Komachi, adikku, sedang memakan roti panggang sambil membaca majalah fashion. Aku melihat dirinya sambil meminum kopi hitamku di pagi ini.
Judul-judul yang menjengkelkan seperti "Bagaimana Cara Mendapatkan Cowok" dan "Kekinian" sering muncul beberapa kali; secara umum, artikel-artikelnya berisi topik-topik yang idiot. Sambil memikirkan itu, akupun meminum kembali kopi hitamku.
Apa Jepang akan baik-baik saja jika terus begini? Artikel-artikel semacam itu adalah artikel yang paling tidak bermutu, dan adikku dengan mudahnya mengangguk begitu saja dengan isi artikelnya.
Kampret, memangnya artikel semacam itu perlu diberi anggukan?
Majalah "Surga Remaja" atau apalah itu namanya adalah majalah terpopuler bagi gadis SMP. Majalah itu semacam majalah yang seperti ini: Majalah ini bukan sekedar bacaan biasa semakin kau tidak membacanya, maka kau akan semakin dibully di sekolah.
"Ohhh..."
Komachi tampak kagum akan sesuatu. Remah-remah roti mulai berjatuhan di halaman majalah itu. Apa dia hendak meniru Hansel and Gretel atau sejenisnya?
Saat ini sudah jam 7.40 pagi.
"Hei, waktunya."
Karena adikku itu sedang tenggelam dalam bacaan majalahnya, jadi aku menyikut bahunya, berusaha memberitahunya kalau ini sudah hampir waktunya berangkat sekolah. Setelah itu, Komachi tiba-tiba menaikkan kepalanya dan melihat ke arah jam dinding.
"Uwahh, tidak!"
Komachi meneriakkan itu, lalu menutup majalahnya dan berdiri seketika.
"Tunggu tunggu tunggu dulu, coba kau lihat dulu mulutmu itu. Ada sesuatu disana."
"Eh, benarkah? Apa mulutku ini mengalami jammed-up?"
"Memangnya mulutmu itu semacam senapan otomatis? Itu jelas bukan penggunaan kata yang tepat untuk jammed-up."
"Oh no, oh no."
Dia lalu bergegas untuk membersihkan mulutnya dengan lengan piyamanya. Tahu tidak, kadang adikku ini bisa bersikap sangat maskulin...
"Ngomong-ngomong, Onii-chan, kadang kau juga sering mengatakan sesuatu yang tidak jelas juga, tahu tidak?"
"Kaulah yang sebenarnya tidak jelas, tahu tidak?"
Tapi adikku yang panik tampak tidak mendengarkan perkataanku dan mulai mengganti pakaiannya dengan seragam. Dia melepaskan piyamanya, sehingga memperlihatkan kulit putihnya yang mulus, bra sporty warna putih, dan celana dalam putih.
Jangan buka baju disini, kampret...
Adik perempuan adalah eksistensi yang aneh: tidak peduli seberapa manis mereka, kau tidak akan pernah merasakan apapun. Bagiku, pakaian dalamnya seperti pakaian biasa. Dia jelas-jelas manis, tapi pada akhirnya, yang terpikirkan olehku adalah melihat dirinya seperti melihat diriku...Ya begitulah yang terjadi jika punya adik perempuan.
Komachi, sekarang sudah memakai seragamnya, namun karena dia sedang memakai kaos kakinya, aku bisa melihat celana dalamnya. Aku melihat itu sambil mengambil gula dan susu.
Apa dia saat ini sedang berencana untuk membesarkan dadanya atau sejenis itu? Komachi belakangan ini seringkali meminum susu...Ah sudahlah. Aku tidak peduli.
Tapi kalau dipikir lagi, "meminum susu yang diminum oleh adikku" terkesan tidak bermoral dan erotis...Ah sudahlah. Aku tidak peduli.
Bukannya aku mengambil susu ini karena susu ini "bekas diminum adikku". Aku hanya ingin menambahkannya di kopi.
Sebagai seseorang yang lahir dan besar di Chiba, seseorang yang mandi pertamanya dimandikan Max Coffee, seseorang yang dibesarkan oleh Max Coffee daripada ASI, maka aku harus menambahkan gula di kopiku. Malah jika ada susu kondensasi akan merubahnya menjadi lebih enak.
Tapi aku tidak masalah jika harus meminum kopi hitam.
"Hidup ini sudah pahit, jadi untuk kopi, setidaknya harus manis..."
Aku menggumamkan sesuatu yang harusnya muncul dalam iklan Max Coffee setelah aku meminum kopi hitam manisku ini.
Barusan mantab sekali...Kalimat tadi, harusnya mereka memakainya sebagai tagline iklan.
"Onii-chan, aku siap!"
"Tapi Onii-chanmu sedang meminum kopi..."
Aku meresponnya dengan santai sambil meniru kalimat di "Kita no Kuni Kara", tapi Komachi tampak tidak mempedulikannya dan mulai menyanyikan sesuatu.
"Gonna be laaate~ Gonna be laaate~~"
Apa dia hendak mengatakan kalau dia ingin terlambat masuk sekolah atau seharusnya tidak terlambat? Entahlah.
Beberapa bulan yang lalu, adikku yang idiot ini bangun kesiangan. Ketika waktu menunjukkan kalau sudah hampir jam masuk sekolah, aku memintanya untuk membonceng sepedaku dan akhirnya akupun mengantarnya ke sekolah.
Sejak saat itu, secara perlahan, frekuensi dimana aku mengantarnya ke sekolah mulai menjadi sering.
Tidak ada yang lebih ampuh daripada air mata seorang gadis. Itu berlaku terutama ke Komachi, dimana sayangnya dia sudah menguasai skill yang dimiliki oleh seorang adik. Dia sangat pintar memanipulasi kakaknya. Dasar gadis brengsek...Dia bertanggungjawab dalam memberikanku keyakinan kalau semua gadis sama sepertinya, selalu memanfaatkan laki-laki demi egonya.
"Tahu tidak, gara-gara kamu itu, aku mulai sulit percaya ke gadis-gadis. Apa yang harus kulakukan jika aku akhirnya jomblo sampai tua?"
"Kalau itu benar-benar terjadi, maka Komachi akan melakukan sesuatu."
Komachi lalu tersenyum kepadaku.
Aku selalu menganggap adikku ini adalah anak kecil, tapi melihat adikku yang tampak dewasa ini mulai membuat hatiku berdetak kencang.
"Komachi akan bekerja keras dan menabung, sehingga bisa menaruh Onii-chan di panti jompo."
Mungkin dia sudah dewasa...Atau juga dia hanya pura-pura dewasa.
"...Kurasa kau benar-benar adikku, huh...?"
Entah mengapa, aku hanya bisa mendesah kecil dibuatnya.
Kuminum kopiku hingga habis dan berdiri. Setelah itu, Komachi mulai mendorongku dari belakang.
"Onii-chan lemot sekali, jam segini masih belum berangkat! Komachi akan telaaaat~~!"
"Dasar bocah tengik..."
Jika dia bukan adikku, maka aku aku kepret hingga terbang entah kemana. Di rumah keluarga Hikigaya, semuanya serba terbalik. Ayahku memanjakan adikku; dia bahkan berkata kalau akan menghabisi pria manapun yang mendekati adikku, bahkan jika pria itu adalah kakaknya. Mendengarnya mengatakan itu dengan serius, membuatku ketakutan. Tapi alasan utamanya, jika aku berlaku kasar ke adikku, maka aku mungkin akan diusir dan tidak diakui sebagai keluarga Hikigaya.
Sederhananya, aku tidak hanya berada di level sampah masyarakat dalam kasta sosial, aku juga berada di level terhina dalam kasta keluargaku.
Kami akhirnya keluar dari rumah dan mempersiapkan sepedaku. Komachi sudah bersiap di kursi belakang dan melingkarkan lengannya di pinggangku.
"Let's go!"
"Bukannya kau harusnya sudah diajari untuk bilang thank you dahulu sebelum mengucapkan itu?"
Mengendarai sepeda secara berboncengan adalah hal yang dilarang oleh undang-undang lalu lintas, tapi Komachi sendiri punya pikiran yang setara dengan anak kecil, jadi tolong dimaklumi ya Pak Polisi...
Setelah aku mengatakan siap, Komachi-pun berbicara.
"Tolong hari ini jangan sampai menabrak sesuatu, oke? Soalnya Komachi sedang membonceng di belakang Onii-chan."
"Jadi tidak apa-apa jika aku naik sepeda sendirian dan terjadi kecelakaan?"
"Bukan bukan bukan. Onii-chan, kadang matamu itu tampak seperti mata ikan mati...Aku ini sebenarnya khawatir loh denganmu. Inilah yang biasanya orang-orang sebut sebagai cinta dari adik perempuan, tahu tidak?"
Komachi mengatakan itu sambil menempelkan wajahnya di punggungku. Kalau dia mengatakan hal tadi tanpa kalimat pertama, maka aku akan mengatakan kepadanya kalau dia sangat manis hari ini, tapi saat ini dia tampak seperti seorang bajingan kecil.
Jujur saja...Aku tidak ingin menimbulkan trauma bagi anggota keluargaku yang lain.
"...Oke, aku akan hati-hati."
"Pastikan kau benar-benar super hati-hati ketika Komachi membonceng. Serius ini."
"Jadi kau ini mau memohon agar diriku memilih jalan yang agak panjang ke sekolah?"
Tapi jujur saja, aku tidak ingin mengulang kejadian terakhir kali ketika dia membonceng sepedaku. Yang kudengar hanyalah "Ow, itu sakit sekali!", "aduh pantatku!", dan "Sekarang aku pasti sulit untuk menikah!" di sepanjang perjalanan, jadi aku memilih jalan yang agak jauh tapi tidak bergelombang. Kejadian yang lalu itu membuatku mendapatkan gosip yang tidak enak di tetangga sekitar, tahu tidak...
Jadi, kita utamakan keselamatan dulu.
Dulu, pernah terjadi sebuah kecelakaan lalu lintas di hari pertamaku ke sekolah. Waktu itu aku sangat gugup dengan adanya harapan kalau aku akan memulai kehidupan yang baru di sekolah baruku, tapi takdirku sudah tersegel ketika aku memutuskan untuk pergi satu jam lebih awal untuk menghadiri upacara penerimaan siswa baru.
Kalau tidak salah, waktu itu sekitar jam 7 pagi...Seorang gadis sedang mengajak anjingnya jalan-jalan di dekat area sekolah, entah mengapa anjingnya lepas dari tali yang mengikatnya. Sayangnya, waktu itu ada limosin yang tampak mahal sedang melaju dengan cepat. Adegannya berlalu dengan cepat, aku mengayuh sepedaku dengan sekuat tenaga untuk menyelamatkan anjing itu.
Lalu ambulan datang menjemputku dan membawaku ke rumah sakit. Itu adalah momen dimana aku ditakdirkan untuk menjadi penyendiri dalam kehidupan SMA-ku.
Kecelakaan itu menghancurkan sepeda baruku, dan tulang kaki kiriku retak.
Kalau aku ini pemain sepakbola, maka dunia persepakbolaan Jepang akan berdukacita di hari itu. Untungnya, aku bukan pemain sepakbola.
Dan aku juga bersyukur karena cedera kakiku tidaklah parah.
Bahkan, fakta kalau satu-satunya yang menjengukku adalah keluargaku sendiri, tidak membuatku senang.
Keluargaku hanya mengunjungiku setiap tiga hari sekali. Keluarga kampret, setidaknya jenguklah aku setiap hari...
Selama dirawat di rumah sakit, adik dan orangtuaku lebih sering pergi keluar dan makan-makan. Setiapkali adikku datang menjengukku, dia selalu bercerita bagaimana mereka pergi keluar memakan sushi atau barbeque ala Korea, ini membuatku gemas dan ingin mencolek pipinya.
"Kalau diingat lagi, Onii-chan luar biasa loh bisa sembuh dengan cepat. Gips di kakimu itu pasti sangat membantu. Gips adalah alat terbaik untuk menyembuhkan memar!"
"Dasar koplo, kau ini salah menyebut salep dengan gips, benar tidak? Juga, yang kualami itu tulang retak, bukan memar."
"Tuh kan, Onii-chan tiba-tiba mengatakan sesuatu yang aneh lagi."
"Ugh! Kaulah yang tidak jelas!"
Tapi Komachi tampaknya tidak mendengarkanku; dia mengganti topiknya begitu saja seperti sesuatu yang alami.
"Tau enggak, Onii-chan..."
"Hmm? Tau? apa itu dari Sepia karya Issei Fuu? Kau seperti berkencan dengan dirimu sendiri tadi."
"Tau enggak, Onii-chan...Sepertinya ada yang salah dengan pendengaranmu deh."
"Kaulah yang tidak bisa berbicara dengan benar disini..."
"Tau enggak, setelah kecelakaan itu, si pemilik anjing datang untuk berterimakasih."
"Aku tidak pernah tahu soal itu..."
"Waktu itu, Onii-chan sedang tidur. Juga, dia memberiku beberapa permen. Ternyata enak sekali loh."
"Hei, aku juga tidak pernah merasa memakan permen yang enak waktu itu. Kenapa bisa kau memakan dengan santainya dan tidak pernah memberitahuku?"
Ketika mengatakan itu, akupun melihat ke belakangku, kulihat Komachi sedang memasang ekspresi "tehehe" dan tersenyum. Bocah ini benar-benar menjengkelkan...
"Tapi tahu tidak...Gadis itu bilang kalau dia satu sekolah denganmu, jadi Onii-chan pernah bertemu dengannya tidak? Kata dia, dia akan berterima kasih langsung kepadamu di sekolah."
Secara spontan, aku menekan rem sepeda.
"Auu!"
Aku mendengarkan teriakan yang berasal dari belakangku, dan wajah Komachi tiba-tiba muncul dari belakangku.
"Ada apa?"
"...Kau ini...Kenapa kau tidak bilang kepadaku dari dulu? Apa kau tanya siapa namanya atau sejenis itu?"
"Eh?...Maksudmu gadis pemberi permennya?"
"Memangnya sekarang Festival Bon atau sejenisnya? Jangan menyebut orang seperti "manusia daging". Jadi, siapa namanya?"
"Hmm, aku lupa...Ahh, kita sudah sampai di sekolahku. Komachi duluan ya!"
Setelah mengatakan itu, Komachi keluar dari sepeda dan bergegas menuju ke gerbang sekolah.
"Dasar bocah tengik..."
Aku menatap punggung adikku dari kejauhan, tapi sebelum dia masuk ke gerbang sekolah, Komachi membalikkan badannya dan menundukkan kepalanya.
"Komachi pergi dulu, Onii-chan! Terimakasih atas tumpangannya!"
Melihatnya melambaikan tangannya dan tersenyum kepadaku, membuatku merasa kalau dia benar-benar manis. Akupun melambai balik, tapi yang kudapatkan adalah nasehat darinya.
"Tolong hati-hati di jalan, terutama dengan mobil!"
Akupun mengembuskan napasku dan mulai membalikkan arah sepedaku, menuju ke arah SMA-ku...
...Menuju ke SMA dimana si pemilik anjing tersebut juga bersekolah.
Bukannya aku sudah punya sebuah rencana besar jika aku bertemu dengannya. Aku hanya sedikit penasaran.
Satu tahun sudah berlalu sejak insiden itu, jadi aku berpikir kalau gadis tersebut benar-benar tidak peduli tentang janjinya untuk bertemu denganku...Well, kurasa itu wajar saja. Yang kulakukan hanyalah menumbalkan retak tulang di kakiku demi keselamatan anjingnya. Kurasa datang ke rumah tempo hari dan memberikan bingkisan sudah lebih dari cukup.
Tatapanku kemudian beralih ke keranjang sepeda, dimana ada sebuah tas sekolah berwarna hitam dimana tas tersebut bukanlah milikku.
"...Dasar idiot."
Ketika aku membalikkan kembali arah sepedaku, aku melihat Komachi berlari ke arahku dengan wajah yang dipenuhi air mata.
x Chapter VI Part 1 | END x
Seluruh pertanyaan Hachiman tentang Yui terjawab di vol 2 chapter 5, vol 3 chapter 5, dan vol 3 chapter 6.
Yui memang tidak memiliki niatan untuk bertemu Hachiman, alias janji tersebut hanya sekedar basa-basi. Namun mereka tiba-tiba sekelas di kelas 2F. Melihat Hachiman di 2F menjadi penyendiri, menimbulkan perasaan kasihan dan Yui mulai melihat Hachiman sebagai pria dengan sifat yang baik. Buktinya, Hachiman rela mengorbankan dirinya hanya demi menyelamatkan seekor anjing.
Jika memang Yui berniat untuk bertemu Hachiman, maka sejak kelas 1 SMA Yui sudah menemui Hachiman.
Dalam perjalanan dari vol 1 chapter 3 hingga vol 2 chapter 5, Hachiman tahu dan sadar kalau Yui mencintainya. Masalahnya, yang Yui cintai itu adalah Pria Malang Penyelamat Anjingnya, bukan Hikigaya Hachiman.
Oke, becanda.
Hachiman sudah menyukai seorang gadis sejak pertemuan pertama dengan gadis tersebut. Sehingga gadis apapun yang muncul sesudahnya dan mencintai Hachiman, maka Hachiman akan selalu punya alasan untuk menolak perasaan gadis tersebut.
Jjk
BalasHapusasli njeer Lebih Kerasa Di LN Nya Daripada Di Anime
BalasHapus