Esok harinya, cuaca berangin menanti kami.
Kami pergi menuju pasar toko buku bekas di Totsuka pada jam 10 pagi. Mobil-mobil yang tidak mendapatkan tempat parkir terpaksa parkir di depan gedung, dimana aku memarkir mobil van kami di barisan terakhir.
Pasar berada di sebuah gedung empat lantai; tepatnya di lantai dua. Aku bisa melihat ramainya orang berlalu-lalang di lantai dua melalui jendela yang bisa kulihat dengan jelas dari luar gedung.
Cra Cra Diary, buku yang dicari Shioriko, tiba-tiba muncul begitu saja dalam pikiranku. Dulu, buku tersebut dijual di sebuah pasar buku dimana Toko Biblia membuka stan penjualan disana, lalu buku tersebut dibeli oleh toko buku lain. Mungkin, tidak ada satupun orang yang mengingat tentang buku murah yang dijual pada waktu itu. Kalaupun ada, maka Shioriko mungkin sudah menemukannya. Jadi, disinilah terdapat jejak terakhir dari buku tersebut.
"Ayo kita pergi."
Kemudian kami pergi menyeberang jalan bersama-sama.
Cara berjalan Shioriko saat ini, terlihat jauh lebih baik dibandingkan ketika dia baru keluar dari Rumah Sakit. Secara perlahan, proses penyembuhan kakinya berjalan dengan baik.
Kami melihat beberapa keranjang buku di area pintu masuk gedung. Area pintu masuk ini juga dipakai sebagai area merokok. Karena itulah aku bisa melihat banyak sekali asbak di area ini.
Aku melihat seorang pria kuru dengan rambut gimbal, merokok sambil menatap ke sebuah asbak. Tampilannya yang seperti itu benar-benar membuat orang di sekitarnya ketakutan. Tampak sebuah kacamata dengan frame yang berbahan logam membuat model rambutnya sedikit tertata.
Tiba-tiba, aku merasa jaketku ditarik oleh sesuatu. Shioriko lalu mengambil posisi di belakangku sambil menarik lengan jaketku. Sepertinya, dia benar-benar tidak ingin berinteraksi dengan orang tersebut dan tidak ingin orang tersebut menyadari kehadirannya.
Meski begitu, mustahil rasanya berjalan di depannya tanpa mengatakan sepatah katapun, lalu dia membungkuk di depannya. Mengikuti sikapnya, akupun sedikit menundukkan kepalaku.
Shioriko lalu menarik napas dalam-dalam dan berjalan melewati pria tersebut.
"Ah...Pa-Pak Hitori, sudah lama tidak bertemu..."
Hitori juga merupakan nama tokonya. Pemilik toko biasanya memakai nama mereka sebagai nama toko yang mereka miliki. Aku bisa melihat sebuah pin yang bertuliskan "TOKO BUKU HITORI" di bajunya. Entah mengapa, nama tersebut terdengar familiar bagiku.
"Ah...Pa-Pak Hitori, sudah lama tidak bertemu..."
Hitori juga merupakan nama tokonya. Pemilik toko biasanya memakai nama mereka sebagai nama toko yang mereka miliki. Aku bisa melihat sebuah pin yang bertuliskan "TOKO BUKU HITORI" di bajunya. Entah mengapa, nama tersebut terdengar familiar bagiku.
Orang yang bernama Hitori ini sendiri malah tidak merespon salam dari Shioriko. Dia malah mengambil batang rokok yang baru dari sakunya, dan menyalakannya.
Apa sih masalah orang ini?
Sepertinya, aku adalah satu-satunya orang yang keheranan dengan sikapnya. Setelah selesai menyapanya, Shioriko lalu berjalan masuk menuju gedung utama.
Mungkin mereka sibuk ke tempat lain atau bagaimana, tapi tidak ada satupun orang yang duduk di meja resepsionis ketika kami tiba. Di sebelah meja tersebut, ada banyak sekali pin nama yang di taruh di atas meja kayu. Pin nama tersebut tertulis nama-nama toko yang akan berpartisipasi dalam Pasar Buku kali ini. Shioriko mengambil dua pin bertuliskan "TOKO BUKU BIBLIA" dan memberikan satu untukku.
"Tolong taruh ini di tempat yang mudah terlihat."
"Ah, oke."
Karena ini adalah event khusus, maka yang diperbolehkan masuk ke gedung hanyalah anggota dari Perkumpulan Penggemar Buku-Buku Kuno. Pin nama ini adalah bukti dari keanggotaan tersebut.
Aduh sial.
Akupun terkejut ketika mencoba menempelkan pin tersebut di bajuku. Kulihat secara seksama, ternyata pin badge anggota ini tidak memiliki pengait. Apa benda ini memiliki semacam trik khusus untuk memasangnya?
"...Sepertinya yang kau pakai itu rusak."
Suara tersebut berasal dari pemilik Toko Hitori. Alis matanya yang mengkerut menguatkan nada suaranya yang terkesan sedikit kesal. Sepertinya, dia hendak memberitahu kami untuk segera pergi dari pandangannya.
"Terima kasih."
Meski aku berterimakasih kepadanya, dia tampak tidak mempedulikan diriku.
"Kurasa kita bisa meminjam yang ini..."
Shioriko mengambil sebuah clip yang berasal dari dokumen-dokumen di meja resepsionis dan memberikannya kepadaku. Kugunakan itu untuk menempelkan pin namaku ke bagian sabuk. Memang, ini tidak terlihat bagus dari segi tampilan, tapi aku sendiri tidak bisa berbuat banyak.
Meski kami sudah menunggu lift untuk turun ke bawah, tapi lift tidak menunjukkan tanda-tanda akan turun dalam waktu dekat, ini menyisakan opsi terakhir bagi kami yaitu naik tangga.
"Apa pernah terjadi sesuatu antara dirimu dan pria tadi?"
Aku menanyakan itu ketika kami mulai menaiki tangga. Orang yang bernama Hitori tampak tidak menyukainya sama sekali.
"Dulu, sering sekali terjadi perselisihan diantara dirinya dan ibuku." Shioriko kemudian tertegun untuk sejenak. "Karena itu, aku tidak pernah berpikir kalau dia akan menyukaiku."
"....."
Kupikir aku mulai paham. Ibu Shioriko adalah tipe orang yang akan melakukan apapun demi bisnis. Malah dalam kasus buku Fujiko Fujio, Perang Dunia Terakhiri, dia bahkan bisa menerobos aturan hukum. Aku tidak heran kalau dia punya musuh di bisnis ini.
"Karena itulah aku tidak begitu akrab dengan Hitori...Meski begitu, aku cukup sering mengunjungi tokonya."
"Eh? Kenapa begitu?"
Tiba-tiba dia membalikkan badannya. Kedua matanya tampak berbinar-binar dan wajahnya yang pucat tampak kemerahan. Ekspresinya seperti mengatakan sesuatu yang kebalikan dari pernyataannya barusan.
"Karena koleksi mereka sangat luar biasa! Toko Hitori kebanyakan menjual genre misteri dan sci-fi, mereka juga punya koleksi majalah-majalah. Mereka cukup terkenal bagi penggemar buku di Fujisawa."
Aku teringat sesuatu ketika dia menyebut daerah Fujisawa. Tentunya, aku merasa kalau aku pernah mendengar nama itu sebelumnya; bahkan aku pernah mengunjungi daerah itu bersamanya.
"Kalau tidak salah, itu toko buku yang ada di Tsujidou ya? Yang tempo hari kita mampir sebentar waktu perjalanan pulang..."
"Ya! Benar yang itu! Bukankah mereka luar biasa!?"
Shioriko menganggukkan kepalanya.
"Benar berarti..."
Bulan lalu, aku menemaninya pergi keluar sebagai hukuman taruhan kami. Agak sulit mengatakan itu sebagai sebuah kencan, tapi aku mengantarnya ke banyak sekali toko buku yang ingin dia kunjungi. Toko Buku Hitori adalah salah satu toko yang kami datangi dalam perjalanan pulang. Lokasinya di sebelah Stasiun Tsujidou di Kota Fujisawa.
Tokonya sendiri tidak lebih besar dari Biblia, tapi cara mereka mengatur susunan buku dari sudut ke sudut memang sangat mengagumkan. Tidak ada satupun buku yang bertumpuk di lantai, tiap buku sudah dibungkus kertas lilin dan disusun rapi di rak.
Shioriko sendiri menghabiskan waktu yang cukup lama melihat-lihat koleksi mereka dan membeli cukup banyak buku. Kasirnya waktu itu adalah seorang wanita paruh baya. Si pemilik toko tidak muncul waktu itu. Mungkin, dia ada keperluan atau semacamnya sehingga tidak punya waktu untuk muncul di tokonya sendiri.
"Apa dia bersikap seperti itu juga ketika dia berada di toko?"
"Hitori jarang sekali berbicara denganku, tapi setidaknya dia memberikan uang kembaliannya dengan jumlah yang tepat."
"Apa memberi uang kembalian secara tepat bisa dikatakan sebuah keberuntungan?"
Kurasa akan menjadi sebuah tindakan kriminal jika dia tidak memberikan kembaliannya.
"Kau mungkin bertanya mengapa aku sering kesana."
Shioriko kemudian membalikkan badannya lagi dan melanjutkan perjalanannya. Jelas sekali, raut wajahnya masih menunjukkan ekspresi senang.
"Sederhana saja, koleksi mereka memang luar biasa!"
Pencarian terhadap buku-buku yang menarik memang menjadi kesenanganya selama ini. Kurasa apalagi yang sudah kuduga dari seorang kutu buku.
Ada beberapa buku yang dijual dengan harga miring. Rata-rata yang dijual seperti itu adalah buku-buku baru dan manga, kadang juga ada koleksi literatur universitas. Ada juga katalog mobil jaman dahulu, peta dunia jaman dahulu, bahkan aku melihat ada album wisuda dari jaman Taisho dijual disini. Belum selesai sampai disitu, ada juga majalah-majalah dewasa berikut DVD-nya, dan juga majalah-majalah lain untuk usia 18+. Jujur saja, kurasa ada beberapa benda yang harusnya tidak boleh dijual disini, malah ditaruh sebagai barang jualan.
"Apa aku pernah menjelaskan dengan detail kepadamu tentang Pasar ini?" tanya Shioriko.
"Ah, belum. Maksudku, belum pernah menjelaskan detail."
Setahuku, ini adalah event bagi orang-orang yang berkecimpung di dunia buku bekas untuk membeli dan menjual koleksi mereka. Ini adalah kedatanganku yang kedua di event serupa.
"Oh begitu, akan kujelaskan dahulu. Agar tidak mengganggu orang lalu-lalang, ayo kita kesana."
Dia menarik lenganku dan berjalan menuju jendela. Ini adalah jendela yang kulihat dari parkir luar tadi. Barisan mobil yang terparkir di luar tampak memantulkan cahaya matahari dari tempatku berdiri.
"Ada banyak cara untuk bertransaksi di event ini. Yang sedang kita lihat saat ini adalah lokasi untuk menaruh penawaran. Calon pembeli melihat-lihat buku yang dijual, ketika ada buku yang mereka anggap menarik, mereka akan menulis harga yang berani mereka keluarkan di sebuah kertas kecil dekat buku tersebut."
Dia menjelaskan itu dengan nada yang serius. Ini seperti mendapatkan sebuah perubahan kepribadian Shioriko memang berubah ketika membahas tentang buku-buku.
"Di setiap buku yang dijual, di dekatnya ada sebuah amplop...Misalnya, meja yang di sebelah sana."
Dia menunjuk ke sebuah tumpukan manga yang berada di sebuah meja dekat kita. Kurasa ada sekitar 30 buku bertumpuk disana. Mereka disusun bertumpuk empat sehingga punggung bukunya terlihat jelas. Aku melihat banyak sekali manga-manga dewasa semacam GANTZ dan BERSERK diantara manga tersebut.
Sebuah amplop dengan tulisan "setumpuk empat" tertulis disana, sedang amplop tersebut berada di tengah tumpukan buku tersebut. Juga, ada tulisan 4 dan 9 disana.
"Setumpuk empat menjelaskan jumlah buku yang dijual. Satu tumpukan buku yang terikat itu memiliki empat buku di dalamnya, karena itulah kita menyebutnya setumpuk empat."
Akupun mengangguk. Jadi ada toko yang menjual manga-manga dewasa berjumlah empat yang disusun satu tumpukan. Ada seorang karyawan dari sebuah toko buku tampak memeriksa manga tersebut. Tidak lama kemudian, dia mengeluarkan kertas kosong, menulis sesuatu dengan pensil, melipatnya, kemudian memasukkan kertas tersebut ke amplopnya.
"Berarti, orang itu baru saja memberikan penawaran?" kutanyakan hal tersebut setelah si karyawan toko tersebut pergi.
"Benar. Dia melihat buku yang diinginkannya, dan menaruh penawarannya di amplop. Pihak yang menaruh penawaran tertinggi akan memenangkan buku tersebut. Tentunya, seluruh uang penjualan akan masuk ke rekening toko buku pemilik buku tersebut."
"Tapi aku tidak melihat adanya nama toko buku pemilik barang tersebut di amplopnya?"
Aku menanyakannya sesuatu yang membuatku penasaran sejak tadi. Di amplop tersebut ada deskripsi detail tentang buku yang dijual beserta jumlahnya. Disana juga ada beberapa angka yang tidak kumengerti.
"Intinya, menyembunyikan nama toko pemilik buku tersebut. Ada dua angka di setiap amplop. Satu merujuk item yang dijual, dan satunya merujuk ke toko yang menjual..."
Dia lalu menunjuk ke sebuah meja kosong yang berada dekat dengan dinding.
"Ketika ada orang hendak menaruh bukunya untuk dijual, maka dia harus mengisi formulir pendaftaran yang berada disana. Lalu, mereka menaruh formulirnya di sebuah kotak dekat meja itu. Karena nama pemilik hanya tertulis di formulir, maka mustahil mengetahui buku tersebut milik siapa tanpa membuka kotak tersebut."
"Begitu ya."
Sayangnya, bukan aku yang menjawab itu. Seorang pria kurus dengan sweater hitam, tanpa sadar berada di samping kami. Rambutnya hitam, pendek, dan tampak hampir botak. Dia juga memakai kacamata usang dengan frame besi. Tampilannya mirip seorang guru Sastra Jepang, tapi entah mengapa dia memakai celemek warna merah.
"Begitu ya, bahkan Shinokawa dari dulu masih saja tidak bosan-bosannya mengajari orang-orang."
Pria tersebut mengangguk dan tampak terkesan. Sepertinya, pria ini usianya sedikit lebih tua dari Shioriko.
"Ah, Renjou, selamat pagi." Shioriko menyapanya dengan senyuman.
"Apa kakimu mulai baikan?"
"Ya, sekarang terasa lebih baik."
Ketika mengatakan itu, Shioriko menatap ke arahku. Akupun langsung menatap ke Renjou sebelum dia mengenalkanku kepadanya.
"Nama saya Goura Daisuke. Saya bekerja di Toko Biblia."
"Ah, aku memang pernah mendengar kabar soal itu."
Pria itu mulai menatapku. Memangnya, kabar tentang diriku itu isinya seperti apa? Ini adalah sebuah kesunyian yang mulai membuatku tidak nyaman.
"Ah maaf. Aku belum memperkenalkan diriku. Namaku Takino Renjou, kalau tulisan lokalnya memakai karakter dari lotus dan tebu. Memang namaku terdengar aneh...Aku sendiri tidak keberatan kalau kau tertawa karenanya."
Takino Renjou kemudian tersenyum seperti mengundangku untuk tertawa dengannya, tapi aku tidak ada niatan untuk itu. Aku malah lebih kaget dengan fakta kalau Shioriko memanggilnya dengan nama depannya. Setahuku, dia jarang sekali memanggil lawan jenis dengan nama depannya
Tidak, kalau dia mengatakan "jarang", maka artinya pasti ada beberapa yang dia panggil dengan nama depannya.
"Renjou ini anak pemilik Toko Buku Takino yang ada di Kounandai." Shioriko menjelaskan. "Dulu, kami sering saling bertamu ketika kami masih kecil."
Kedua orangtua mereka mungkin teman dalam bisnis ini. Kounandai sendiri jaraknya hanya dua kali pemberhentian dari Ofuna kalau memakai Kereta Negishi, dan itu juga tidak jauh dari Kita-Kamakura.
"Adik perempuanku dan Shinokawa ini, dulunya teman satu sekolah. Mereka berdua seperti sahabat baik, tapi aku dan Shinokawa sendiri tidak seperti itu. Aku hanya "anak bawang" dalam hubungan mereka berdua."
"Tidak begitu...Kau juga sering membantuku, R-Renjou."
Shioriko berusaha menyangkalnya.
"Ah tidak, beneran nih." Renjou lalu menatapku dengan serius. Fakta kalau dia dan Shioriko dulunya berhubungan baik memang sedikit membuatku jengkel.
"Jadi, ada apa nih datang kesini? Apa mau cari-cari buku?"
"Ya...Kami kekurangan stok buku yang bagus untuk dijual, dan..."
"Kekurangan ya..." Takino menggumam. "Yeah, memang agak sulit untuk cari buku yang bagus belakangan ini. Kurasa ini juga ada hubungannya dengan banyaknya orang-orang yang menjual buku-bukunya via internet."
"Ah begitu ya...Sayang sekali."
"Aku sendiri melihat ada beberapa yang bagus sih hari ini." tambah Takino.
"Eh? Di bagian mana?"
"Itu, disana."
Dia mulai berjalan tanpa meminta kami untuk mengikutinya. Sepertinya, orang ini tipikal orang yang santai. Shioriko dan diriku mengikuti dirinya.
"Ngomong-ngomong, katanya waktu sudah keluar dari RS kau dan adikku pergi minum-minum? Memangnya kemana?"
Takino menanyakan itu sambil membelakangi kami dan bertanya ke Shioriko.
"Ah...Ryuu bilang menemukan bar yang bagus di Yokohama."
"Dia itu sangat merepotkan kalau sudah mabuk. Maaf ya kalau merepotkanmu."
"Oh, dia tidak begitu kok..."
Aku terkejut mendengarkan percakapan mereka.
"Shioriko, kau minum-minum?" akupun membisikkan itu kepadanya.
Aku mulai bekerja di Biblia sejak setengah tahun yang lalu dan tidak pernah mendengar soal itu. Kupikir, dia itu tidak pernah meminum alkohol.
"Aku tidak begitu suka alkohol, tapi aku memang suka jalan-jalan."
Jadi begitu ya. Sial. Kalau aku tahu ini sejak dulu, aku tidak akan khawatir tentang bagaimana mengajaknya pergi keluar.
"Umm...Kalau begitu, bagaimana kalau lain kali kita "
"Sampailah kita."
Takino menghentikan langkahnya, dan ajakanku barusan terpotong. Kami tiba di sebuah meja yang berada di sudut ruangan dimana buku-buku tersebut bertumpuk lima.
"Wow..."
Wajah Shioriko tampak ceria. Dia menaruh kedua tangannya dimeja dan mendekatkan wajahnya ke arah punggung buku.
"Yang ini mantab bukan? Yang seperti ini pasti bagus kalau dipajang di toko kami."
Kulihat tumpukan buku tersebut. Sekitar 70% buku-buku ini diterbitkan oleh Hayakawa dan Tsogen, sisanya diterbitkan penerbit lainnya. Ada juga buku terbitan Sanrio SF diantara buku-buku ini. Di amplop tersebut tertulis "Genre Sci-Fi" dan tertulis "Setumpuk lima".
"Yang paling atas ini menurutku top sekali. Bahkan tadi kulihat ada buku yang bisa laku lebih dari 10 ribu yen."
"Apa disini semuanya Sci-Fi?"
"Tidak juga, ada fantasi dan horor...Misalnya ini. Biblia dulu menjual koleksi ini dan laku keras."
Shioriko menjelaskan itu dan menaruh jarinya di punggung tumpukan buku tersebut. Aku melihat judul Shadow, Shadow on The Wall karya Theodore Sturgeon, dan Other Days, Other Eyes karya Bob Shaw. Sedikit sentuhan jarinya, sudah membuat punggung buku tersebut bergeser ke depan, mungkin ikatan tali buku tersebut tidak begitu kencang.
"Apa ada kemungkinan kalau buku-buku ini dulunya dibeli di Biblia?" tanya Takino.
"Bisa jadi...Kalau ada pelanggan yang ingin menjual buku yang pernah dibeli dari kami, aku berharap mereka bersedia menjualnya ke kami lagi..."
Shioriko lalu mendesah. Sepertinya ini tidak sekedar pelanggan memperoleh buku yang bagus, tapi pelanggan diharapkan menjual kembali buku yang masih bagus ke toko. Kalau proses itu bisa terjadi, maka kami tidak perlu repot-repot re-stock koleksi buku.
Takino tiba-tiba memeluk bahu kami. Dia memposisikan wajahnya diantara kami berdua. Kupikir, dia hendak mengatakan sesuatu, tapi tatapan matanya terus menatap lurus ke depan. Sepertinya, dia memikirkan sesuatu yang serius.
"Umm, ada apa?" tanyaku.
"Sebenarnya, buku-buku ini adalah koleksiku yang kutaruh dua hari lalu." bisiknya.
"Minggu lalu, aku kebetulan ada di toko dan membeli buku ini dari seorang pelanggan. Biasanya, kami tidak menangani buku dengan genre yang semacam ini, jadi kuputuskan untuk menjualnya di Pasar Buku."
"Memangnya, ciri-ciri pelangganmu yang menjual buku ini seperti apa?" Shioriko tampak tertarik dan menanyakan itu kepadanya.
"Seorang wanita berkacamata dan berambut hitam pendek. Tipe-tipe seorang penggemar buku...Alamat wanita itu di Hongoudai. Kenal tidak?"
"Tidak..."
"Kalau begitu, ya mungkin dia memang bukan pelanggan Biblia. Ya sudah, kalau kau mau, kau bisa menaruh penawaran di buku ini."
Takino mengatakan itu sambil bersiap-siap untuk pergi ke tempat lain, tapi Shioriko memanggilnya.
"Renjou, apa Hitori tahu soal buku ini?"
Ini mengingatkanku dengan pria mengesalkan yang kami temui di pintu masuk. Dia mungkin sangat berminat dengan buku-buku ini karena tokonya memang menjual buku-buku genre Sci-Fi dan misteri.
"Aku seharian belum melihatnya di lantai ini...Memangnya dia disini?"
"Kami melihatnya sedang merokok di dekat pintu masuk."
"Begitu ya...Mungkin dia sudah menaruh penawaran kemarin. Dia kemarin memang disini, untuk menaruh beberapa koleksinya untuk dijual. Kau tahulah dia seperti apa orangnya, dia orang yang sulit untuk melewatkan hal-hal semacam ini."
Takino lalu pergi meninggalkan kami.
"...Hitori pasti berani mahal dengan buku-buku yang semacam ini. Kalau ingin memenangkan penawarannya, kita harus memiliki persiapan yang baik."
Shioriko lalu memegang amplop yang bertuliskan "Sci-Fi" tersebut. Sepertinya, dia berusaha meraba banyaknya penawaran yang masuk dari tebalnya amplop.
"Sepertinya, banyak yang menawar buku ini selain Hitori. Ini memang buku yang populer."
Dia kemudian menutup kedua matanya. Sepertinya, dia sedang membuat sebuah perhitungan yang dalam.
Di saat yang bersamaan, aku melihat pria berambut putih dengan mantel abu-abu sedang berdiri di pintu pameran. Dia adalah pemilik Toko Hitori yang kami temui tadi. Dia terus menatap tajam ke arah Shioriko.
Bulu kudukku serasa berdiri. Yang kutahu dia punya hubungan yang buruk dengan Ibu Shioriko, tapi ada kemungkinan kalau dia juga membenci putrinya juga. Jadi kuputuskan untuk berdiri diantara dirinya dan Shioriko untuk memblokir pandangannya.
Dia menyadari kalau aku juga sedang menatap dirinya, dengan ekspresi wajah yang kesal, dia lalu pergi menuju ruang pertemuan.
"Daisuke, apa ada sesuatu?" Shioriko menanyakan itu sambil membuka matanya.
"...Ah, tidak ada apa-apa."
"Bisa membantuku menulis harga penawaran dariku di kertas ini? Aku sulit melakukannya ketika sedang memegang tongkat."
"Oke."
Kuambil satu kertas penawaran di meja. Di setiap meja memang memiliki kertas-kertas memo kecil yang seperti ini.
Aku memikirkan si pemilik Toko Hitori sambil mendengarkan instruksi Shioriko tentang bagaimana mengisi slip penawarannya. Memangnya apa yang terjadi antara dia dengan Ibu Shioriko Shinokawa Chieko waktu dulu? Mustahil kalau hanya sekedar perselisihan biasa; pasti ada sesuatu yang lain. Mungkin, itu adalah sesuatu dimana Shioriko sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
"Karena itulah aku tidak begitu akrab dengan Hitori...Meski begitu, aku cukup sering mengunjungi tokonya."
"Eh? Kenapa begitu?"
Tiba-tiba dia membalikkan badannya. Kedua matanya tampak berbinar-binar dan wajahnya yang pucat tampak kemerahan. Ekspresinya seperti mengatakan sesuatu yang kebalikan dari pernyataannya barusan.
"Karena koleksi mereka sangat luar biasa! Toko Hitori kebanyakan menjual genre misteri dan sci-fi, mereka juga punya koleksi majalah-majalah. Mereka cukup terkenal bagi penggemar buku di Fujisawa."
Aku teringat sesuatu ketika dia menyebut daerah Fujisawa. Tentunya, aku merasa kalau aku pernah mendengar nama itu sebelumnya; bahkan aku pernah mengunjungi daerah itu bersamanya.
"Kalau tidak salah, itu toko buku yang ada di Tsujidou ya? Yang tempo hari kita mampir sebentar waktu perjalanan pulang..."
"Ya! Benar yang itu! Bukankah mereka luar biasa!?"
Shioriko menganggukkan kepalanya.
"Benar berarti..."
Bulan lalu, aku menemaninya pergi keluar sebagai hukuman taruhan kami. Agak sulit mengatakan itu sebagai sebuah kencan, tapi aku mengantarnya ke banyak sekali toko buku yang ingin dia kunjungi. Toko Buku Hitori adalah salah satu toko yang kami datangi dalam perjalanan pulang. Lokasinya di sebelah Stasiun Tsujidou di Kota Fujisawa.
Tokonya sendiri tidak lebih besar dari Biblia, tapi cara mereka mengatur susunan buku dari sudut ke sudut memang sangat mengagumkan. Tidak ada satupun buku yang bertumpuk di lantai, tiap buku sudah dibungkus kertas lilin dan disusun rapi di rak.
Shioriko sendiri menghabiskan waktu yang cukup lama melihat-lihat koleksi mereka dan membeli cukup banyak buku. Kasirnya waktu itu adalah seorang wanita paruh baya. Si pemilik toko tidak muncul waktu itu. Mungkin, dia ada keperluan atau semacamnya sehingga tidak punya waktu untuk muncul di tokonya sendiri.
"Apa dia bersikap seperti itu juga ketika dia berada di toko?"
"Hitori jarang sekali berbicara denganku, tapi setidaknya dia memberikan uang kembaliannya dengan jumlah yang tepat."
"Apa memberi uang kembalian secara tepat bisa dikatakan sebuah keberuntungan?"
Kurasa akan menjadi sebuah tindakan kriminal jika dia tidak memberikan kembaliannya.
"Kau mungkin bertanya mengapa aku sering kesana."
Shioriko kemudian membalikkan badannya lagi dan melanjutkan perjalanannya. Jelas sekali, raut wajahnya masih menunjukkan ekspresi senang.
"Sederhana saja, koleksi mereka memang luar biasa!"
Pencarian terhadap buku-buku yang menarik memang menjadi kesenanganya selama ini. Kurasa apalagi yang sudah kuduga dari seorang kutu buku.
x x x
Ruang pertemuan berada di lantai dua dimana ternyata lebih luas dari yang aku bayangkan.
Ada sebuah meja panjang yang disetting dengan beberapa interval, dan diantaranya ada beberapa tumpukan buku di atasnya. Aku melihat beberapa karyawan toko sedang berbincang dengan calon pembeli, menunjuk-nunjuk ke beberapa lokasi yang ada di meja panjang.
"Ngomong-ngomong...Ayo kita lihat-lihat dulu."
Shioriko menunjukkan jalannya dan berjalan menuju ruang pertemuan.
Dia selalu membalas dengan "lama tidak berjumpa", atau "bagaimana kabarnya?" setiap kali dia melewati seseorang. Ini semacam sapaan ketika berjumpa kerabat yang tidak bertemu dalam waktu yang lama. Shioriko sendiri selalu membalas sapaan yang diterimanya.
Sepertinya, semua orang yang ada disini saling kenal. Orang-orang yang sibuk menaruh buku di meja saja tampak saling mengobrol satu sama lain.
Ada beberapa buku yang dijual dengan harga miring. Rata-rata yang dijual seperti itu adalah buku-buku baru dan manga, kadang juga ada koleksi literatur universitas. Ada juga katalog mobil jaman dahulu, peta dunia jaman dahulu, bahkan aku melihat ada album wisuda dari jaman Taisho dijual disini. Belum selesai sampai disitu, ada juga majalah-majalah dewasa berikut DVD-nya, dan juga majalah-majalah lain untuk usia 18+. Jujur saja, kurasa ada beberapa benda yang harusnya tidak boleh dijual disini, malah ditaruh sebagai barang jualan.
"Apa aku pernah menjelaskan dengan detail kepadamu tentang Pasar ini?" tanya Shioriko.
"Ah, belum. Maksudku, belum pernah menjelaskan detail."
Setahuku, ini adalah event bagi orang-orang yang berkecimpung di dunia buku bekas untuk membeli dan menjual koleksi mereka. Ini adalah kedatanganku yang kedua di event serupa.
"Oh begitu, akan kujelaskan dahulu. Agar tidak mengganggu orang lalu-lalang, ayo kita kesana."
Dia menarik lenganku dan berjalan menuju jendela. Ini adalah jendela yang kulihat dari parkir luar tadi. Barisan mobil yang terparkir di luar tampak memantulkan cahaya matahari dari tempatku berdiri.
"Ada banyak cara untuk bertransaksi di event ini. Yang sedang kita lihat saat ini adalah lokasi untuk menaruh penawaran. Calon pembeli melihat-lihat buku yang dijual, ketika ada buku yang mereka anggap menarik, mereka akan menulis harga yang berani mereka keluarkan di sebuah kertas kecil dekat buku tersebut."
Dia menjelaskan itu dengan nada yang serius. Ini seperti mendapatkan sebuah perubahan kepribadian
"Di setiap buku yang dijual, di dekatnya ada sebuah amplop...Misalnya, meja yang di sebelah sana."
Dia menunjuk ke sebuah tumpukan manga yang berada di sebuah meja dekat kita. Kurasa ada sekitar 30 buku bertumpuk disana. Mereka disusun bertumpuk empat sehingga punggung bukunya terlihat jelas. Aku melihat banyak sekali manga-manga dewasa semacam GANTZ dan BERSERK diantara manga tersebut.
Sebuah amplop dengan tulisan "setumpuk empat" tertulis disana, sedang amplop tersebut berada di tengah tumpukan buku tersebut. Juga, ada tulisan 4 dan 9 disana.
"Setumpuk empat menjelaskan jumlah buku yang dijual. Satu tumpukan buku yang terikat itu memiliki empat buku di dalamnya, karena itulah kita menyebutnya setumpuk empat."
Akupun mengangguk. Jadi ada toko yang menjual manga-manga dewasa berjumlah empat yang disusun satu tumpukan. Ada seorang karyawan dari sebuah toko buku tampak memeriksa manga tersebut. Tidak lama kemudian, dia mengeluarkan kertas kosong, menulis sesuatu dengan pensil, melipatnya, kemudian memasukkan kertas tersebut ke amplopnya.
"Berarti, orang itu baru saja memberikan penawaran?" kutanyakan hal tersebut setelah si karyawan toko tersebut pergi.
"Benar. Dia melihat buku yang diinginkannya, dan menaruh penawarannya di amplop. Pihak yang menaruh penawaran tertinggi akan memenangkan buku tersebut. Tentunya, seluruh uang penjualan akan masuk ke rekening toko buku pemilik buku tersebut."
"Tapi aku tidak melihat adanya nama toko buku pemilik barang tersebut di amplopnya?"
Aku menanyakannya sesuatu yang membuatku penasaran sejak tadi. Di amplop tersebut ada deskripsi detail tentang buku yang dijual beserta jumlahnya. Disana juga ada beberapa angka yang tidak kumengerti.
"Intinya, menyembunyikan nama toko pemilik buku tersebut. Ada dua angka di setiap amplop. Satu merujuk item yang dijual, dan satunya merujuk ke toko yang menjual..."
Dia lalu menunjuk ke sebuah meja kosong yang berada dekat dengan dinding.
"Ketika ada orang hendak menaruh bukunya untuk dijual, maka dia harus mengisi formulir pendaftaran yang berada disana. Lalu, mereka menaruh formulirnya di sebuah kotak dekat meja itu. Karena nama pemilik hanya tertulis di formulir, maka mustahil mengetahui buku tersebut milik siapa tanpa membuka kotak tersebut."
"Begitu ya."
Sayangnya, bukan aku yang menjawab itu. Seorang pria kurus dengan sweater hitam, tanpa sadar berada di samping kami. Rambutnya hitam, pendek, dan tampak hampir botak. Dia juga memakai kacamata usang dengan frame besi. Tampilannya mirip seorang guru Sastra Jepang, tapi entah mengapa dia memakai celemek warna merah.
"Begitu ya, bahkan Shinokawa dari dulu masih saja tidak bosan-bosannya mengajari orang-orang."
Pria tersebut mengangguk dan tampak terkesan. Sepertinya, pria ini usianya sedikit lebih tua dari Shioriko.
"Ah, Renjou, selamat pagi." Shioriko menyapanya dengan senyuman.
"Apa kakimu mulai baikan?"
"Ya, sekarang terasa lebih baik."
Ketika mengatakan itu, Shioriko menatap ke arahku. Akupun langsung menatap ke Renjou sebelum dia mengenalkanku kepadanya.
"Nama saya Goura Daisuke. Saya bekerja di Toko Biblia."
"Ah, aku memang pernah mendengar kabar soal itu."
Pria itu mulai menatapku. Memangnya, kabar tentang diriku itu isinya seperti apa? Ini adalah sebuah kesunyian yang mulai membuatku tidak nyaman.
"Ah maaf. Aku belum memperkenalkan diriku. Namaku Takino Renjou, kalau tulisan lokalnya memakai karakter dari lotus dan tebu. Memang namaku terdengar aneh...Aku sendiri tidak keberatan kalau kau tertawa karenanya."
Takino Renjou kemudian tersenyum seperti mengundangku untuk tertawa dengannya, tapi aku tidak ada niatan untuk itu. Aku malah lebih kaget dengan fakta kalau Shioriko memanggilnya dengan nama depannya. Setahuku, dia jarang sekali memanggil lawan jenis dengan nama depannya
"Renjou ini anak pemilik Toko Buku Takino yang ada di Kounandai." Shioriko menjelaskan. "Dulu, kami sering saling bertamu ketika kami masih kecil."
Kedua orangtua mereka mungkin teman dalam bisnis ini. Kounandai sendiri jaraknya hanya dua kali pemberhentian dari Ofuna kalau memakai Kereta Negishi, dan itu juga tidak jauh dari Kita-Kamakura.
"Adik perempuanku dan Shinokawa ini, dulunya teman satu sekolah. Mereka berdua seperti sahabat baik, tapi aku dan Shinokawa sendiri tidak seperti itu. Aku hanya "anak bawang" dalam hubungan mereka berdua."
"Tidak begitu...Kau juga sering membantuku, R-Renjou."
Shioriko berusaha menyangkalnya.
"Ah tidak, beneran nih." Renjou lalu menatapku dengan serius. Fakta kalau dia dan Shioriko dulunya berhubungan baik memang sedikit membuatku jengkel.
"Jadi, ada apa nih datang kesini? Apa mau cari-cari buku?"
"Ya...Kami kekurangan stok buku yang bagus untuk dijual, dan..."
"Kekurangan ya..." Takino menggumam. "Yeah, memang agak sulit untuk cari buku yang bagus belakangan ini. Kurasa ini juga ada hubungannya dengan banyaknya orang-orang yang menjual buku-bukunya via internet."
"Ah begitu ya...Sayang sekali."
"Aku sendiri melihat ada beberapa yang bagus sih hari ini." tambah Takino.
"Eh? Di bagian mana?"
"Itu, disana."
Dia mulai berjalan tanpa meminta kami untuk mengikutinya. Sepertinya, orang ini tipikal orang yang santai. Shioriko dan diriku mengikuti dirinya.
"Ngomong-ngomong, katanya waktu sudah keluar dari RS kau dan adikku pergi minum-minum? Memangnya kemana?"
Takino menanyakan itu sambil membelakangi kami dan bertanya ke Shioriko.
"Ah...Ryuu bilang menemukan bar yang bagus di Yokohama."
"Dia itu sangat merepotkan kalau sudah mabuk. Maaf ya kalau merepotkanmu."
"Oh, dia tidak begitu kok..."
Aku terkejut mendengarkan percakapan mereka.
"Shioriko, kau minum-minum?" akupun membisikkan itu kepadanya.
Aku mulai bekerja di Biblia sejak setengah tahun yang lalu dan tidak pernah mendengar soal itu. Kupikir, dia itu tidak pernah meminum alkohol.
"Aku tidak begitu suka alkohol, tapi aku memang suka jalan-jalan."
Jadi begitu ya. Sial. Kalau aku tahu ini sejak dulu, aku tidak akan khawatir tentang bagaimana mengajaknya pergi keluar.
"Umm...Kalau begitu, bagaimana kalau lain kali kita
"Sampailah kita."
Takino menghentikan langkahnya, dan ajakanku barusan terpotong. Kami tiba di sebuah meja yang berada di sudut ruangan dimana buku-buku tersebut bertumpuk lima.
"Wow..."
Wajah Shioriko tampak ceria. Dia menaruh kedua tangannya dimeja dan mendekatkan wajahnya ke arah punggung buku.
"Yang ini mantab bukan? Yang seperti ini pasti bagus kalau dipajang di toko kami."
Kulihat tumpukan buku tersebut. Sekitar 70% buku-buku ini diterbitkan oleh Hayakawa dan Tsogen, sisanya diterbitkan penerbit lainnya. Ada juga buku terbitan Sanrio SF diantara buku-buku ini. Di amplop tersebut tertulis "Genre Sci-Fi" dan tertulis "Setumpuk lima".
"Yang paling atas ini menurutku top sekali. Bahkan tadi kulihat ada buku yang bisa laku lebih dari 10 ribu yen."
"Apa disini semuanya Sci-Fi?"
"Tidak juga, ada fantasi dan horor...Misalnya ini. Biblia dulu menjual koleksi ini dan laku keras."
Shioriko menjelaskan itu dan menaruh jarinya di punggung tumpukan buku tersebut. Aku melihat judul Shadow, Shadow on The Wall karya Theodore Sturgeon, dan Other Days, Other Eyes karya Bob Shaw. Sedikit sentuhan jarinya, sudah membuat punggung buku tersebut bergeser ke depan, mungkin ikatan tali buku tersebut tidak begitu kencang.
"Apa ada kemungkinan kalau buku-buku ini dulunya dibeli di Biblia?" tanya Takino.
"Bisa jadi...Kalau ada pelanggan yang ingin menjual buku yang pernah dibeli dari kami, aku berharap mereka bersedia menjualnya ke kami lagi..."
Shioriko lalu mendesah. Sepertinya ini tidak sekedar pelanggan memperoleh buku yang bagus, tapi pelanggan diharapkan menjual kembali buku yang masih bagus ke toko. Kalau proses itu bisa terjadi, maka kami tidak perlu repot-repot re-stock koleksi buku.
Takino tiba-tiba memeluk bahu kami. Dia memposisikan wajahnya diantara kami berdua. Kupikir, dia hendak mengatakan sesuatu, tapi tatapan matanya terus menatap lurus ke depan. Sepertinya, dia memikirkan sesuatu yang serius.
"Umm, ada apa?" tanyaku.
"Sebenarnya, buku-buku ini adalah koleksiku yang kutaruh dua hari lalu." bisiknya.
"Minggu lalu, aku kebetulan ada di toko dan membeli buku ini dari seorang pelanggan. Biasanya, kami tidak menangani buku dengan genre yang semacam ini, jadi kuputuskan untuk menjualnya di Pasar Buku."
"Memangnya, ciri-ciri pelangganmu yang menjual buku ini seperti apa?" Shioriko tampak tertarik dan menanyakan itu kepadanya.
"Seorang wanita berkacamata dan berambut hitam pendek. Tipe-tipe seorang penggemar buku...Alamat wanita itu di Hongoudai. Kenal tidak?"
"Tidak..."
"Kalau begitu, ya mungkin dia memang bukan pelanggan Biblia. Ya sudah, kalau kau mau, kau bisa menaruh penawaran di buku ini."
Takino mengatakan itu sambil bersiap-siap untuk pergi ke tempat lain, tapi Shioriko memanggilnya.
"Renjou, apa Hitori tahu soal buku ini?"
Ini mengingatkanku dengan pria mengesalkan yang kami temui di pintu masuk. Dia mungkin sangat berminat dengan buku-buku ini karena tokonya memang menjual buku-buku genre Sci-Fi dan misteri.
"Aku seharian belum melihatnya di lantai ini...Memangnya dia disini?"
"Kami melihatnya sedang merokok di dekat pintu masuk."
"Begitu ya...Mungkin dia sudah menaruh penawaran kemarin. Dia kemarin memang disini, untuk menaruh beberapa koleksinya untuk dijual. Kau tahulah dia seperti apa orangnya, dia orang yang sulit untuk melewatkan hal-hal semacam ini."
Takino lalu pergi meninggalkan kami.
"...Hitori pasti berani mahal dengan buku-buku yang semacam ini. Kalau ingin memenangkan penawarannya, kita harus memiliki persiapan yang baik."
Shioriko lalu memegang amplop yang bertuliskan "Sci-Fi" tersebut. Sepertinya, dia berusaha meraba banyaknya penawaran yang masuk dari tebalnya amplop.
"Sepertinya, banyak yang menawar buku ini selain Hitori. Ini memang buku yang populer."
Dia kemudian menutup kedua matanya. Sepertinya, dia sedang membuat sebuah perhitungan yang dalam.
Di saat yang bersamaan, aku melihat pria berambut putih dengan mantel abu-abu sedang berdiri di pintu pameran. Dia adalah pemilik Toko Hitori yang kami temui tadi. Dia terus menatap tajam ke arah Shioriko.
Bulu kudukku serasa berdiri. Yang kutahu dia punya hubungan yang buruk dengan Ibu Shioriko, tapi ada kemungkinan kalau dia juga membenci putrinya juga. Jadi kuputuskan untuk berdiri diantara dirinya dan Shioriko untuk memblokir pandangannya.
Dia menyadari kalau aku juga sedang menatap dirinya, dengan ekspresi wajah yang kesal, dia lalu pergi menuju ruang pertemuan.
"Daisuke, apa ada sesuatu?" Shioriko menanyakan itu sambil membuka matanya.
"...Ah, tidak ada apa-apa."
"Bisa membantuku menulis harga penawaran dariku di kertas ini? Aku sulit melakukannya ketika sedang memegang tongkat."
"Oke."
Kuambil satu kertas penawaran di meja. Di setiap meja memang memiliki kertas-kertas memo kecil yang seperti ini.
Aku memikirkan si pemilik Toko Hitori sambil mendengarkan instruksi Shioriko tentang bagaimana mengisi slip penawarannya. Memangnya apa yang terjadi antara dia dengan Ibu Shioriko
x Chapter I Part II | End x
Tidak ada komentar:
Posting Komentar