Aku dan Shinobu menuju ke sebuah "Kafe Teh" dimana terletak di lantai 2 di sebuah tempat pachinko. Kafe tampak terisi lebih dari separuh pengunjung, jadi kita memilih kursi di meja non-smoking yang terletak di dekat dinding.
"Apa tidak masalah kalau kupilih meja non-smoking?"
"Aku sudah berhenti merokok...Banyak orang menyarankanku untuk berhenti merokok."
Shinobu menjawabku sambil melepas mantelnya.
Kalau tidak salah, beberapa bulan lalu ada kenaikan harga rokok. Kabarnya, banyak orang berhenti merokok gara-gara itu.
Kami memesan minum, tapi dari tadi tidak ada pembicaraan yang muncul diantara kami berdua. Mungkin karena banyak pelanggan yang berumur dan datang sendirian di kafe ini, sehingga suasana kafe ini terasa sunyi.
"Apa kau akrab dengan si pemilik toko?"
"Ehh?"
"Goura, kau menyukainya ya?"
Shinobu mengatakannya dengan perlahan.
Aku merasa kalau aku tidak perlu menyembunyikannya karena dia sudah menanyakannya secara langsung. Akupun merasa nyaman untuk membicarakannya dengan kenalan yang lebih tua dimana dia kenal Shioriko dan diriku.
"Yeah...Tapi aku sendiri tidak tahu bagaimana dengan perasaannya sendiri."
"Gadis itu seperti sengaja memberikan semacam aura yang sulit untuk didekati dengan alasan tertentu seperti tidak mau membuka hatinya. Dia mirip si Masa waktu itu...Meski begitu, membandingkan gadis itu dengan seorang pria tua mungkin terkesan kasar."
"Tidak juga sih..."
Masa adalah nama panggilan suaminya, Sakaguchi Masashi. Dia dan Shioriko jelas memiliki kemiripan, meski usia dan gendernya berbeda.
"Orang-orang semacam itu memiliki pengamatan yang tajam kepada orang-orang, dan anehnya, mereka bisa memahami banyak dari mengamati orang saja. Itu membuat orang lain sulit untuk menyembunyikan sesuatu dari mereka..."
Meski dia mengatakan itu ke dirinya sendiri, aku berpikir kalau dia merujuk ke pembicaraanku dengan Ayaka tadi. Percakapan singkat kami dimana dia memintaku berterus terang tentang sesuatu yang mengganjal di pikiranku.
"Ada benarnya juga."
Tidak ada gunanya memikirkan itu terus. Jelas tidak ada kemajuan jika aku memikirkan sendiri apa yang Inoue dari Toko Hitori katakan kepadaku tempo hari, jadi pilihan yang tersisa hanyalah membicarakan ini secara langsung dengan Shioriko.
Minuman yang kami pesan sudah tiba di meja dan pembicaraan kami terhenti sejenak. Pesananku adalah kopi dan Shinobu susu hangat.
"Gimana kabar si Masashi?"
"Baik-baik saja, dia memang luar biasa. Kondisi kesehatan mata Masashi memang tidak ada tanda-tanda membaik, tapi, kesehatannya secara keseluruhan sangat baik. Dia juga mulai berolahraga, jadi aku tidak begitu mengkhawatirkan kesehatan tubuhnya selain kondisi matanya, Dia juga bekerja sangat keras untuk menghidupi kebutuhan sehari-hari, kurasa bagian itu dari dirinya memang luar biasa..."
Shinobu mengatakan itu sambil menatap kejauhan dan memegangi cangkirnya. Aku tidak menduga dia tiba-tiba menggambarkan suaminya sebegitu detailnya.
"Ah betul, soal buku yang aku bahas tadi..."
"Eh? Oh benar sekali."
Dia mengubah topiknya, dan aku sendiri kesulitan untuk mengikuti arah pembicaraan kita saat ini. Kalau dipikir-pikir lagi, memang kami pergi ke tempat ini untuk membicarakan tentang sebuah buku.
"Dulu, sewaktu SD, aku suka ke sebuah buku dan aku sangat sering membacanya. Sebenarnya, aku tidak ada hobi membaca sama sekali dan aku sendiri sudah lupa ceritanya tentang apa. Yang kuingat, itu adalah buku yang bagus. Saking bagusnya, aku selalu mengingatnya hingga saat ini. Apa kau pernah merasakan hal yang semacam itu?"
"Yeah, kadang sih."
Akupun mengangguk.
Dulu, yang teringat sampai sekarang bukanlah buku, tapi aku memang punya hal-hal yang menyenangkan semasa kecil dan terus teringat hingga saat ini.
"Aku ingin menemukan buku itu lagi, apapun caranya, dan karena inilah aku ingin meminta bantuanmu dan pemilik toko. Tentu saja, aku bersedia membayar buku tersebut jika kalian menemukannya."
"Tidak harus sampai segitunya lah."
Sederhananya, ini adalah sebuah request untuk menemukan buku. Request semacam ini tidaklah asing bagi Toko Biblia. Aku tidak tahu apa toko kami memiliki buku itu atau tidak, tapi paling tidak kita bisa memberitahu toko mana yang menjual buku serupa yang dimaksud.
"Lalu, apa judul buku itu?"
"Nah itu masalahnya...Aku lupa."
Shinobu mengatakannya dengan ekspresi suram.
"Bagaimana cirinya?"
"Judulnya memakai huruf katakana...Ada nama orang asing tertulis disana. Aku tidak begitu ingat karena aku sendiri tidak begitu paham dengan nama dan bahasa Inggris."
"Seperti apa nama penulisnya?"
"Penulisnya orang asing. Kalau tidak salah, namanya cukup panjang."
"Biar kutebak, kau juga tidak tahu itu buku terbitan mana?"
Shinobu mengangguk. Kuminum kopiku sambil berpikir sejenak. Tidak ada gambaran tentang buku yang dimaksud dalam pikiranku.
"...Mustahil ya?"
Jujur saja, ini mustahil. Pastinya aku ingin membantu, tapi kurasa Shioriko juga akan kesulitan jika hanya informasi yang segelintir seperti itu.
"Kau bilang membacanya waktu kecil dulu...Apa itu buku untuk anak-anak?"
"Ya, kupikir begitu. Buku tersebut memiliki banyak sekali ilustrasi, tapi memiliki banyak bab juga. Tidak hanya tulisan hiragana disana, tapi ada kanji dan furigana juga."
"Kalau soal cerita bukunya, ingat sesuatu?"
"Hmm...Kalau tidak salah disana ada gambar musang, anjing, dan biawak. Aku tidak tahu itu cerita tahun berapa, tapi kupikir itu semacam cerita saduran dari cerita negara-negara barat..."
Tiba-tiba dia terdiam. Sepertinya, ingatannya mulai samar-samar.
"Apa ada hal lain yang kau ingat?"
"Ada anjing disana!"
Tiba-tiba dia mengatakan itu dengan lantang. Bukannya dia sudah cerita kalau ada anjing di ceritanya?
"Ceritanya sedih sekali...Anjingnya dicintai oleh si pemilik rumah sejak anjing itu lahir, tapi setelah tumbuh besar, dia diusir dari rumah dan digantikan anak anjing lainnya. Bukankah itu menyedihkan sekali?"
Itu jelas kejam sekali. Ceritanya cukup kejam untuk kalangan pembaca anak-anak.
"...Kemudian dia berteman dengan seekor singa yang sedang kesepian."
"Cari teman kok levelnya jauh sekali."
"Benar, benar. Singa itu juga agak khawatir dengan perbedaan ukuran mereka, tapi mereka akhirnya bisa berteman. Bukankah bagus mereka bisa berteman meski berbeda?"
Aku bisa memahami kalau ini ada hubungannya dengan suami-istri Sakaguchi. Mereka berbeda dalam hal umur, dan masa lalu mereka berbeda jauh.
"Jadi dalam cerita itu, Anjing dan Singa ini termasuk karakter utamanya?"
"Tidak, karakter utamanya seekor musang."
"Seekor musang? Seekor musang adalah karakter utama di cerita barat?"
Ini pertamakalinya aku mendengar kalau seekor musang adalah karakter utama dari sebuah cerita barat.
Shinobu sendiri tampak kurang yakin; dia menggelengkan kepalanya seperti ragu akan sesuatu.
"Mungkin lebih tepat kalau dikatakan mirip musang gitu, tapi seingatku ya bentuknya seperti itu sih! Sebentar, beri aku waktu sebentar untuk mengingatnya."
Dia lalu mengambil sebuah buku catatan kecil dari tasnya dan sebuah pena. Dia ternyata memiliki skill yang lebih baik dariku ketika menggambar seekor hewan dengan tangan dan kaki yang pendek. Seluruh tubuh hewan itu berwarna hitam, memiliki dua telinga di atas kepalanya, hanya area sekitar matanya yang putih, dan memiliki ekor panjang yang berbulu
"Yang seperti ini bukannya ciri musang, bukan?"
"Benar kan, berarti benar! Musang ini bertemu dengan beberapa karakter, seperti anjing yang dibuang, dan singa yang kesepian."
"Lalu apa yang dilakukan si Musang ini dengan mereka?"
Shinobu mulai memicingkan kedua matanya dan mengetuk-ngetuk kepalanya dengan jarinya seperti hendak mengeluarkan sesuatu dari ingatannya.
"Si Musang kalau tidak salah...Hendak membangun sebuah rumah."
"Apa yang dia hendak bangun itu rumah untuk anjing?"
"Mm kupikir rumahnya lebih besar dari rumah anjing. Semacam rumah dimana anak-anak yang kesepian bisa berkumpul...Mereka membawa banyak sekali batu bata dengan sebuah truk besar dan semuanya bahu-membahu untuk membangunnya."
"Di cerita itu masih banyak karakter lainnya yang muncul?"
"Yep, yep, yep. Ada juga seorang anak yang tidak begitu bisa dalam pelajaran dan ingin mencari teman. Dia sedang mencari anak yang nilainya lebih jelek darinya, tapi dia tidak bisa menemukannya."
"Kurasa ceritanya luar biasa...Jadi ada manusia muncul di cerita itu?"
"Tentu. Tidak hanya manusia saja. Ada biawak, ada jerapah...Seluruh hewan hidup bersama-sama dengan bahagia. Aku pernah berpikir ini semacam kebun binatang..."
Memang menarik, tapi aku sendiri tidak paham dunia macam apa itu. Ini semacam animasi buatan Disney saja.
"Hanya itu saja yang bisa kuingat. Aku sendiri lupa endingnya seperti apa."
Mungkin, alasan mengapa ingatannya tidak begitu jelas karena dia terus membaca bagian-bagian yang dia sukai saja. Begitulah seorang anak kecil membaca buku.
Kuambil gambar karakter utamanya yang dia baru saja buat dan memasukkan ke saku. Aku sendiri ragu apa ini bisa dijadikan petunjuk atau tidak, tapi jika kutunjukkan ini ke seseorang yang lebih tahu soal buku, mungkin
"Ah."
Aku teringat sesuatu. Aku melupakan sesuatu yang sangat jelas.
"Ada apa? Apa kau tahu tentang buku itu?"
Kedua mata dari Shinobu langsung berkaca-kaca.
"Bukan begitu...Kau punya buku itu dulu di rumah, benar tidak? Apa buku itu pemberian orangtuamu?"
Entah mengapa, ekspresi Shinobu mulai tampak tegang.
"Yeah, benar...Ibuku membelikannya untukku, dia membelinya dari toko buku di dekat rumah, tapi..."
"Bagaimana kalau menanyakan itu kepadanya?" jawabku. Mereka pasti ingat betul buku apa yang sangat disukai oleh putrinya dulu. "Bisa jadi bukunya masih ada di rumah itu."
"Ya...Mungkin ada benarnya..." suara Shinobu mulai melemah. "Aku benar-benar tidak ingin...Bertemu orang tuaku."
Sial. Aku lupa kalau dia punya hubungan buruk dengan kedua orangtuanya. Itulah alasan mengapa dia langsung pergi dari rumah setelah lulus SMA.
"Maaf ya."
Kurendahkan kepalaku, tapi dia malah tersenyum saja.
"Tidak apa-apa, tidak apa-apa. Karena yang kau katakan itu benar. Awalnya aku memang berencana kembali ke kampung halamanku dan menanyakan itu ke mereka...Ah, tentu saja!"
Shinobu kemudian bertepuk tangan, dan terdengar menggema di kafe ini. Aku punya firasat buruk tentang ini.
"Ada apa?"
"Bisakah kau dan yang lainnya juga ikut denganku? Ke kampung halamanku!"
"Huh?" akupun secara spontan mengatakan itu.
x Chapter II Part 2 | END x
Tidak ada komentar:
Posting Komentar