar bisa mengingat dengan baik, benar tidak?"
Mendengarkan pertanyaannya, aku mulai mengingat bagaimana metode belajarku. Ah, dia memang tidak salah sudah berpikir seperti itu. Tapi, karena kadang ada orang yang menganggap itu menjijikkan, aku tidak mau mengatakan itu...
"Well, sebenarnya ada caranya. Tapi cara tersebut kurasa hanya cocok untuk diriku. Aku tidak tahu apakah kau akan cocok untuk itu."
"Tidak, aku pasti akan cocok."
Komachi langsung memotongku. Apa dia mengatakan itu dengan penuh rasa percaya diri?
Aku sendiri barusan sudah menjawabnya dengan jawaban yang ambigu, tapi setelah apa yang Komachi katakan, mustahil aku bisa lolos tanpa menjawabnya. Dia mulai menatapku dengan mata yang berkaca-kaca. Kurasa aku tidak punya pilihan lain selain memberitahunya...
"Well, trik agar bisa mengingat...Kau harusnya bisa mengingat dengan baik apa yang akan kukatakan selanjutnya."
"Tolong lebih jelas lagi!"
Komachi mengatakannya dalam nada yang serius. Whoaa...Apa kau sedang memerintahku saat ini? Tahu tidak, sebelum seseorang melakukan presentasi, orang itu harus berpikir dahulu sebelum berbicara?
Kuambil buku sejarah yang ada di sampingku dan mulai membolak-balik halamannya disertai suara "para-para".
"Sebentar kucari dulu...Nah contohnya, sejarah dunia."
Halaman yang kulihat saat ini adalah sejarah modern dunia. Komachi menaruh kursinya di sebelahku. Dia menaruh sikunya dekat denganku, bahkan wajahnya sangat dekat sekali. Ini jelas membuatku gugup ketika menjelaskan sesuatunya...Ah sudahlah.
"Kejadian-kejadian dalam sejarah bisa diingat dari aliran kejadiannya."
"Huh? Aliran kejadian?"
Komachi menatapku dengan tatapan yang penuh tanda tanya. Meski metode ini tidaklah wajar, tapi jika tidak ada yang menjelaskan bagaimana menggunakan metode ini secara detail, maka memahami konsep ini merupakan sesuatu yang sulit.
Akupun pura-pura batuk untuk membersihkan tenggorokanku, lalu melanjutkan berbicara dengan suara yang jelas.
"Dahulu kala, ada yang namanya Negara Soviet-chan dan Amerika-chan."
"Ah, lalu apa yang terjadi dengan Oni-chan?"
Komachi tiba-tiba menjauh dariku. Setelah itu, dia menarik kursinya menjauh dariku. Kupikir aku baru saja mengatakan sesuatu yang menjijikkan. Dasar bedebah...Bukannya kamu yang memintaku menjelaskannya?
"Kampret, diam dulu dan dengarkan aku. Aku ini sedang mengajarimu cara mengingat sesuatu."
"Siap, siap..."
Komachi lalu membetulkan posisi duduknya dan melihatku dengan fokus. Meski dia tampak mendengarkan, posisi kursinya tampak jauh dariku. Oni-chan saat ini merasa sangat sedih, tahu tidak?
Sambil diliputi kesedihan, aku melanjutkan kata-kataku dengan nada yang terbata-bata.
"Soviet-chan ini sangatlah dingin dan lonte yang cantik, tapi Amerika-chan ini ceria dan lonte yang manis."
"Lonte?"
"Ya, lonte."
Meski aku mengajari kata-kata yang seperti itu, mereka semua adalah karakter fiktif sehingga kurasa ini bukanlah masalah. Jika suatu hari aku dibunuh oleh CIA atau KGB, maka kurang lebih inilah alasannya.
Masalah utamanya adalah cerita dari dua lonte ini. Selanjutnya adalah hal yang penting.
"Mereka berdua ada di kelas yang sama. Hubungan keduanya adalah rival untuk memperoleh gelar siapa ratu terpopuler. Karena keduanya ingin berada di posisi teratas, ini menyebabkan perselisihan."
"Kedengarannya seperti cerita yang biasa."
Apa barusan itu cerita biasa?...Gadis-gadis memang sangat menakutkan. Meski aku sedang berusaha menyembunyikan ketakutanku itu, tapi nada suaraku mungkin terdengar bergetar dan terbata-bata.
"Well, mungkin saja. Mereka sebenarnya ingin perang secara terbuka, tapi melihat bagaimana tatapan orang sekitar mereka, atau mungkin dari para pria, membuat mereka sulit untuk melakukannya. Karena itulah, Soviet-chan dan Amerika-chan melakukan perang gosip. Dengan tujuan itulah, mereka merekrut anak buah untuk melakukan perang demi mereka."
"Perang gosip..."
Komachi menggumamkan itu seperti punya keterikatan emosi dengan frasa tersebut.
"Benar. Semacam 'itu gadis yang pacaran di kantor sama anak kuliahan', atau seperti 'mereka tidak mau menyapa kita lagi' atau juga 'C85Nano sudah habis terjual!' dan topik-topik sejenisnya."
"Itu juga cerita biasa..."
Jadi itu juga hal yang biasa? Wow, cukup, kurasa aku harus berhenti mengaitkan topik-topik tersebut dalam penjelasanku. Aku harus memfokuskan energiku dan melanjutkan penjelasanku.
"Itu adalah perang diantara negara komunis dan negara demokratis. Dengan kata lain, itu adalah perang dingin."
Meski dia baru saja mendengarkan sebuah istilah yang familiar, Komachi menganggukkan kepalanya dengan "N, N" seperti memahami maksudnya, kupikir aku harus meneruskan penjelasanku.
"Sementara mereka melakukan perang itu, baik Soviet-chan dan Amerika-chan memiliki sebuah senjata rahasia yang negara lain dilarang untuk dimiliki. Mereka memiliki kelemahan masing-masing. Bagaimana?"
"Jadi mustahil mereka menyerang satu sama lain..."
"Benar sekali. Meski mereka bisa saling menghancurkan, tapi mereka beresiko untuk dibalas, sebuah serangan yang bisa menyebabkan kepunahan. Kalau mereka memutuskan untuk maju, ada resiko kalau seluruh kelas akan kacau. Kalau dari istilah modern untuk menjelaskan ini, kelemahan mereka adalah nuklir."
Kedua belah pihak berniat untuk menghancurkan satu sama lain. Kedua belah pihak paham akan resikonya. Ini juga bisa diartikan sebagai sama-sama menjadi abu.
"Begitulah."
"Oh, oh, sepertinya aku tahu tapi aku sendiri merasa tidak tahu."
Meski aku baru saja menjelaskan tentang perang dingin, reaksi Komachi tampak datar. Meski begitu, yang terpenting adalah apa yang terjadi di perang dingin, daripada metode untuk mengingatnya.
"Ngomong-ngomong, aku sudah menjelaskannya dengan cukup mudah. Meski itu mirip-mirip sesuatu atau apalah, hal-hal dalam sejarah harusnya bisa diingat dengan mengetahui aliran kejadiannya. Pertama, membuat struktur tengkoraknya. Lalu menambahkan pengetahuan sebagai dagingnya. Begitulah cara mengingat sesuatunya. Mengingat istilah-istilah asing hanya akan membuat proses mengingatnya memiliki efisiensi yang rendah."
Menggunakan metode ini, seseorang bisa mengingat kejadian dalam sejarah. Ketika berada dalam forum diskusi, kau bisa menggunakan metode ini, setelah itu kejadian-kejadian selanjutnya akan terbuka dengan mudah. Ini adalah metode yang kurekomendasikan dalam belajar. Well, meski ini hanya rekomendasi, aku tidak tahu siapa lagi yang bisa kuberitahu selain Komachi.
Komachi membuka mulutnya dengan "Ha
"Hal terpenting adalah membuat tulisan-tulisan dari buku pelajaran itu menjadi sebuah drama, benar?"
"Ya kurang lebih begitu. Metodeku sendiri bukanlah satu-satunya metode. Akan bagus sekali jika kau punya metodemu sendiri."
Setelah mengatakan itu, akhirnya aku memperoleh momen untuk kembali ke kamarku dan tidur. Karenanya, aku mulai melemaaskan tubuhku dan air mata hampir menetes ketika aku menguap karena mengantuk, tapi yang terlihat olehku adalah Komachi yang mulai menggerakkan pensilnya dengan cepat.
...Ya sudahlah, kutemani dia sebentar saja.
Dalam ruangan yang sunyi ini, suara dari pensil yang berbunyi "pe-sha" menggema. Komachi terus membolak-balik halamannya, lalu mengambil penghapus, dan kemudian menggambar sesuatu dengan alat tulisnya.
"Komachi, bisakah kau lulus ujiannya nanti?"
Sementara Komachi hanya menjawab tanpa menghentikan aktivitasnya.
"Aku tidak tahu. Akan bagus sekali jika aku bisa lulus."
Dia tidak memberikan jawaban. Yang dia katakan hanyalah harapannya.
Ini mengingatkanku akan momen dimana aku masih SD dan SMP. Kami tidak bertegur sapa tanpa alasan yang jelas. Lagipula, tidak ada satupun yang bisa kubanggakan darinya. Meski ada, tidak ada seorangpun yang bisa kuceritakan soal itu.
Tidak ada untungnya bersekolah di SMA yang sama. Tapi jika itu keinginan Komachi, maka aku tidak mempermasalahkannya.
"...Yeah, sebenarnya aku ingin melakukan beberapa hal disana."
"Melakukan beberapa hal? Semacam kegiatan Klub?"
"Ya
"Memangnya kau mau masuk Klub mana?"
Meski sekolahku punya banyak sekali aktivitas Klub, tapi semua aktivitas itu ada jam berakhirnya. Tapi serius ini, Klubnya terlalu banyak. Ada klub ROU, ada SHI, ada KATE. Kebetulan juga, Klub Pulang Sekolah sepertinya punya aktivitas yang sangat banyak, benar tidak?
Meski begitu, jika aku bertanya kepadanya, dia tampaknya tidak mau menceritakan itu.
"Hehe, rahasia."
Komachi menaikkan jari telunjuknya dan mengedipkan matanya kepadaku. Whoa, gestur barusan sangat manis sehingga menggangguku.
"Kalau Klub yang kau tuju adalah Klub Relawan, kusarankan lupakan saja. Aku sendiri tidak tahu kapan aktivitas Klub itu ada istirahatnya."
"Eh, begitukah?"
Komachi menatapku dengan ekspresi seperti habis dilempar bola. Suasana ceria dan senyumnya tadi tiba-tiba hilang entah kemana.
Yang tersisa hanyalah kesunyian malam.
Kugunakan kopi untuk melegakan tenggorokanku. Setelah mengubur itu di hatiku, aku mulai berbicara.
"Aku tidak tahu apa Klub itu ketika bergabung dulu. Yuigahama juga kurang lebih begitu. Well, kalau Yukinoshita sendiri aku tidak tahu. Karena itulah, jika terjadi sesuatu, aku mungkin akan kabur begitu saja."
Klub itu sendiri hanya beranggotakan 3 orang. Lebih jauh lagi, kami semua siswa kelas 2. Tidak seperti Klub Olahraga, kami tidak punya waktu resmi untuk pensiun dari Klub, tapi Klub ini hanya akan eksis sampai kami lulus SMA. Jadi itu bisa dibubarkan tanpa adanya hubungan dengan waktu.
Mungkinkah itu bisa dijadikan alasan?
Komachi meminum kembali kopinya dan menatapku dengan jengkel.
"Oni-chan. Ketika kau bilang 'terjadi sesuatu', memangnya apa itu?"
"...Entahlah?"
Akupun pura-pura tertawa ketika menjawabnya.
Mungkin, aku sendiri sudah menyadarinya. Malahan, aku sangat sadar mengenai itu.
Yukinoshita Yukino, Hikigaya Hachiman, Yuigahama Yui. Ketiga orang yang beraktivitas di Klub yang sama ini suatu hari akan berakhir. Posisi kami, lingkungan kami, dan karakter kami semuanya berbeda. Hubungan kami bertiga akan hilang suatu saat nanti.
Ini tidak sebatas kami bertiga saja. Sejak awal, hubungan antar manusia itu sangat lemah. Mungkin, lebih lemah dari yang sedang kubayangkan.
Setelah aku kembali ke diriku sendiri, akupun menatap ke arah kopiku. Disana, di permukaan yang hitam, ada pantulan dua buah pupil mata yang gelap.
"Oni-chan?"
Mendengar suara Komachi, membuatku secara spontan menjawabnya.
"Aku mendengarkan. Memangnya, barusan kau bilang apa?"
"Kau tidak mendengarkanku..."
Komachi mengatakan itu dengan kesal. Meski begitu, dia tampak memperoleh semacam motivasi dan menggerakkan pensilnya kembali.
"Yang tersisa sekarang, adalah berusaha yang terbaik agar bisa masuk SMA Sobu!"
"Terserah kau saja. Lakukan yang terbaik."
Kucoba untuk menahan tawaku dan meminum kembali cangkir kopiku.
x Chapter VI | END x
Filosofi Hachiman menyerah jika terlalu sulit, sebenarnya dia aplikasikan di volume 8 chapter 7. Hachiman tidak mampu memahami alasan Yukino maju menjadi kandidat calon ketua. Hachiman memilih untuk menyerah, membuat si pemilik request menarik kembali requestnya, daripada mencari tahu kebenarannya.
Masalah timbul ketika setelah itu, muncul penyesalan dalam diri Hachiman.
........
Saya rasa ini sudah menjelaskan bagaimana Miura bisa masuk menjadi siswi SMA Sobu meski akademis pas-pasan, yaitu lewat jalur non-akademis. Miura adalah atlit tenis tingkat propinsi semasa SMP.
........
Buat yang belum tahu, Komachi ini bukanlah Pengurus OSIS, tapi dia adalah Ketua OSISnya. Ada di vol 8 chapter 7.
........
Soviet-chan dan Amerika-chan adalah Miura dan Sagami.
.........
Hachiman sadar kalau lulusnya mereka dari SMA, artinya hubungan mereka bisa diputuskan secara wajar.
Hachiman menekankan kalau dia sudah tahu ini sejak lama. Mudah saja kita menebak, sebelum Yui berusaha menembaknya di vol 5 chapter 6, ini menjadi solusi sementara yang aman tanpa menyakiti siapapun. Membiarkan perasaan Yui menggantung, hingga mereka bisa pisah secara alami ketika kelulusan.
Lalu datang Ebina yang menembaknya, solusi sama dengan Yui. Memilih memberikan jawaban menggantung dan membiarkannya hilang berlalu hingga kelulusan SMA.
Adegan Hachiman yang menatap permukaan kopi itu sendiri-lah yang mengatakan kalau itu tentang Hikigaya Hachiman dan Klub Relawan. Juga, nantinya ada hubungannya dengan hubungan grup Miura dan Hayama, volume 7.
........
Melihat volume 10 chapter 6 dimana Saki akan maju lewat jalur rekomendasi untuk universitas negeri, kita tahu kalau Saki ini ternyata siswi yang sangat pintar.
........
Hachiman bohong karena sikapnya yang buruk ke guru membuatnya tidak mencoba jalur rekomendasi untuk kuliah.
Hachiman sejak SMP sudah berniat masuk Universitas Swasta jurusan Liberal Art. Itu karena ujian masuknya lebih sedikit dan orangtuanya menyanggupi berapapun biaya kuliahnya. Jadi daripada capek-capek 2.5 tahun berusaha untuk rekomendasi, lebih baik belajar mati-matian ketika ujian masuk universitas swasta dimana peluangnya sangat besar.
Perasaan gue saat ini setelah chapter ini tamat... |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar