Salah satu ciri khusus seorang penyendiri adalah bereaksi berlebihan ketika mendengar namanya disebut. Biasanya, nama mereka jarang disebut, jadi akan terasa janggal jika mendengar namanya disebut, sehingga mereka akan meresponnya secara berlebihan. Sumber: diriku.
Mereka akan bertingkah secara berlebihan untuk mengekspresikan keterkejutannya. Mirip bagaimana merespon suara pengeras suara "Sebentar lagi akan berhenti di Ichigaya!" kalau kau naik kereta Soubu.
"Aku tidak menduga sama sekali kalau akan melihatmu disini. Ada apa kesini?" Zaimokuza lalu terdiam sejenak. "Apa kau tahu kalau tempat ini adalah tempat pertempuran? Ini adalah tempat untuk orang-orang yang sudah siap untuk membuang kehidupan di dunia nyatanya."
"Um, aku sebenarnya diajak kesini oleh Totsuka, dan aku datang sebagai orang normal," aku mengatakan itu sambil menunjuk-nunjuk untuk memberikan tanda kalau aku tidak mau meladeni aktingnya yang menjengkelkan itu.
Zaimokuza kini menatapku dengan tatapan seperti mata anak anjing saja. Tidak ada manis-manisnya sama sekali.
"Jadi, Hachiman, apa yang kau lakukan disini?"
"Nah, aku cuma ingin bersantai saja."
"Apa?! Tunggu dulu. Apa kau melakukannya bersama Tuan Totsuka?"
Zaimokuza lalu melirik ke arah Totsuka, dengan kedua mata yang tampak terkejut. Sikapnya itu membuat Totsuka tiba-tiba bergegas untuk bersembunyi di belakangku.
"Uh, yeah..." kataku.
"Oho, kalau begitu aku akan menemanimu."
Zaimokuza lalu meninggalkan kami, sambil memasang senyum di wajahnya. Sepertinya, dia hendak berpamitan dengan teman bicaranya sebelum bertemu kami. Tidak sampai satu menit, dia kembali sambil mengatakan sesuatu.
"Oke, saatnya kita pergi."
"Um, apa kau tahu kalau kami ini sebenarnya tidak pernah mengajakmu ikut..."
Zaimokuza, yang entah mengapa berpikir kalau dia akan menghabiskan waktunya bersama kami, ikut berjalan bersama kami. Dia lalu menyeka keringatnya seperti tidak pernah merasa kalau aku keberatan dengan kehadirannya disini.
"Hei Zaimokuza, apa orang-orang tadi itu temanmu?"
"Bukan. Yang barusan itu Arcanabro."
"Uh, aku ini tidak sedang bertanya nickname orang itu, tahu tidak?"
"Hmm? Itu memang bukan nicknamenya. Nick orang itu adalah Ash The Bloodhound."
"Kedengarannya menyeramkan..."
"Ketika berhasil mengalahkan musuhnya di Tekken, dia menjadi emosional. Lalu dia memukul dan menendangi mesin permainan beserta asbak di dekatnya, tapi tendangannya ke asbak itu menjadi buah bibir disini. Dia adalah veteran di Big Mu. Kalau nama aslinya sih, masih misteri. Semua orang disini memanggilnya Om Ash, begitulah."
"Oh begitu ya..."
Wow. Barusan itu mungkin informasi paling tidak berguna yang pernah kudengar. Aku tidak pernah merasa kalau mengetahui nama asli orang yang disebut Ash itu akan berguna bagiku kelak.
"Oke, jadi apa yang dimaksud Arcanabro?"
Totsuka, yang sejak tadi mendengarkan pembicaraan kami, menanyakan pertanyaan yang sama, tepat ketika aku hendak menanyakannya.
Zaimokuza, serius ini, berhentilah berpikir kalau kami ini paham istilah-istilah yang sering kau sebutkan itu. Bukannya aku ini sangat ingin tahu tentang itu.
"Well, itu sebutan kepada orang-orang yang bermain game serupa dengan yang sedang kau mainkan. Kau juga bisa menambahkan gelar ataupun daerah disana. Misalnya, kau bisa menyebut Diantara Arcanabros, para Chibabros adalah yang paling hina."
Chibabros, paling hina... Aku menyukai kata itu Chibabro. Terutama kata Chiba-nya.
"Jadi dengan kata lain, dia adalah temanmu?" tanyaku.
"Bukan, dia adalah Arcanabro."
"Jadi menurutmu, dia bukanlah temanmu..."
Bicara dengan Zaimokuza ini benar-benar membuatku lelah. Kami berdua sama-sama orang Jepang, tapi bahasa kami tidalah sama. Kampret. Serius ini, memangnya arcanabro itu berasal dari mana? Kusimpulkan, kalau itu adalah istilah yang hanya digunakan oleh orang-orang dalam grup yang tertutup.
Zaimokuza lalu merespon pertanyaanku tadi.
"Hmm, bagaimana ya. Kami mengobrol ketika bertemu dan kami saling mengirimkan pesan untuk membahas strategi pertempuran. Kami bahkan pergi ke propinsi lain bersama-sama...Meski begitu, aku tidak tahu siapa nama dia yang sebenarnya, ataupun apa pekerjaannya disini. Yang kubicarakan hanya seputar game dan anime dengannya."
Dia lalu terdiam sejenak, dan melanjutkan.
"He-hei, apa kau menganggap Om Ash itu sebagai temanku?"
"Jangan tanya balik kepadaku...Apa kau sudah diberitahu di sekolah kalau jangan sekali-kali menjawab sebuah pertanyaan dengan pertanyaan?"
"Hmm, aku lebih suka menyebutnya sebagai rekan bermain daripada seorang teman. Bagiku, sebutan itu lebih meyakinkan daripada sekedar teman."
"Rekan Bermain, huh...Aku juga cukup menyukai ide itu. Mudah sekali untuk mendefinisikannya."
Jelas kalau Rekan Bermain itu lebih terdefinisi dari sekedar kata Teman. Karena itulah, aku cukup menyukai penjelasan yang seperti itu.
Banyak sekali hal di dunia ini yang tidak bisa di definisikan, tapi sering sekali digunakan dalam percakapan. Misalnya, daripada menyebut pernikahan, cinta, ataupan asmara, akan lebih mudah dipahami jika orang-orang mengatakan kalau mereka ingin sebuah hubungan yang saling timbal balik, atau sebuah hubungan yang ingin uangnya saja, atau sebuah hubungan dimana hanya ingin ikut populer saja, atau mereka hanya sekedar untuk memperoleh keturunan, atau begitu seterusnya. Meski begitu, mengatakan ke seseorang kalau kau ingin berhubungan dengannya hanya sekedar untuk memperoleh uangnya adalah hal yang buruk.
"Memang. Dengan kata lain, kau bisa menyebut kalau kita ini adalah Pelajaran Olahraga-bros, Hachiman."
"Huh, darimana kau menyimpulkan itu?"
Entang mengapa, sebutannya itu terdengar tidak enak untuk didengar, dimana itu membuatku merasa jengkel. Pada dasarnya, dia mengatakan kalau diantara para SMA Sobu-bros, Pelajaran Olahraga-bros adalah para sampahnya.
Meski begitu, aku harus berterimakasih kepada Zaimokuza karena dia menyatakan dengan jelas kalau kami ini bukanlah teman. Kami ini hanya sekedar harus mengobrol karena karena itulah yang dilakukan Pelajaran Olahraga-bros.
"Oke. Jadi kalau seandainya kita berpasangan di pelajaran olahraga, Hachiman, maka kita adalah pelajaran olahraga-bros juga."
"Oh, ka-kau pikir begitu...?"
Jadi aku dan Totsuka bukanlah teman, huh...Ini membuatku terkejut.
Berarti yang harus kulakukan adalah menunggu. Kalau kita bukanlah teman, maka akan ada peluang kalau kita akan menjadi sepasang kekasih. Yeah!
Kampret, apapun rutenya, akhirnya aku sendiri yang susah.
"Meski begitu, sangat mengagumkan bagaimana kau bisa memiliki banyak kenalan melalui game." kata Totsuka.
"Hmm. Be-Benarkah begitu?" Zaimokuza meresponnya dengan terbata-bata.
"Oh, akupun juga berpikir seperti itu," kataku. "Malah, aku pikir itu tidak bisa dikatakan sekedar kegiatan bagi seorang penyendiri."
"Bukan begitu maksudnya. Ada turnamen nasional bagi permainan pertarungan seperti Gekido. Turnamennya sangat seru. Untuk turnamen tahunan, ada event dimana para petarung akan berjuang demi rekannya yang sudah gugur. Semua orang yang hadir seperti sangat emosional. Bahkan diriku sendiri ingin menangis melihat itu."
"Kedengarannya seperti Koshien, semacam kejuaraan level nasional."
"Mm, kurang lebih begitu."
Jadi...Bahkan orang seperti ini saja punya komunitas dimana dia berada, ini cukup mengejutkanku.
"Whoa, itu keren sekali..." Totsuka menepuk kedua tangannya sambil memujinya.
Karena itulah, Zaimokuza tampak hanyut oleh suasananya. Bagi penyendiri, ketika sedang membahas topik yang kita kuasai betul, kita mulai berbicara banyak hal tanpa henti. Ini adalah kebiasaan buruk seorang penyendiri.
"Memang! Game sangatlah mengagumkan, dan ini tidak terbatas game pertarungan saja. Misalnya, para gamers bersama-sama membuat game, lalu game tersebut dinikmati oleh para gamers, dimana mereka akan menjadi generasi selanjutnya. Bukankah siklus semacam itu terlihat indah? Suatu hari nanti, aku akan berdiri diantara para pencipta game."
"Huh? Jadi kau ingin menjadi pencipta game, Zaimokuza-kun? Keren sekali!" kata Totsuka.
"Me-Memang! Ohohohoho!"
...Apa-apaan barusan?
"Apa yang terjadi dengan impianmu untuk menjadi penulis light novel...?"
"Oh, itu ya. Aku berhenti," dia mengatakannya tanpa ragu sedikitpun.
"Jadi kau mengganti cita-citamu lagi...?"
"Well, penulis light novel itu seperti seorang wiraswasta. Tidak ada jaminan jika karyamu gagal, lalu yang kau lakukan setelah itu hanyalah terus menulis selama bertahun-tahun tanpa ada jaminan kapan karyamu akan dibeli. Tidak peduli berapa banyak tulisanmu, tetap tidak ada jaminan kalau kau akan memperoleh uang dari itu, dimana itu adalah sesuatu yang kurang bagus. Karena itulah, bekerja di perusahaan game lebih menjanjikan, bekerja di kantor akan menjamin gajimu."
"Kau hanya mencari-cari alasan saja, dasar sampah!"
"Hmph! Terserah kau saja, Hachiman!"
Tapi dia ada benarnya. Karena aku tidak mau bekerja, karena itulah aku memilih untuk menjadi suami rumahan.
"Tapi kau sendiri tidak punya skill untuk membuat game," kataku.
"Hmph. Kalau begitu, aku akan menjadi penulis skenario game. Itu benar-benar bisa memanfaatkan semua ide dan kelebihanku dalam literatur. Aku akan memiliki kehidupan yang stabil dan perusahaan membayarku karena melakukan sesuatu yang kusukai!"
"Be-Begitu ya...Semoga sukses..."
Aku tidak mau peduli lagi dengan semua ocehannya. Berpikir tentang masa depan orang ini saja sudah membuatku terlihat seperti seorang idiot.
"Yang penting, Hachiman, bukankah kau kesini untuk bersenang-senang? Karena tempat ini adalah base-camp bagiku; karena itulah aku akan menjadi pemandumu. Apa kau ingin menuju suatu tempat?"
Zaimokuza seperti mengumpulkan seluruh energi disini seperti serasa kalau dia memiliki elemen yang sama dengan tempat ini.
Melihat bagaimana tampilan sekitarku sudah memiliki banyak tulisan-tulisan tentang informasi tempat ini, aku sangat terkesan dengan bagaimana tidak bergunanya panduan yang akan dia berikan.
"Oh, aku ingin mencoba stand foto."
Totsuka tampak melihat-lihat sekitar kami dan menunjuk ke sebuah stand foto di pojokan.
"Hachiman, mau tidak berfoto denganku?"
"Ayolah...Bukannya disana itu tempat dimana para gadis ataupun pasangan kekasih berada?"
Stand foto-foto adalah tempat terlarang bagi laki-laki. Kau bisa masuk kesana jika kau adalah seorang gadis ataupun kau bersama pacarmu. Ini jelas-jelas diskriminasi. Ini semacam Apartheid di jaman modern. PBB harusnya segera bertindak cepat untuk mengatasi ini.
Grup kami saat ini terdiri dari tiga orang laki-laki. Kami tidak begitu senang dengan situasinya.
"Ku-Kurasa begitu...Tidak begitu bagus ya?"
"Bukannya aku mau bilang tidak bagus, mungkin tepatnya..."
Serius, ketika dia bertanya seperti itu, sangat sulit untuk mengatakan tidak.
"Ohohohoho, jangan khawatir Hachiman. Bukankah sudah kubilang kalau disini adalah base-campku. Mereka bahkan membiarkanku masuk karena aku pelanggan disini."
"Wow, kau bisa begitu? Luar biasa. Kau pasti pelanggan setia disini sehingga diberikan keistimewaan seperti itu."
Jadi ternyata itu tidak sekedar marketing palsu. Sangat luar biasa bagaimana para pelanggan dan pemilik stand bisa sama-sama untung dalam situasi ini. Begitulah si Zaimokuza-san.
"Serahkan ini padaku. Ikuti instruksiku," Zaimokuza mengatakan itu sambil memimpin jalan menuju stand foto-foto.
Dia berjalan dengan diselimuti kepercayaan diri yang sangat tinggi, tidak sedikitpun menunjukkan keraguan pada dirinya. Sikapnya ini benar-benar mirip dengan sikap seorang raja. Begitulah Zaimokuza-san.
Dengan mempertahankan sikapnya itu, dia mulai menuju pintu masuk stand foto.
"Maaf Tuan, apa yang hendak anda lakukan? Jika hanya laki-laki saja, saya rasa saya tidak bisa mempersilakan anda masuk."
"Er, Um, uh, ma-maafkan aku..."
Yang bisa menghentikan lajunya ternyata hanya komentar biasa dari seorang penjaga stand foto, kuberi nilai 9 dari 10 deh. Begitulah Zaimokuza-san.
Melihat adegan yang sudah menjadi ekspektasi kami, Totsuka dan diriku hanya bisa melihat satu sama lain tanpa adanya keterkejutan sama sekali.
"Seperti dugaanku..." kataku.
"...Ahaha, begitulah."
Tapi, tiba-tiba terjadi keajaiban.
"Maaf Tuan, anda sedang menghalangi jalan. Tolong pindah ke pinggir."
Si penjaga kemudian membawa Zaimokuza ke salah satu sudut, dia ternyata menciptakan jalan kepada kami. Zaimokuza sendiri seperti terbawa begitu saja tanpa menunjukkan adanya penolakan, seperti seekor kucing yang dibawa dengan memegangi lehernya.
"...A-Apa yang terjadi barusan?" Satu-satunya alasan mengapa Totsuka mengedip-ngedipkan kedua matanya karena merasa bingung dengan apa yang terjadi.
"...Entah. Ah sudahlah, dia sudah memberikan jalan kepada kita, jadi ayo kita pergi."
"Y-Ya..." Totsuka kemudian mengikutiku dengan ekspresi yang senang.
Di dalam stand, aku merasa seperti berada di sebuah mesin. Jujur saja, kedipan warna-warni dari lampu-lampu disini memberikan suasana seperti sedang berada di tempat prostitusi yang berada di Shinjuku.
Ya ampun, lihat semua contoh foto ini. Gambar dari orang yang mirip model tergantung di gorden, dinding, dan di seluruh ruangan. Sangat menakutkan kalau melihat seluruh gambar disini memiliki wajah yang mirip. Kenapa gadis dalam foto-foto ini terlihat sama? Kau hanya bisa membedakan mereka dari gaya rambut dan pakaiannya. Apa mereka memakai template yang sama atau sejenisnya?
"Whoa...Mereka tampak seperti lonte saja..."
Kalau dibandingkan dengan ciri-ciri Yuigahama dan Miura, aku merasakan tanda-tanda yang lebih jelas dari gambar ini. Jadi seperti inikah orang-orang yang berasal dari dunia lain itu? Ini mulai membuatku takut.
"Oke, kurasa disini cukup," kata Totsuka. "Hachiman, apa ini tidak masalah?"
"...Yeah, tidak masalah."
Jujur saja, situasinya tidak mungkin lebih buruk dari ini kan.
Totsuka lalu menuju panel kontrol dan membaca instruksinya.
"Oh jadi begini. Memilih latar dan...Oke, ini kelihatannya bagus," katanya, sambil memegangi lenganku dan menarikku untuk agak ke bawah.
"H-Huh? Apa, ini sudah mulai? Aku harus berpose seperti apa?! Aduh ini silau sekali!"
Cahaya flash tiba-tiba muncul. Tunggu, bukankah Cahaya Flash semacam ini adalah jurus spesial milik Ten Shin Han? Apa Goku bisa menggunakan stand foto sebagai cara untuk melakukan jurus itu?
"Ayo kita lakukan sekali lagi~"
Setelah suara tersebut muncul dari panel kontrol, lampu flash kemudian bersinar beberapa kali.
Tolong pinjamkan kekuatanmu, Ten Shin Han!
"Sesi foto berakhir! Jangan lupa untuk menambahkan beberapa sentuhan unikmu sebelum mencetak fotonya!"
"Sentuhan kami, huh...?" kata Totsuka. "Kira-kira aku ingin yang bagaimana ya."
Kami kemudian membuka tirai ruang foto dan berpindah ke tempat untuk mengedit foto. Pada layar, terdapat hitung mundur untuk menunjukkan berapa lama waktu yang tersisa untuk mengedit fotonya.
"Jadi kita akan memeriksa foto barusan dan...Wh-Whoa! Ada penampakan hantu disana?!"
Setelah melihat hasil foto barusan, Totsuka langsung berpegangan tangan denganku karena kaget.
Whoa, i-itu mengejutkanku!
Ketika usahaku untuk menenangkan diriku sudah mulai menampakkan hasil, aku melihat foto penampakan atau entah apa itu. Disana, ada wajah seorang laki-laki yang hanya muncul separuh saja.
Dan namanya adalah Zaimokuza.
Ketika kubuka tirai-tirai disini dan mencarinya, ternyata dia sedang berjongkok di lantai.
"Oh, aku tahu, ternyata itu Zaimokuza-kun, ya...? Untung saja."
"Apa yang kau lakukan disini...?" tanyaku.
"Oho, aku dalam posisi merangkak seperti ini memang bertujuan untuk menyembunyikan diriku. Lalu aku kemudian berpikir, melihatmu sedang bermesraan dengan Tuan Totsuka, aku berniat mengacaukannya dengan muncul di fotonya! Camkan ini! Kenanganmu telah dinodai olehku!"
"Bukankah kalau dipikir-pikir lagi, kau sendiri sedang menjelaskan tentang situasi menyedihkan dari dirimu sendiri?"
"...Hmph, aku sudah melewati level menyedihkan pada saat para siswa membeli foto-foto mereka semasa darmawisata yang diambil oleh fotografer sekolah. Waktu itu, para gadis tampak menangis ketika melihat diriku berada dalam foto mereka."
Whoa, jadi pria ini memiliki luka itu juga...
"Ohh. Um, bagaimana ya? Ma-Maaf mendengar hal itu, Zaimokuza."
"Aku tidak memerlukan simpati," dia mengatakan itu sambil menyeka air mata yang muncul di ujung matanya.
Meski begitu, Zaimokuza ini bukanlah orang jahat. Orang yang menciptakan ide untuk menjual foto-foto itulah yang jahat disini.
"Tapi tahulah, yang kampret ini sebenarnya sistem jual foto-foto semacam itu. Ketika para siswa tahu kalau kau membeli foto gadis yang kau sukai, mereka mulai mengejekmu, dan itu menjengkelkan."
"...Me-Memang, itu mirip-mirip dengan pengalamanku."
"Ha-Hachiman...Ayo kita buat banyak kenangan bersama setelah ini dan seterusnya." Totsuka berusaha menenangkanku dengan segala apa yang dia miliki. "Aku akan bersamamu selama aku bisa."
Itu akan terasa aneh...Meski akan terasa wajar jika kita berada di masa SMP.
Setelah ini dan itu, pencet sana dan sini, waktu untuk mengedit foto sudah habis dan foto kami akhirnya dicetak.
"Kulitku terlihat pucat sekali..." kata Totsuka.
"Kau menambahkan editing yang terlalu banyak..." kataku.
"Memang," Zaimokuza mengatakan itu sambil pura-pura batuk. "Meski begitu, melihat Hachiman yang tampak bersinar membuatku ketakutan...Dia tampak bersinar terang tapi kedua matanya tetap busuk..."
Well, semua orang tahu kalau tampilan yang tampak cerah itu karena memakai flash dengan intensitas tinggi. Itu juga membuat tampilan wajah Zaimokuza lebih putih. Sedang bagi Totsuka, itu memperkuat kualitas gadis cantik miliknya itu sehingga akan membuatnya wajar jika dia dipanggil gadis manis.
"Benar, ini. Yang ini milikmu, Hachiman." Totsuka memberiku salah satu dari tiga amplop foto yang dia ambil. "Dan ini milikmu, Zaimokuza-kun."
"O-oh? Aku boleh memilikinya?"
"Huh? Yeah," Totsuka mengatakan itu dengan sebuah senyuman yang tidak akan bisa dihasilkan oleh efek-efek stand foto manapun.
Zaimokuza lalu meresponnya.
"Baguslah. Ka-Kalau begitu, aku menerimanya." Dia kemudian mengambil itu, memegangnya seperti sebuah benda yang sangat berharga, lalu dia terus melirik foto di dalam amplop itu sambil memancarkan aura bahagia.
Akupun mulai melirik foto yang berada di tanganku ini dengan ekspresi yang mirip dengannya.
Karena kita tidak punya banyak waktu untuk mengedit, hanya ada tiga dari foto yang kumiliki ini memiliki tulisan. Ada satu foto yang bertuliskan "Bros Dalam Pelajaran Olahraga!" yang ditulis oleh Totsuka dengan tulisan miring. Aku suka tulisan ini, sangat manis sekali...
Dan ada foto lainnya yang bertuliskan "Nakayoshi" - Sahabat.
Zaimokuza lalu tampak kesal.
"Hachiman dan diriku ini bukanlah sahabat."
"Kurasa aku setuju. Kita bukanlah sahabat."
"Itukah menurutmu? Aku malahan berpikir kalau kalian akrab sekali." Totsuka tampak menggelengkan kepalanya.
"Nah, aku lebih menyukai manga Ribon daripada manga Nakayoshi."
"Memang," kata Zaimokuza. "Kodocha juga bagus loh..."
"Betul kan? Aku membaca manga itu sampai tamat."
"Oh, benarkah? Versi animenya malah lebih bagus."
Zaimokuza dan diriku saling membalikkan badan.
Aku tampak kesal.
Dia juga tampak kesal.
Ketika retakan mulai menyebar kemana-mana dan kami berdua sudah siap-siap untuk berperang, Totsuka tiba-tiba tertawa.
"Kalian berdua benar-benar sahabat."
"Huh? Bagian mana yang menunjukkan itu...?"
Zaimokuza lalu tampak menggerutu.
"Serius ini."
"Oke, kita lakukan dengan cara biasa. Karena senyum super manis dari Totsuka, kumaafkan kau hari ini. Aku akan membawa manganya pada hari Senin dan kau harus membacanya dan menulis essay tentang manga tersebut."
"Hmph. Kalau begitu, aku juga akan membawa DVD-nya dan kau harus membuat laporan penuh tentang itu."
Zaimokuza lalu memalingkan wajahnya dan menaruh foto-foto yang ada di tangannya ke dompetnya.
"Jujur saja, Hachiman, kalau tidak gara-gara ulah bodohmu itu, aku harusnya sudah memperoleh lebih banyak foto-foto yang bertuliskan sesuatu. Aku malah hanya mendapatkan dua foto saja. Sebagai hukuman, kau harus memilih bola voli di pelajaran olahraga bulan depan. Kalau kau tidak melakukannya, aku akan meninggalkanmu."
Benarkah itu?
Aku berpikir sejenak, dan hendak memeriksa ulang sesuatu dimana aku merasa ada yang janggal disini. Tapi, yang terlihat hanyalah Totsuka yang menaruh jarinya di depan bibirnya, seperti memberitahuku untuk mengurungkan niatku.
Kututup fotonya dengan tanganku dan kulirik sedikit, dan diriku mulai tersipu malu dengan apa yang tertulis di foto yang belum kulihat:
"Be-Begitu ya...Semoga sukses..."
Aku tidak mau peduli lagi dengan semua ocehannya. Berpikir tentang masa depan orang ini saja sudah membuatku terlihat seperti seorang idiot.
x x x
"Yang penting, Hachiman, bukankah kau kesini untuk bersenang-senang? Karena tempat ini adalah base-camp bagiku; karena itulah aku akan menjadi pemandumu. Apa kau ingin menuju suatu tempat?"
Zaimokuza seperti mengumpulkan seluruh energi disini seperti serasa kalau dia memiliki elemen yang sama dengan tempat ini.
Melihat bagaimana tampilan sekitarku sudah memiliki banyak tulisan-tulisan tentang informasi tempat ini, aku sangat terkesan dengan bagaimana tidak bergunanya panduan yang akan dia berikan.
"Oh, aku ingin mencoba stand foto."
Totsuka tampak melihat-lihat sekitar kami dan menunjuk ke sebuah stand foto di pojokan.
"Hachiman, mau tidak berfoto denganku?"
"Ayolah...Bukannya disana itu tempat dimana para gadis ataupun pasangan kekasih berada?"
Stand foto-foto adalah tempat terlarang bagi laki-laki. Kau bisa masuk kesana jika kau adalah seorang gadis ataupun kau bersama pacarmu. Ini jelas-jelas diskriminasi. Ini semacam Apartheid di jaman modern. PBB harusnya segera bertindak cepat untuk mengatasi ini.
Grup kami saat ini terdiri dari tiga orang laki-laki. Kami tidak begitu senang dengan situasinya.
"Ku-Kurasa begitu...Tidak begitu bagus ya?"
"Bukannya aku mau bilang tidak bagus, mungkin tepatnya..."
Serius, ketika dia bertanya seperti itu, sangat sulit untuk mengatakan tidak.
"Ohohohoho, jangan khawatir Hachiman. Bukankah sudah kubilang kalau disini adalah base-campku. Mereka bahkan membiarkanku masuk karena aku pelanggan disini."
"Wow, kau bisa begitu? Luar biasa. Kau pasti pelanggan setia disini sehingga diberikan keistimewaan seperti itu."
Jadi ternyata itu tidak sekedar marketing palsu. Sangat luar biasa bagaimana para pelanggan dan pemilik stand bisa sama-sama untung dalam situasi ini. Begitulah si Zaimokuza-san.
"Serahkan ini padaku. Ikuti instruksiku," Zaimokuza mengatakan itu sambil memimpin jalan menuju stand foto-foto.
Dia berjalan dengan diselimuti kepercayaan diri yang sangat tinggi, tidak sedikitpun menunjukkan keraguan pada dirinya. Sikapnya ini benar-benar mirip dengan sikap seorang raja. Begitulah Zaimokuza-san.
Dengan mempertahankan sikapnya itu, dia mulai menuju pintu masuk stand foto.
"Maaf Tuan, apa yang hendak anda lakukan? Jika hanya laki-laki saja, saya rasa saya tidak bisa mempersilakan anda masuk."
"Er, Um, uh, ma-maafkan aku..."
Yang bisa menghentikan lajunya ternyata hanya komentar biasa dari seorang penjaga stand foto, kuberi nilai 9 dari 10 deh. Begitulah Zaimokuza-san.
Melihat adegan yang sudah menjadi ekspektasi kami, Totsuka dan diriku hanya bisa melihat satu sama lain tanpa adanya keterkejutan sama sekali.
"Seperti dugaanku..." kataku.
"...Ahaha, begitulah."
Tapi, tiba-tiba terjadi keajaiban.
"Maaf Tuan, anda sedang menghalangi jalan. Tolong pindah ke pinggir."
Si penjaga kemudian membawa Zaimokuza ke salah satu sudut, dia ternyata menciptakan jalan kepada kami. Zaimokuza sendiri seperti terbawa begitu saja tanpa menunjukkan adanya penolakan, seperti seekor kucing yang dibawa dengan memegangi lehernya.
"...A-Apa yang terjadi barusan?" Satu-satunya alasan mengapa Totsuka mengedip-ngedipkan kedua matanya karena merasa bingung dengan apa yang terjadi.
"...Entah. Ah sudahlah, dia sudah memberikan jalan kepada kita, jadi ayo kita pergi."
"Y-Ya..." Totsuka kemudian mengikutiku dengan ekspresi yang senang.
Di dalam stand, aku merasa seperti berada di sebuah mesin. Jujur saja, kedipan warna-warni dari lampu-lampu disini memberikan suasana seperti sedang berada di tempat prostitusi yang berada di Shinjuku.
Ya ampun, lihat semua contoh foto ini. Gambar dari orang yang mirip model tergantung di gorden, dinding, dan di seluruh ruangan. Sangat menakutkan kalau melihat seluruh gambar disini memiliki wajah yang mirip. Kenapa gadis dalam foto-foto ini terlihat sama? Kau hanya bisa membedakan mereka dari gaya rambut dan pakaiannya. Apa mereka memakai template yang sama atau sejenisnya?
"Whoa...Mereka tampak seperti lonte saja..."
Kalau dibandingkan dengan ciri-ciri Yuigahama dan Miura, aku merasakan tanda-tanda yang lebih jelas dari gambar ini. Jadi seperti inikah orang-orang yang berasal dari dunia lain itu? Ini mulai membuatku takut.
"Oke, kurasa disini cukup," kata Totsuka. "Hachiman, apa ini tidak masalah?"
"...Yeah, tidak masalah."
Jujur saja, situasinya tidak mungkin lebih buruk dari ini kan.
Totsuka lalu menuju panel kontrol dan membaca instruksinya.
"Oh jadi begini. Memilih latar dan...Oke, ini kelihatannya bagus," katanya, sambil memegangi lenganku dan menarikku untuk agak ke bawah.
"H-Huh? Apa, ini sudah mulai? Aku harus berpose seperti apa?! Aduh ini silau sekali!"
Cahaya flash tiba-tiba muncul. Tunggu, bukankah Cahaya Flash semacam ini adalah jurus spesial milik Ten Shin Han? Apa Goku bisa menggunakan stand foto sebagai cara untuk melakukan jurus itu?
"Ayo kita lakukan sekali lagi~"
Setelah suara tersebut muncul dari panel kontrol, lampu flash kemudian bersinar beberapa kali.
Tolong pinjamkan kekuatanmu, Ten Shin Han!
"Sesi foto berakhir! Jangan lupa untuk menambahkan beberapa sentuhan unikmu sebelum mencetak fotonya!"
"Sentuhan kami, huh...?" kata Totsuka. "Kira-kira aku ingin yang bagaimana ya."
Kami kemudian membuka tirai ruang foto dan berpindah ke tempat untuk mengedit foto. Pada layar, terdapat hitung mundur untuk menunjukkan berapa lama waktu yang tersisa untuk mengedit fotonya.
"Jadi kita akan memeriksa foto barusan dan...Wh-Whoa! Ada penampakan hantu disana?!"
Setelah melihat hasil foto barusan, Totsuka langsung berpegangan tangan denganku karena kaget.
Whoa, i-itu mengejutkanku!
Ketika usahaku untuk menenangkan diriku sudah mulai menampakkan hasil, aku melihat foto penampakan atau entah apa itu. Disana, ada wajah seorang laki-laki yang hanya muncul separuh saja.
Dan namanya adalah Zaimokuza.
Ketika kubuka tirai-tirai disini dan mencarinya, ternyata dia sedang berjongkok di lantai.
"Oh, aku tahu, ternyata itu Zaimokuza-kun, ya...? Untung saja."
"Apa yang kau lakukan disini...?" tanyaku.
"Oho, aku dalam posisi merangkak seperti ini memang bertujuan untuk menyembunyikan diriku. Lalu aku kemudian berpikir, melihatmu sedang bermesraan dengan Tuan Totsuka, aku berniat mengacaukannya dengan muncul di fotonya! Camkan ini! Kenanganmu telah dinodai olehku!"
"Bukankah kalau dipikir-pikir lagi, kau sendiri sedang menjelaskan tentang situasi menyedihkan dari dirimu sendiri?"
"...Hmph, aku sudah melewati level menyedihkan pada saat para siswa membeli foto-foto mereka semasa darmawisata yang diambil oleh fotografer sekolah. Waktu itu, para gadis tampak menangis ketika melihat diriku berada dalam foto mereka."
Whoa, jadi pria ini memiliki luka itu juga...
"Ohh. Um, bagaimana ya? Ma-Maaf mendengar hal itu, Zaimokuza."
"Aku tidak memerlukan simpati," dia mengatakan itu sambil menyeka air mata yang muncul di ujung matanya.
Meski begitu, Zaimokuza ini bukanlah orang jahat. Orang yang menciptakan ide untuk menjual foto-foto itulah yang jahat disini.
"Tapi tahulah, yang kampret ini sebenarnya sistem jual foto-foto semacam itu. Ketika para siswa tahu kalau kau membeli foto gadis yang kau sukai, mereka mulai mengejekmu, dan itu menjengkelkan."
"...Me-Memang, itu mirip-mirip dengan pengalamanku."
"Ha-Hachiman...Ayo kita buat banyak kenangan bersama setelah ini dan seterusnya." Totsuka berusaha menenangkanku dengan segala apa yang dia miliki. "Aku akan bersamamu selama aku bisa."
Itu akan terasa aneh...Meski akan terasa wajar jika kita berada di masa SMP.
x x x
Setelah ini dan itu, pencet sana dan sini, waktu untuk mengedit foto sudah habis dan foto kami akhirnya dicetak.
"Kulitku terlihat pucat sekali..." kata Totsuka.
"Kau menambahkan editing yang terlalu banyak..." kataku.
"Memang," Zaimokuza mengatakan itu sambil pura-pura batuk. "Meski begitu, melihat Hachiman yang tampak bersinar membuatku ketakutan...Dia tampak bersinar terang tapi kedua matanya tetap busuk..."
Well, semua orang tahu kalau tampilan yang tampak cerah itu karena memakai flash dengan intensitas tinggi. Itu juga membuat tampilan wajah Zaimokuza lebih putih. Sedang bagi Totsuka, itu memperkuat kualitas gadis cantik miliknya itu sehingga akan membuatnya wajar jika dia dipanggil gadis manis.
"Benar, ini. Yang ini milikmu, Hachiman." Totsuka memberiku salah satu dari tiga amplop foto yang dia ambil. "Dan ini milikmu, Zaimokuza-kun."
"O-oh? Aku boleh memilikinya?"
"Huh? Yeah," Totsuka mengatakan itu dengan sebuah senyuman yang tidak akan bisa dihasilkan oleh efek-efek stand foto manapun.
Zaimokuza lalu meresponnya.
"Baguslah. Ka-Kalau begitu, aku menerimanya." Dia kemudian mengambil itu, memegangnya seperti sebuah benda yang sangat berharga, lalu dia terus melirik foto di dalam amplop itu sambil memancarkan aura bahagia.
Akupun mulai melirik foto yang berada di tanganku ini dengan ekspresi yang mirip dengannya.
Karena kita tidak punya banyak waktu untuk mengedit, hanya ada tiga dari foto yang kumiliki ini memiliki tulisan. Ada satu foto yang bertuliskan "Bros Dalam Pelajaran Olahraga!" yang ditulis oleh Totsuka dengan tulisan miring. Aku suka tulisan ini, sangat manis sekali...
Dan ada foto lainnya yang bertuliskan "Nakayoshi" - Sahabat.
Zaimokuza lalu tampak kesal.
"Hachiman dan diriku ini bukanlah sahabat."
"Kurasa aku setuju. Kita bukanlah sahabat."
"Itukah menurutmu? Aku malahan berpikir kalau kalian akrab sekali." Totsuka tampak menggelengkan kepalanya.
"Nah, aku lebih menyukai manga Ribon daripada manga Nakayoshi."
"Memang," kata Zaimokuza. "Kodocha juga bagus loh..."
"Betul kan? Aku membaca manga itu sampai tamat."
"Oh, benarkah? Versi animenya malah lebih bagus."
Zaimokuza dan diriku saling membalikkan badan.
Aku tampak kesal.
Dia juga tampak kesal.
Ketika retakan mulai menyebar kemana-mana dan kami berdua sudah siap-siap untuk berperang, Totsuka tiba-tiba tertawa.
"Kalian berdua benar-benar sahabat."
"Huh? Bagian mana yang menunjukkan itu...?"
Zaimokuza lalu tampak menggerutu.
"Serius ini."
"Oke, kita lakukan dengan cara biasa. Karena senyum super manis dari Totsuka, kumaafkan kau hari ini. Aku akan membawa manganya pada hari Senin dan kau harus membacanya dan menulis essay tentang manga tersebut."
"Hmph. Kalau begitu, aku juga akan membawa DVD-nya dan kau harus membuat laporan penuh tentang itu."
Zaimokuza lalu memalingkan wajahnya dan menaruh foto-foto yang ada di tangannya ke dompetnya.
"Jujur saja, Hachiman, kalau tidak gara-gara ulah bodohmu itu, aku harusnya sudah memperoleh lebih banyak foto-foto yang bertuliskan sesuatu. Aku malah hanya mendapatkan dua foto saja. Sebagai hukuman, kau harus memilih bola voli di pelajaran olahraga bulan depan. Kalau kau tidak melakukannya, aku akan meninggalkanmu."
Benarkah itu?
Aku berpikir sejenak, dan hendak memeriksa ulang sesuatu dimana aku merasa ada yang janggal disini. Tapi, yang terlihat hanyalah Totsuka yang menaruh jarinya di depan bibirnya, seperti memberitahuku untuk mengurungkan niatku.
Kututup fotonya dengan tanganku dan kulirik sedikit, dan diriku mulai tersipu malu dengan apa yang tertulis di foto yang belum kulihat:
"HACHIMAN SAIKA"
Ya Tuhan. Ini membuatku benar-benar tersipu malu.
"Ah, ternyata sudah petang, aku harus pergi..." kata Totsuka.
"Oh les tenis ya."
Oh, benar juga. Totsuka kesini hanya sekedar menghabiskan waktu untuk menunggu jam lesnya tiba. Aku merasa tidak enak karena tidak bisa menghiburnya selama ini.
"Oke, aku akan pergi dulu. Sepertinya kau sudah lebih gembira, Hachiman."
"Huh?"
"Kau sepertinya tampak murung belakangan ini. Jadi kupikir kalau kau butuh perubahan suasana."
Kalau dipikir-pikir, aku juga merasa kalau Komachi mengatakan hal yang serupa pagi ini. Aku tidak begitu peduli karena adikku itu memang aneh, tapi jika orang waras seperti Totsuka juga mengatakan itu, maka itu memang benar adanya.
"Aku tidak begitu tahu apa yang sedang terjadi padamu, tapi...Aku menyukai dirimu yang seperti biasanya, Hachiman," kata Totsuka.
Lalu, dia memeriksa jam di HP-nya, lalu mengatakan sesuatu.
"Oke, ayo lain kali kita pergi lagi!" dia mengatakannya dengan penuh semangat.
Sebelum dia berjalan keluar dari pandanganku, dia membalikkan tubuhnya sejenak dan melambaikan tangannya.
Aku meresponnya dengan menaikkan tanganku juga.
Zaimokuza lalu menggerutu.
"Tuan Totsuka ternyata sangat baik hati. Bukannya aku mau mengatakan kalau kau ini tidak pernah baik kepadaku, Hachiman..."
"Huh? Apaan? Kau masih disini toh? Tahu tidak, kau ini banyak bacot."
"Oho, seperti yang diharapkan dari temanku, Tuan Totsuka. Dia benar-benar petarung yang sempurna."
"...Apa kau berencana untuk menjadi teman Totsuka?"
"Er, A-Apa aku bukan temannya...?"
"Jangan tanya ke gue. Juga, jangan terguncang seperti itu."
Bukankah sifat orang ini sejak tadi berubah-ubah secara tidak jelas? Apa dia baik-baik saja?
"Oh, hei, kalian, apa yang sedang kalian lakukan? Kalian tidak boleh berada disini, tahu tidak?"
Suara teguran itu berasal dari pegawai stand yang menghancurkan suasana tempat ini.
"Wah, anjrit," kata Zaimokoza. "Selamat jalan dan sampai jumpa!"
"Oi, memangnya kita ini sedang keluar dari pintu depan restoran prasmanan..."
Sambil bertukar sapaan yang tidak jelas, kami berdua kabur dari lokasi. Aku bisa melihat Zaimokuza sedang dikepung oleh para pegawai stand ketika aku sedikit menoleh ke belakang.
Seperti kata Totsuka, Hikigaya Hachiman bukanlah orang yang mengkhawatirkan sesuatu. Karakterku adalah "menyerah ketika sesuatunya menjadi sulit". Yang terbaik adalah bersikap seperti tidak ada satupun hal yang terjadi. Merubah karakter dan sifatku hanya karena ada sebuah kejadian bukanlah diriku yang sebenarnya.
Sebelum mengayuh sepedaku, secara diam-diam aku menaruh foto-foto tersebut di dompetku.
Sekarang, saatnya pergi membeli bingkai foto dan menaruhnya di kamarku.
x Chapter II | END x
Cerita Hachiman soal sebuah hubungan diantara manusia yang hanya menumpang popularitas sebenarnya secara tidak langsung menyindir Yui, terutama di vol 6 chapter 3. Lalu menyindir Ebina, di vol 7 chapter 9.
........
Jika Hachiman terus bersikeras kalau dia tidak punya teman, maka chapter ini sekali lagi menyangkal monolog ataupun kata-kata tersebut, alias bullshit. Hachiman ini sebenarnya memiliki sahabat baik, yaitu Zaimokuza dan Totsuka.
........
Penjaga stand foto mempersilakan Hachiman dan Totsuka masuk ke dalam karena Totsuka terlihat seperti seorang gadis...
........
Jadi, Hachiman pernah membeli foto darmawisata dari gadis yang disukainya semasa SMP. Kita sudah bisa menebak siapa gadisnya...( admin pasti Kaori-fags! )
........
Jika pembaca perhatikan, disini situasi Yui-Hachiman memang berdampak ke Hachiman. Namun kejadian serupa antara situasi Yukino-Hachiman juga berdampak. Namun, pukulan terbesarnya tentu dari Yukino, ketika volume 8.
.........
Karakterku adalah "menyerah ketika sesuatunya menjadi sulit". Yang terbaik adalah bersikap seperti tidak ada satupun hal yang terjadi. Merubah karakter dan sifatku hanya karena ada sebuah kejadian bukanlah diriku yang sebenarnya.
........
Jika Hachiman terus bersikeras kalau dia tidak punya teman, maka chapter ini sekali lagi menyangkal monolog ataupun kata-kata tersebut, alias bullshit. Hachiman ini sebenarnya memiliki sahabat baik, yaitu Zaimokuza dan Totsuka.
........
Penjaga stand foto mempersilakan Hachiman dan Totsuka masuk ke dalam karena Totsuka terlihat seperti seorang gadis...
........
Jadi, Hachiman pernah membeli foto darmawisata dari gadis yang disukainya semasa SMP. Kita sudah bisa menebak siapa gadisnya...( admin pasti Kaori-fags! )
........
Jika pembaca perhatikan, disini situasi Yui-Hachiman memang berdampak ke Hachiman. Namun kejadian serupa antara situasi Yukino-Hachiman juga berdampak. Namun, pukulan terbesarnya tentu dari Yukino, ketika volume 8.
.........
Karakterku adalah "menyerah ketika sesuatunya menjadi sulit". Yang terbaik adalah bersikap seperti tidak ada satupun hal yang terjadi. Merubah karakter dan sifatku hanya karena ada sebuah kejadian bukanlah diriku yang sebenarnya.
Monolog Hachiman di atas adalah bullshit. Di volume 9 chapter 6, Hachiman memutuskan untuk berubah. Sayangnya, kejadian Yui-Hachiman di volume 3 ini hingga volume 11 tidaklah berubah. Tentunya, karena Hachiman hanya ingin melihat apa yang ingin dia lihat saja.
Lanjut lagi
BalasHapus