x x x
Hari telah beranjak gelap ketika aku selesai membaca bukuku.
Salah satu kebiasaan burukku yang membuatku lupa waktu adalah ketika sedang berada di tengah-tengah kegiatan dan "oops, aku tidak sengaja membaca buku dan lupa apa yang sedang kulakukan."
Tadi hampir saja...Jika yang kubaca barusan adalah sebuah seri, mungkin diriku sudah tenggelam dalam membaca buku secara marathon. Ketika aku selesai membaca semua serinya, pasti aku akan berkata, "Kapan volume selanjutnya keluar? Cepat lakukan pekerjaanmu, wahai penulis!"
Aku beranjak berdiri dari sofa tempatku tiduran dan mengembalikan buku yang selesai kubaca ke raknya.
Dengan ini, pekerjaan membersihkan telah selesai. Sebenarnya tidak begitu kukerjakan dengan buru-buru, tetapi entahlah, akhirnya selesai juga.
Dalah kehidupan, selama kamu tidak bisa menghilangkan noda dari masa lalumu, maka sebenarnya, dan sejujurnya, mencoba menghilangkannya adalah pekerjaan yang sia-sia. Jika sebenarnya kehidupan itu sendiri yang menciptakan noda masa lalumu, maka kamu akan terus berada dalam usaha tanpa akhir dalam membersihkan masa lalu untuk seumur hidup.
Setelah mengembalikan buku tersebut di rak buku, dan melihatnya tersusun dengan rapi, aku kembali ke ruang keluarga dengan perasaan puas.
Hanya tinggal beberapa hari yang tersisa di tahun ini.
Harusnya, besok menjadi hari kerja terakhir untuk tahun ini bagi kedua orang tuaku. Mereka memiliki banyak sekali jadwal pekerjaan yang harus dilakukan sehingga hari ini mereka terpaksa pulang larut malam. Karena itulah, Ibuku mencoba membersihkan rumah secara perlahan-lahan disela-sela jadwal kerjanya yang padat. Dan sekarang, ruang keluarga terlihat hampir selesai dirapikan seluruhnya.
Namun di ruang keluarga saat ini, ada seorang yang tergeletak lesu di lantai, memancarkan aura kegelapan.
Dia adalah adik kecilku, Hikigaya Komachi.
Tubuh bagian atasnya berada diluar kotatsu dan wajahnya menghadap ke lantai. Di punggungnya berdiri kucing kesayangan kita, Kamakura, yang berusaha membersihkan tubuhnya dengan lidahnya.
"Ada apa denganmu...?" Aku bertanya dengan spontan, tetapi dia tidak menjawabnya. Dia seperti mayat...Ayolah, Komachi, kenapa harus tewas di tempat seperti ini, agak menyedihkan...
Namun, dia sepertinya merasa ditimpa beban yang luar biasa karena ada kucing duduk di atas punggungnya. Dia seperti dirasuki semacam roh bumi dan tidak bereaksi apapun. Meski begitu, aku lebih menyukai kalau memiliki kemampuan penglihatan seperti kucing yang bisa melihat roh, apakah roh tersebut berbentuk kucing, arwah, ataupun setan, meow.
Aku berjalan menuju kotatsu dan mengangkat Kamakura dari punggung Komachi ke pangkuanku. Kamakura duduk di pangkuanku dan berusaha mencari posisi yang nyaman, menundukkan kepalanya, dan tidur lagi. Maaf kalau tempat tidurmu buruk. Maafkan aku, meow.
Ketika aku memindahkan beban di punggungnya, dia mengangkat kepalanya.
"Ah, onii-chan..."
Adikku yang mempesona memiliki kemiripan denganku, yaitu mata ikan yang busuk. Ya ampun, kau memang mirip dengan kakakmu! Kita memang benar-benar bersaudara! Jadi kalau Komachi terlihat imut dan aku mirip dengannya, bukankah berarti aku juga imut! Tapi tunggu dulu, jujur saja mata busuk itu sangat tidak imut. Jadi kalau keimutan Komachi yang lain tidak bisa membuat dirinya terlihat imut, bukankah aku yang hanya punya kemiripan mata busuk pasti terlihat tidak imut, sama sekali?
Ngomong-ngomong, ini pertama kalinya aku melihat Komachi bersandar ke tembok seperti itu.
"Komachi, kamu baik-baik saja?"
"Tidak...Aku sudah selesai..." Komachi menggumam dan mengubur wajahnya ke bantal lagi. Lalu dia menggigau dengan suara pecah. "Harus, membersihkan...Perlu, membuang sampah...Perlu, melempar onii-trash..."
"Tenang Komachi. Pekerjaan membersihkan rumah hany tersisa beberapa saja. Juga, tidak mudah membersihkan onii-chan. Kamu lebih baik mempersiapkan diri untuk ujian nanti."
"Uuugh, semakin jauh Komachi memikirkan itu, Aku seperti ingin langsung menikah saja..."
Dia memberiku pandangan tidak puas, tetapi tidak ada yang bisa kulakukan. Mungkin rintangan yang kulalui sekarang hampir sama dengan yang harus dilalui ketika hendak menikahi Hiratsuka-sensei. Jika kau memang mau menikahi pria yang membosankan sepertiku... Tetapi ini bukan waktunya bagiku untuk berada dalam posisi bertahan. Komachi adalah fokus utamaku saat ini.
Dalam beberapa hal, Aku nampaknya tahu mengapa Komachi menjadi seperti ini. Kemungkinan ada hubungannya dengan ujiannya. "Belajar terlalu keras", "Nilau waktu simulasi ujian sangat jelek", hal-hal seperti itu.
Sejak Natal berakhir, Komachi berusaha keras belajar siang dan malam, tetapi dengan Tahun Baru akan tiba sebentar lagi, dia seperti kehabisan bahan bakar.
Sambil mengomel tersedu-sedu, Komachi mengatakan, "Sial, sial sial..."
Lalu dia menatapku.
Ketika aku terdiam, Komachi mengubur wajahnya ke bantal lagi. Dia berbicara dengan suara teredam. "Sniff, uuuggh, Aku sangaaaaattt lelah..."
Lalu dia menatapku lagi.
Ya ampun, dia sepertinya sedang menderita...Tetapi, Aku adalah seorang senior dan veteran onii-chan yang telah menjalani pengabdian selama 15 tahun. Saat-saat seperti ini adalah saat dimana aku harus mengerti kata-kata apa yang tepat untuk kuucapkan kepadanya.
"Kamu tahu, belajar terus-terusan seperti itu membuatmu merasa seperti berada di sebuah tempat yang terisolasi. Ini sudah hampir malam tahun baru, kenapa kita tidak mencari udara segar dan pergi ke tempat yang jauh untuk ritual berkunjung ke kuil tiap tahun?"
"Tentu!" Komachi tiba-tiba menjawab dan berbalik menunjukkan wajah manis dari posisinya.
Nampaknya aku melakukan hal yang tepat. Tentu saja, karena aku adalah onii-chan yang profesional, kuanggap tadi seperti pelajaran onii-chan. Malahan, kupikir negara ini harusnya berpikir maju dan menyediakan pekerjaan bernama onii-chan. Apa-apaan pekerjaan dengan nama onii-chan? Apa aku sebenarnya seperti, sedang 'dibesarkan oleh Adik perempuanmu?' Pekerjaan semacam itulah yang seharusnya disebut pekerjaan yang tidak terlihat. Meski begitu, tetap saja terhitung sebagai pengangguran.
Tetapi sebagai onii-chan yang profesional, Aku tidak akan terlalu memanjakannya. Aku juga harus mengingatkannya.
"Tidak apa-apa, tetapi kamu tetap belajar sampai waktunya tiba."
"Aku tahu, Aku tahu. Aku bisa belajar dengan lebih baik jika punya rencana yang menyenangkan untuk kulakukan setelahnya."
Meski aku mengatakan begitu, dia sepertinya tidak terlalu mendengarkan. Dia duduk kembali dan mengambil jeruk mandarin di meja. Hmm, maksudku tidak apa-apa jika kau sekarang sudah termotivasi...
"Ada kuil yang ingin kau kunjungi? Seperti tempat dimana kamu ingin mendapatkan berkat atau semacamnya."
"Hmm..."
Ketika kutanyakan itu, dia mulai berpikir.
Mungkin lumrah bagi siswa yang akan menempuh ujian, untuk menganggap bahwa kegiatan mengunjungi kuil ketika tahun baru adalah kegiatan penting. Juga ada pepatah mengatakan, "Ketika kau sedang berada dalam kesulitan, berdoalah kepada Dewa."
Jika kau memang berada di situasi yang sangat sulit, maka hanya kepada Tuhan kau bisa bergantung. Memang kenyataannya ketika di situasi seperti itu orang-orang justru tidak bisa diandalkan. Jadi ketika kenyataannya kamu tidak mengandalkan orang lain bisa kau artikan kalau kau setiap harinya mengandalkan Tuhan. Masalah sesulit apapun itu, tetaplah sebuah masalah. Ketika mendapatkannya, aku seperti butuh kekuatan yang luar biasa.
"Kalau mencari yang di dekat sini, kita bisa pergi ke tempat dimana Ayah biasanya pergi. Tahu tidak, waktu dia cerita sengaja begadang hanya untuk mendapat antrian depan di kuil. Kalau tidak salah Kuil Kameido Tenjin atau yang namanya mirip-mirip itu?
Hanya sekali naik kereta Sobu Line dari tempat kita, jadi tidak begitu jauh. Tentunya karena kita akan berdoa ke Dewa Belajar, kemungkinan besar suasananya akan padat pengunjung kalau dilihat dari waktunya. Ketika aku memikirkan suasana ramainya, aku spontan membuat wajah kurang nyaman, maksudku, aku sangat tidak menyukai keramaian!
"Begadang... Itu salah satu hal yang membuat Ayah terlihat jelek..."
Ayolah, Dia sebenarnya adalah Ayah yang baik...Tahukah kamu, kalau tidak demi Ibuku, Ayah mungkin akan sering begadang dan pergi ke tempat bernama Dazaifu...Tetapi, sepertinya Ibuku-lah yang sebenarnya memintanya berhenti dari kebiasaan begadangnya.
"Hmm, diluar kuil favorit Ayah, di Kuil Yushima Tenjin juga ada Dewa Belajar..."
Di Kuil itu juga memiliki Dewa Belajar, menjadi tempat yang sangat populer ketika musim ujian tiba. Dengan kata lain, akan menjadi tempat yang sangat ramai karena sedang musim ujian.
Ketika aku menyebutkan beberapa kuil lainnya, Komachi berkata.
"Hmm, tempat yang terkenal memang bagus sebenarnya, tetapi... Kupikir kuil yang dekat dengan SMA Sobu mungkin akan memberiku keberuntungan yang lebih baik!"
"Ya? Dengan kata lain... berarti Kuil Sengen akan menjadi tujuan kita."
"Ahh, bukankah itu kuil yang biasanya selalu mengadakan festival?"
"Tidak, tidak selalu sih."
Kuil macam apa yang selalu mengadakan festival? Berbicara tentang selalu mengadakan event. Apakah pertokoan di depan Stasiun Akihabara selalu memasang tulisan 'diskon akhir tahun'? Sebenarnya kata 'selalu' itu berada di mana sih dalam kata 'setiap hari'?
Tetapi kupikir sangat alami bagi Komachi yang tidak terlalu familiar dengan Kuil Sengen, memiliki image 'kuil yang selalu mengadakan festival'. Diluar menjadi tempat kunjungan turis, sebenarnya orang-orang mengunjungi kuil hanya terjadi ketika tahun baru dan kalau hanya ada festival di kuil.
Tetapi, Kuil Sengen, huh...? Aku memiliki firasat akan bertemu banyak kenalan disana, jadi aku tidak merasa begitu bersemangat pergi kesana, tapi kuil itu memang akan menjadi pilihan banyak orang yang kukenal di Tahun Baru. Aku juga tidak ingin bertemu kenalan waktu SMP juga. Sebenarnya, Aku tidak ingin kemana-mana di Tahun Baru.
Ketika keragu-raguanku muncul, Komachi menatapku dengan intens.
"Ada apa?" tanyaku.
Komachi membetulkan posisi duduknya. "Sebenarnya onii-chan. Memang kita tidak harus pergi bersama atau semacam itu. Aku tidak keberatan pergi kesana dengan Ibu."
Hmm, kenapa kau tidak menyebutkan Ayah juga?
Ngomong-ngomong, Aku mulai berpikir alasan dia bersikap seperti itu selama ini. Dia mungkin bersikap seperti biasanya, tetapi sebenarnya dia merencanakan sesuatu terhadap diriku sebagai kakaknya. Tidak,tidak, onii-chan sudah punya rencana sendiri, tahu tidak? Hanya saja aku sedikit sulit memahami maksud rencananya karena aku sendiri kurang yakin terhadap kesimpulanku.
Itulah mengapa libur musim dingin yang meski hanya berlangsung kurang dari 2 minggu, aku akan sangat mensyukurinya. Tentu saja, ketika aktivitas sekolah dimulai, aku harus menghadapi masalah itu lagi.
Tetapi sekarang, aku sedang liburan. Dan karena ini liburan, maka keseharianku hanyalah beristirahat total. Untuk seseorang yang bercita-cita menjadi suami rumahan, aktivitas berpikir keras di liburan adalah tanda tanya besar bagiku. Taruh semua kesimpulan proposalnya, dan pikir di rumah saja. Itulah ilmu dasar dari menjadi karyawan kantor! Tunggu dulu, jadi aku sebenarnya ingin menjadi karyawan kantor atau suami rumahan...?
Dalam rangka beristirahat sebanyak-banyaknya dan juga menunda hal-hal lainnya, aku memutuskan untuk mengganti topik.
"Kau tidak perlu mengatakan hal seperti itu tadi."
"Oh, kalau memang bisa, aku juga tidak mau mengatakan hal semacam itu juga." Komachi membuat bahasa tubuh agak sok did epanku. Maaf adikku, sudah menjadi onii-chan yang seperti itu.
"Ya, kalau Komachi tidak mau pergi, biar aku saja yang pergi sendiri seperti yang kulakukan tiap tahunnya. Sedikit hal yang kukhawatirkan, membuat segalanya menjadi mudah."
"Nah khan, onii-chan mulai lagi, mengatakan hal seperti itu..."
"Para leluhur kita pernah mengatakan, Tahun Baru adalah hari dimana untuk merencanakan apa yang akan kita lakukan tahun ini. Maka dari itu, kalau aku membuat pikiran yang jelek ketika kunjungan pertama ke kuil, maka sepanjang tahun akan menjadi kenangan buruk untukku. Hal pertama ketika Tahun Baru tiba dan kamu membuat pikiranku menjadi buruk di tengah keramaian orang? Sebuah tindakan yang bodoh, apakah kau setuju, Komachi-kun?"
Aku mengucapkannya dengan lancar ke Komachi yang memasang wajah muak. Dia awalnya terlihat tidak suka, tetapi sekarang dia menganggukkan kepalanya, lalu memandangiku dengan serius.
"Cukup masuk akal. Tahun Baru adalah hari dimana kita merencanakan apa yang terjadi sepanjang tahun itu...Oke, aku mungkin akan ikut denganmu, onii-chan."
"Benar khan...Tetapi kenapa kamu ubah pikiranmu secepat itu?"
Beberapa saat lalu dia memandangiku seolah-olah aku adalah sampah, namun sekarang dia memasang wajah lugu, benar-benar berbeda 180 derajat. Lalu dia tersenyum.
"Maksudku, apabila Aku pergi dengan onii-chan di Tahun Baru, bukankah itu berarti aku akan bersama dengan onii-chan setahun penuh. Barusan itu sangat tinggi di Poin Komachi."
"Y-ya, kupikir begitu..."
Kata-katanya barusan membuat pikiranku menjadi beku.
.....
...Ya Tuhan, ada apa dengan adikku yang manis ini!? Tanpa melihat kalimat terakhirnya tadi, adikku memang terlihat super cute!
"Ko-Komachi..."
Dengan tersedu-sedu, aku berusaha menghapus air mata karena ucapannya barusan, Komachi berusaha menyembunyikan pipinya yang memerah dan menatap ke arah lain. Lalu dia menatapku dengan sekilas.
"Jangan salah paham, oke! Maksudku tadi adalah bersama onii-chan karena kita akan pergi ke sekolah yang sama tahun depan, jadi itu semacam doa agar ujianku sukses, oke! Barusan saja seperti memberiku nilai tinggi di Poin Komachi, oke!"
Ughh, dasar tsundere rendahan...Sial, malah aku yang sekarang menjadi stress.
Tingkahnya yang suka berpura-pura sebenarnya bukan hal termanis darinya, tetapi jika aku berpikir tindakannya barusan adalah usahanya untuk menyembunyikan rasa malunya, maka bisa kukatakan dia memang gadis yang manis.
"Kalau begitu, kita pergi bersama-sama nanti."
"Oke. Baiklah, Aku akan lanjut belajar di kamarku." Komachi keluar dari kotatsu dan segera berdiri ketika mengatakannya.
"Baiklah, semoga menyenangkan."
Ketika Kamakura tidur di pangkuanku, aku memegang kaki depannya, dan melambaikannya ke arah Komachi, dan dia tertawa.
"Aku tahu, Aku harus melakukan yang terbaik!" kata Komachi. Dia mengambil handphonenya dan membelai Kamakura sembari menyanyikan nada tertentu, lalu dia pergi ke kamarnya.
Yang tersisa di ruangan keluarga hanyalah Aku dan Kamakura. Ketika Kamakura mengeluarkan suara funsu dengan hidungnya, aku mengguncang-guncangkan kakinya. Dia terbangun dengan sedih lalu meregangkan badannya. Lalu sambil menggeliat dia berjalan menuju kotatsu.
Aku mengikuti gerakannya dan merayap menuju kotatsu hingga berada di atas punggungku, menjadi siput kotatsu.
Hanya tinggal beberapa hari lagi tersisa untuk tahun ini.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, ini adalah malam Tahun baru yang tenang.
Salah satu kebiasaan burukku yang membuatku lupa waktu adalah ketika sedang berada di tengah-tengah kegiatan dan "oops, aku tidak sengaja membaca buku dan lupa apa yang sedang kulakukan."
Tadi hampir saja...Jika yang kubaca barusan adalah sebuah seri, mungkin diriku sudah tenggelam dalam membaca buku secara marathon. Ketika aku selesai membaca semua serinya, pasti aku akan berkata, "Kapan volume selanjutnya keluar? Cepat lakukan pekerjaanmu, wahai penulis!"
Aku beranjak berdiri dari sofa tempatku tiduran dan mengembalikan buku yang selesai kubaca ke raknya.
Dengan ini, pekerjaan membersihkan telah selesai. Sebenarnya tidak begitu kukerjakan dengan buru-buru, tetapi entahlah, akhirnya selesai juga.
Dalah kehidupan, selama kamu tidak bisa menghilangkan noda dari masa lalumu, maka sebenarnya, dan sejujurnya, mencoba menghilangkannya adalah pekerjaan yang sia-sia. Jika sebenarnya kehidupan itu sendiri yang menciptakan noda masa lalumu, maka kamu akan terus berada dalam usaha tanpa akhir dalam membersihkan masa lalu untuk seumur hidup.
Setelah mengembalikan buku tersebut di rak buku, dan melihatnya tersusun dengan rapi, aku kembali ke ruang keluarga dengan perasaan puas.
Hanya tinggal beberapa hari yang tersisa di tahun ini.
Harusnya, besok menjadi hari kerja terakhir untuk tahun ini bagi kedua orang tuaku. Mereka memiliki banyak sekali jadwal pekerjaan yang harus dilakukan sehingga hari ini mereka terpaksa pulang larut malam. Karena itulah, Ibuku mencoba membersihkan rumah secara perlahan-lahan disela-sela jadwal kerjanya yang padat. Dan sekarang, ruang keluarga terlihat hampir selesai dirapikan seluruhnya.
Namun di ruang keluarga saat ini, ada seorang yang tergeletak lesu di lantai, memancarkan aura kegelapan.
Dia adalah adik kecilku, Hikigaya Komachi.
Tubuh bagian atasnya berada diluar kotatsu dan wajahnya menghadap ke lantai. Di punggungnya berdiri kucing kesayangan kita, Kamakura, yang berusaha membersihkan tubuhnya dengan lidahnya.
"Ada apa denganmu...?" Aku bertanya dengan spontan, tetapi dia tidak menjawabnya. Dia seperti mayat...Ayolah, Komachi, kenapa harus tewas di tempat seperti ini, agak menyedihkan...
Namun, dia sepertinya merasa ditimpa beban yang luar biasa karena ada kucing duduk di atas punggungnya. Dia seperti dirasuki semacam roh bumi dan tidak bereaksi apapun. Meski begitu, aku lebih menyukai kalau memiliki kemampuan penglihatan seperti kucing yang bisa melihat roh, apakah roh tersebut berbentuk kucing, arwah, ataupun setan, meow.
Aku berjalan menuju kotatsu dan mengangkat Kamakura dari punggung Komachi ke pangkuanku. Kamakura duduk di pangkuanku dan berusaha mencari posisi yang nyaman, menundukkan kepalanya, dan tidur lagi. Maaf kalau tempat tidurmu buruk. Maafkan aku, meow.
Ketika aku memindahkan beban di punggungnya, dia mengangkat kepalanya.
"Ah, onii-chan..."
Adikku yang mempesona memiliki kemiripan denganku, yaitu mata ikan yang busuk. Ya ampun, kau memang mirip dengan kakakmu! Kita memang benar-benar bersaudara! Jadi kalau Komachi terlihat imut dan aku mirip dengannya, bukankah berarti aku juga imut! Tapi tunggu dulu, jujur saja mata busuk itu sangat tidak imut. Jadi kalau keimutan Komachi yang lain tidak bisa membuat dirinya terlihat imut, bukankah aku yang hanya punya kemiripan mata busuk pasti terlihat tidak imut, sama sekali?
Ngomong-ngomong, ini pertama kalinya aku melihat Komachi bersandar ke tembok seperti itu.
"Komachi, kamu baik-baik saja?"
"Tidak...Aku sudah selesai..." Komachi menggumam dan mengubur wajahnya ke bantal lagi. Lalu dia menggigau dengan suara pecah. "Harus, membersihkan...Perlu, membuang sampah...Perlu, melempar onii-trash..."
"Tenang Komachi. Pekerjaan membersihkan rumah hany tersisa beberapa saja. Juga, tidak mudah membersihkan onii-chan. Kamu lebih baik mempersiapkan diri untuk ujian nanti."
"Uuugh, semakin jauh Komachi memikirkan itu, Aku seperti ingin langsung menikah saja..."
Dia memberiku pandangan tidak puas, tetapi tidak ada yang bisa kulakukan. Mungkin rintangan yang kulalui sekarang hampir sama dengan yang harus dilalui ketika hendak menikahi Hiratsuka-sensei. Jika kau memang mau menikahi pria yang membosankan sepertiku... Tetapi ini bukan waktunya bagiku untuk berada dalam posisi bertahan. Komachi adalah fokus utamaku saat ini.
Dalam beberapa hal, Aku nampaknya tahu mengapa Komachi menjadi seperti ini. Kemungkinan ada hubungannya dengan ujiannya. "Belajar terlalu keras", "Nilau waktu simulasi ujian sangat jelek", hal-hal seperti itu.
Sejak Natal berakhir, Komachi berusaha keras belajar siang dan malam, tetapi dengan Tahun Baru akan tiba sebentar lagi, dia seperti kehabisan bahan bakar.
Sambil mengomel tersedu-sedu, Komachi mengatakan, "Sial, sial sial..."
Lalu dia menatapku.
Ketika aku terdiam, Komachi mengubur wajahnya ke bantal lagi. Dia berbicara dengan suara teredam. "Sniff, uuuggh, Aku sangaaaaattt lelah..."
Lalu dia menatapku lagi.
Ya ampun, dia sepertinya sedang menderita...Tetapi, Aku adalah seorang senior dan veteran onii-chan yang telah menjalani pengabdian selama 15 tahun. Saat-saat seperti ini adalah saat dimana aku harus mengerti kata-kata apa yang tepat untuk kuucapkan kepadanya.
"Kamu tahu, belajar terus-terusan seperti itu membuatmu merasa seperti berada di sebuah tempat yang terisolasi. Ini sudah hampir malam tahun baru, kenapa kita tidak mencari udara segar dan pergi ke tempat yang jauh untuk ritual berkunjung ke kuil tiap tahun?"
"Tentu!" Komachi tiba-tiba menjawab dan berbalik menunjukkan wajah manis dari posisinya.
Nampaknya aku melakukan hal yang tepat. Tentu saja, karena aku adalah onii-chan yang profesional, kuanggap tadi seperti pelajaran onii-chan. Malahan, kupikir negara ini harusnya berpikir maju dan menyediakan pekerjaan bernama onii-chan. Apa-apaan pekerjaan dengan nama onii-chan? Apa aku sebenarnya seperti, sedang 'dibesarkan oleh Adik perempuanmu?' Pekerjaan semacam itulah yang seharusnya disebut pekerjaan yang tidak terlihat. Meski begitu, tetap saja terhitung sebagai pengangguran.
Tetapi sebagai onii-chan yang profesional, Aku tidak akan terlalu memanjakannya. Aku juga harus mengingatkannya.
"Tidak apa-apa, tetapi kamu tetap belajar sampai waktunya tiba."
"Aku tahu, Aku tahu. Aku bisa belajar dengan lebih baik jika punya rencana yang menyenangkan untuk kulakukan setelahnya."
Meski aku mengatakan begitu, dia sepertinya tidak terlalu mendengarkan. Dia duduk kembali dan mengambil jeruk mandarin di meja. Hmm, maksudku tidak apa-apa jika kau sekarang sudah termotivasi...
"Ada kuil yang ingin kau kunjungi? Seperti tempat dimana kamu ingin mendapatkan berkat atau semacamnya."
"Hmm..."
Ketika kutanyakan itu, dia mulai berpikir.
Mungkin lumrah bagi siswa yang akan menempuh ujian, untuk menganggap bahwa kegiatan mengunjungi kuil ketika tahun baru adalah kegiatan penting. Juga ada pepatah mengatakan, "Ketika kau sedang berada dalam kesulitan, berdoalah kepada Dewa."
Jika kau memang berada di situasi yang sangat sulit, maka hanya kepada Tuhan kau bisa bergantung. Memang kenyataannya ketika di situasi seperti itu orang-orang justru tidak bisa diandalkan. Jadi ketika kenyataannya kamu tidak mengandalkan orang lain bisa kau artikan kalau kau setiap harinya mengandalkan Tuhan. Masalah sesulit apapun itu, tetaplah sebuah masalah. Ketika mendapatkannya, aku seperti butuh kekuatan yang luar biasa.
"Kalau mencari yang di dekat sini, kita bisa pergi ke tempat dimana Ayah biasanya pergi. Tahu tidak, waktu dia cerita sengaja begadang hanya untuk mendapat antrian depan di kuil. Kalau tidak salah Kuil Kameido Tenjin atau yang namanya mirip-mirip itu?
Hanya sekali naik kereta Sobu Line dari tempat kita, jadi tidak begitu jauh. Tentunya karena kita akan berdoa ke Dewa Belajar, kemungkinan besar suasananya akan padat pengunjung kalau dilihat dari waktunya. Ketika aku memikirkan suasana ramainya, aku spontan membuat wajah kurang nyaman, maksudku, aku sangat tidak menyukai keramaian!
"Begadang... Itu salah satu hal yang membuat Ayah terlihat jelek..."
Ayolah, Dia sebenarnya adalah Ayah yang baik...Tahukah kamu, kalau tidak demi Ibuku, Ayah mungkin akan sering begadang dan pergi ke tempat bernama Dazaifu...Tetapi, sepertinya Ibuku-lah yang sebenarnya memintanya berhenti dari kebiasaan begadangnya.
"Hmm, diluar kuil favorit Ayah, di Kuil Yushima Tenjin juga ada Dewa Belajar..."
Di Kuil itu juga memiliki Dewa Belajar, menjadi tempat yang sangat populer ketika musim ujian tiba. Dengan kata lain, akan menjadi tempat yang sangat ramai karena sedang musim ujian.
Ketika aku menyebutkan beberapa kuil lainnya, Komachi berkata.
"Hmm, tempat yang terkenal memang bagus sebenarnya, tetapi... Kupikir kuil yang dekat dengan SMA Sobu mungkin akan memberiku keberuntungan yang lebih baik!"
"Ya? Dengan kata lain... berarti Kuil Sengen akan menjadi tujuan kita."
"Ahh, bukankah itu kuil yang biasanya selalu mengadakan festival?"
"Tidak, tidak selalu sih."
Kuil macam apa yang selalu mengadakan festival? Berbicara tentang selalu mengadakan event. Apakah pertokoan di depan Stasiun Akihabara selalu memasang tulisan 'diskon akhir tahun'? Sebenarnya kata 'selalu' itu berada di mana sih dalam kata 'setiap hari'?
Tetapi kupikir sangat alami bagi Komachi yang tidak terlalu familiar dengan Kuil Sengen, memiliki image 'kuil yang selalu mengadakan festival'. Diluar menjadi tempat kunjungan turis, sebenarnya orang-orang mengunjungi kuil hanya terjadi ketika tahun baru dan kalau hanya ada festival di kuil.
Tetapi, Kuil Sengen, huh...? Aku memiliki firasat akan bertemu banyak kenalan disana, jadi aku tidak merasa begitu bersemangat pergi kesana, tapi kuil itu memang akan menjadi pilihan banyak orang yang kukenal di Tahun Baru. Aku juga tidak ingin bertemu kenalan waktu SMP juga. Sebenarnya, Aku tidak ingin kemana-mana di Tahun Baru.
Ketika keragu-raguanku muncul, Komachi menatapku dengan intens.
"Ada apa?" tanyaku.
Komachi membetulkan posisi duduknya. "Sebenarnya onii-chan. Memang kita tidak harus pergi bersama atau semacam itu. Aku tidak keberatan pergi kesana dengan Ibu."
Hmm, kenapa kau tidak menyebutkan Ayah juga?
Ngomong-ngomong, Aku mulai berpikir alasan dia bersikap seperti itu selama ini. Dia mungkin bersikap seperti biasanya, tetapi sebenarnya dia merencanakan sesuatu terhadap diriku sebagai kakaknya. Tidak,tidak, onii-chan sudah punya rencana sendiri, tahu tidak? Hanya saja aku sedikit sulit memahami maksud rencananya karena aku sendiri kurang yakin terhadap kesimpulanku.
Itulah mengapa libur musim dingin yang meski hanya berlangsung kurang dari 2 minggu, aku akan sangat mensyukurinya. Tentu saja, ketika aktivitas sekolah dimulai, aku harus menghadapi masalah itu lagi.
Tetapi sekarang, aku sedang liburan. Dan karena ini liburan, maka keseharianku hanyalah beristirahat total. Untuk seseorang yang bercita-cita menjadi suami rumahan, aktivitas berpikir keras di liburan adalah tanda tanya besar bagiku. Taruh semua kesimpulan proposalnya, dan pikir di rumah saja. Itulah ilmu dasar dari menjadi karyawan kantor! Tunggu dulu, jadi aku sebenarnya ingin menjadi karyawan kantor atau suami rumahan...?
Dalam rangka beristirahat sebanyak-banyaknya dan juga menunda hal-hal lainnya, aku memutuskan untuk mengganti topik.
"Kau tidak perlu mengatakan hal seperti itu tadi."
"Oh, kalau memang bisa, aku juga tidak mau mengatakan hal semacam itu juga." Komachi membuat bahasa tubuh agak sok did epanku. Maaf adikku, sudah menjadi onii-chan yang seperti itu.
"Ya, kalau Komachi tidak mau pergi, biar aku saja yang pergi sendiri seperti yang kulakukan tiap tahunnya. Sedikit hal yang kukhawatirkan, membuat segalanya menjadi mudah."
"Nah khan, onii-chan mulai lagi, mengatakan hal seperti itu..."
"Para leluhur kita pernah mengatakan, Tahun Baru adalah hari dimana untuk merencanakan apa yang akan kita lakukan tahun ini. Maka dari itu, kalau aku membuat pikiran yang jelek ketika kunjungan pertama ke kuil, maka sepanjang tahun akan menjadi kenangan buruk untukku. Hal pertama ketika Tahun Baru tiba dan kamu membuat pikiranku menjadi buruk di tengah keramaian orang? Sebuah tindakan yang bodoh, apakah kau setuju, Komachi-kun?"
Aku mengucapkannya dengan lancar ke Komachi yang memasang wajah muak. Dia awalnya terlihat tidak suka, tetapi sekarang dia menganggukkan kepalanya, lalu memandangiku dengan serius.
"Cukup masuk akal. Tahun Baru adalah hari dimana kita merencanakan apa yang terjadi sepanjang tahun itu...Oke, aku mungkin akan ikut denganmu, onii-chan."
"Benar khan...Tetapi kenapa kamu ubah pikiranmu secepat itu?"
Beberapa saat lalu dia memandangiku seolah-olah aku adalah sampah, namun sekarang dia memasang wajah lugu, benar-benar berbeda 180 derajat. Lalu dia tersenyum.
"Maksudku, apabila Aku pergi dengan onii-chan di Tahun Baru, bukankah itu berarti aku akan bersama dengan onii-chan setahun penuh. Barusan itu sangat tinggi di Poin Komachi."
"Y-ya, kupikir begitu..."
Kata-katanya barusan membuat pikiranku menjadi beku.
.....
...Ya Tuhan, ada apa dengan adikku yang manis ini!? Tanpa melihat kalimat terakhirnya tadi, adikku memang terlihat super cute!
"Ko-Komachi..."
Dengan tersedu-sedu, aku berusaha menghapus air mata karena ucapannya barusan, Komachi berusaha menyembunyikan pipinya yang memerah dan menatap ke arah lain. Lalu dia menatapku dengan sekilas.
"Jangan salah paham, oke! Maksudku tadi adalah bersama onii-chan karena kita akan pergi ke sekolah yang sama tahun depan, jadi itu semacam doa agar ujianku sukses, oke! Barusan saja seperti memberiku nilai tinggi di Poin Komachi, oke!"
Ughh, dasar tsundere rendahan...Sial, malah aku yang sekarang menjadi stress.
Tingkahnya yang suka berpura-pura sebenarnya bukan hal termanis darinya, tetapi jika aku berpikir tindakannya barusan adalah usahanya untuk menyembunyikan rasa malunya, maka bisa kukatakan dia memang gadis yang manis.
"Kalau begitu, kita pergi bersama-sama nanti."
"Oke. Baiklah, Aku akan lanjut belajar di kamarku." Komachi keluar dari kotatsu dan segera berdiri ketika mengatakannya.
"Baiklah, semoga menyenangkan."
Ketika Kamakura tidur di pangkuanku, aku memegang kaki depannya, dan melambaikannya ke arah Komachi, dan dia tertawa.
"Aku tahu, Aku harus melakukan yang terbaik!" kata Komachi. Dia mengambil handphonenya dan membelai Kamakura sembari menyanyikan nada tertentu, lalu dia pergi ke kamarnya.
Yang tersisa di ruangan keluarga hanyalah Aku dan Kamakura. Ketika Kamakura mengeluarkan suara funsu dengan hidungnya, aku mengguncang-guncangkan kakinya. Dia terbangun dengan sedih lalu meregangkan badannya. Lalu sambil menggeliat dia berjalan menuju kotatsu.
Aku mengikuti gerakannya dan merayap menuju kotatsu hingga berada di atas punggungku, menjadi siput kotatsu.
Hanya tinggal beberapa hari lagi tersisa untuk tahun ini.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, ini adalah malam Tahun baru yang tenang.
x x x
Detik-detik Tahun Baru telah tiba.
Selamat Tahun Baru.
Entah bagaimana, saling mengucapkan selamat tahun baru ke anggota keluarga yang lain terasa agak memalukan atau terlihat agak bodoh.
Meski begitu, aku harus tetap melakukannya agar mendapatkan uang tahun baru dari kedua orang tuaku. Sepertinya, aku sudah dididik untuk menjadi pegawai kantoran semenjak lahir dengan cara seperti ini. Jika demi uang, aku mudah sekali dibutakan akan ketidakadilan dan berpikir secara rasional, menundukkan kepalaku sekalipun aku tidak mau, dan memasang senyum lemah seperti seorang budak. Itu yang kumaksud dengan menjadi karyawan kantor.
Ketika hal tidak penting tadi berkeliaran di kepalaku, Aku menerima uang bonus tahun baru untuk tahun ini. Dulu ketika aku masih kecil, uang-uang itu terkumpul ke tempat misterius bernama "Bank Ibu" dan sekarang, harusnya disana sudah banyak uang yang terkumpul. Ketika tiba saatnya bagiku untuk meninggalkan rumah, sepertinya uang-uang tadi akan diberikan kepadaku lagi. Mungkin saja, harusnya, dan tentu harus terjadi. Aku sangat percaya kepadanya. Aku berdoa dia tidak memindahkan huruf M dari MOTHER dan berubah menjadi OTHER.
Karena aku telah mendapatkan jatah uang tahun baruku dengan mudah, aku berbaring di kotatsu untuk bersantai.
Aku memilih bersandar ke kursi tatami daripada bantal, dan memerika handphoneku.
Ketika malam tahun baru tiba, handphoneku sering sekali bergetar tahun ini, padahal tahun-tahun sebelumnya tidak.
Ada beberapa e-mail ucapan selamat tahun baru.
Aku menerima pesan panjang yang formal dan membosankan ketika tahun baru tiba, pesan yang simple, dan juga manis sehingga terlihat seperti sebuah ramalan nasib dari pengirim yang tidak kukenal....Ya, hal-hal semacam itulah. Kukira sebentar lagi aku akan menerima pesan bodoh seperti tadi lagi, tetapi ternyata sudah tidak ada yang mengirimkannya lagi. Bukannya aku seperti mengharapkan untuk itu atau sejenisnya. Aku biasanya membalas dengan cepat e-mail yang berisi khayalan sindrom kelas delapan atau yang berisi banyak sekali huruf-huruf dengan jawaban seadanya.
Namun aku agak berbeda di e-mail selanjutnya, e-mail yang simple, "e-mail yang manis". Kalau aku berniat untuk membalasnya dan menulis balasan yang panjang, itu akan terkesan menakutkan, namun di lain pihak, membalas e-mail dengan hanya menggunakan gambar dan emotikon juga terkesan menjijikkan. Opsi yang tersisa untukku hanyalah membalasnya dengan standar. namun hal tersebut juga bisa memberiku kesan tidak sopan.
Mungkin hidup ini akan lebih mudah jika ada template di e-mail handphone yang bisa kita temui di kartu ucapan tahun baru dan menggambarkan diri kita...Tentu akan memudahkan kita untuk berbasa-basi dengan seseorang. Benda seperti kartu ucapan tahun baru biasanya ada ilustrasi dan foto, lalu kau tinggal mengisi tempat yang kosong dengan tulisan "Ayo kapan-kapan kita jalan-jalan lagi!" atau "Ayo kita minum-minum lagi!", dan kartu ucapanku selesai. Jujur saja, budaya Jepang sangat mengesankan bagiku. Juga, terasa aneh bagiku bagaimana mahasiswa yang selalu mengucapkan "Ayo kita minum-minum lagi!" ketika mereka sedang berbasa-basi. Jika memang itu benar terjadi, aku mungkin berpikir bahwa hubungan diantara mereka sangat tergantung dengan alkohol. Oleh karena itu, aku menganggap kata-kata tadi hanya basa-basi, jadi kenyataannya, aku cukup yakin mereka tidak benar-benar pergi minum.
Ketika sedang memikirkan hal tersebut, aku menulis balasan, lalu setelah itu menghapusnya, balas, lalu hapus, balas, lalu hapus - hapuuuuuuuus! Tulis lagiiiiiii! Seperti itu dan berulang-ulang.
Aku sebenarnya ingin sekali membalas pesan panjang tersebut, namun jika balasanku kepanjangan, akan terlihat menjijikkan. Tetapi bila terlalu pendek, aku akan disebut terlalu dingin. Daripada bingung memikirkan itu, aku membalas pesan-pesan tersebut dengan kalimat yang hampir sama. Dalam psikologi, mereka menyebut ini 'mirroring'. Dengan membalas e-mail mereka, level kepedulianmu akan naik beberapa poin!
"Onii-chan, sudah siap untuk pergi?"
Ketika sedang menulis balasan e-mail, Komachi memanggilku.
Aku memeriksa waktunya, dan ternyata mendekati jam 9 pagi. Kedua orang tua kami sudah pergi ke Kuil Kameido Tenjin. Bagi kita berdua, ini adalah momen yang bagus.
"Yeahh...Ayo pergi."
Ketika pesan balasanku terkirim, aku keluar dari Kotatsu dan bersiap untuk pergi.
Selamat Tahun Baru.
Entah bagaimana, saling mengucapkan selamat tahun baru ke anggota keluarga yang lain terasa agak memalukan atau terlihat agak bodoh.
Meski begitu, aku harus tetap melakukannya agar mendapatkan uang tahun baru dari kedua orang tuaku. Sepertinya, aku sudah dididik untuk menjadi pegawai kantoran semenjak lahir dengan cara seperti ini. Jika demi uang, aku mudah sekali dibutakan akan ketidakadilan dan berpikir secara rasional, menundukkan kepalaku sekalipun aku tidak mau, dan memasang senyum lemah seperti seorang budak. Itu yang kumaksud dengan menjadi karyawan kantor.
Ketika hal tidak penting tadi berkeliaran di kepalaku, Aku menerima uang bonus tahun baru untuk tahun ini. Dulu ketika aku masih kecil, uang-uang itu terkumpul ke tempat misterius bernama "Bank Ibu" dan sekarang, harusnya disana sudah banyak uang yang terkumpul. Ketika tiba saatnya bagiku untuk meninggalkan rumah, sepertinya uang-uang tadi akan diberikan kepadaku lagi. Mungkin saja, harusnya, dan tentu harus terjadi. Aku sangat percaya kepadanya. Aku berdoa dia tidak memindahkan huruf M dari MOTHER dan berubah menjadi OTHER.
Karena aku telah mendapatkan jatah uang tahun baruku dengan mudah, aku berbaring di kotatsu untuk bersantai.
Aku memilih bersandar ke kursi tatami daripada bantal, dan memerika handphoneku.
Ketika malam tahun baru tiba, handphoneku sering sekali bergetar tahun ini, padahal tahun-tahun sebelumnya tidak.
Ada beberapa e-mail ucapan selamat tahun baru.
Aku menerima pesan panjang yang formal dan membosankan ketika tahun baru tiba, pesan yang simple, dan juga manis sehingga terlihat seperti sebuah ramalan nasib dari pengirim yang tidak kukenal....Ya, hal-hal semacam itulah. Kukira sebentar lagi aku akan menerima pesan bodoh seperti tadi lagi, tetapi ternyata sudah tidak ada yang mengirimkannya lagi. Bukannya aku seperti mengharapkan untuk itu atau sejenisnya. Aku biasanya membalas dengan cepat e-mail yang berisi khayalan sindrom kelas delapan atau yang berisi banyak sekali huruf-huruf dengan jawaban seadanya.
Namun aku agak berbeda di e-mail selanjutnya, e-mail yang simple, "e-mail yang manis". Kalau aku berniat untuk membalasnya dan menulis balasan yang panjang, itu akan terkesan menakutkan, namun di lain pihak, membalas e-mail dengan hanya menggunakan gambar dan emotikon juga terkesan menjijikkan. Opsi yang tersisa untukku hanyalah membalasnya dengan standar. namun hal tersebut juga bisa memberiku kesan tidak sopan.
Mungkin hidup ini akan lebih mudah jika ada template di e-mail handphone yang bisa kita temui di kartu ucapan tahun baru dan menggambarkan diri kita...Tentu akan memudahkan kita untuk berbasa-basi dengan seseorang. Benda seperti kartu ucapan tahun baru biasanya ada ilustrasi dan foto, lalu kau tinggal mengisi tempat yang kosong dengan tulisan "Ayo kapan-kapan kita jalan-jalan lagi!" atau "Ayo kita minum-minum lagi!", dan kartu ucapanku selesai. Jujur saja, budaya Jepang sangat mengesankan bagiku. Juga, terasa aneh bagiku bagaimana mahasiswa yang selalu mengucapkan "Ayo kita minum-minum lagi!" ketika mereka sedang berbasa-basi. Jika memang itu benar terjadi, aku mungkin berpikir bahwa hubungan diantara mereka sangat tergantung dengan alkohol. Oleh karena itu, aku menganggap kata-kata tadi hanya basa-basi, jadi kenyataannya, aku cukup yakin mereka tidak benar-benar pergi minum.
Ketika sedang memikirkan hal tersebut, aku menulis balasan, lalu setelah itu menghapusnya, balas, lalu hapus, balas, lalu hapus - hapuuuuuuuus! Tulis lagiiiiiii! Seperti itu dan berulang-ulang.
Aku sebenarnya ingin sekali membalas pesan panjang tersebut, namun jika balasanku kepanjangan, akan terlihat menjijikkan. Tetapi bila terlalu pendek, aku akan disebut terlalu dingin. Daripada bingung memikirkan itu, aku membalas pesan-pesan tersebut dengan kalimat yang hampir sama. Dalam psikologi, mereka menyebut ini 'mirroring'. Dengan membalas e-mail mereka, level kepedulianmu akan naik beberapa poin!
"Onii-chan, sudah siap untuk pergi?"
Ketika sedang menulis balasan e-mail, Komachi memanggilku.
Aku memeriksa waktunya, dan ternyata mendekati jam 9 pagi. Kedua orang tua kami sudah pergi ke Kuil Kameido Tenjin. Bagi kita berdua, ini adalah momen yang bagus.
"Yeahh...Ayo pergi."
Ketika pesan balasanku terkirim, aku keluar dari Kotatsu dan bersiap untuk pergi.
x x x
Kita melewati beberapa stasiun kereta dengan kondisi penuh penumpang. Kita keluar bersamaan dengan gelombang besar manusia yang keluar dari gerbang tiket, berjalan perlahan-lahan di jalan bukit yang miring hingga kita sampai di gerbang luar pertama dari Kuil Sengen.
Lengkungan dataran ini, dulunya pernah dikatakan bahwa jalan ini, National Route 14, dahulu kala berada di bawah laut. Info itu kudapatkan dari membaca Tweet resmi Chiba-Kun, jadi tidak ada keraguan akan kebenaran info tersebut. Dan sepertinya, dahulu kala dataran ini memiliki pemandangan yang megah dan mirip seperti situs budaya UNESCO, Kuil Itsukushima. Dengan kata lain, ada kemungkinan kalau Chiba bisa menjadi situs budaya UNESCO, dan itu sudah terpikir olehku sejak lama.
"Ya ampun, ada apa dengan keramaian ini..."
Itu hasil kesimpulanku mengenai situs budaya UNESCO...Dan aku pikir itu info yang populer juga...
"Ini adalah kuil terbesar di daerah ini, bukan? Tidak heran kalau semua orang pergi kesini."
Hmm, itu benar juga... Lalu sesuatu terpikirkan olehku. Jika semua orang pergi kesini, apakah itu berarti orang-orang dari sekolahku bisa saja pergi kesini juga?
Sial, aku pergi ke kuil terdekat setiap tahunnya, dan itu baru kusadari barusan...
"Oh, itu mereka."
Lalu dia menembus keramaian orang dan berjalan ke depan.
"H-Hey, Komachi. Kamu mau kemana?"
Kamu adalah siswa yang akan menjalani ujian, oke? Jadi kamu perlu bergandengan tangan dengan onii-chan sehingga tidak terjatuh dan terselip menjadi anak hilang, apa tadi? Onii-chan akan menjadi pangeran yang akan menggendongmu! Di arah dimana aku berjalan terdapat orang-orang dengan wajah yang familiar.
"Selamat Tahun Baru untuk kalian berdua!"
Komachi berjalan terburu-buru menuju mereka dan memeluknya, kedua gadis itu sangat senang dan mengangkat tangannya. Ketika dia melakukannya, rambut coklatnya yang disanggul terguncang kecil.
"Selamat Tahun Baru dan yahallo!"
"Apa-apaan dengan salam tadi...? Selamat Tahun Baru," jawabku dengan wajah heran.
Yuigahama memakai mantel rajut vertikal berwarna krem, dan syal panjang di sekeliling lehernya, dan tangannya yang diangkat tertutup seluruhnya dengan sarung tangan.
Gadis yang berada di sebelahnya memakai mantel putih dan terlihat kedua kakinya dari bawah rok mini yang terbuat dari anyaman memakai celana ketat berwarna hitam. Dia adalah Yukinoshita Yukino.
"...Selamat Tahun Baru," kata Yukinoshita, menyembunyikan wajahnya dibalik syalnya. Menurutku, berbasa-basi mengucapkan Selamat Tahun Baru terasa agak memalukan. Aku juga menyembunyikan wajahku dibalik syal yang kupakai.
"Ah...Benar. Selamat Tahun Baru."
"Baiklah, ayo kita kunjungi kuilnya," kata Komachi sambil berjalan menembus kerumuman orang. Kami berjalan bersama-sama di belakangnya.
Lengkungan dataran ini, dulunya pernah dikatakan bahwa jalan ini, National Route 14, dahulu kala berada di bawah laut. Info itu kudapatkan dari membaca Tweet resmi Chiba-Kun, jadi tidak ada keraguan akan kebenaran info tersebut. Dan sepertinya, dahulu kala dataran ini memiliki pemandangan yang megah dan mirip seperti situs budaya UNESCO, Kuil Itsukushima. Dengan kata lain, ada kemungkinan kalau Chiba bisa menjadi situs budaya UNESCO, dan itu sudah terpikir olehku sejak lama.
"Ya ampun, ada apa dengan keramaian ini..."
Itu hasil kesimpulanku mengenai situs budaya UNESCO...Dan aku pikir itu info yang populer juga...
"Ini adalah kuil terbesar di daerah ini, bukan? Tidak heran kalau semua orang pergi kesini."
Hmm, itu benar juga... Lalu sesuatu terpikirkan olehku. Jika semua orang pergi kesini, apakah itu berarti orang-orang dari sekolahku bisa saja pergi kesini juga?
Sial, aku pergi ke kuil terdekat setiap tahunnya, dan itu baru kusadari barusan...
"Oh, itu mereka."
Lalu dia menembus keramaian orang dan berjalan ke depan.
"H-Hey, Komachi. Kamu mau kemana?"
Kamu adalah siswa yang akan menjalani ujian, oke? Jadi kamu perlu bergandengan tangan dengan onii-chan sehingga tidak terjatuh dan terselip menjadi anak hilang, apa tadi? Onii-chan akan menjadi pangeran yang akan menggendongmu! Di arah dimana aku berjalan terdapat orang-orang dengan wajah yang familiar.
"Selamat Tahun Baru untuk kalian berdua!"
Komachi berjalan terburu-buru menuju mereka dan memeluknya, kedua gadis itu sangat senang dan mengangkat tangannya. Ketika dia melakukannya, rambut coklatnya yang disanggul terguncang kecil.
"Selamat Tahun Baru dan yahallo!"
"Apa-apaan dengan salam tadi...? Selamat Tahun Baru," jawabku dengan wajah heran.
Yuigahama memakai mantel rajut vertikal berwarna krem, dan syal panjang di sekeliling lehernya, dan tangannya yang diangkat tertutup seluruhnya dengan sarung tangan.
Gadis yang berada di sebelahnya memakai mantel putih dan terlihat kedua kakinya dari bawah rok mini yang terbuat dari anyaman memakai celana ketat berwarna hitam. Dia adalah Yukinoshita Yukino.
"...Selamat Tahun Baru," kata Yukinoshita, menyembunyikan wajahnya dibalik syalnya. Menurutku, berbasa-basi mengucapkan Selamat Tahun Baru terasa agak memalukan. Aku juga menyembunyikan wajahku dibalik syal yang kupakai.
"Ah...Benar. Selamat Tahun Baru."
"Baiklah, ayo kita kunjungi kuilnya," kata Komachi sambil berjalan menembus kerumuman orang. Kami berjalan bersama-sama di belakangnya.
Ketika kita berjalan bersama, Aku menepuk pundak Komachi. "Komachi-chan, bisakah onii-chan bertanya sesuatu?"
"Apa itu?"
Aku diam-diam berjalan di sebelah Komachi dan mengecilkan suaraku. "Kenapa mereka ada disini?"
"Untuk bertemu Komachi!"
"Tunggu dulu, bertemu...?" kataku dengan suara gelisah, dan dia menjawabnya dengan cemberut.
"Mereka kan juga teman Komachi, jadi apa masalahnya?"
"Ya, tentu saja... Tetapi mengundang mereka, seperti, bagaimana aku menjelaskannya ya?" kataku, Aku berpikir sambil menggaruk-garuk pipiku.
Apa memang biasanya kau mengajak teman-teman dari sekolahmu untuk kegiatan seperti ini? Bukannya aku sok tahu dengan mengatakan biasanya karena aku tidak punya teman di SMP. Hanya itu yang bisa kubayangkan. Apa ini memang kehendak roh suci? Mungkin saja. Mungkin inilah yang biasanya orang-orang bilang penyendiri itu seperti memiliki semacam roh pelindung?
Meski begitu, kenyatannya bahwa Komachi membuat janji dengan kakaknya untuk pertemuan semacam ini membuatku khawatir tentang kehidupan sosialnya kelak. Aku termenung menatapnya, tetapi Komachi sepertinya sudah tahu apa yang ingin kukatakan.
"Coba kau pikir kegiatan siswa yang tertekan karena akan menghadapi ujian. Memilih untuk tidak mengundang teman-teman sekelasku untuk ikut juga merupakan salah satu strategi, bukan?" kata Komachi secara spontan.
Oh ternyata begitu, aku paham sekarang. Jadi alasannya tidak mengundang teman-temannya adalah karena takut malah menjadi gugup karena sama-sama tertekan menghadapi ujian.
Ujian memang bisa menciptakan suatu hubungan khusus.
Ketika hal itu terjadi saat berada di SMP, maka hubungan pertemanan mereka bisa menjadi retak. Terutama ketika mereka sepakat untuk masuk bimbingan belajar universitas yang sama, kadang ada yang diterima dan kadang ada yang gagal. Dan orang yang gagal tersebut akan memutuskan tali hubungannya ketika bisa. Jika orang itu adalah aku, maka aku juga akan melakukan hal yang sama.
Itu karena kau merasa malu, frustasi, dan cemburu. Jika memang ada kesempatan untuk menunjukkan rasa sakit yang dideritanya, mungkin orang itu akan dengan senang hati menunjukkannya dengan senyum, lalu akan memutuskan hubungannya setelah itu.
Mengetahui tentang akan adanya relasi yang putus tersebut, membuat pikiranmu menjadi kompleks. Kalau ingin lulus dengan senyum, kau harusnya jangan punya teman terlalu banyak? Dan saat dimana tidak memiliki teman adalah saat yang super nyaman! Hachiman mengharapkan akan ada dimana ketika dia masuk ke sekolah bimbingan masuk universitas, dia akan mendapatkan mata pelajaran 'bagaimana menghancurkan hubungan pertemanan!'
Itulah mengapa pada saat-saat seperti ini memiliki teman dengan perbedaan usia yang tidak terlalu jauh bisa membuatmu bernapas lega. Mereka bisa berinteraksi satu sama lain tanpa ada perasaan tertekan.
Bahkan sekarang, ketiganya saling berbicara dengan suara gaduh ketika berjalan, Komachi berbicara ke Yukinoshita dan Yuigahama dan keduanya tersenyum kepadanya. Bagi Komachi yang selama ini terjebak dalam rutinitas belajar selama libur musim dingin, mungkin ini adalah momen relaksasi untuknya.
Di keramaian orang, Yuigahama memandangi tajam tempat-tempat sekitarnya. Nampaknya dia sedang kesulitan menentukan konter makanan yang hendak dia ambil antriannya.
"Wow, seperti ada sebuah festival disini," kata Yuigahama, dan Komachi tiba-tiba meresponnya.
"Benar kan! Ah, kamu mau makan sesuatu?"
"Tentu saja! Mungkin...Aku akan mencoba permen apel?"
Sepertinya mereka akan mampir sejenak ke pinggir jalan utama kuil sambil berbicara. Yukinoshita, yang bersama mereka, menarik syal miliknya dan menghentikan langkah mereka.
"Kita akan kesana setelah mengunjungi kuilnya," kata Yukinoshita.
"Okaaaay..."
Keduanya kembali lagi ke jalan menuju kuil.
Kejadian tadi seperti menggantikanku dengan sosok kakak perempuan...Seperti, tidak ada tempat bagi onii-chan di kelompok itu...
Apakah itu karena sifat Yukinoshita yang teguh, Yuigahama yang mudah bergaul dengan orang lain, atau sifat jelek adik kecil, Hikigaya Komachi memiliki skill yang dapat mengarahkan orang untuk melakukan sesuatu; Apapun alasannya, bagi gadis-gadis tersebut yang memiliki jarak usia, poin keserasian mereka bertiga tidak begitu buruk.
Yuigahama memandu mereka dengan berjalan di depan, Komachi mengikutinya dengan senyum, dan Yukinoshita memperhatikan mereka berdua secara diam-diam dari belakang.
Aku berjalan dan mengawasi mereka bertiga tidak jauh dari situ.
Dan kemudian, aku merasakan hal itu. Aku merasa kurang nyaman dengan "peran kakak laki-laki yang tergantikan kakak perempuan" yang terpikirkan tadi.
...Ini kurang bagus.
Karena pikiranku tadi, aku memikirkan hal-hal bodoh yang bisa kulakukan di Tahun Baru dan aku tersenyum, senyumku memecahkan keheningan di wajahku. Aku menarik syalku dan berusaha menyembunyikannya.
Apa mereka bisa melakukan sesuatu dengan keramaian orang ini? Aku seperti terasa mual dan ingin muntah. Aku ingin pulang ke rumah sekarang juga...
Tetapi ketika kita sudah masuk area kuil setelah melewati jalan setapak dari batu, rasa mualku menghilang.
Mungkin karena di sekitar sini sudah tidak ada konter makanan. Karena kuil sudah tepat berada di depan kita, semua orang berjalan ke depan tanpa berputar kesana-kemari. Kami bergabung ke kerumunan tersebut dan akhirnya sampai di depan tempat berdoa kuil.
"Apa permohonan tiap orang disini?"
"Kamu tidak boleh bertanya hal seperti itu ketika mengunjungi kuil pertama kali. Ini bukan Tanabata..."
"Itu benar. Lagipula itu bukan sesuatu yang dapat mengabulkan permohonanmu."
"Woow, percakapan kalian berdua membosankan!" Komachi mengatakannya dengan ekspresi menakutkan dan Yuigahama setuju dengannya.
"Ya, kalian berdua! Maksudku kita berdoa kepada Dewa, jadi kita sebaiknya meminta sesuatu karena kita akan mendapatkan keuntungan dari itu!"
Sial, aku tidak mengerti logika apa yang dia pakai untuk mendukung argumen tadi.
Yukinoshita sepertinya sedang berusaha memahami sesuatu. "Baiklah...Kita tinggalkan topik tadi untuk nanti. Nampaknya, aku akan ingin membuat janji kepada diriku sendiri tentang tahun ini sebelum membuat permohonan."
Yukinoshita tersenyum. Yuigahama mengangguk dan bergeser ke sebelahnya. Keduanya melempar barang sesembahan lalu menarik tali loncengnya bersama-sama. Mereka menunduk dan bertepuk tangan dua kali. Lalu, mereka berdua diam dan menutup matanya.
Sebuah janji dibuat diantara ribuan orang yang berada disini terlihat seperti janji yang terlalu muluk.
Meniru gerakan keduanya, aku melakukan hal seperti biasanya dan bertepuk tangan bersama-sama.
Sebuah permohonan... atau sebuah janji?
Aku menatap Yukinoshita dan Yuigahama dengan tatapan panjang.
Yukinoshita terdiam dengan mata yang tertutup, lalu bernapas dengan pelan. Yuigahama merintih "Mmmm!" sambil menggerak-gerakkan alisnya. Apa yang sebenarnya mereka minta dan janji apa yang mereka buat? Aku tidak tahu.
Mirip dengan mereka, Aku menutup mataku juga. Aku tidak punya sebuah permohonan yang benar-benar permohonan, tetapi aku merasa ingin berusaha sendiri tanpa bergantung pada permohonan ke seseorang.
Untuk saat ini, Aku berharap Komachi bisa lulus... Karena, ini adalah sesuatu dimana aku tidak memiliki kekuatan apapun untuk menentukan hasilnya.
Setelah selesai mengunjungi kuil, kami akhirnya lepas dari kerumuman orang-orang.
Aku memandangi pemandangan sekitar, ada gadis kuil, gadis kuil, dan suster medis di berbagai tempat. Becanda, sebenarnya tidak ada suster disini.
Menemukan sesuatu yang menarik di kejauhan, Yuigahama menaikkan nada suaranya. "Oh, kertas ramalan!"
"...Ayo kita coba tarik kertas ramalannya."
Kami mengantri untuk menarik kertas ramalan. Kami menggoyang-goyangkan kotak kayu berbentu hexagonal yang terisi dengan tongkat kecil. Aku diberitahu oleh gadis kuil untuk memberitahu mereka nomor yang tertulis di tongkat kayu tersebut ketika keluar, setelah itu aku akan menerima kertas ramalan berdasarkan nomor tersebut.
"Keberuntungan kecil..."
Ini hal yang agak aneh...Dengan membayar 100 yen, aku tidak mendapatkan sesuatu yang bagus, dan aku harus menerimanya. Aku mencoba melihat daftar ramalan yang tertulis satu persatu. Seberapa aneh? Misalnya tentang berbagai penyakit yang mungkin akan kau derita, "Berhati-hatilah dengan penyakit presymptomatic".
Aku bingung apakah kertas ini harus kuikat atau tidak karena akupun ragu apakah ini ramalan yang jelek atau bagus, pada saat yang sama, Yukinoshita yang berada disampingku, dengan santai menunjukkan apa ramalan yang didapatkannya.
"...Keberuntungan yang bagus." Yukinoshita menunjukkan senyum kemenangannya.
Tunggu dulu, apa keberuntungan yang bagus itu lebih baik dari keberuntungan kecil? Apa segitu bagusnya-kah karena kupikir itu biasa-biasa saja? Tapi sudahlah, jika dia memang gembira menerimanya, kuanggap saja dia lagi beruntung.
Kompetitif seperti biasanya, huh...Pikirku. Lalu, menyusul suara "ehehe", Yuigahama menunjukkan kertas ramalannya kepada kami.
"Aku mendapat keberuntungan yang sempurna!"
"...Oh benarkah. Aku turut senang mendengarnya," kata Yukinoshita dengan mata yang berapi-api. Apa dia baik-baik saja...? Apakah dia akan membeli kertas ramalan lagi hingga mendapatkan 'keberuntungan sempurna'?
Ketika aku sedang melihat keduanya, di belakang Yukinoshita muncul Komachi dengan ekspresi wajah tidak senang.
"Aku mendapatkan keberuntungan yang buruk..."
Untuk seorang siswa yang akan menempuh ujian dan mendapatkan ramalan yang buruk...Yuigahama yang sedang tersenyum puas, dan Yukinoshita yang sedang berapi-api, seakan-akan kehilangan kata-kata. Suasananya menjadi sangat tidak menyenangkan.
Yukinoshita berpura-pura batuk dan menyegarkan situasi dengan menepuk pundah Komachi. "Kamu akan baik-baik saja, Komachi-san. Selama ini keluargamu sudah punya seorang yang bernasib lebih buruk darimu, jadi ini bukanlah masalah yang besar."
"Apa ini idemu untuk menyemangatinya...? Percayalah padaku, Komachi. Jangan terlalu terpaku dengan kertas ramalan ini. Dalam seminggu, kau akan melupakan apa yang kau dapat hari ini."
"Itu kan menurut pendapatmu yang mendapatkan keberuntungan sempurna..."
"Aku tidak merasa keberuntungan sempurna yang barusan kudapatkan akan sebegitu besar efeknya bagiku..."
Yukinoshita dan Yuigahama membuat ekspresi yang kompleks ketika melihat kertas ramalan mereka. Aneh sekali... Niat awal yang mencoba menyemangati adikku malah membuat suasana disana menjadi lebih suram.
Dan di suasana tersebut, Yuigahama menyatukan tangannya seperti memberi ekspresi menemukan sesuatu.
"Aku tahu. Sini, ayo bertukar kertas ramalan," kata Yuigahama sambil menukar kertasnya dengan milik Komachi.
"Eh, apa kamu serius?"
"Ya!"
Komachi menatap ke arahku menandakan kebimbangannya.
"Itu adalah ramalan keberuntungan. Tidak perlu sungkan untuk menerimanya."
Menurutku, ramalan keberuntungan sempurna yang dimiliki Yuigahama yang dulunya, entah mengapa, secara mukjizat lolos ujian masuk SMA Sobu. Mungkin kertas ramalannya memiliki semacam berkah untuk lulus ujian. Mungkin saja bahkan memiliki kemampuan untuk membalikkan nasib ataupun hukum alam.
"Terima kasih banyak...Aku akan mencoba semampuku di ujian nanti!"
"Uh huh. Jika kau menjadi juniorku, aku juga akan gembira," kata Yuigahama.
Dia menukarkan kertas ramalannya dengan milik Komachi, dan mengambil kertas ramalan buruk Komachi. Yukinoshita yang melihat kejadian itu, menaruh tangannya di dagu dan mulai memikirkan sesuatu.
"Yuigahama-san, apakah kau keberatan kalau aku meminjam kertas ramalanmu sebentar?"
"Eh? Tentu saja..."
Yukinoshita mengambil kertas dari Yuigahama lalu mengikatnya dengan kertas ramalan miliknya bersama-sama.
"Kalau kita ambil rata-rata, maka ramalan milik kita berdua akan berubah menjadi keberuntungan kecil."
"Matematika macam apa yang kau gunakan dalam hal barusan?"
Menambahkan nasib buruk ke nasib baik, bagi dua, dan kalikan dua? Matematika adalah bagian dari ilmu pasti sedangkan konsep ramalan adalah lebih condong ke sisi kemanusiaan. Apa ini semacam metode mencampurkan ilmu pasti dengan kemanusiaan?
"Jadi sekarang kita semua sama," kata Yuigahama dengan gembira.
Yukinoshita tersenyum puas. "Benar...Dengan ini, ramalan kita menjadi sama."
"Jadi itu toh yang kamu inginkan!?"
Metode penyelesaian apa yang barusan yang kau gunakan, seperti mencampur-adukkan semua ilmu...?
Ini seperti mendandani semua siswa ketika festival seni dengan kostum Momotaro, bergandengan tangan, dan menuju ke garis finis bersama-sama.
"Aku tadi hanya becanda," kata Yukinoshita dengan tersenyum.
Komachi sangat senang menaruh ramalan keberuntungannya dan menaruhnya di dalam dompetnya. "Karena kita telah mengunjungi kuilnya dan mendapatkan kertas ramalannya, apa yang akan kita lakukan selanjutnya?"
"Ayo kita lihat-lihat apa saja yang dijual di konter-konter sekitar sini!"
Ketika Yuigahama menyarankan itu, yang memang sudah menandai beberapa konter yang kita lewati selama perjalanan, Yukinoshita mengangguk.
Karena ini sembari jalan pulang ke rumah, aku tidak ada masalah dengan itu. Aku tidak memiliki hal untuk kukatakan, karena ketiganya sudah mulai berjalan meninggalkan kuil.
Ketika kita berjalan pulang, terlihat konter-konter penjual makanan. Selain konter standar festival seperti Okonomiyaki dan Takoyaki, mereka juga memiliki konter Amazake, mungkin memang musimnya cocok untuk berjualan itu.
Diantara konter penjual makanan, ada konter arena ketangkasan menembak. Ketika aku melihatnya, aku berpikir bahwa konter semacam ini adalah konter khas ketika festival musim panas dan tidak seharusnya ada ketika musim dingin, dan aku mendengar suara di sebelahku.
"Kenapa ada arena menembak di festival Tahun Baru?" Yukinoshita menatap konter tersebut dan aku menimpali "...aneh sekali".
"Memang aneh, tetapi banyak anak kecil yang kesana, jadi terasa normal untuk ada konter itu karena ini adalah peluang yang baik untuk mendapatkan uang?"
"Tetapi terasa kurang masuk akal...kenapa itu harus di tempat seperti ini...?"
Yukinoshita terus menatap ke arah arena menembak, dia sepertinya tidak mendengarkan apa yang kukatakan barusan. Dan ketika kulihat di galery hadiahnya, ada semacam boneka Pan-san disana. Ahh, jadi itu yang kaulihat daritadi...
"...Selagi masih disini, kenapa kita tidak coba ke arena menembak?"
"Bu-bukan itu maksudku..." kata Yukinoshita dengan suara gagap. Oh, jadi dia memang sangat ingin untuk mendapatkan boneka itu...
Dia melanjutkan tatapannya ke arah Pan-san setelah menjawabku. Ini tidak seperti langsung ikut mencoba dan otomatis memenangkan Pan-san. Apa yang harus kulakukan, Aku sebenarnya tidak terlalu jago memainkan game seperti ini, tetapi mungkin aku akan mencobanya dahulu...
Ketika aku hendak mengambil uang di saku, Yuigahama berkata dengan pelan.
"Ah."
Lalu dia menepuk kerah bajuku.
"Ada apa?"
"Mm," kata Yuigahama, seperti mengisyaratkan aku untuk mendekat kepadanya. Aku mengikuti instruksinya dan wajah Yuigahama mendekat ke telingaku seperti sedang hendak membicarakan sesuatu yang rahasia.
Suasana seperti ini memang membuat posisi kita agak berdekatan. Tidak ada yang aneh dengan hal ini, jadi aku tidak punya pikiran aneh-aneh mengenai hal ini.
Meski begitu, bau wangi citrus seperti menggelitik hidungku, dan pipinya yang berwarna merah muda mulai mendekati wajahku, aku sepertinya dalam posisi sulit untuk menoleh ke arahnya.
Setelah mengambil napas, Aku memberi tanda ke Yuigahama untuk segera mengatakan apa yang ingin dibicarakannya dengan hembusan napasnya yang kecil. Lalu dia mulai membisiki sesuatu di telingaku.
"Hey, apa kita mau pergi berbelanja untuk membeli hadiah ulang tahun Yukinon?" tanya Yuigahama.
"Ah, itu ya..."
Aku mulai berpikir.
Sebentar lagi memang ulang tahun Yukinoshita. Ketika Natal kemarin, aku memang diajak untuk membeli hadiah ulang tahun Yukinoshita.
Jangan mengatakannya seolah-olah aku sudah melupakan janji itu. Dan itu seperti menghantam otakku dengan daftar pertanyaan yang harus kujawab. Kapan, dimana, dengan siapa, apa, dan bagaimana aku membelinya, apa-apaan tadi, bagaimana otakku tiba-tiba memunculkan hal-hal semacam itu? Mungkin karena berasal dari konsep 5W1H. Maksudku, sangat sulit menjadi orang yang mengajak. Dan aku adalah orang yang buruk dalam menyusun kegiatan. Menentukan sendiri apa yang kulakukan sendirian dan menentukan apa yang harus dilakukan kelompok orang adalah hal yang berbeda. Tetapi menjadi orang yang mengajak dan membebankan rencana kegiatan ke orang lain juga membuatku terasa tidak nyaman. Ada apa dengan suasana 'sulit mengambil keputusan' seumur hidup ini?
Apapun yang terjadi, aku menghargai fakta bahwa dialah yang mengajakku. Aku sepertinya sudah menundanya cukup lama, Aku berpikir untuk memberikan jawaban secepatnya daripada berteriak 'Hachika ingin pulang dulu!", jadi aku memilih untuk memberikan jawaban.
"Kamu tidak ada kegiatan besok?"
"Y-Ya. Harusnya tidak ada." Yuigahama melihatku dengan tatapan terkejut dan memegangi rambutnya.
"Baiklah, jadi kita pergi besok saja..."
"Oke..." Yuigahama menjawabnya lalu terdiam.
Lalu, Komachi menepuk pundakku. "Onii-chan, Yukino-san sepertinya memandangi tempat itu terus-terusan..."
Yuigahama berkata kepada Komachi. "Komachi-chan, mau ikut juga?"
"Huh? Kemana?"
"Umm, kau tahu, Aku ada rencana pergi bersama Hikki besok untuk membeli hadiah ulang tahun Yukinon..."
"Wah, kedengarannya menarik!" kata Komachi, dengan wajah terkejut. Lalu, dia tersenyum dengan ekspresi agak memaksa "...Meski begitu, aku sebenarnya sangat sibuk belajar untuk ujianku..."
"Be-Betul juga..." Yuigahama mengangguk. Sepertinya dia baru saja ingat kalau dia memberikan Komachi ramalan keberuntungannya dan tujuannya tentu saja untuk mensukseskan belajarnya menghadapi ujian.
Setelah berpikir sejenak, dia merubah posisinya dan memegang tangan Komachi.
"T-Tapi, anggap saja itu sekedar refreshing saja! Selain itu, memberikan hadiah ulang tahun ke Yukinon akan membuatnya sangat senang, Komachi-chan! A-Aku juga menginginkanmu untuk memberikan beberapa saran juga! Atau semacam itu..."
"Eh? Tentu, kupikir bukan masalah besar...?" Komachi menjawabnya dan membuat ekspresi misterius. Lalu dia menatap ke arahku.
"Kau bisa ikut juga, Komachi. Sebenarnya itu bukan masalah serius," kataku.
Komachi memiringkan kepalanya.
"Mmm...Apa-apaan dengan kemunduran ini...? Kalian berdua bukannya dulu pergi berdua saja ketika musim panas..." Komachi menggerutu dengan suara kecil.
Hmm, bagaimana ya, banyak hal terjadi. Bagaimana aku harus mengatakannya, kita memiliki banyak masalah suasana yang kikuk ketika hanya berdua...
"Baiklah, sepertinya tidak masalah bagiku..."
Komachi menjawabnya dengan agak bimbang, tetapi Yuigahama mengangguk senang dan mengambil handphonenya.
"Oke, kalau begitu sudah diputuskan! Aku akan memberi kabar nanti lewat e-mail!"
Handphone Yuigahama bergetar.
"Oh, maaf sebentar ya," kata Yuigahama sambil menjauh dari kami dan menjawab teleponnya. Menurut pengamatanku, dia sepertinya sedang berbicara dengan teman dekatnya.
Tetapi kalau kutanya "siapa itu?" akan terlihat kasar. Aku tidak bisa bertanya seperti itu karena pertanyaan seperti itu hanya dikatakan oleh orang yang merasa dirinya cukup penting baginya.
Sampai Yuigahama selesai dengan teleponnya, kami tidak bisa melanjutkan perjalanan. Nampaknya kita tidak bisa melakukan kegiatan apapun kecuali menunggunya disini. Sama halnya dengan Yukinoshita, selama dia daritadi hanya melihat diam ke arah galery menembak, kami nampaknya tidak akan bisa pergi kemana-mana.
Ketika memikirkannya, Aku melihat bahu Yukinoshita merendah dan berjalan ke arahku.
"Ada apa? Sudah selesai?"
Aku memanggilnya dengan ekspresi sedih, Yukinoshita menjawab. "Ya, aku selesai. Sesuatu seperti itu..."
"Huh?"
Aku melihat ke gallery menembak untuk mencari tahu apa yang terjadi. Aku melihat ke boneka yang menjadi hadiahnya dimana Yukinoshita menatapnya dari tadi dan ternyata itu bukanlah Pan-san si Panda, tetapi Ichiro-san si Panda. Ya, kadang kau akan melihat hal seperti ini di festival. Kaupikir Natchan, ternyata Occhan, kaupikir Adidas, ternyata Kazides.
Komachi yang melihat konter itu juga mengangguk.
"Ahh, itu ternyata palsu ya?" kata Komachi.
Yukinoshita menaruh tangannya di dagunya dan memiringkan kepalanya. "Palsu? Sepertinya mirip dengan seseorang yang kukenal disini. Kalau tidak salah namanya Hi, Hiki..."
"Umm? Kamu enggak ngomongin aku kan? Memang kalau lupa nama depan adalah lumrah, tetapi kau-pun tidak ingat nama keluargaku?" kataku.
Yukinoshita menggerakkan rambut di sekitar bahunya dan terlihat sedih. "Kasar sekali, tentu saja aku ingat."
"Kecuali kamu yang kasar duluan..."
"Ngomong-ngomong, dimana Yuigahama-san?"
Jadi topik kita langsung selesai begitu saja seperti tadi...?
"Dia lagi menerima telepon disana."
Aku menunjuk tempat dimana Yuigahama menjawab teleponnya.
"Benar, benar. Betul, jalan setapak dari batu? Benar, terus saja ikuti. Oh, aku sudah bisa melihatmu!"
"Ah, itu Yui disana."
Datang ke arahnya sambil memegang handphone, Yumiko Miura. Meski dalam keramaian orang seperti ini, rompi kulit dan kakinya yang terlihat di bawah rok mininya membuatnya terlihat anggun meskipun kau tidak suka orangnya.
Lalu kemudian, Ebina-san muncul di belakangnya.
"Yui, Selamat Tahun Baru! Selamat Tahun Baru ke Yukinoshita-san dan kalian semua!"
Tidak seperti Miura, Ebina-san menyapa kami. Aku yakin dia adalah gadis yang baik.
"Selamat Tahun Baru."
"Wow! Lama tidak bertemu! Selamat Tahun Baru!"
"Lama tidak bertemu semenjak musim panas, adik kecil!"
Aku membalas ucapan selamat Ebina-san yang sedang menyapa Komachi, aku seperti melihat grup para gadis sedang ngobrol dengan hangatnya.
"Miura dengan mereka, huh...?" Aku menggerutu setelah sadar dengan siapa Yuigahama berbicara di telepon tadi. Dia membalik badannya dan mengangguk, sepertinya tahu apa yang kumaksud.
Lalu, muncul dari belakang mereka wajah-wajah yang sangat familiar.
Itu adalah si pirang yang bermulut besar Tobe, si kepala besar dan plin-plan Yamato, dan perjaka oportunis Ooka. Sebenarnya, rambut Tobe lebih tepat kukatakan cokelat daripada pirang... Namun, itu adalah hal-hal tidak penting yang tidak seharusnya terpikirkan olehku.
Ketiganya seperti membentuk daerah tersendiri agak menjauh dari kami.
Mereka membuat suara gaduh sambil memegang gelas kertas masing-masing. Sepertinya mereka sedang meminum Amazake. Tobe memegang gelas kertasnya dan meminum sampai habis, lalu seperti hendak mengerang.
"Sake memang sesuatu banget. Ini minuman pertamaku di tahun ini, minuman pertamaku. Serius nih, gue pengen minum ini lagi sekarang."
"Betul sekali," Yamato menjawabnya. Dia meminum semuanya dan membuat ekspresi puas. Yeah, itu cuma amazake sih.
"Beeh, padahal gue sudah minum kek gituan barusan. Tapi hangatnya masih kalah ama dinginnya. Apa cuaca ini enggak terlalu dingin? Marathon nanti pasti bakalan enggak enak."
"Betul."
"Yeah, betul sekali."
Yeah, betul sekali...
Setelah Yamato dan Ooka merespon, aku mengangguk kecewa. Karena ada jadwal even tertulis di kalender sekolah, marahon tahun ini akan berlangsung di akhir Januari dimana seharusnya di tahun-tahun sebelumnya berlangsung Februari. Kita akan berlari di pinggir jalan dekat pantai yang akan jauh lebih dingin daripada ini.
Cara yang bagus untuk mengingatkanku sesuatu yang buruk ketika awal tahun...Aku memandang trio idiot Tobe, Yamato, dan Ooka dengan pandangan tidak senang.
Aku baru menyadarinya.
Trio idiot grup Tobe dan Miura yang berpasangan dengan Ebina seharusnya ada wajah lain yang familiar.
Dengan line-up seperti ini, orang yang seharusnya berada di tengah kedua grup tersebut tidak ada.
"Apa yang kesini hanya mereka?" tanyaku.
Yuigahama mundur sejenak dan menghampiriku setelah mendengarkan kata-kataku barusan.
"Kupikir mereka tadinya mengundang Hayato-kun, tetapi sepertinya dia sedang ada kesibukan lain."
"Biasanya begitu." Yukinoshita menambahkannya sambil mengangguk.
Kata-kata tersebut agak mengejutkan.
Aku melihat ke arah Yukinoshita, begitu pula Yuigahama, Miura, dan Ebina-san.
"Huh? Apa kamu tahu sesuatu?" tanya Yuigahama, memandangi curiga bagaimana nada suara Yukinoshita terlihat sangat yakin.
"Keluarga dari Hayama-kun memiliki tradisi seperti itu sejak dulu."
"Ohh, jadi begitu ternyata." Yuigahama mengangguk mengerti.
Yukinoshita memang memiliki hubungan dengan keluarga Hayama. Lebih tepatnya, teman masa kecil, jadi bukanlah hal aneh baginya mengetahui hal semacam kebiasaan keluarganya.
"...begitukah." responku dengan nada kurang tertarik dan aku baru sadar kalau aku tidak begitu tahu tentang Yukinoshita dan Hayama. Eh, bukan-bukan, maksudku bahkan Yuigahama pun tidak tahu hal itu.
Selain aku dan Yuigahama, ada dua orang lainnya yang bereaksi sama.
"...Hmm, oh benarkah itu." kata Miura dengan suara kecil, lalu dia memandangi Yukinoshita. Dia melangkah agak ke depan, memindahkan posisi rambutnya dengan jari-jarinya, dan membuat tatapan bosan.
"Sepertinya, Aku agak lapar," kata Miura dengan suara datar dan berjalan pergi tanpa melihat sekitarnya.
"Ah, Yumiko."
Yuigahama mencoba memanggil Miura yang berhenti sejenak dan memutarkan tubuhnya. Tetapi dia hanya diam dan membuang muka. Ebina-san tersenyum kecil melihatnya dan berjalan menuju arahnya.
"Oke, saatnya untuk makan-makan?"
Tobe dengan pendengarannya yang tajam nampaknya menangkap apa yang Ebina-san katakan dan mendekatinya.
"Gimana? Apa kita akan membeli makanan? Itu akan menjadi makanan pertamaku di tahun ini!"
Memang ada orang yang seperti itu di dunia ini. Pria yang akan selalu menambahkan kata 'pertama' pada apapun yang dia lakukan di Tahun Baru. Sangat menggangguku...
"Ah, ummm..."
Yuigahama memandangi grup Miura dan kami, seperti bingung hendak memutuskan sesuatu.
"Kau yakin mau bersama kita dan tidak bersama Miura dan yang lain?"
"Um...A-Apa yang akan kalian lakukan setelah ini?" kata Yuigahama, seperti berusaha mengurangi masalah yang dipikirkannya.
Yukinoshita memandangnya dan tersenyum. "Aku akan langsung pulang setelah ini. Aku tidak terlalu terbiasa berada dalam keramaian seperti ini."
"Eh, tapi..."
Wajah yang kebingungan tertulis jelas di Yuigahama setelah mendengar kata-kata Yukinoshita. Yukinoshita menyentuh pundaknya dengan lembut, sepertinya tahu apa yang sedang dipikirkannya. "Lagipula, kita akan bertemu lagi dalam waktu dekat, bukan?"
"Uh huh..."
Aku tidak berpikir bahwa itu akan cukup untuk meyakinkannya, tetapi Yuigahama menjawabnya dengan tenang.
Memang, tidak akan terlihat bagus melihat Yuigahama mendapat masalah antara Miura dan Yukinoshita di awal tahun.
Tidak mungkin kami berdua merasa bahwa Yuigahama hanya sekedar berbasa-basi untuk menunjukkan bahwa dia peduli dengan kita.
Meski begitu, teman dari seorang teman dan kita sendiri tidak menjadi temannya adalah hal lumrah seperti halnya orang-orang di dunia ini melakukan kegiatan yang sama persis adalah hal yang kurang bagus.
Yukinoshita memang tidak mengatakan banyak, tetapi aku tahu dia mengatakannya dengan tulus. Itu karena sikapnya yang seperti itu adalah hal yang sangat familiar bagiku. Karena itu, Aku sudah tahu apa kata-kata yang harusnya kuucapkan setelah ini.
"Baiklah kalau begitu, aku akan langsung pulang ke rumah saja."
"Eh?" Yuigahama terkejut mendengarnya.
Tetapi ini bukan hal yang mengejutkan.
"Kita kan cuma datang untuk mengunjungi kuil. Aku juga harus mengantarkan Komachi pulang ke rumah agar segera belajar."
"Oh, benar juga..." Yuigahama mengangguk.
Komachi lalu menarik-narik lenganku.
"Onii-chan, kau tidak perlu mengkhawatirkanku, lakukan saja!"
Dia mengibarkan dead flag tetapi aku tidak mempedulikannya. Apapun alasannya, bagiku untuk bergabung dengan grup itu tidak akan pernah terjadi.
"Baiklah, sampai jumpa lagi nanti."
"Sampai jumpa di sekolah nanti."
Ketika Yukinoshita dan Aku mengatakannya, Komachi menundukkan kepalanya untuk berterima kasih.
"...Oke, sampai jumpa nanti."
Kami meninggalkan tempat kami, dia melambai-lambaikan tangannya. Yuigahama mungkin akan bergabung ke grup Miura dan lainnya sesudah ini.
Grup pertemanan Yuigahama tidak hanya Klub Relawan.
Aku sendiri tidak yakin konsep "teman dekat" apakah benar-benar ada dan siapa yang memulai hal itu, tapi aku tahu suatu saat nanti, akan ada hari dimana konsep itu tidak ada lagi.
Aku berharap masalah seperti itu tidak mengangguku lagi.
Kami berjalan pulang menelusuri jalan utama, melewati gerbang utama, dan berjalan di National Route.
Angin yang dingin berhembus dari jalan National Route. Tubuhku menggigil kedinginan, Aku dan Komachi secara spontan membetulkan posisi kerah kami. Lain halnya dengan Yukinoshita, dia tidak terlihat kedinginan dan hanya membetulkan syal di lehernya. Komachi memegang lengan Yukinoshita.
"Yukinoshita-san, ayo kita jalan pulang bersama-sama!"
"...B-baiklah." Yukinoshita terlihat agak ragu pada awalnya, lalu dia menjawabnya dengan senyuman. Memang benar kita tidak perlu berjalan pulang sendiri-sendiri karena arah stasiun tujuan kita memang sama.
Jalan yang menghubungkan tempat ini ke stasiun sebenarnya adalah sebuah blok perbelanjaan dan karena banyak pelanggan mereka juga adalah orang-orang yang kebetulan sedang mengunjungi kuil, mereka membuat semacam tempat penjualan kecil di sepanjang jalan, dengan beberapa atribut dan interior yang berhubungan dengan kuil.
Komachi dan Yukinoshita terlihat sedang membicarakan banyak hal seperti ujian dan hal-hal yang mereka lakukan ketika liburan musim dingin.
Ketika kita sampai di gerbang tiket stasiun, sementara kita berjalan pelan menyusuri kemiringan bukit, Komachi berhenti secara tiba-tiba.
"Aduh! Aku lupa! Aku lupa untuk membeli jimat keberuntungan! Aku bahkan lupa menulis di papan kayu disana juga, aku akan kembali dengan cepat! Jadi, Yukino-san, kita berpisah disini saja!"
"Ah, mungkin aku juga akan ikut beli jimat juga," kataku.
Komachi lalu melihatku dengan setengah mata tertutup. "Onii-chan, apa-apan tadi? Dasar onii-trash! Kamu tolol sekali! Hachiman! Tidak apa-apa, kalian berdua pulanglah duluan!"
"Baiklah...Tunggu dulu. Memanggil Hachiman seperti tadi bukannya agak kasar?"
Aku mengatakan hal itu, namun kata-kataku tadi seperti tidak dihiraukannya dan dia sudah berjalan jauh meninggalkan kami. Ayolah, kamu yang membuatku jadi seperti ini dengan hal-hal spontan tadi. Apa yang harus kulakukan...Semenjak aku tidak tahu apa yang harus kulakukan, Aku menyebut fenomena ini dengan sebutan 'Ada apa dengan Komachi'. Oooh my, ada apa dengan Komachi?
Aku berbalik ke arah Yukinoshita untuk mendiskusikan apa yang akan kita lakukan, namun bahunya bergetar dan dia seperti membuang muka.
"Ada apa...?" tanyaku.
Yukinoshita tertawa kecil dan membetulkan tarikan napasnya. Seperti sedang berbisik, dia berkata dengan suara kecil "Kakak yang tolol, Hachiman..."
Nampaknya kamus daftar hinaannya terhadapku sudah bertambah satu data...Aku menatapnya dengan tidak senang, Yukinoshita berhenti dan berusaha membuat suara batuk kecil.
"Tidak, tidak ada apa-apa. Kupikir kalian berdua memang sangat akrab." Dia mengatakannya dengan senyum yang lembut, lalu berjalan ke depan melewati gerbang tiket. Aku mengikutinya dari belakang dan naik gerbong yang sama.
Kami naik tepat ketika pintu kereta terbuka dan kursi kereta sudah terisi dengan cepat, dan kami mengambil posisi berdiri. Sebenarnya, kita akan melalui hanya dua stasiun saja. Mungkin kami berdua kelelahan, tetapi kupikir kita cukup kuat untuk berdiri selama itu.
Kereta telah berangkat meninggalkan stasiun. Aku menghadap ke arah pintu keluar dan memegang pegangan tangan di atasku.
Ketika sebelah tanganku memegang pegangan tangan, aku merasa ada yang memegangi tanganku yang satunya. Aku mencari apa itu dan melihat tangan putih, sedang memegangi lipatan jaketku.
Karena itu, aku memfokuskan keseimbanganku ke tangan satunya dan kakiku.
Goncangan dari kereta yang sedang berjalan, angin yang berhembus dari celah jendela, dan suara-suara berisik dari penumpang menghiasi suasana di dalam kereta. Meski begitu, ketika kereta bergoncang cukup keras, suara dari napasnya yang lemah menerpa telingaku.
...Memang suasana lagi ramai-ramainya, dan kereta yang bergoncang. Kupikir bukan masalah besar.
Kita tidak mengobrol apapun meski sebenarnya dalam posisi berdekatan, dan kuarahkan mataku untuk melihat iklan-iklan yang tertempel di atas jendela.
Diantara iklan-iklan itu, ada peta rute kereta api. Tiba-tiba aku memikirkan sesuatu ketika melihatnya.
"Ngomong-ngomong, apa kamu tidak apa-apa lewat jalur ini?" tanyaku.
Yukinoshita dengan tatapan kosongnya memiringkan kepalanya. "Rumahku juga sejalur dengan ini, jadi kupikir tidak masalah..."
"Apa itu?"
Aku diam-diam berjalan di sebelah Komachi dan mengecilkan suaraku. "Kenapa mereka ada disini?"
"Untuk bertemu Komachi!"
"Tunggu dulu, bertemu...?" kataku dengan suara gelisah, dan dia menjawabnya dengan cemberut.
"Mereka kan juga teman Komachi, jadi apa masalahnya?"
"Ya, tentu saja... Tetapi mengundang mereka, seperti, bagaimana aku menjelaskannya ya?" kataku, Aku berpikir sambil menggaruk-garuk pipiku.
Apa memang biasanya kau mengajak teman-teman dari sekolahmu untuk kegiatan seperti ini? Bukannya aku sok tahu dengan mengatakan biasanya karena aku tidak punya teman di SMP. Hanya itu yang bisa kubayangkan. Apa ini memang kehendak roh suci? Mungkin saja. Mungkin inilah yang biasanya orang-orang bilang penyendiri itu seperti memiliki semacam roh pelindung?
Meski begitu, kenyatannya bahwa Komachi membuat janji dengan kakaknya untuk pertemuan semacam ini membuatku khawatir tentang kehidupan sosialnya kelak. Aku termenung menatapnya, tetapi Komachi sepertinya sudah tahu apa yang ingin kukatakan.
"Coba kau pikir kegiatan siswa yang tertekan karena akan menghadapi ujian. Memilih untuk tidak mengundang teman-teman sekelasku untuk ikut juga merupakan salah satu strategi, bukan?" kata Komachi secara spontan.
Oh ternyata begitu, aku paham sekarang. Jadi alasannya tidak mengundang teman-temannya adalah karena takut malah menjadi gugup karena sama-sama tertekan menghadapi ujian.
Ujian memang bisa menciptakan suatu hubungan khusus.
Ketika hal itu terjadi saat berada di SMP, maka hubungan pertemanan mereka bisa menjadi retak. Terutama ketika mereka sepakat untuk masuk bimbingan belajar universitas yang sama, kadang ada yang diterima dan kadang ada yang gagal. Dan orang yang gagal tersebut akan memutuskan tali hubungannya ketika bisa. Jika orang itu adalah aku, maka aku juga akan melakukan hal yang sama.
Itu karena kau merasa malu, frustasi, dan cemburu. Jika memang ada kesempatan untuk menunjukkan rasa sakit yang dideritanya, mungkin orang itu akan dengan senang hati menunjukkannya dengan senyum, lalu akan memutuskan hubungannya setelah itu.
Mengetahui tentang akan adanya relasi yang putus tersebut, membuat pikiranmu menjadi kompleks. Kalau ingin lulus dengan senyum, kau harusnya jangan punya teman terlalu banyak? Dan saat dimana tidak memiliki teman adalah saat yang super nyaman! Hachiman mengharapkan akan ada dimana ketika dia masuk ke sekolah bimbingan masuk universitas, dia akan mendapatkan mata pelajaran 'bagaimana menghancurkan hubungan pertemanan!'
Itulah mengapa pada saat-saat seperti ini memiliki teman dengan perbedaan usia yang tidak terlalu jauh bisa membuatmu bernapas lega. Mereka bisa berinteraksi satu sama lain tanpa ada perasaan tertekan.
Bahkan sekarang, ketiganya saling berbicara dengan suara gaduh ketika berjalan, Komachi berbicara ke Yukinoshita dan Yuigahama dan keduanya tersenyum kepadanya. Bagi Komachi yang selama ini terjebak dalam rutinitas belajar selama libur musim dingin, mungkin ini adalah momen relaksasi untuknya.
Di keramaian orang, Yuigahama memandangi tajam tempat-tempat sekitarnya. Nampaknya dia sedang kesulitan menentukan konter makanan yang hendak dia ambil antriannya.
"Wow, seperti ada sebuah festival disini," kata Yuigahama, dan Komachi tiba-tiba meresponnya.
"Benar kan! Ah, kamu mau makan sesuatu?"
"Tentu saja! Mungkin...Aku akan mencoba permen apel?"
Sepertinya mereka akan mampir sejenak ke pinggir jalan utama kuil sambil berbicara. Yukinoshita, yang bersama mereka, menarik syal miliknya dan menghentikan langkah mereka.
"Kita akan kesana setelah mengunjungi kuilnya," kata Yukinoshita.
"Okaaaay..."
Keduanya kembali lagi ke jalan menuju kuil.
Kejadian tadi seperti menggantikanku dengan sosok kakak perempuan...Seperti, tidak ada tempat bagi onii-chan di kelompok itu...
Apakah itu karena sifat Yukinoshita yang teguh, Yuigahama yang mudah bergaul dengan orang lain, atau sifat jelek adik kecil, Hikigaya Komachi memiliki skill yang dapat mengarahkan orang untuk melakukan sesuatu; Apapun alasannya, bagi gadis-gadis tersebut yang memiliki jarak usia, poin keserasian mereka bertiga tidak begitu buruk.
Yuigahama memandu mereka dengan berjalan di depan, Komachi mengikutinya dengan senyum, dan Yukinoshita memperhatikan mereka berdua secara diam-diam dari belakang.
Aku berjalan dan mengawasi mereka bertiga tidak jauh dari situ.
Dan kemudian, aku merasakan hal itu. Aku merasa kurang nyaman dengan "peran kakak laki-laki yang tergantikan kakak perempuan" yang terpikirkan tadi.
...Ini kurang bagus.
Karena pikiranku tadi, aku memikirkan hal-hal bodoh yang bisa kulakukan di Tahun Baru dan aku tersenyum, senyumku memecahkan keheningan di wajahku. Aku menarik syalku dan berusaha menyembunyikannya.
Apa mereka bisa melakukan sesuatu dengan keramaian orang ini? Aku seperti terasa mual dan ingin muntah. Aku ingin pulang ke rumah sekarang juga...
Tetapi ketika kita sudah masuk area kuil setelah melewati jalan setapak dari batu, rasa mualku menghilang.
Mungkin karena di sekitar sini sudah tidak ada konter makanan. Karena kuil sudah tepat berada di depan kita, semua orang berjalan ke depan tanpa berputar kesana-kemari. Kami bergabung ke kerumunan tersebut dan akhirnya sampai di depan tempat berdoa kuil.
"Apa permohonan tiap orang disini?"
"Kamu tidak boleh bertanya hal seperti itu ketika mengunjungi kuil pertama kali. Ini bukan Tanabata..."
"Itu benar. Lagipula itu bukan sesuatu yang dapat mengabulkan permohonanmu."
"Woow, percakapan kalian berdua membosankan!" Komachi mengatakannya dengan ekspresi menakutkan dan Yuigahama setuju dengannya.
"Ya, kalian berdua! Maksudku kita berdoa kepada Dewa, jadi kita sebaiknya meminta sesuatu karena kita akan mendapatkan keuntungan dari itu!"
Sial, aku tidak mengerti logika apa yang dia pakai untuk mendukung argumen tadi.
Yukinoshita sepertinya sedang berusaha memahami sesuatu. "Baiklah...Kita tinggalkan topik tadi untuk nanti. Nampaknya, aku akan ingin membuat janji kepada diriku sendiri tentang tahun ini sebelum membuat permohonan."
Yukinoshita tersenyum. Yuigahama mengangguk dan bergeser ke sebelahnya. Keduanya melempar barang sesembahan lalu menarik tali loncengnya bersama-sama. Mereka menunduk dan bertepuk tangan dua kali. Lalu, mereka berdua diam dan menutup matanya.
Sebuah janji dibuat diantara ribuan orang yang berada disini terlihat seperti janji yang terlalu muluk.
Meniru gerakan keduanya, aku melakukan hal seperti biasanya dan bertepuk tangan bersama-sama.
Sebuah permohonan... atau sebuah janji?
Aku menatap Yukinoshita dan Yuigahama dengan tatapan panjang.
Yukinoshita terdiam dengan mata yang tertutup, lalu bernapas dengan pelan. Yuigahama merintih "Mmmm!" sambil menggerak-gerakkan alisnya. Apa yang sebenarnya mereka minta dan janji apa yang mereka buat? Aku tidak tahu.
Mirip dengan mereka, Aku menutup mataku juga. Aku tidak punya sebuah permohonan yang benar-benar permohonan, tetapi aku merasa ingin berusaha sendiri tanpa bergantung pada permohonan ke seseorang.
Untuk saat ini, Aku berharap Komachi bisa lulus... Karena, ini adalah sesuatu dimana aku tidak memiliki kekuatan apapun untuk menentukan hasilnya.
x x x
Setelah selesai mengunjungi kuil, kami akhirnya lepas dari kerumuman orang-orang.
Aku memandangi pemandangan sekitar, ada gadis kuil, gadis kuil, dan suster medis di berbagai tempat. Becanda, sebenarnya tidak ada suster disini.
Menemukan sesuatu yang menarik di kejauhan, Yuigahama menaikkan nada suaranya. "Oh, kertas ramalan!"
"...Ayo kita coba tarik kertas ramalannya."
Kami mengantri untuk menarik kertas ramalan. Kami menggoyang-goyangkan kotak kayu berbentu hexagonal yang terisi dengan tongkat kecil. Aku diberitahu oleh gadis kuil untuk memberitahu mereka nomor yang tertulis di tongkat kayu tersebut ketika keluar, setelah itu aku akan menerima kertas ramalan berdasarkan nomor tersebut.
"Keberuntungan kecil..."
Ini hal yang agak aneh...Dengan membayar 100 yen, aku tidak mendapatkan sesuatu yang bagus, dan aku harus menerimanya. Aku mencoba melihat daftar ramalan yang tertulis satu persatu. Seberapa aneh? Misalnya tentang berbagai penyakit yang mungkin akan kau derita, "Berhati-hatilah dengan penyakit presymptomatic".
Aku bingung apakah kertas ini harus kuikat atau tidak karena akupun ragu apakah ini ramalan yang jelek atau bagus, pada saat yang sama, Yukinoshita yang berada disampingku, dengan santai menunjukkan apa ramalan yang didapatkannya.
"...Keberuntungan yang bagus." Yukinoshita menunjukkan senyum kemenangannya.
Tunggu dulu, apa keberuntungan yang bagus itu lebih baik dari keberuntungan kecil? Apa segitu bagusnya-kah karena kupikir itu biasa-biasa saja? Tapi sudahlah, jika dia memang gembira menerimanya, kuanggap saja dia lagi beruntung.
Kompetitif seperti biasanya, huh...Pikirku. Lalu, menyusul suara "ehehe", Yuigahama menunjukkan kertas ramalannya kepada kami.
"Aku mendapat keberuntungan yang sempurna!"
"...Oh benarkah. Aku turut senang mendengarnya," kata Yukinoshita dengan mata yang berapi-api. Apa dia baik-baik saja...? Apakah dia akan membeli kertas ramalan lagi hingga mendapatkan 'keberuntungan sempurna'?
Ketika aku sedang melihat keduanya, di belakang Yukinoshita muncul Komachi dengan ekspresi wajah tidak senang.
"Aku mendapatkan keberuntungan yang buruk..."
Untuk seorang siswa yang akan menempuh ujian dan mendapatkan ramalan yang buruk...Yuigahama yang sedang tersenyum puas, dan Yukinoshita yang sedang berapi-api, seakan-akan kehilangan kata-kata. Suasananya menjadi sangat tidak menyenangkan.
Yukinoshita berpura-pura batuk dan menyegarkan situasi dengan menepuk pundah Komachi. "Kamu akan baik-baik saja, Komachi-san. Selama ini keluargamu sudah punya seorang yang bernasib lebih buruk darimu, jadi ini bukanlah masalah yang besar."
"Apa ini idemu untuk menyemangatinya...? Percayalah padaku, Komachi. Jangan terlalu terpaku dengan kertas ramalan ini. Dalam seminggu, kau akan melupakan apa yang kau dapat hari ini."
"Itu kan menurut pendapatmu yang mendapatkan keberuntungan sempurna..."
"Aku tidak merasa keberuntungan sempurna yang barusan kudapatkan akan sebegitu besar efeknya bagiku..."
Yukinoshita dan Yuigahama membuat ekspresi yang kompleks ketika melihat kertas ramalan mereka. Aneh sekali... Niat awal yang mencoba menyemangati adikku malah membuat suasana disana menjadi lebih suram.
Dan di suasana tersebut, Yuigahama menyatukan tangannya seperti memberi ekspresi menemukan sesuatu.
"Aku tahu. Sini, ayo bertukar kertas ramalan," kata Yuigahama sambil menukar kertasnya dengan milik Komachi.
"Eh, apa kamu serius?"
"Ya!"
Komachi menatap ke arahku menandakan kebimbangannya.
"Itu adalah ramalan keberuntungan. Tidak perlu sungkan untuk menerimanya."
Menurutku, ramalan keberuntungan sempurna yang dimiliki Yuigahama yang dulunya, entah mengapa, secara mukjizat lolos ujian masuk SMA Sobu. Mungkin kertas ramalannya memiliki semacam berkah untuk lulus ujian. Mungkin saja bahkan memiliki kemampuan untuk membalikkan nasib ataupun hukum alam.
"Terima kasih banyak...Aku akan mencoba semampuku di ujian nanti!"
"Uh huh. Jika kau menjadi juniorku, aku juga akan gembira," kata Yuigahama.
Dia menukarkan kertas ramalannya dengan milik Komachi, dan mengambil kertas ramalan buruk Komachi. Yukinoshita yang melihat kejadian itu, menaruh tangannya di dagu dan mulai memikirkan sesuatu.
"Yuigahama-san, apakah kau keberatan kalau aku meminjam kertas ramalanmu sebentar?"
"Eh? Tentu saja..."
Yukinoshita mengambil kertas dari Yuigahama lalu mengikatnya dengan kertas ramalan miliknya bersama-sama.
"Kalau kita ambil rata-rata, maka ramalan milik kita berdua akan berubah menjadi keberuntungan kecil."
"Matematika macam apa yang kau gunakan dalam hal barusan?"
Menambahkan nasib buruk ke nasib baik, bagi dua, dan kalikan dua? Matematika adalah bagian dari ilmu pasti sedangkan konsep ramalan adalah lebih condong ke sisi kemanusiaan. Apa ini semacam metode mencampurkan ilmu pasti dengan kemanusiaan?
"Jadi sekarang kita semua sama," kata Yuigahama dengan gembira.
Yukinoshita tersenyum puas. "Benar...Dengan ini, ramalan kita menjadi sama."
"Jadi itu toh yang kamu inginkan!?"
Metode penyelesaian apa yang barusan yang kau gunakan, seperti mencampur-adukkan semua ilmu...?
Ini seperti mendandani semua siswa ketika festival seni dengan kostum Momotaro, bergandengan tangan, dan menuju ke garis finis bersama-sama.
"Aku tadi hanya becanda," kata Yukinoshita dengan tersenyum.
Komachi sangat senang menaruh ramalan keberuntungannya dan menaruhnya di dalam dompetnya. "Karena kita telah mengunjungi kuilnya dan mendapatkan kertas ramalannya, apa yang akan kita lakukan selanjutnya?"
"Ayo kita lihat-lihat apa saja yang dijual di konter-konter sekitar sini!"
Ketika Yuigahama menyarankan itu, yang memang sudah menandai beberapa konter yang kita lewati selama perjalanan, Yukinoshita mengangguk.
Karena ini sembari jalan pulang ke rumah, aku tidak ada masalah dengan itu. Aku tidak memiliki hal untuk kukatakan, karena ketiganya sudah mulai berjalan meninggalkan kuil.
Ketika kita berjalan pulang, terlihat konter-konter penjual makanan. Selain konter standar festival seperti Okonomiyaki dan Takoyaki, mereka juga memiliki konter Amazake, mungkin memang musimnya cocok untuk berjualan itu.
Diantara konter penjual makanan, ada konter arena ketangkasan menembak. Ketika aku melihatnya, aku berpikir bahwa konter semacam ini adalah konter khas ketika festival musim panas dan tidak seharusnya ada ketika musim dingin, dan aku mendengar suara di sebelahku.
"Kenapa ada arena menembak di festival Tahun Baru?" Yukinoshita menatap konter tersebut dan aku menimpali "...aneh sekali".
"Memang aneh, tetapi banyak anak kecil yang kesana, jadi terasa normal untuk ada konter itu karena ini adalah peluang yang baik untuk mendapatkan uang?"
"Tetapi terasa kurang masuk akal...kenapa itu harus di tempat seperti ini...?"
Yukinoshita terus menatap ke arah arena menembak, dia sepertinya tidak mendengarkan apa yang kukatakan barusan. Dan ketika kulihat di galery hadiahnya, ada semacam boneka Pan-san disana. Ahh, jadi itu yang kaulihat daritadi...
"...Selagi masih disini, kenapa kita tidak coba ke arena menembak?"
"Bu-bukan itu maksudku..." kata Yukinoshita dengan suara gagap. Oh, jadi dia memang sangat ingin untuk mendapatkan boneka itu...
Dia melanjutkan tatapannya ke arah Pan-san setelah menjawabku. Ini tidak seperti langsung ikut mencoba dan otomatis memenangkan Pan-san. Apa yang harus kulakukan, Aku sebenarnya tidak terlalu jago memainkan game seperti ini, tetapi mungkin aku akan mencobanya dahulu...
Ketika aku hendak mengambil uang di saku, Yuigahama berkata dengan pelan.
"Ah."
Lalu dia menepuk kerah bajuku.
"Ada apa?"
"Mm," kata Yuigahama, seperti mengisyaratkan aku untuk mendekat kepadanya. Aku mengikuti instruksinya dan wajah Yuigahama mendekat ke telingaku seperti sedang hendak membicarakan sesuatu yang rahasia.
Suasana seperti ini memang membuat posisi kita agak berdekatan. Tidak ada yang aneh dengan hal ini, jadi aku tidak punya pikiran aneh-aneh mengenai hal ini.
Meski begitu, bau wangi citrus seperti menggelitik hidungku, dan pipinya yang berwarna merah muda mulai mendekati wajahku, aku sepertinya dalam posisi sulit untuk menoleh ke arahnya.
Setelah mengambil napas, Aku memberi tanda ke Yuigahama untuk segera mengatakan apa yang ingin dibicarakannya dengan hembusan napasnya yang kecil. Lalu dia mulai membisiki sesuatu di telingaku.
"Hey, apa kita mau pergi berbelanja untuk membeli hadiah ulang tahun Yukinon?" tanya Yuigahama.
"Ah, itu ya..."
Aku mulai berpikir.
Sebentar lagi memang ulang tahun Yukinoshita. Ketika Natal kemarin, aku memang diajak untuk membeli hadiah ulang tahun Yukinoshita.
Jangan mengatakannya seolah-olah aku sudah melupakan janji itu. Dan itu seperti menghantam otakku dengan daftar pertanyaan yang harus kujawab. Kapan, dimana, dengan siapa, apa, dan bagaimana aku membelinya, apa-apaan tadi, bagaimana otakku tiba-tiba memunculkan hal-hal semacam itu? Mungkin karena berasal dari konsep 5W1H. Maksudku, sangat sulit menjadi orang yang mengajak. Dan aku adalah orang yang buruk dalam menyusun kegiatan. Menentukan sendiri apa yang kulakukan sendirian dan menentukan apa yang harus dilakukan kelompok orang adalah hal yang berbeda. Tetapi menjadi orang yang mengajak dan membebankan rencana kegiatan ke orang lain juga membuatku terasa tidak nyaman. Ada apa dengan suasana 'sulit mengambil keputusan' seumur hidup ini?
Apapun yang terjadi, aku menghargai fakta bahwa dialah yang mengajakku. Aku sepertinya sudah menundanya cukup lama, Aku berpikir untuk memberikan jawaban secepatnya daripada berteriak 'Hachika ingin pulang dulu!", jadi aku memilih untuk memberikan jawaban.
"Kamu tidak ada kegiatan besok?"
"Y-Ya. Harusnya tidak ada." Yuigahama melihatku dengan tatapan terkejut dan memegangi rambutnya.
"Baiklah, jadi kita pergi besok saja..."
"Oke..." Yuigahama menjawabnya lalu terdiam.
Lalu, Komachi menepuk pundakku. "Onii-chan, Yukino-san sepertinya memandangi tempat itu terus-terusan..."
Yuigahama berkata kepada Komachi. "Komachi-chan, mau ikut juga?"
"Huh? Kemana?"
"Umm, kau tahu, Aku ada rencana pergi bersama Hikki besok untuk membeli hadiah ulang tahun Yukinon..."
"Wah, kedengarannya menarik!" kata Komachi, dengan wajah terkejut. Lalu, dia tersenyum dengan ekspresi agak memaksa "...Meski begitu, aku sebenarnya sangat sibuk belajar untuk ujianku..."
"Be-Betul juga..." Yuigahama mengangguk. Sepertinya dia baru saja ingat kalau dia memberikan Komachi ramalan keberuntungannya dan tujuannya tentu saja untuk mensukseskan belajarnya menghadapi ujian.
Setelah berpikir sejenak, dia merubah posisinya dan memegang tangan Komachi.
"T-Tapi, anggap saja itu sekedar refreshing saja! Selain itu, memberikan hadiah ulang tahun ke Yukinon akan membuatnya sangat senang, Komachi-chan! A-Aku juga menginginkanmu untuk memberikan beberapa saran juga! Atau semacam itu..."
"Eh? Tentu, kupikir bukan masalah besar...?" Komachi menjawabnya dan membuat ekspresi misterius. Lalu dia menatap ke arahku.
"Kau bisa ikut juga, Komachi. Sebenarnya itu bukan masalah serius," kataku.
Komachi memiringkan kepalanya.
"Mmm...Apa-apaan dengan kemunduran ini...? Kalian berdua bukannya dulu pergi berdua saja ketika musim panas..." Komachi menggerutu dengan suara kecil.
Hmm, bagaimana ya, banyak hal terjadi. Bagaimana aku harus mengatakannya, kita memiliki banyak masalah suasana yang kikuk ketika hanya berdua...
"Baiklah, sepertinya tidak masalah bagiku..."
Komachi menjawabnya dengan agak bimbang, tetapi Yuigahama mengangguk senang dan mengambil handphonenya.
"Oke, kalau begitu sudah diputuskan! Aku akan memberi kabar nanti lewat e-mail!"
Handphone Yuigahama bergetar.
"Oh, maaf sebentar ya," kata Yuigahama sambil menjauh dari kami dan menjawab teleponnya. Menurut pengamatanku, dia sepertinya sedang berbicara dengan teman dekatnya.
Tetapi kalau kutanya "siapa itu?" akan terlihat kasar. Aku tidak bisa bertanya seperti itu karena pertanyaan seperti itu hanya dikatakan oleh orang yang merasa dirinya cukup penting baginya.
Sampai Yuigahama selesai dengan teleponnya, kami tidak bisa melanjutkan perjalanan. Nampaknya kita tidak bisa melakukan kegiatan apapun kecuali menunggunya disini. Sama halnya dengan Yukinoshita, selama dia daritadi hanya melihat diam ke arah galery menembak, kami nampaknya tidak akan bisa pergi kemana-mana.
Ketika memikirkannya, Aku melihat bahu Yukinoshita merendah dan berjalan ke arahku.
"Ada apa? Sudah selesai?"
Aku memanggilnya dengan ekspresi sedih, Yukinoshita menjawab. "Ya, aku selesai. Sesuatu seperti itu..."
"Huh?"
Aku melihat ke gallery menembak untuk mencari tahu apa yang terjadi. Aku melihat ke boneka yang menjadi hadiahnya dimana Yukinoshita menatapnya dari tadi dan ternyata itu bukanlah Pan-san si Panda, tetapi Ichiro-san si Panda. Ya, kadang kau akan melihat hal seperti ini di festival. Kaupikir Natchan, ternyata Occhan, kaupikir Adidas, ternyata Kazides.
Komachi yang melihat konter itu juga mengangguk.
"Ahh, itu ternyata palsu ya?" kata Komachi.
Yukinoshita menaruh tangannya di dagunya dan memiringkan kepalanya. "Palsu? Sepertinya mirip dengan seseorang yang kukenal disini. Kalau tidak salah namanya Hi, Hiki..."
"Umm? Kamu enggak ngomongin aku kan? Memang kalau lupa nama depan adalah lumrah, tetapi kau-pun tidak ingat nama keluargaku?" kataku.
Yukinoshita menggerakkan rambut di sekitar bahunya dan terlihat sedih. "Kasar sekali, tentu saja aku ingat."
"Kecuali kamu yang kasar duluan..."
"Ngomong-ngomong, dimana Yuigahama-san?"
Jadi topik kita langsung selesai begitu saja seperti tadi...?
"Dia lagi menerima telepon disana."
Aku menunjuk tempat dimana Yuigahama menjawab teleponnya.
"Benar, benar. Betul, jalan setapak dari batu? Benar, terus saja ikuti. Oh, aku sudah bisa melihatmu!"
"Ah, itu Yui disana."
Datang ke arahnya sambil memegang handphone, Yumiko Miura. Meski dalam keramaian orang seperti ini, rompi kulit dan kakinya yang terlihat di bawah rok mininya membuatnya terlihat anggun meskipun kau tidak suka orangnya.
Lalu kemudian, Ebina-san muncul di belakangnya.
"Yui, Selamat Tahun Baru! Selamat Tahun Baru ke Yukinoshita-san dan kalian semua!"
Tidak seperti Miura, Ebina-san menyapa kami. Aku yakin dia adalah gadis yang baik.
"Selamat Tahun Baru."
"Wow! Lama tidak bertemu! Selamat Tahun Baru!"
"Lama tidak bertemu semenjak musim panas, adik kecil!"
Aku membalas ucapan selamat Ebina-san yang sedang menyapa Komachi, aku seperti melihat grup para gadis sedang ngobrol dengan hangatnya.
"Miura dengan mereka, huh...?" Aku menggerutu setelah sadar dengan siapa Yuigahama berbicara di telepon tadi. Dia membalik badannya dan mengangguk, sepertinya tahu apa yang kumaksud.
Lalu, muncul dari belakang mereka wajah-wajah yang sangat familiar.
Itu adalah si pirang yang bermulut besar Tobe, si kepala besar dan plin-plan Yamato, dan perjaka oportunis Ooka. Sebenarnya, rambut Tobe lebih tepat kukatakan cokelat daripada pirang... Namun, itu adalah hal-hal tidak penting yang tidak seharusnya terpikirkan olehku.
Ketiganya seperti membentuk daerah tersendiri agak menjauh dari kami.
Mereka membuat suara gaduh sambil memegang gelas kertas masing-masing. Sepertinya mereka sedang meminum Amazake. Tobe memegang gelas kertasnya dan meminum sampai habis, lalu seperti hendak mengerang.
"Sake memang sesuatu banget. Ini minuman pertamaku di tahun ini, minuman pertamaku. Serius nih, gue pengen minum ini lagi sekarang."
"Betul sekali," Yamato menjawabnya. Dia meminum semuanya dan membuat ekspresi puas. Yeah, itu cuma amazake sih.
"Beeh, padahal gue sudah minum kek gituan barusan. Tapi hangatnya masih kalah ama dinginnya. Apa cuaca ini enggak terlalu dingin? Marathon nanti pasti bakalan enggak enak."
"Betul."
"Yeah, betul sekali."
Yeah, betul sekali...
Setelah Yamato dan Ooka merespon, aku mengangguk kecewa. Karena ada jadwal even tertulis di kalender sekolah, marahon tahun ini akan berlangsung di akhir Januari dimana seharusnya di tahun-tahun sebelumnya berlangsung Februari. Kita akan berlari di pinggir jalan dekat pantai yang akan jauh lebih dingin daripada ini.
Cara yang bagus untuk mengingatkanku sesuatu yang buruk ketika awal tahun...Aku memandang trio idiot Tobe, Yamato, dan Ooka dengan pandangan tidak senang.
Aku baru menyadarinya.
Trio idiot grup Tobe dan Miura yang berpasangan dengan Ebina seharusnya ada wajah lain yang familiar.
Dengan line-up seperti ini, orang yang seharusnya berada di tengah kedua grup tersebut tidak ada.
"Apa yang kesini hanya mereka?" tanyaku.
Yuigahama mundur sejenak dan menghampiriku setelah mendengarkan kata-kataku barusan.
"Kupikir mereka tadinya mengundang Hayato-kun, tetapi sepertinya dia sedang ada kesibukan lain."
"Biasanya begitu." Yukinoshita menambahkannya sambil mengangguk.
Kata-kata tersebut agak mengejutkan.
Aku melihat ke arah Yukinoshita, begitu pula Yuigahama, Miura, dan Ebina-san.
"Huh? Apa kamu tahu sesuatu?" tanya Yuigahama, memandangi curiga bagaimana nada suara Yukinoshita terlihat sangat yakin.
"Keluarga dari Hayama-kun memiliki tradisi seperti itu sejak dulu."
"Ohh, jadi begitu ternyata." Yuigahama mengangguk mengerti.
Yukinoshita memang memiliki hubungan dengan keluarga Hayama. Lebih tepatnya, teman masa kecil, jadi bukanlah hal aneh baginya mengetahui hal semacam kebiasaan keluarganya.
"...begitukah." responku dengan nada kurang tertarik dan aku baru sadar kalau aku tidak begitu tahu tentang Yukinoshita dan Hayama. Eh, bukan-bukan, maksudku bahkan Yuigahama pun tidak tahu hal itu.
Selain aku dan Yuigahama, ada dua orang lainnya yang bereaksi sama.
"...Hmm, oh benarkah itu." kata Miura dengan suara kecil, lalu dia memandangi Yukinoshita. Dia melangkah agak ke depan, memindahkan posisi rambutnya dengan jari-jarinya, dan membuat tatapan bosan.
"Sepertinya, Aku agak lapar," kata Miura dengan suara datar dan berjalan pergi tanpa melihat sekitarnya.
"Ah, Yumiko."
Yuigahama mencoba memanggil Miura yang berhenti sejenak dan memutarkan tubuhnya. Tetapi dia hanya diam dan membuang muka. Ebina-san tersenyum kecil melihatnya dan berjalan menuju arahnya.
"Oke, saatnya untuk makan-makan?"
Tobe dengan pendengarannya yang tajam nampaknya menangkap apa yang Ebina-san katakan dan mendekatinya.
"Gimana? Apa kita akan membeli makanan? Itu akan menjadi makanan pertamaku di tahun ini!"
Memang ada orang yang seperti itu di dunia ini. Pria yang akan selalu menambahkan kata 'pertama' pada apapun yang dia lakukan di Tahun Baru. Sangat menggangguku...
"Ah, ummm..."
Yuigahama memandangi grup Miura dan kami, seperti bingung hendak memutuskan sesuatu.
"Kau yakin mau bersama kita dan tidak bersama Miura dan yang lain?"
"Um...A-Apa yang akan kalian lakukan setelah ini?" kata Yuigahama, seperti berusaha mengurangi masalah yang dipikirkannya.
Yukinoshita memandangnya dan tersenyum. "Aku akan langsung pulang setelah ini. Aku tidak terlalu terbiasa berada dalam keramaian seperti ini."
"Eh, tapi..."
Wajah yang kebingungan tertulis jelas di Yuigahama setelah mendengar kata-kata Yukinoshita. Yukinoshita menyentuh pundaknya dengan lembut, sepertinya tahu apa yang sedang dipikirkannya. "Lagipula, kita akan bertemu lagi dalam waktu dekat, bukan?"
"Uh huh..."
Aku tidak berpikir bahwa itu akan cukup untuk meyakinkannya, tetapi Yuigahama menjawabnya dengan tenang.
Memang, tidak akan terlihat bagus melihat Yuigahama mendapat masalah antara Miura dan Yukinoshita di awal tahun.
Tidak mungkin kami berdua merasa bahwa Yuigahama hanya sekedar berbasa-basi untuk menunjukkan bahwa dia peduli dengan kita.
Meski begitu, teman dari seorang teman dan kita sendiri tidak menjadi temannya adalah hal lumrah seperti halnya orang-orang di dunia ini melakukan kegiatan yang sama persis adalah hal yang kurang bagus.
Yukinoshita memang tidak mengatakan banyak, tetapi aku tahu dia mengatakannya dengan tulus. Itu karena sikapnya yang seperti itu adalah hal yang sangat familiar bagiku. Karena itu, Aku sudah tahu apa kata-kata yang harusnya kuucapkan setelah ini.
"Baiklah kalau begitu, aku akan langsung pulang ke rumah saja."
"Eh?" Yuigahama terkejut mendengarnya.
Tetapi ini bukan hal yang mengejutkan.
"Kita kan cuma datang untuk mengunjungi kuil. Aku juga harus mengantarkan Komachi pulang ke rumah agar segera belajar."
"Oh, benar juga..." Yuigahama mengangguk.
Komachi lalu menarik-narik lenganku.
"Onii-chan, kau tidak perlu mengkhawatirkanku, lakukan saja!"
Dia mengibarkan dead flag tetapi aku tidak mempedulikannya. Apapun alasannya, bagiku untuk bergabung dengan grup itu tidak akan pernah terjadi.
"Baiklah, sampai jumpa lagi nanti."
"Sampai jumpa di sekolah nanti."
Ketika Yukinoshita dan Aku mengatakannya, Komachi menundukkan kepalanya untuk berterima kasih.
"...Oke, sampai jumpa nanti."
Kami meninggalkan tempat kami, dia melambai-lambaikan tangannya. Yuigahama mungkin akan bergabung ke grup Miura dan lainnya sesudah ini.
Grup pertemanan Yuigahama tidak hanya Klub Relawan.
Aku sendiri tidak yakin konsep "teman dekat" apakah benar-benar ada dan siapa yang memulai hal itu, tapi aku tahu suatu saat nanti, akan ada hari dimana konsep itu tidak ada lagi.
Aku berharap masalah seperti itu tidak mengangguku lagi.
x x x
Kami berjalan pulang menelusuri jalan utama, melewati gerbang utama, dan berjalan di National Route.
Angin yang dingin berhembus dari jalan National Route. Tubuhku menggigil kedinginan, Aku dan Komachi secara spontan membetulkan posisi kerah kami. Lain halnya dengan Yukinoshita, dia tidak terlihat kedinginan dan hanya membetulkan syal di lehernya. Komachi memegang lengan Yukinoshita.
"Yukinoshita-san, ayo kita jalan pulang bersama-sama!"
"...B-baiklah." Yukinoshita terlihat agak ragu pada awalnya, lalu dia menjawabnya dengan senyuman. Memang benar kita tidak perlu berjalan pulang sendiri-sendiri karena arah stasiun tujuan kita memang sama.
Jalan yang menghubungkan tempat ini ke stasiun sebenarnya adalah sebuah blok perbelanjaan dan karena banyak pelanggan mereka juga adalah orang-orang yang kebetulan sedang mengunjungi kuil, mereka membuat semacam tempat penjualan kecil di sepanjang jalan, dengan beberapa atribut dan interior yang berhubungan dengan kuil.
Komachi dan Yukinoshita terlihat sedang membicarakan banyak hal seperti ujian dan hal-hal yang mereka lakukan ketika liburan musim dingin.
Ketika kita sampai di gerbang tiket stasiun, sementara kita berjalan pelan menyusuri kemiringan bukit, Komachi berhenti secara tiba-tiba.
"Aduh! Aku lupa! Aku lupa untuk membeli jimat keberuntungan! Aku bahkan lupa menulis di papan kayu disana juga, aku akan kembali dengan cepat! Jadi, Yukino-san, kita berpisah disini saja!"
"Ah, mungkin aku juga akan ikut beli jimat juga," kataku.
Komachi lalu melihatku dengan setengah mata tertutup. "Onii-chan, apa-apan tadi? Dasar onii-trash! Kamu tolol sekali! Hachiman! Tidak apa-apa, kalian berdua pulanglah duluan!"
"Baiklah...Tunggu dulu. Memanggil Hachiman seperti tadi bukannya agak kasar?"
Aku mengatakan hal itu, namun kata-kataku tadi seperti tidak dihiraukannya dan dia sudah berjalan jauh meninggalkan kami. Ayolah, kamu yang membuatku jadi seperti ini dengan hal-hal spontan tadi. Apa yang harus kulakukan...Semenjak aku tidak tahu apa yang harus kulakukan, Aku menyebut fenomena ini dengan sebutan 'Ada apa dengan Komachi'. Oooh my, ada apa dengan Komachi?
Aku berbalik ke arah Yukinoshita untuk mendiskusikan apa yang akan kita lakukan, namun bahunya bergetar dan dia seperti membuang muka.
"Ada apa...?" tanyaku.
Yukinoshita tertawa kecil dan membetulkan tarikan napasnya. Seperti sedang berbisik, dia berkata dengan suara kecil "Kakak yang tolol, Hachiman..."
Nampaknya kamus daftar hinaannya terhadapku sudah bertambah satu data...Aku menatapnya dengan tidak senang, Yukinoshita berhenti dan berusaha membuat suara batuk kecil.
"Tidak, tidak ada apa-apa. Kupikir kalian berdua memang sangat akrab." Dia mengatakannya dengan senyum yang lembut, lalu berjalan ke depan melewati gerbang tiket. Aku mengikutinya dari belakang dan naik gerbong yang sama.
Kami naik tepat ketika pintu kereta terbuka dan kursi kereta sudah terisi dengan cepat, dan kami mengambil posisi berdiri. Sebenarnya, kita akan melalui hanya dua stasiun saja. Mungkin kami berdua kelelahan, tetapi kupikir kita cukup kuat untuk berdiri selama itu.
Kereta telah berangkat meninggalkan stasiun. Aku menghadap ke arah pintu keluar dan memegang pegangan tangan di atasku.
Ketika sebelah tanganku memegang pegangan tangan, aku merasa ada yang memegangi tanganku yang satunya. Aku mencari apa itu dan melihat tangan putih, sedang memegangi lipatan jaketku.
Karena itu, aku memfokuskan keseimbanganku ke tangan satunya dan kakiku.
Goncangan dari kereta yang sedang berjalan, angin yang berhembus dari celah jendela, dan suara-suara berisik dari penumpang menghiasi suasana di dalam kereta. Meski begitu, ketika kereta bergoncang cukup keras, suara dari napasnya yang lemah menerpa telingaku.
...Memang suasana lagi ramai-ramainya, dan kereta yang bergoncang. Kupikir bukan masalah besar.
Kita tidak mengobrol apapun meski sebenarnya dalam posisi berdekatan, dan kuarahkan mataku untuk melihat iklan-iklan yang tertempel di atas jendela.
Diantara iklan-iklan itu, ada peta rute kereta api. Tiba-tiba aku memikirkan sesuatu ketika melihatnya.
"Ngomong-ngomong, apa kamu tidak apa-apa lewat jalur ini?" tanyaku.
Yukinoshita dengan tatapan kosongnya memiringkan kepalanya. "Rumahku juga sejalur dengan ini, jadi kupikir tidak masalah..."
Dia menaruh tangannya di dagunya ketika mengatakan hal tersebut sambil memandangi peta rute di depanku. Kau ternyata mulai agak ragu, huh?
"Bukan itu, maksudku karena ini sedang tahun baru, kupikir kau hendak pulang ke rumah keluargamu atau sesuatu seperti itu."
"Ahh, jadi itu maksudmu tadi...Aku memang tidak pulang ke rumah saat ini. Aku tidak punya kegiatan apapun disana, jadi kupikir itu agak membosankan, jadi..."
"Oh begitu."
Aku tidak begitu tahu bagaimana hubungan Yukinoshita dengan anggota keluarganya yang lain. Aku mencoba membalasnya, untuk memenuhi rasa ingin tahuku.
Ketika dia melihat aku memasang ekspresi penuh tanda tanya, Yukinoshita tiba-tiba tersenyum. "Sebenarnya itu bukan masalah serius. Mereka punya banyak sekali kegiatan yang dilakukan ketika Tahun Baru. Jika aku pulang ke rumah, ada perasaan kurang nyaman bagi kedua belah pihak, jadi aku hanya ingin menghindari suasana yang tidak perlu."
"Juga," kata Yukinoshita melanjutkan kata-katanya tadi. "Sebenarnya tidak ada perbedaan antara aku ada disana dan tidak." Dia menatap ke arah jendela, melihat pemandangan yang dengan cepat berlari meninggalkan kita.
"Kalau begitu, tidak masalah bukan?"
"Eh?"
Ekspresinya berubah, dan dia nampak terkejut mendengar kata-kataku.
"Jika memang kehadiranmu disana tidak dianggap, maka itu akan terlihat lebih mudah bagimu. Kau juga tidak harus khawatir akan mengganggu orang-orang disana. Lagipula, di dunia ini, ada orang-orang yang selalu mengacaukan suasana nyaman dengan hadir di tempat yang sama."
"Apakah kau sedang memperkenalkan dirimu?" Yukinoshita tersenyum.
"Benar, benar. Karena itulah, sampai hari ini aku tetap membatasi diriku sebisa mungkin. Suasana diluar sana tetap mengagumkan karena kebaikan hatiku tidak pergi kesana, jadi seharusnya aku diberi hadiah disini."
"Kebaikan adalah sesuatu yang tidak boleh dinilai dengan hadiah, kan?"
Cukup masuk akal. Tch, dan sekarang itu mulai terpikir di kepalaku. Kebaikan hati, tidak meminta hadiah. Namun mengetahui bahwa mungkin tidak ada hadiah bagi orang yang berbuat baik, apakah itu balasan yang baik? Aku berpendapat bahwa itu kurang adil.
Lalu, kereta berhenti.
Ini adalah stasiun dimana aku akan turun. Yukinoshita mungkin akan turun di stasiun selanjutnya dan melanjutkan dengan naik Bis.
"Ohh, aku turun disini."
"Ya."
Kita saling mengucapkan selamat tinggal dan aku keluar dari gerbong.
"Sampai jumpa nanti."
Aku berbalik dan hendak mengatakan "Hati-hati di jalan" dan tepat ketika pintu kereta akan menutup. Menatapku lurus, Yukinoshita mengatakannya dengan dengan pelan seperti sedang berbisik, "...Mohon bantuannya untuk tahun ini."
"Bukan itu, maksudku karena ini sedang tahun baru, kupikir kau hendak pulang ke rumah keluargamu atau sesuatu seperti itu."
"Ahh, jadi itu maksudmu tadi...Aku memang tidak pulang ke rumah saat ini. Aku tidak punya kegiatan apapun disana, jadi kupikir itu agak membosankan, jadi..."
"Oh begitu."
Aku tidak begitu tahu bagaimana hubungan Yukinoshita dengan anggota keluarganya yang lain. Aku mencoba membalasnya, untuk memenuhi rasa ingin tahuku.
Ketika dia melihat aku memasang ekspresi penuh tanda tanya, Yukinoshita tiba-tiba tersenyum. "Sebenarnya itu bukan masalah serius. Mereka punya banyak sekali kegiatan yang dilakukan ketika Tahun Baru. Jika aku pulang ke rumah, ada perasaan kurang nyaman bagi kedua belah pihak, jadi aku hanya ingin menghindari suasana yang tidak perlu."
"Juga," kata Yukinoshita melanjutkan kata-katanya tadi. "Sebenarnya tidak ada perbedaan antara aku ada disana dan tidak." Dia menatap ke arah jendela, melihat pemandangan yang dengan cepat berlari meninggalkan kita.
"Kalau begitu, tidak masalah bukan?"
"Eh?"
Ekspresinya berubah, dan dia nampak terkejut mendengar kata-kataku.
"Jika memang kehadiranmu disana tidak dianggap, maka itu akan terlihat lebih mudah bagimu. Kau juga tidak harus khawatir akan mengganggu orang-orang disana. Lagipula, di dunia ini, ada orang-orang yang selalu mengacaukan suasana nyaman dengan hadir di tempat yang sama."
"Apakah kau sedang memperkenalkan dirimu?" Yukinoshita tersenyum.
"Benar, benar. Karena itulah, sampai hari ini aku tetap membatasi diriku sebisa mungkin. Suasana diluar sana tetap mengagumkan karena kebaikan hatiku tidak pergi kesana, jadi seharusnya aku diberi hadiah disini."
"Kebaikan adalah sesuatu yang tidak boleh dinilai dengan hadiah, kan?"
Cukup masuk akal. Tch, dan sekarang itu mulai terpikir di kepalaku. Kebaikan hati, tidak meminta hadiah. Namun mengetahui bahwa mungkin tidak ada hadiah bagi orang yang berbuat baik, apakah itu balasan yang baik? Aku berpendapat bahwa itu kurang adil.
Lalu, kereta berhenti.
Ini adalah stasiun dimana aku akan turun. Yukinoshita mungkin akan turun di stasiun selanjutnya dan melanjutkan dengan naik Bis.
"Ohh, aku turun disini."
"Ya."
Kita saling mengucapkan selamat tinggal dan aku keluar dari gerbong.
"Sampai jumpa nanti."
Aku berbalik dan hendak mengatakan "Hati-hati di jalan" dan tepat ketika pintu kereta akan menutup. Menatapku lurus, Yukinoshita mengatakannya dengan dengan pelan seperti sedang berbisik, "...Mohon bantuannya untuk tahun ini."
x Chapter I | END x
Dalam volume 5 chapter 1, Komachi mengakui kalau dia sering berkomunikasi lewat HP dengan Yukino. Kemungkinan besar Komachi memang memiliki nomor HP Yukino, Yui, Haruno, dan Hiratsuka-sensei.
...
Janji Hachiman yang akan berbelanja kado ulang tahun Yukino berawal di volume 6.5 spesial atau bisa juga dikatakan volume 9 chapter 11. Waktu hendak mencari hadiah untuk acara tukar kado Natal, Yui menyinggung kalau Yukino sebentar lagi akan ulang tahun, lalu mengajak Hachiman untuk berbelanja hadiah.
Pengakuan Hachiman tentang janji ini ironis karena Hachiman sendiri berjanji untuk mengajak kencan Yui di volume 6 chapter 7, tapi sampai saat ini tidak pernah ditepati. Bahkan, Yui pernah menyinggung itu di volume 9 chapter 7, Hachiman lagi-lagi mengulur janjinya.
...
Dalam anime Zoku episode 10, adegan kereta antara Yukino-Hachiman sepulang dari kuil. Disana ditunjukkan kalau Yukino memegang lengan Hachiman hanya ketika kereta mengerem. Tapi sebenarnya, di light novel, Yukino sudah memegangi lengan Hachiman dari sejak masuk ke kereta, hingga turun dari kereta.
Lalu, apakah sikap Yukino ini wajar? Memegangi lengan Hachiman? Jelas sangat wajar karena setidaknya sudah dua kali ada kejadian dimana Yukino memegangi lengan Hachiman. Pertama, vol 6 chapter 8, ketika mereka berdua masuk atraksi Indiana Jones kelas 3B. Kedua, vol 7 chapter 6, ketika mereka berdua pulang ke hotel setelah makan di restoran ramen.
Ditambah lagi volume 9 chapter 8, Yukino menggenggam tangan Hachiman.
Respon Hachiman berbeda dengan responnya terhadap gadis lainnya, responnya terhadap Yukino adalah menerima sentuhan itu.
...
Alasan Hachiman bertanya mengenai kegiatan Yukino di tahun baru berdasarkan percakapan Yukino-Yui di ending volume 8. Yukino mengatakan ada acara di rumahnya ketika libur musim dingin.
...
Yukinoshita Yukino adalah gadis kedua yang memanggil nama Hachiman, yaitu di chapter ini. Gadis pertama adalah Yukinoshita Haruno, di volume 6 chapter 4.
tumben nggak ada komen dalam paraf. biasanya tiap 10 muncil analisa Yukino
BalasHapusJadi Totsuka tidak dihitung sebagai gadis pertama yang memanggil 8man dgn nama depannya ya :)
BalasHapusMaaf, disini kita tidak membahas hal-hal ghaib
Hapus