Pembukaan amplop penawaran akan dilakukan pada jam 11 pagi.
Meski begitu, kegiatan penawaran masih terus ramai di ruangan utama. Nantinya, buku yang dijual akan dibuka satu-persatu amplop penawarannya. Siapa yang menawar tertinggi maka penawar tersebutlah yang menang.
Jika sudah selesai, maka panitia akan berpindah ke tempat penjualan yang lain hingga selesai sepenuhnya; jadi proses penawaran masih bisa terjadi di tempat lain dimana amplopnya masih belum dibuka oleh panitia. Shioriko dan diriku hanya tertarik ke buku yang tadi, jadi kami hanya bisa menunggu di pojokan sampai panitia datang dan membuka amplop penawarannya.
Meja berwarna merah dan putih, mirip yang sering kulihat di tempat pekerjaan bangunan, ditaruh diantara meja-meja yang ada disini. Setelah meja ditaruh, panitia lalu membentuk dua atau tiga kelompok yang bertugas membuka amplop-amplop di meja penjualan. Takino, pria yang tadi berbincang-bincang dengan kami, berada diantara kumpulan panitia tersebut.
"Aku baru sadar barusan, kenapa Takino malah ada di kepanitiaan?"
"Dia menjabat sebagai manajer untuk hari ini."
"Manajer?" akupun menanyakan itu.
"Kepanitiaan Pasar Buku-Buku Kuno biasanya dipimpin oleh orang yang disebut manajer, biasanya dipilih dari perwakilan toko buku yang menjadi anggota di pameran ini. Jabatan itu adalah peluang yang sangat bagus bagi mereka yang baru terjun di bisnis ini, karena dengan menjadi manajer pameran maka kau akan punya banyak sekali kenalan dari perwakilan toko buku disini. Aku yang menjadi manajer disini pada tahun lalu..."
Dia tiba-tiba terhenti setelah mengatakan tahun lalu, dimana itu adalah tahun ayahnya meninggal. Dia mungkin sudah tidak sempat lagi menjabat manajer setelah diserahkan untuk mengelola Toko Biblia seorang diri.
"...Pasar ini dan perkumpulan toko bukunya, dulunya sangat berpengaruh dalam industri buku Jepang. Konon katanya, kami dulu adalah pelopor perkumpulan serupa di Jaman Edo...Tapi kudengar event semacam ini jarang terjadi dalam tradisi dunia barat saat ini..."
Tiba-tiba aku terpikirkan sesuatu.
"Apa kau pikir aku memiliki kapasitas untuk menjadi seorang manajer?"
Shioriko lalu terdiam sejenak sebelum menjawabku.
"Kupikir kau layak...Tentunya setelah kau memperoleh banyak pengalaman dari bekerja di Toko Biblia."
Tiba-tiba suaraku terhenti di tenggorokan. Aku tidak bisa mengatakan dengan lantang kalau aku bersedia melakukannya.
"Ah, sepertinya mereka sudah hendak membuka amplopnya. Ayo kita lihat." Shioriko lalu mengambil tongkatnya dan mulai berjalan.
Alasan sebenarnya aku bekerja di Toko Biblia bukan karena aku ingin bekerja di Toko Buku. Memang fakta kalau waktu itu aku tidak bisa menemukan satupun pekerjaan, tapi yang paling utama, aku tertarik oleh pemilik Toko Buku ini dan cerita-ceritanya tentang buku koleksinya. Aku sendiri tidak bisa membaca buku sejak kecil.
Aku sendiri tidak yakin apakah aku orang yang tepat untuk pekerjaan ini, ataupun berpikir aku mampu melakukan pekerjaan ini. Kurasa berpikir semacam itu adalah wajar bagi setiap orang yang berada di posisiku.
"Ahhh,"
Bahu Shioriko tampak menurun ketika amplop dibuka. Penawar tertinggi telah diumumkan, dan itu bukanlah penawaran dari kami. Nama "Inoue" tertulis dalam slip penawar tertinggi.
"...Itu nama depan Hitori." kata Shioriko.
Dengan kata lain, Toko Hitori memenangkan penawaran dan Shioriko kalah.
"Sepertinya, dia menaruh tiga penawaran..."
Ada beberapa slip penawaran yang bertuliskan nama Hitori. Seluruh slipnya tertulis lima digit angka. Menurut yang kudengar tadi, peserta boleh menawar berkali-kali jika bukunya termasuk kategori mahal. Karena itulah, sistem tiga kali penawaran bisa membuat tawaran buku tersebut lebih dari 10,000 Yen itulah yang orang sebut "tiga kali penawaran". Shioriko dan diriku juga sempat menaruh penawaran sampai tiga kali.
"Ya, dan kita kalah oleh penawaran tertingginya...Sayang sekali."
"Penawaran tertinggi?"
"Harga tertinggi diantara ketiga penawaran disebut penawaran tertinggi. Dibawahnya ada penawaran medium, dan terendah adalah penawaran terbawah...Coba lihat ini."
"Hmm?"
Ketika kulihat, di sebelah slip penawaran yang tertulis "Inoue" adalah slip penawaran dari Shioriko yang ditulis oleh diriku tadi selisihnya hanya 10 Yen. Kita bisa saja menang jika berani memberikan harga yang sedikit lebih tinggi.
"Kita kalah hanya karena Hige..." Shioriko mengatakan itu dengan nada kecewa.
"Hmm? Hige?"
Aku merasa tidak enak karena bertanya banyak sekali kepadanya, tapi mau bagaimana lagi, banyak sekali istilah dalam bisnis ini yang belum kumengerti.
"Sepuluh Yen biasanya disebut dengan Hige. Rencana awalku adalah menawar 1000 Yen lebih mahal dari tawaran Hitori yang sudah kuprediksi. Tapi, sepertinya aku salah memprediksi penawarannya..."
"Bisa juga dia yang berhasil menebak jumlah penawaran kita."
Persis bagaimana kita berusaha memprediksi jumlah penawaran Hitori, Hitori sendiri pasti berusaha menebak jumlah penawaran kita.
Tapi Shioriko malah menggelengkan kepalanya.
"Kupikir bukan itu masalahnya. Sepertinya, Hitori menaruh penawarannya kemarin...Ini murni perbedaan kemampuan dalam daya beli kita."
Shioriko yang kecewa hanya bisa menyentuh punggung buku tersebut. Proses pembukaan amplop penawaran di ruangan ini bisa dikatakan sudah selesai dan orang-orang di sekitar kita sudah mulai mengemasi buku-buku yang mereka dapatkan. Datang kesini bisa dikatakan hal yang membuang-buang waktu.
Tiba-tiba muncul pria berambut putih yang memakai mantel dan hampir menabrak meja dengan kereta belanjaannya. Bahu Shioriko tampak ketakutan dibuatnya. Pria itu adalah pemilik Toko Hitori, Inoue.
"Apa yang kau lakukan?"
"Ti Tidak ada "
"Jangan sentuh bukuku."
Shioriko lalu mengambil langkah mundur setelah mendengarkan ancamannya.
"Ma-Maafkan aku...Ah!"
Shioriko kehilangan keseimbangannya dan akupun secara spontan memeganginya. Dia bisa saja terjatuh jika ceroboh seperti itu. Akupun menatap ke arah Inoue yang sedang menaruh bukunya di kereta belanjaannya.
"Kami ke meja ini hanya untuk melihat proses pembukaan penawarannya. Apa kau ada masalah dengan itu?"
Inoue malah menatapku dengan tajam. Kedua alisnya mengkerut seperti mengatakan kalau dia tidak setuju dengan pernyataanku.
"Kau pasti yang bernama Goura ya?"
"Huh?"
Darimana dia tahu namaku? Aku sendiri tidak merasa pernah mengenalkan diriku kepadanya.
"Kau harus hati-hati dengan perempuan ini."
Dia tidak menunggu jawabanku dan langsung mendorong kereta belanjaannya pergi meninggalkan ruangan ini.
"Apa sih dia yang dia katakan?"
Aku tidak paham apa maksudnya. Mengapa aku harus hati-hati dengan Shioriko?
"...Umm...Daisuke..."
"Ya?"
"Aku tidak apa-apa...Orang-orang menatap ke arah kita."
Akupun tersadar. Lenganku masih memegangi punggungnya. Wajah Shioriko tampak memerah dan dia hanya melihat ke arah kedua kakinya.
"Ah, maaf." Akupun melepaskan peganganku.
"Oh, ternyata kau disini, Shinokawa."
Takino muncul dari keramaian dan menuju ke arah kami.
"Buku-buku yang dijual oleh Biblia ternyata masih BO."
"...Hah?"
Kedua mata Shioriko tampak melebar. Sepertinya, terjadi sesuatu yang tidak diduga-duga.
"Itu mustahil..."
"Loh, bukunya ada disana tuh. Itu di bagian buku-buku yang bersampul tebal."
Karena aku sendiri tidak paham apa yang terjadi, akupun memotong percakapan mereka.
"...Maaf, apa arti dari BO?"
"Buku yang tidak menerima penawaran dari siapapun, tapi..." jawab Shioriko.
Aku mulai paham mengapa dia bingung. Itu mustahil karena Biblia sendiri tidak menaruh apapun untuk dijual disini.
"Umm...Renjou, kau yakin itu dari kami?" tanya Shioriko.
"So pasti, di formulir pendaftarannya tertulis nama Biblia. Ayo sini kutunjukkan!"
Kami mengikuti Takino ke sudut lain ruangan ini. Disini, sudah jarang terlihat ada buku yang tersisa di meja. Aku tidak mengerti orang-orang ini dapat papan catur dari mana, tapi ada beberapa pemilik buku mulai bermain catur di salah satu sudut setelah selesai mengemasi barang-barang mereka.
"Disinilah."
Sebuah tumpukan buku-buku tua berada di dekat jendela. Buku-buku tersebut adalah buku tentang praktik lapangan, koleksi surat-surat, panduan pernikahan, dan buku tentang akutansi. Mayoritas bukunya sudah berwarna kekuningan dan tidak terlihat satupun diantara buku tersebut yang layak untuk dibeli.
"Apa maksud semua ini?" Shioriko menggumamkan itu.
Kata Takino, Biblia yang menaruh buku-buku ini, tapi Shioriko tidak mengenali buku-buku tersebut.
"Mayoritas buku-buku ini terbitan 10 tahun lalu..." Dia menggumamkan itu sambil menutup kedua matanya.
"Jadi begini, aku ingin membersihkan meja ini. Apa kalian bisa membereskan buku-buku ini?"
Takino mengatakan itu sambil menyandar ke arah jendela dengan tangan di dagunya.
"Tapi buku-buku ini bukan koleksi ka "
Sebelum Shioriko menyelesaikan kata-katanya, Takino, yang sedang melihat ke arah jendela, membuka matanya lebar-lebar.
"Eh maaf barusan! Sepertinya diluar sana ada polisi yang sedang berjalan ke arah mobil-mobil yang parkir sembarangan!"
Dia mengatakan itu dengan suara yang keras.
Setelah itu, para pemilik toko yang ada di ruangan ini langsung berlari ke arah jendela untuk melihat apa yang sedang terjadi. Itu membuatku teringat kalau banyak mobil yang datang kesini diparkir di pinggir jalan. Kami lalu saling melihat satu sama lain dan percakapan kami barusan tampaknya harus ditunda dahulu.
"Jadi apa yang harus kita lakukan?"
"Aku juga tidak tahu..." Shioriko mengatakan itu dengan ekspresi kebingungan.
x Chapter III Part 3 | END x
Tidak ada komentar:
Posting Komentar