Sebenarnya, pesan
yang hendak kukirim ini hanya membutuhkan beberapa kata saja. Meski begitu,
waktu yang dibutuhkan untuk mencari kata-kata tersebut ternyata jauh lebih lama
dari yang kubayangkan.
Itulah yang
sedang terjadi padaku, berdiri di tengah keramaian orang yang lalu-lalang di
depan Stasiun. Sedang matahari sudah tenggelam dan cuaca mulai dingin, membuat
jari-jariku terasa kaku dan kedinginan.
Kugenggam erat
handphone yang berada di genggamanku ini. Kalau waktunya benar, maka sudah satu
jam dan lima belas menit berlalu sejak aku pulang dari sekolah. Sedari tadi,
kedua mataku terus memperhatikan layar handphone tersebut. Tanpa kusadari,
desahan napas yang berat selalu keluar mengiringi pergantian menit yang terjadi
di layar tersebut.
Tidak lama
kemudian, lampu-lampu jalanan dan pertokoan mulai menyala dengan terangnya,
seperti menandai menghilangnya para siswa-siswa yang berseragam, dan diganti
oleh mulai padatnya orang-orang yang berseragam kantoran.
Kugerakkan
jari-jariku yang kaku itu dan mulai menjelajah layar handphoneku, memilih
dengan hati-hati tiap kata yang tersedia, dan memastikan kalau itulah kata-kata
yang hendak kupilih. Setelah itu, jariku menekan ikon “kirim” dengan tekanan
yang lemah, saking lemahnya aku sendiri masih bertanya-tanya apakah sudah
kutekan atau tidak, dan pikiranku mulai berpikir kalau pesannya tidak terkirim
sama sekali.
Tapi isi dari
pesan yang kukirim mulai muncul, hanya terdiri dari beberapa kata saja, yaitu
“Bisakah kita bertemu?”. Hanya tiga kata tersebut. Tapi aku yakin dia kurang
lebih bisa paham maksudku.
Kulihat terus
pesan yang kata-katanya saja butuh waktu lama tersebut. Kutunggu sampai
semenit, dua menit, dan tidak ada perubahan apapun di layar.
Kuingat kembali
tutorial “mengirim ulang pesan”. Meski jari-jariku mulai bergerak kembali,
namun tidak ada satupun dari jari-jari tersebut yang menyentuh layar. Kalau
tidak salah, penerima pesan pasti tahu kalau pesan tersebut dikirim ulang.
Biasanya, dia kalau melihat pesan seperti itu, akan langsung menghubungiku. Mau
dikirim ulang atau tidak, kurang lebih akan berujung pada hasil yang sama.
Ketika
pikiran-pikiran tersebut mulai berkecamuk di kepalaku, tiba-tiba ada sesuatu di
layar handphoneku, ada tanda kalau pesanku sudah dibaca oleh penerima. Beberapa
detik kemudian, muncul balasan darinya. Isi pesannya adalah dia sedang dalam
perjalanan kemari, tanpa menanyakan apa alasanku, posisiku dimana, atau
sejenisnya. Entah mengapa aku mulai tersenyum sendiri, membaca pesan balasannya
tersebut membuatku membayangkan sikapnya yang selalu ceria. Lalu kubalas
pesannya dengan memberitahu posisiku saat ini yang tidak terlalu jauh dari
rumahnya, jarak yang harusnya tidak terlalu jauh untuk didatangi olehnya.
Sambil
menunggunya, akupun memejamkan kedua mataku sejenak, sambil mendengarkan
situasi di sekitarku : Suara dedaunan, suara bel dari kereta, suara mobil,
pusat kuliner Izakaya, suara background dari mall, suara dari orang yang sedang
berjalan, dan suara lampu pedestrian. Diantara suara-suara tersebut, ada suara
yang familiar dan membuatku merasa lega. Tidak lama kemudian, aku bisa
mendengar suara langkah kakinya. Suara ringan dan berisik seperti polka dance,
yang berubah menjadi suara sirene waltz, dan akhirnya suara tersebut berhenti.
Sekarang, apa
yang harusnya kukatakan kepadanya? Seberapa banyak hal-hal yang harus
kubicarakan dengannya? Kubuka kedua mataku secara perlahan, dan aku melihat
dirinya yang sedang berdiri di depanku. Dia memakai mantel tebal dengan model
bahu rajutan terbuka dan celana jeans. Meski tampilannya terlihat campur-aduk,
tapi itu benar-benar cocok untuk karakternya yang enerjik. Selain itu, muffler
yang dipakainya mengesankan kalau dia orang yang hangat. Aku percaya kalau dia
memang orang yang hangat dan mempesona.
“Sore.”
Dia tersenyum
mendengar sapaanku, dan mengangguk, membuat rambutnya yang diikat dengan model
sanggul, mengibas. Sepertinya dia habis berlari terburu-buru karena napasnya
yang tersengal-sengal. Meski dia sudah merespon sapaanku, dia belum membalas
balik kata-kataku seperti belum
menemukan kata-kata yang tepat untuk diucapkan olehnya. Lalu, dia mulai
menunjukkan seluruh wajahnya, dengan membuka mufflernya.
Melihatnya yang
seperti ini, membuatku sadar kalau musim ini telah berakhir.
x Prelude I | END x
Terimakasih untuk penulis sekaligus blog site ownernya "Aoi"
BalasHapusTerus terang saya sangat menghormati blog translate ini, terimakasih atas kerja kerasnya, semoga selalu dimudahkan dalam segala urusan ya
- masih jam kerja dan mencuri waktu mengunjungi zcaoi, dan kaget karena ada post baru
lha pak kok langsung vol 14 yang vol 12 13 aja belom
BalasHapusvol 12 dan 13 dibaca makin puyeng, nunggu terjemahan bagus dl deh.
HapusLanjut bang
BalasHapusThanks dah balik lagi
Lanjutkan translatenya Min, sehat terus
BalasHapusThe legend is back?
BalasHapusWihh langsung vol 14, ga sabar nunggu chapter 7 wkwk.. meskipun gua udh baca spoilernya, tapi dengan tulisan admin Aoi pasti bakal jadi lebih bagus lagi hehehe..
BalasHapusIs back !! Lanjutkan min ditunggu !!
BalasHapusYang kutunggu�� Terima kasih. Semoga sehat selalu.
BalasHapusSaya doain sehat selalu untuk teranslate nya.
BalasHapusTerima kasih sudah update lagi. Semoga sehat selalu.
BalasHapusAda di blog sebelah dia udah tranlate vol 12 di chap 3 Ama 4 udh full..
BalasHapusCuman yah gitu kualitas tranlate nya..maklum ajjh kita harus akui kerja kerasnya dari bahsa sepanyol ke Inggris lalu Indonesia..wow
akhirnya ketemu jg yg trnslate vol 14 .sankyu min semangat
BalasHapusMakash bro. Makash
BalasHapus