Cahaya dari matahari menembus kaca jendela ruangan ini,
dan akupun merasakan adanya aura formalitas yang diperkuat dengan suara langkah dari sepatu-sepatu formal. Ketika kulihat, banyak sekali orang disini yang memakai
setelan. Kalau ruangannya bukan gymnasium, mungkin aku akan mengira ini adalah
sebuah upacara pemakaman.
Tapi, banner yang terbentang di atas panggung bertuliskan
“Upacara Kelulusan”, dan hiasan bunga yang dipakai orang-orang yang sedang duduk dengan barisan yang rapi ini menguatkan maksud banner tersebut.
Para siswi tampak
tegang, saling bergandengan tangan, dan bersandar satu sama lain memberi kesan
kalau ini adalah momen perpisahan mereka. Mereka terlihat lega karena sudah
menghabiskan tiga tahun masa remaja mereka di SMA ini. Karena itulah, suasana
di ruangan ini didominasi oleh perasaan semacam itu. Orang luar seperti diriku
yang terpaksa menyaksikan pemandangan semacam ini, hanya dianggap orang asing
oleh mereka.
Tapi bagi diriku yang tidak ada hubungannya dengan tema
kegiatan ini, hanyalah sebuah kegiatan tidak jelas dimana diriku hanya duduk
selama dua sampai tiga jam di kursi ini, dan tetap membuat kedua mataku terjaga
adalah sebuah perjuangan tersendiri disini.
Aku sendiri tidak begitu peduli dengan para remaja yang
akan menjalani kehidupan barunya setelah ini. Mereka berpikir kalau ini adalah
momen yang dinanti-nanti karena setelah ini mereka akan terbebas dari rutinitas
harian mereka, yaitu bersekolah. Aku bukannya bilang tidak peduli ya; katakanlah
aku ada sedikit simpati kepada mereka.
Setelah meninggalkan gedung ini, mereka sudah bukan siswa
SMA lagi, sebuah status dimana mereka dikategorikan anak-anak. Apakah kau ini
sering membuat masalah, nakal, atau membuat orang lain celaka, selama kau masih
anak-anak, maka kau akan dimaafkan.
Meski mereka merasa kalau kehidupan SMA adalah kehidupan terbaik
mereka, atau kehidupan tersuram mereka ada di SMA, akan tiba masanya mereka
harus berpisah dengan sekolah ini.
Ketika “embel-embel” maju dan berkembang mulai menempel
di diri mereka, secara perlahan mereka akan mulai berubah dari diri mereka yang
tergambar di album kelulusan itu, dan akhirnya identitas mereka hanyut entah
kemana, dihanyutkan oleh yang namanya kehidupan bermasyarakat.
Karena itulah, banyak siswa disini yang lanjut ke jenjang
universitas, atau dengan kata lain adegan hanyut tersebut akan ditunda untuk
beberapa tahun. Meski begitu, siswa SMA dan mahasiswa diperlakukan berbeda oleh
masyarakat.
Meski mahasiswa mendapatkan penundaan dan masih
bersekolah, mereka sudah tidak mendapatkan keistimewaan mereka untuk dianggap
anak-anak. Karena itulah, mereka yang sedang berbaris rapi ini seperti menunggu
untuk dikeluarkan dari perahu yang istimewa ini dan akan segera disegel untuk
patuh terhadap standar-standar di masyarakat, ini hanya menambah bumbu
kengerian di suasana sunyi ini.
Sepertinya, aku pernah memikirkan ini tahun lalu. Mau
bagaimana lagi, hanya ini yang bisa kupikirkan untuk menghilangkan kebosanan
karena penggunaan HP dilarang di kegiatan ini. Malahan, tahun lalu aku bermain
hom-pim-pa dengan imajinasiku sendiri.
Tapi, bagaimana dengan tahun depan?
Ini menyadarkanku kalau tahun depan adalah upacara
kelulusanku.
Oh, masuk akal juga. Aku selalu memikirkan alasan mengapa
siswa kelas I dan II harus hadir di upacara ini; ini untuk mengingatkan kami
kalau waktu kami di SMA ini terbatas.
Ada orang yang sedang berpidato di panggung. Aku tidak
mempedulikannya. Aku cukup yakin kalau setelah lulus nanti, orang tersebut
tidak akan kutemui lagi.
Posisi duduk kami ini dipisah berdasarkan nama Jepang
masing-masing. Ini membuatku berpikir, memangnya berapa orang di sekitarku ini
yang akan kutemui lagi setelah aku lulus nanti?
Kalau aku punya alamat dan nomor mereka, itu bisa saja
terjadi. Tapi aku kenal diriku ini, dan itu mustahil. Kalau kau merasa sulit
beradaptasi di lingkungan yang baru, maka nostalgia akan tempat itu akan
semakin berkurang. Aku sendiri tidak tahu apakah aku akan bisa beradaptasi
dengan lingkungan yang baru nanti, tapi aku yakin mayoritas orang-orang akan
seperti itu juga.
Ada sebuah contoh disini, dan itu adalah Totsuka Saika. Kalau
dia, mungkin kami akan tetap berhubungan setelah lulus nanti. Sial, kenapa dia
menjadi orang pertama dalam pikiranku tadi! Tiba-tiba aku melihat Tobe,
kebetulan dia duduk di samping Totsuka, dan untuk yang ini, kujamin aku tidak
akan berhubungan dengannya lagi. Maksudku, aku sendiri juga tidak punya
kontaknya.
Hmm, Hayama Hayato, yang duduk disamping Tobe, dan duduk
tepat di sebelah kiriku. Karena suatu hal, ia berhasil mendapatkan nomorku.
Tapi aku ragu kalau dia akan menelponku setelah lulus nanti. Kalaupun memang
menelpon, aku yakin di kepalaku nanti akan berpikir “Kalau langsung kuangkat
apa dia nanti berpikir kalau aku ini no life?”, dan akhirnya kuputuskan
untuk tidak mengangkat telponnya.
Dulu, aku memang tidak berniat untuk memberi nomorku
kepadanya. Aku memberinya nomorku agar aku bisa keluar dari kekacauan yang dia
timbulkan ketika bertemu Orimoto Kaori. Sedangkan diriku, tidak punya nomornya.
Dia melakukan sesuatu yang bodoh dengan memberikan nomorku ke Haruno-san,
gara-gara itu aku harus berurusan dengan berbagai hal yang membuatku stress.
Gara-gara mengingat kejadian itu, kini aku merasa tidak
nyaman, dan kulampiaskan dengan tatapan kesalku ini. Mungkin karena terlalu
lama menatapnya dengan tatapan kesal, entah kenapa dia sadar dan menatapku
balik dengan ekspresi “Ada apa?”. Kugelengkan kepalaku dan menatap ke
arah lain. Tidak sengaja, aku melihat ke arah kelas 2C, dan aku bisa melihat tubuh
besar Zaimokuza disana. Kalau dia sih, sepertinya aku akan bertemu lagi
dengannya setelah lulus nanti.
Bagaimana dengan yang lain?
Kulihat sekitarku, yang muncul adalah rambut ponitail
berwarna biru gelap, sepasang kacamata yang lensanya merefleksikan sinar lampu
ruangan, dan rambut pendek berwarna coklat. Mereka adalah Kawasaki, Ebina-san,
dan Sagami Minami. Ini adalah informasi yang menarik, karena hal-hal semacam
ini hanya terjadi di event ini. Tapi itu tidak penting lagi karena waktu yang
tersisa bagi kita hanya dua minggu lagi, setelah itu akan berpisah di kelas
III. Bahkan, semakin tidak penting lagi kalau membahas Sagami dimana aku
sendiri tidak mau terlibat dengannya di masa lalu, sekarang, dan di masa depan,
tentunya termasuk ketika di kelas III dan kelulusan nanti.
Kalau Kawasaki, sepertinya kami akan bertemu beberapa
kali di bimbingan belajar, dan interaksi kami kurang lebih sekedar basa-basi
saja. Kalau Ebina-san, aku ragu apakah akan bertemu lagi, kecuali ada hal-hal
tertentu yang mempertemukan kami. Biasanya, yang mempertemukan kami selama ini
adalah yang satu lagi, Yuigahama Yui. Tanpanya, mungkin aku tidak akan bertemu
Ebina-san lagi. Pastinya, ini tidak hanya Ebina-san, sepertinya semua kenalanku
hari ini karena dimediasi olehnya.
Kubetulkan posisi dudukku dan mulai merelaksasi leherku.
Secara tidak sengaja, aku melihat rambut model sanggul berwarna pink itu, dan
di sebelahnya ada rambut pirang yang bergelombang. Yuigahama Yui dan Miura
Yumiko sedang duduk bersebelahan dan mereka bergandengan tangan.
Miura sedang sesenggukan dan menyeka air matanya dengan seragamnya,
entah karena melihat pemandangan upacara yang emosional, atau baru menyadari
kalau tahun ajaran baru nanti akan berbeda kelas. Yuigahama, tampak memberinya
tisu sambil tersenyum hangat. Setelah itu, dia membisikkan sesuatu kepadanya. Tiba-tiba,
dia ikut sesenggukan dan mulai menyeka air matanya.
Setelah lulus nanti, apakah akan berjumpa lagi dengannya?
Pengandaiannya terjadi setahun kemudian, tapi aku sendiri
masih sulit untuk mengetahui jawabannya. Kita terhubung karena kita sekelas dan
di klub yang sama, kalau kau sekelas dan di klub yang sama, maka kau pasti
berhubungan dengannya. Apakah hubungan semacam itu akan tetap ada setelah lulus
nanti?
Ketika aku menoleh ke arah yang lebih jauh...aku
terhenti. Aku sendiri tidak yakin apakah bisa melihat jelas siswa yang duduknya
jauh dariku. Ditambah posisi duduk sesuai nama Jepang masing-masing, membuatku
sangat kesulitan untuk melihat orang yang duduknya di ujung.
Dia yang selalu mengibaskan rambut hitam panjangnya, dengan
tubuhnya yang kurus itu, seperti apa suasana hatinya sekarang?
Akupun mengembuskan napasku dan memasang wajah kesal.
Kemudian, ada yang membisiki telinga kiriku. Meski suaranya enak didengar,
entah mengapa aku tidak ingin terlalu dekat dengan suara ini.
“Kamu orangnya tidak bisa diam ya?”
“Aku sedang bosan saja...Kalau kau tidak duduk dengan
orang yang dekat denganmu, maka kau akan dilanda bosan.”
“Sepertinya kau sehari-harinya selalu duduk dengan orang
yang dekat denganmu ya.”
Aku membalas sarkasmenya dengan menaikkan bahuku.
Kemudian aku membetulkan posisi dudukku dan menatap ke depan, tidak berniat
menatap ke arahnya agar pembicaraan ini tidak berlanjut lagi. Tapi, suaranya
tidak berhenti disitu.
“Apa daritadi kau mencari dia?”
“Cari apaan?...”
Aku menatapnya dengan jengkel, merasa kalau dia sedari
tadi berusaha membaca pikiranku ketika sedang menatap kejauhan tadi. Kemudian,
Hayama menunjuk dengan gestur dagunya ke arah depan. Kuikuti arahnya, dan yang
kulihat adalah seseorang yang memakai pakaian formal, dan dia bukanlah siswa;
dia berada di kursi tamu undangan.
Di area tersebut, aku melihat Nyonya Yukinoshita. Memakai
baju tradisional Jepang berwarna hitam, dan tampilannya itu membuatku mudah
mengenalinya dari kejauhan.
“Kenapa beliau ada disini?”
“Sudah biasa kalau ada perwakilan pemerintah setempat menghadiri
upacara ini, namun seringkali para pejabat itu punya kesibukan lain, sehingga
diwakili oleh istrinya.”
[note: Ayahnya Yukino ini anggota DPRD, Vol.2 chapter 4]
“Uh-huh...”
Akupun memberinya respon mengerti ketika dia menjelaskan
itu. Memang, tadi aku sempat melihat beberapa pejabat ada di panggung. Sebelum mereka
muncul di panggung, seorang guru yang bertindak sebagai host upacara memang
memanggil mereka dengan menyebut nama dan jabatannya. Setelah itu, mereka
diberi kesempatan untuk berbicara di panggung.
“Ngomong-ngomong, kalau tidak salah waktu SMP dulu juga
ada sih yang seperti itu.”
“Ya, memang sudah lumrah begitu, terutama di institusi
publik seperti ini. Kalau ada waktu, mereka pasti akan menyempatkan diri hadir
di upacara penerimaan atau kelulusan, tujuannya ya untuk pencitraan.”
Ternyata, kata-kata yang biasa dibahas di pikiranku ini
(skill spesialku) senada dengan kata-kata Hayama. Sepertinya dia juga berencana
untuk menghabiskan waktu luang ini denganku. Pandangan kami berdua tetap ke
arah depan, dan kamipun melanjutkan basa-basi kami.
“Betul juga, tapi aku sendiri ragu para siswa ataupun
orangtua yang hadir mendengarkan pencitraan mereka...Kurasa para pejabat ini juga
datang dan berceramah hanya sekedar karena diundang sekolah saja.” kataku.
Seperti kecewa dengan penjelasanku, Hayama mengembuskan
napasnya.
“Kurasa tidak seburuk penjelasanmu tadi...Anggap aja itu
sudah tradisi sejak dulu. Jelas mereka punya maksud tertentu datang kesini,
karena para guru dan orangtua siswa adalah pemilik suara di pemilu nanti.”
“Itu malah lebih buruk dari yang kubayangkan...”
Aku malah bertambah kesal mendengar penjelasannya tadi.
Kemudian, aku mendengar suara tawa dari kursi sebelah kiriku ini. Dia harusnya
tidak perlu memasang senyum yang langka seperti itu. Aku tahu tanpa perlu
menoleh ke arahnya. Apa yang membuatku bertambah jengkel? Yaitu seseorang yang
barusaja kusadari duduk di samping Nyonya Yukinoshita dan memiliki penampilan yang
mirip. Dia adalah Yukinoshita Haruno, dengan pakaian berwarna hitam. Dia hanya
duduk dan menaruh tasnya di pangkuan, dan sedari tadi hanya merunduk saja.
“Kenapa dia malah ada disini?...”
“Entahlah? Mungkin karena posisinya, atau memang disuruh
hadir...Ya tidak jauh dari itu.”
“Uh-huh...”
Kurespon seadanya, tapi tiba-tiba aku menyadari sesuatu.
Bukankah ini artinya dia akan hadir di acara Malam Perpisahan? Memang ini tidak
ada hubungannya, kata-kata yang dia ucapkan terus menghantuiku.
Aku hanya duduk membatu, Hayama tiba-tiba pura-pura
batuk.
“Apa kau butuh penjelasan lebih lanjut soal itu?”
“Bukan, ternyata semua ini masuk akal. Aku baru saja
sadar.” Aku menjawabnya secara spontan.
Dibalik bahuku, Hayama memasang senyum yang datar.
“Jangan bilang ini soal yang itu?”
“Menurutmu bagaimana?” kataku sambil menatapnya.
Dia lalu menatap ke arah kursi undangan.
“Mungkin dia kesini untuk melihat langsung sesuatunya...”
“Uh-huh, begitu ya.”
Sengaja kujawab begitu untuk mengakhiri diskusinya. Biasanya,
semua percakapan akan berakhir ketika ada jawaban “begitu ya”. Itu adalah kode
untuk memberitahu orang kalau kau sudah tidak tertarik dengan percakapannya.
Tapi Hayama tidak menyerah, dan terus melanjutkan kata-katanya.
“Apa kau tidak mau melanjutkan dengan bertanya untuk
apa melihat langsung kesini, huh?”
Meski suaranya terdengar tenang, tapi penuh dengan
provokasi. Ketika Hayama Hayato, atau seseorang yang berpengaruh terhadap
hidupnya, Yukinoshita Haruno, melihatmu berada di tengah jalannya, maka diam
membisu tidak akan membantumu sama sekali. Mereka akan menggunakan tatapan
matanya dan memanipulasi suasana untuk membuatmu bicara. Bagian yang kubenci
disini adalah Hayama dan Haruno-san memiliki sikap yang mirip. Meski aku jarang
melihat mereka berbicara berdua, aku sangat yakin mereka sering berbicara
lama-lama ketika ada waktu. Tapi aku sudah terbiasa dengan trik-trik mereka.
Ini adalah momen yang tepat untuk melempar granat asap dan mengakhiri
percakapannya.
“Kalau kau tanya itu kepadaku, maka aku akan jawab kalau
aku punya ide. Dia biasanya ingin melihat apa yang sedang adiknya lakukan saat
ini. Tapi serius ini, dia sepertinya punya banyak sekali waktu luang...”
kataku, sambil memasang gestur jengkel.
Tiba-tiba, Hayama meresponku.
“Benar sekali. Atau sebaliknya, dia sengaja mengosongkan
jadwalnya hanya untuk melihat adiknya, jadi dia memiliki kekhawatiran yang
berlebih.”
“Uhh, itu menakutkan...Dia mirip denganku kalau soal
adik...”
Jadi dia punya banyak waktu luang seperti diriku? Kalau
soal Komachi, aku akan bersedia mengosongkan jadwalku kapanpun dan dimanapun,
meski belakangan ini aku tidak memiliki momen itu. Kalau kau terlalu
memperhatikannya, dia akan membencimu, tahu tidak! Apa kau dengar, kakak dari
Yukinoshita!? Dia akan mulai membencimu kalau kau terlalu perhatian dengannya!
Juga, kakak tertua dari Hikigaya-san, pastikan kau juga mendengarkan itu!
Akupun tersenyum kecut seperti Hayama. Kalau begitu,
mungkin ada baiknya kuakhiri ini dengan candaan, tapi Hayama tiba-tiba tidak
tersenyum lagi.
“Tapi dia kesini tidak hanya untuk adiknya. Aku yakin dia
juga kesini untuk melihat keputusan yang akan kau ambil.”
“....”
Aku tidak bisa membalasnya, karena yang dia katakan itu
memang benar. Aku kembali duduk membatu, tapi dia tiba-tiba menyenggolku dengan
sikutnya. Ini membuatku jengkel.
“Kau ini tidak bisa diam ya? Kau bisa dilaporkan nakal di
buku raport nanti.”
“Aku sedang bosan saja...Kalau kau tidak duduk dengan
orang yang dekat denganmu, maka kau akan dilanda bosan.”
Akupun bertambah jengkel mendengar sarkasmenya.
Um, tapi apa kau sadar kalau sedari tadi kau duduk bersebelahan
dengan Tobe?
Kemudian, Tobe, yang ternyata tidak dianggap orang dekat,
muncul dari samping Hayama.
“Ada apa nih? Ada yang seru disini?”
“Tidak ada apa-apa Tobe. Kau terlalu berisik, jangan
ramai-ramai.” Hayama mengatakannya sambil tersenyum. Tobe hanya memasang wajah
keheranan dan kembali duduk di tempat
duduknya.
Ketika suasana kembali tenang, akupun kembali menatap ke
arah panggung, dan ceramah dari tamu undangan ternyata sudah selesai. Kemudian
host acara muncul dan lanjut ke acara berikutnya.
“Selanjutnya, sepatah-dua patah kata perpisahan dari
Ketua OSIS.”
Mendengar panggilan tersebut, sebuah suara yang manis
muncul. Suara yang licik dan manis ini...Seperti yang kuduga, Isshiki Iroha naik
ke atas panggung.
Ngomong-ngomong, dia memang mengatakan sesuatu soal memberikan
kata-kata perpisahan...Dia mendiskusikannya dengan Hiratsuka-sensei, dan
berusaha kabur dari tanggung jawab itu...Ngomong-ngomong, mari kita dengarkan
hasil usaha dari Irohasu dan Hiratsuka-sensei, meski aku cukup yakin yang
paling bekerja keras adalah nama yang terakhir tadi. Kubetulkan posisi dudukku
ketika Isshiki mulai menundukkan kepalanya di depan mic.
“Tiba di penghujung musim dingin ini, dan dibawah sinar
matahari hangat ini, kita menyambut aroma kedatangan musim semi ini.”
Suara tangannya yang membuka halaman kertas naskahnya
terdengar keras lewat pengeras suara. Kemudian, Isshiki berusaha membetulkan
posisi berdirinya, dan sebagai perwakilan OSIS, dia mulai membaca naskahnya.
Kebiasannya yang canggung itu hilang, dan dia bisa menjawab ekspektasi para
guru dan orangtua tentang karakter yang seharusnya dimiliki seorang Ketua OSIS.
Ketika kata-kata nya mulai membahas tentang kenangan bersama kakak kelasnya,
tiba-tiba suaranya terdengar lebih tegas dari biasanya.
“Mengingat kembali apa yang sudah saya jalani selama di
SMA ini, kakak kelasku selalu ada untuk mendukungku...”
Tiba-tiba, dia mulai sesenggukan dan pura-pura menghapus
air matanya.
Dasar rubah betina, Irohasu...
Semua event yang kami kerjakan bersama-sama, aku selalu
mendukungnya seperti produser yang di belakang layar. Tapi hari ini, aku hanya
sebagai penonton saja. Ketika posisi dudukmu sudah berubah, maka penilaianmu
juga selayaknya berubah. Tentunya, pose yang cocok bagi penonton arena adalah
pose ala Vega dengan kharisma layaknya seorang pacar. Tapi orang-orang akan
menganggapku gila kalau aku tiba-tiba berdiri dari kursiku. Jadi, untuk hari
ini, aku akan bersikap seperti orang yang pernah kenal dan sebagai mantannya
yang sudah lama, ditemani BGM dari Yamazaki Masayoshi. Sepertinya kau sudah
menemukan tempat dimana dirimu berada ya? Kau memang bersinar lebih terang dari
biasanya. Yeah, tapi untuk mencapai itu kau sudah melalui banyak sekali
cobaan.
Tapi tidak peduli apapun posisimu, pemandangan orang yang
sesenggukan di upacara perpisahan pasti memancing momen yang emosional. Meski
itu hanyalah akting belaka untuk mengaduk emosi penonton, sikapnya yang seperti
ini memang layak diberi banyak Poin Hachiman!
Yep, yep, Isshiki, kau sudah melakukan yang terbaik.
Manis, manis sekali. Meski ketika Hiratsuka-sensei marah kepadamu, dan kau
berusaha kabur dari tanggung jawabmu, atau memberi alasan tidak masuk akal, kau
tetap memberi yang terbaik. Err, benar kan?
Aku menatapnya dengan tatapan bak seorang Ayah dan
saudara, dan tiba-tiba aku merasa air mataku hendak keluar. Jadi akupun
berusaha melihat ke langit-langit, agar Hayama tidak menyadarinya.
Kalau dia nantinya jadi Ketua OSIS lagi, maka dia akan
memberikan pidato di upacara kelulusanku. Jadi, aku akan melihat pemandangan
yang serupa ini lagi. Ketika memikirkan itu, ternyata pidatonya sudah hampir
selesai. Dia melipat kembali kertasnya dan menunggu tepuk tangannya selesai.
Kemudian, dia berjalan ke depan, menyeka air matanya dan tersenyum.
“Yang terakhir, aku ingin mendoakan kalian semua agar
terus sehat dan semoga sukses di masa depan. Demikian dari saya, sebagai
perwakilan dari OSIS, Isshiki Iroha...”
Setelah host acara menyebutkan namanya lagi, dia
membungkuk. Dengan ekspresi sedih, dia berjalan meninggalkan panggung. Melihat
anak kelas I sudah mendapatkan beban yang berat seperti itu dan melakukannya
dengan sepenuh hati membuat para penonton terus memberinya tepuk tangan.
Tepuk tangan mulai mereda, dan momen yang menurutku
paling utama dari upacara ini baru saja selesai. Setelah ini, aku terjebak
dalam pemberian ijasah dimana para makhluk sosial ini akan sering salah menyebut
nama dan akan ada beberapa respon panggilan bodoh semacam “Siap, Sehat!” untuk
membuat kelucuan-kelucuan.
Sebuah upacara kelulusan adalah momen dimana kau tidak
punya urusan apapun dengan peserta upacara ini, dan ini adalah puncak dari
semua kegiatan yang paling membosankan di sekolah ini.
Saya ke India selama beberapa pekan dan baru landing pekan ini, saya tidak punya kesempatan untuk translate disana karena malam harinya sering ada makan malam dengan klien. Saya bukan mahasiswa atau freelance, saya sebenarnya adalah Manager di sebuah perusahaan asing yang sering melakukan perjalanan bisnis, jadi mohon maaf apabila menunggu selama ini.
...
Dalam monolognya sekalipun, Hachiman masih menganggap Yui hanya sekedar kenalan karena kebetulan sekelas dan satu klub.
...
Membahas apakah dia akan bertemu Yukino lagi setelah lulus adalah sesuatu yang penting, karena call-back ke janji mereka berdua setelah Marathon Chiba di UKS.
...
Hayama dan Hachiman sebenarnya adalah teman dekat.
...
Secara tidak langsung, Hachiman sudah tahu kalau Yukino datang bertemu Kaori di kafe setelah kencan ganda adalah akal-akalan Hayama dan Haruno.
...
Yang bisa menyebut Hikigaya-san adalah Kawasaki Taishi, secret admirernya Komachi. Karena ini perumpamaan terjadi karena Hachiman suka ke Yukino, dan Haruno adalah kakaknya Yukino, maka perumpamaan Hikigaya-san terjadi karena Taishi suka Komachi, dan Hachiman adalah kakaknya Komachi.
Bukannya ini berarti Hachiman tahu betul Taishi suka Komachi?
...
Irohasuuu!
...
Jika masalah tidak bertemu lagi setelah lulus patokannya di nomor kontak ada atau tidak, kenapa Hachiman ragu dia akan bertemu Yui lagi? Padahal, Hachiman sudah bertamu dua kali ke rumahnya dan bertemu Nyonya Yuigahama.
Padahal, orang-orang yang punya kontaknya seperti Totsuka, Zaimokuza, dan Hayama masih dia buka kemungkinan bertemu lagi.
...
Ya saya tahu, saya akan berusaha keras menuntaskan volume 14 sebelum animenya mengudara!
...
Mencari sebuah tempat dimana dia harusnya berada, sebenarnya bukan benar-benar ditujukan untuk Iroha. Namun untuk Hachiman sendiri, vol 7.5 special. Hachiman masih dalam pencariannya mencari tempat dimana dia sebenarnya berada, dan dia tahu jalan menuju tempat itu selalu ada cobaan.
Mencari sebuah tempat dimana dia harusnya berada, sebenarnya bukan benar-benar ditujukan untuk Iroha. Namun untuk Hachiman sendiri, vol 7.5 special. Hachiman masih dalam pencariannya mencari tempat dimana dia sebenarnya berada, dan dia tahu jalan menuju tempat itu selalu ada cobaan.
Mantap bang,
BalasHapusGak sabar nunggu chapter 7 nya😂😂😂
Semangat yah
semangat min, seoga diperlancar translatenya
BalasHapusWell versi anime nya memang bentar lagi rillis.
BalasHapusTapi sya lebih suka nonton anime nya terlebih dahulu setelah itu saya baca LN nya..
Gan keren banget translasi agan. Cara agan merangkai kata2 ke dalam bahasa Indonesia itu pasti lebih sulit ketimbang asal translate aja
BalasHapus"Aku sedang bosan saja. kalau kau tidak duduk dg orang dekat dgnmu maka kamu akan dilanda kebosanan"
BalasHapusWell ini bukan sarkasme, karena emg yang paham betul dan tau sifat hayama ya cuman 8man. Dan temen 8man yg paling paham betul maksud tindakan dan sifat dia ya cuma hayama. 8man terlalu tsunderee buat ngakuin itu. What a true bromance
awas Ebina baca ini!
HapusY
BalasHapus