Ini pertamakalinya dalam hidupku, diriku memiliki sebuah resolusi yang
jelas, dan aku ingin terus begitu untuk ke depannya. Dan kini, aku dikelilingi
oleh hal-hal yang siap menerkamku.
Jujur saja, aku sempat berpikir untuk menyelesaikan ini dengan metode
yang berbeda, yang cukup sederhana sehingga tidak ada yang terluka. Hanya saja
aku tidak melihat adanya alasan kuat untuk memakai metode yang bisa dengan
mudahnya digagalkan oleh beberapa kata ataupun argumen.
Kalau hanya dengan sebuah aksi sederhana dan itu bisa terselesaikan, aku
merasa kalau segala penderitaan, tekanan, dan rasa cemas yang dialami selama
ini hanyalah sebuah perasaan biasa, tidak ada yang spesial. Tapi penderitaan
dan kecemasan yang dialami oleh orang itu belum tentu seringan yang aku
pikirkan, bisa juga bagi mereka ini adalah perkara hidup atau mati. Meremehkan
ini hanya karena beberapa kata bisa menghancurkan itu, bukanlah hal yang bijak.
Kalau hanya beberapa kata saja cukup untuk mengubah sesuatutidak,
sesuatu yang bisa berubah dengan mudah jelas sesuatu yang tidak bisa kau
dapatkan lagi.
Karena itulah, ini adalah satu-satunya cara yang bisa kulakukan, dan aku
berharap untuk seminimal mungkin orang yang akan terluka oleh ini.
Aku tahu dimana batasanku. Ada hal-hal yang tidak bisa kuperoleh begitu
saja meski kukerahkan segenap kemampuanku untuk memperolehnya. Meski aku
menyadarinya, kuputuskan untuk tetap melakukan yang terbaik.
Meski ini terkesan arogan, selama diriku terus mengejar sesuatu yang
genuine itu, sesuatu yang tidak akan hancur apapun yang terjadi, kalau aku
tidak bisa mengakui keberadaan itu ketika situasinya berbalik, ketika ada yang
menghantamnya, ketika ada yang merusaknya, maka aku tidak akan bisa meyakini
itu.
Dan yang paling utama, hanya sedikit yang bisa dilakukan oleh orang
selevel diriku ini. Melepaskan semua yang kupunya juga tidak akan merubah
apapun. Sebenarnya aku tidak siap, tidak benar-benar siap, baik secara
kelengkapan ataupun tenaga untuk terus ke depan. Saat ini, yang bisa kulakukan
hanyalah hal-hal kecil. Sebuah email, sebuah sikap memohon-mohon, dan satu buah
panggilan telepon.
Tapi dari yang kecil-kecil itu, aku akhirnya bisa mendapatkan sebuah
petunjuk. Satu cara untuk menyelesaikan ini, diluar fakta kalau cara ini sangat
kompleks, ini lebih baik daripada tidak ada cara sama sekali.
Ini terjadi di awal pekan, Hari Senin. Itu adalah hari dimana kami
menerima hasil ujian, dan setelah jam sekolah selesai, aku duduk di kelas
sambil menatap layar HP-ku. Disana terdapat sebuah banner “Malam Perpisahan
Gabungan SMA Sobu & SMA Kaihin, Berlangsung di Musim Semi!” di sebuah
website event yang tertulis Malam Perpisahan Gabungan.
Sebuah acara palsu yang harusnya sudah tidak aktif lagi karena tujuan
menggelar event sudah tercapai, kini aktif lagi. Sebenarnya, akulah yang
membuat itu aktif lagi.
Kemarin, aku mengirim sebuah email ke SMA Kaihin, berbohong kepada mereka
kalau mereka bebas melanjutkan atau tidak, dan sekaligus menuju Klub Gamers dan
memohon kepada mereka untuk mengupdate situsnya secara agresif.
Tentunya, rencana event tersebut tidaklah penting. Itu hanyalah omong
kosong, gertakan, hanya sekedar hiasan saja. Tujuannya sama seperti sebelumnya,
hanya sekedar acara palsu. Meski prosesnya juga sama seperti sebelumnya,
artinya aku perlu menelpon Yukinoshita Haruno dan membiarkannya menyebarkan
informasi soal acara gabungan tersebut.
Pembicaraan kami cukup pendek, tapi tawanya masih terus terdengar di
telingaku.
Untuk apa melakukan ini?
Tidak ada, acara ini sebenarnya tidak ada artinya. Karena itulah aku
hanya membalasnya dengan setengah tersenyum.
Akan kutunjukkan kepadamu bagaimana acara Malam Perpisahan yang
sebenarnya...Seperti apa sesuatu yang genuine itu.
Kalau kupikir-pikir lagi, yang kukatakan tadi adalah hal-hal yang absurd.
Karena itulah, dia hanya membalasku dengan tawanya.
Kau ini idiot ya. Ada orang idiot disini!
Awalnya dia hanya tertawa kecil, kini terbahak-bahak. Dia menutup telpon
tanpa berkata akan membantu atau bagaimana. Kucoba untuk menelponnya berkali-kali,
tapi dia tidak mengangkat. Pada akhirnya, aku tidak tahu apakah dia akan
mendengarkan permintaanku atau tidak. Dan karena itulah aku begini.
Hanya Tuhan yang tahu apa yang terjadi ke depannya dari panggilan
telponku itu, meski aku tahu tidak akan ada kabar baik dari itu. Aku kini hanya
berputar-putar di sebuah semak belukar yang bernama kebenaran, dan yang bisa
kulakukan hanyalah menunggu. Dadu sudah kukocok, handuk sudah kulempar, dan
yang tersisa hanyalah menyebrangkan Rubicon.
Dan akhirnya, penantianku terbayar dalam beberapa hari. Sekolah hanya
berlangsung selama setengah hari karena akan menyambut liburan, dan akupun
bersiap-siap untuk pulang ke rumah. Hingga orang itu datang.
“Hikigaya.” Hiratsuka-sensei memanggilku dari pintu kelas. Dia memberi
gestur kepadaku untuk mengikutinya dan memasang ekspresi khawatir.
Aku memenangkan perjudian pertamaku.
x x x
Hiratsuka-sensei membawaku ke sebuah ruangan yang pernah kudatangi
beberapa hari sebelumnya. Bedanya, ada kehadiran beberapa orang disana.
Haruno-san yang duduk di samping Ibunya, melambaikan tangannya dan mengedipkan
sebelah matanya. Mengesampingkan respon hebohnya di telpon, ternyata dia sudah
menyiapkan panggungnya untukku, jadi aku berterimakasih kepadanya. Orang
terakhir, yaitu Yukinoshita, duduk di sofa dekat pintu kantor.
“Hikigaya-kun...”
Wajahnya diselimuti kekhawatiran, kuduga dia sudah diberitahu situasinya
sebelum aku datang kesini. Akupun hanya mengangguk untuk membalas ekspresinya
itu. Kupakai kesempatan itu untuk memasang wajah tidak berdosa, menggaruk-garuk
wajahku, dan senyum yang santuy.
“Um, kenapa saya dipanggil kesini...?”
Tentunya, aku tahu kenapa. Tapi, kulakukan sebisaku untuk pura-pura
bodoh.
Ini adalah pertunjukan terbesar dalam hidup Hikigaya Hachiman.
Meski begitu, Nyonya Yukinoshita hanya tersenyum sinis melihat akting
murahanku ini. Dalam situasi yang awkward ini, Haruno-san masih berusaha untuk
menahan tawanya.
“Duduk saja dulu.” Hiratsuka-sensei tampak mengembuskan napas beratnya
dan menepuk bahuku. Melihat ekspresinya, sepertinya penyamaranku sudah
terbongkar.
Bodo amat.
Seperti katanya, aku duduk di sebelah Yukinoshita dan Hiratsuka-sensei
duduk di sebelahku. Setelah kami duduk, Nyonya Yukinoshita yang duduk di
seberang kami tetap memasang senyum dan secara perlahan mengambil sesuatu di
tas kecilnya, sebuah HP.
“Kupikir akan bijaksana kalau aku mendengarkan dahulu penjelasan darimu
soal ini.”
Beliau menunjukkan layar HP-nya kepadaku, dan itu adalah website Malam
Perpisahan palsu. Ada satu perbedaan mencolok dari event palsu yang dulu
kugunakan, yaitu kali ini kata-kata “Malam Perpisahan Gabungan SMA Sobu &
Kaihin, Dilaksanakan Pada Musim Semi!” ditulis sangat mencolok.
“Ini...” Akupun memasang wajah kebingungan.
“Sepertinya acara ini pernah kulihat sebelumnya, jadi aku ingin bertanya
ada apa ini?”
Nyonya Yukinoshita menaruh jarinya di dahi dan memasang ekspresi lelah di
wajahnya.
“Mayoritas orangtua siswa tahu kalau Malam Perpisahan sudah digelar
beberapa hari sebelumnya, tapi sekarang muncul ini, ada apa ini? Jadi kupikir
akan lebih baik kalau aku bertanya kepada orang yang bertanggungjawab, kenapa
bisa begini?”
Meski nada suaranya terdengar ramah, aku bisa merasakan ekspresi
keterkejutan Beliau. Menurut Beliau, acara ini hanyalah sebuah acara palsu yang
membayangi Malam Perpisahan yang sudah digelar.
Berarti dia selama ini sudah tahu maksud acara itu dan memutuskan untuk
mengikuti negosiasi murahanku, malahan menyetujuinya. Dia bahkan meyakinkan
kekhawatiran dari asosiasi orangtua siswa. Disini, acara palsu sudah
menjalankan fungsinya. Tiba-tiba, acara palsu ini terus berjalan tanpa
sepengetahuan Beliau. Bisa kubayangkan kalau Beliau sekarang merasa dikhianati.
Beliau melihatku dengan tatapan kecewa. Yang bisa kulakukan sekarang
adalah memilih kata-kata dengan seksama, dan menjelaskannya dengan baik.
“Pasti ada semacam error...Mungkin terjadi semacam miskomunikasi?” Kucoba
terus untuk memasang ekspresi tidak tahu ini.
Beliau hanya tersenyum kecil.
“Begitu ya, jadi ini hanyalah sebuah kesalahan kecil saja. Kalau begitu,
kuminta dirimu untuk mengambil tindakan menghapus pengumuman ini dan menyatakan
acara dibatalkan secepa”
“Sebenarnya, ini sangat sulit. Karena ini sudah beredar ke khalayak umum,
jadi mengumumkan kalau acaranya dibatalkan akan membuat banyak masalah.”
Kupotong penjelasannya dan alis Beliau tampak mengkerut.
“Kalau begitu, apa saranmu selanjutnya?”
Kupasang senyum yang menjengkelkan.
“Saya berpendapat kalau pilihan terbaik kita adalah tetap menggelarnya sesuai
rencana.”
“Apa kau sudah gila?”
Sebelum seberangku membalas, Yukinoshita yang berada di sebelahku
memotong. Tapi tidak lama kemudian, dia membetulkan posisi duduknya dan menatap
Ibunya, lalu Yukinoshita mulai menjelaskan sesuatu.
“Jadi begini, kami memang diberikan mandat untuk pelaksanaan acara Malam
Perpisahan yang sudah digelar itu. Itu artinya kalau terjadi insiden apapun, maka
kami akan bertanggungjawab akan konsekuensinya.”
Nyonya Yukinoshita tampak setuju dengan penjelasan putrinya, lalu Yukinoshita
menambahkan.
“Acara yang di website ini sebenarnya
ada untuk mendukung pelaksanaan acara Malam Perpisahan kami, tidak lebih
dari itu. Jadi pada dasarnya, kamilah yang harusnya bertanggjawab atas masalah
ini. Karena itulah...”
Yukinoshita tiba-tiba terdiam, seperti ragu akan sesuatunya, lalu
memalingkan pandangannya.
“...Dia tidak ada hubungannya dengan ini.”
Nyonya Yukinoshita tampak mendengarkan serius penjelasannya itu dan
mengangguk.
“Begitu ya...Dan bisakah kau jelaskan kepadaku apa langkah-langkahmu
untuk menyelesaikan ini?”
Beliau tidak lagi terfokus kepadaku, tapi ke Yukinoshita. Tatapan matanya
yang tajam itu tidak tertuju kepada putri tercintanya, tapi ke orang yang
bertanggungjawab akan hal ini.
“Kami akan menggelar pertemuan dengan SMA Kaihin sesegera mungkin dan
mengeluarkan pernyataan maaf sekaligus pembatalan acara. Kalau perlu, kami akan
menggelar konferensi pers agar tidak ada spekulasi lain yang beredar.”
“Well...Kedengarannya bagus. Kurasa tidak ada cara lain lagi yang bisa
kaulakukan.”
“Ya. Secepatnya kita bisa memadamkan api ini, maka semakin baik.”
Nyonya Yukinoshita mengangguk, merasa seperti mendengarkan itu dari orang
yang bertanggungjawab, bukan putrinya. Hiratsuka-sensei juga tampak setuju.
Setelah itu, ekspresi lega mulai tampak di wajah Yukinoshita.
Masalah tampaknya akan segera tertangani dan suasananya mulai terasa
lega. Kuambil peluang ini untuk membuka mulutku.
“Uhh, saya tidak yakin mereka akan menerimanya begitu saja.”
“Huh?”
Mereka semua memasang wajah tidak percaya mendengarkan penjelasanku itu,
tapi aku malah memasang wajah santuy.
Sorry, tidak akan kubiarkan ini berakhir begitu saja.
“Akan sangat tidak masuk akal kalau kita bilang ke mereka kita tidak
bersedia bekerjasama lagi karena kita sudah menggelar Malam Perpisahan
sendiri.”
“Yang harus kita lakukan adalah menjelaskan kepada mereka.”
Penjelasan santaiku tiba-tiba langsung dijawab olehnya, tapi aku dengan
cepat meresponnya.
“Apa kau pikir Tamanawa Dkk akan menerima begitu saja? Kalau kita
beritahu mereka soal kita tidak bisa melakukannya, mereka pasti akan meminta
untuk mencari solusinya bersama-sama.”
“Memang benar, tapi...”
Yukinoshita kehilangan kata-kata. Dia tahu karena pernah melalui Event
Natal Gabungan dengan mereka, dan tahu betul betapa sulitnya mempengaruhi
Tamanawa dan Pengurus OSISnya di SMA Kaihin.
Aku tahu kalau kau punya kekuatan negosiasi yang cukup kuat,
Tamanawa-san. Mohon kali ini pinjamkan namamu untuk memberiku bantuan tekanan.
“Lagipula, informasi ini sudah diterima pihak mereka, dan artinya mereka
sudah melakukan proses perijinan dengan sekolah, termasuk Asosiasi Orangtua
mereka sendiri.” Kataku seperti mengatakan sebuah pengetahuan umum.
Tapi ini sebenarnya bohong. Ini hanyalah omong kosong. Tamanawa
sebenarnya tidak melakukan apapun. Aku bahkan tidak yakin dia bisa berpikir
sejauh itu. Tidak, aku tahu kalau dia belum melakukan sesuatu. Tapi, aku tetap
memasang senyum yang penuh dengan keyakinan.
“Kalau kita menolaknya, bukankah akan menjadi masalah jika kita
berselisih dengan mereka?”
Berdasarkan yang terjadi selama ini, Nyonya Yukinoshita cenderung
berusaha menghindari adanya masalah dengan dukungan politik. Dulu, Hayama
Hayato pernah bercerita kalau SMA Sobu ini ada hubungan erat dengan beberapa
Pejabat Pemerintah. Jadi, mereka ada kecenderungan untuk menghindari masalah
dengan sekolah lain. Kalau aku membuat acara dimana pihak yang terlibat bukan
dari sekolah kita saja, maka mereka tidak akan bisa menggagalkan acara itu
begitu saja.
Nyonya Yukinoshita menggunakan kipas untuk menutup mulutnya, dan terdiam
sejenak. Sementara itu, kedua matanya terus menatapku. Tiba-tiba, dia melipat
kipasnya dan menepuk-nepuk bahunya, dan berbicara.
“Sayangnya, tetap tidak bisa...Kalau argumennya sekolah lain sudah
menyetujui ini, tapi tetap harus ada persetujuan dari sekolah ini. Apa kau lupa
kenapa acara Malam Perpisahan pada awalnya ditolak?”
Kata-katanya seakan-akan bisa melihat semua kebohonganku. Sepertinya
Beliau sudah melihat masalah dasar dalam rencanaku ini dan berniat tidak
memberiku jalan menuju gawang untuk mencetak gol. Beliau memang orang yang
tidak seharusnya kau tantang untuk bernegosiasi atau berdebat.
“Kau nyaris saja, tapi itu belum cukup.”
Dia menyatakan begitu, seperti hendak membuat gerakan Finisher, dan aku
hanya bisa membalasnya dengan senyum yang kecut. Yukinoshita lalu berbisik
kepadaku.
Kau harusnya tahu kalau itu saja tidaklah cukup untuk meyakinkan Ibuku.
Aku tahu...
Kujawab dengan nada pelan. Jujur saja, aku tidak mengharapkan adanya
debat selevel ini cukup untuk meyakinkannya. Aku sudah tahu kalau Beliau sangat
ahli dalam ini. Tapi itu sudah kukalkulasikan.
“Saya yakin kalau kita bisa melakukannya tanpa menimbulkan kekhawatiran
bagi orangtua siswa.”
Kukatakan dengan lantang. Aku bisa merasakan kalau seluruh perhatian
orang di ruangan ini sedang ke arahku karena sikapku yang keras kepala. Kujawab
tatapan mereka itu dengan senyuman.
“Kalau kita bisa menunjukkan bahwa para siswa sudah berusaha tapi gagal,
maka para siswa tidak akan ada yang menginginkan lagi. Dengan begitu, tidak
akan ada yang mengusulkan untuk mengadakan Malam Perpisahan lagi. Bukankah itu
yang diinginkan oleh Asosiasi Orangtua Siswa, benar tidak? Serahkan pada saya,
bisa saya jamin kalau ini akan gagal dengan sukses.”
Semua orang disini terdiam mendengarkan omong kosongku.
“Memangnya ada yang bagus dengan membuat eventnya gagal dengan
sukses...?”
“Hikigaya...”
Yukinoshita menaruh tangannya di dahi seperti sedang sakit kepala. Sedang
Hiratsuka-sensei hanya mengembuskan napas beratnya. Haruno-san sendiri sedari
tadi berusaha menahan tawanya.
“Aku pernah berpikir kalau kau adalah anak yang lebih pintar dari ini.” Kata Nyonya
Yukinoshita seperti tidak percaya.
Kedua matanya mengindikasikan rasa kekecewaannya.
“Syarat dan kondisimu itu tidak layak untuk dipertimbangkan. Yang kau
ajukan itu hanyalah sebuah resiko tanpa adanya timbal balik yang bagus.”
“Memang, tapi sebenarnya sejak awal saya tidak berniat untuk bernegosiasi
dengan Asosiasi Orangtua Siswa. Saya hanya ingin menyatakan kalau saya berniat
untuk meneruskan rencana ini.” Kuutarakan itu dengan senyum yang ironi.
Beliau-pun nampak kurang senang.
“Begitu ya, tidak peduli seperti apa pendapatku, kau berencana untuk tetap
melakukannya.”
Nadanya yang dingin dan tatapan yang mengintimidasi itu sudah membuat
bulu kudukku berdiri, tapi aku masih bisa mengangguk. Ini adalah sikap yang
ingin kuutarakan. Ini sebenarnya bukanlah negosiasi, tapi sebuah penjelasan
akan situasi saat ini dan deklarasi niatku untuk mengesampingkan kuasanya.
Jadi, keduabelah pihak sudah tahu kalau ini adalah hal yang sia-sia.
Kartu yang kupunya kini sudah habis. Kartu-kartu andalanku yang bisa
memberikan efek ke Nyonya Yukinoshita sudah kugunakan semua. Karena itulah, aku
sudah kehabisan cara untuk mengimbangi pembicaraan ini dengannya. Tapi, kalau
aku kehabisan kartu, maka yang kuperlukan adalah mendapatkan kartu lagi. Itulah
kecurangan yang aku lakukan saat ini.
Dalam negosiasi tempo hari, diriku, Hikigaya Hachiman, hanyalah sekedar tukang
tipu biasa di depan Beliau. Besar kemungkinan Beliau hanya melihatku sebagai
hiburan di sela pembicaraan, debat, dan permainan. Berdasar anggapan itulah,
kuputuskan untuk bertaruh.
Jika saja, aku bisa membuatnya beranggapan kalau aku ini tidak bisa
disepelekan begitu saja, maka Beliau setidaknya memikirkan ulang keinginan
Hikigaya Hachiman untuk meneruskan acara gabungan ini meski punya peluang
sukses yang kecil.
“Hanya saja, aku tidak mengerti kenapa kau mau melakukan ini.”
Nyonya Yukinoshita menaruh kipas di depan mulutnya dan menggaruk-garuk
dahinya. Meski sebenarnya ini diluar topik, harus kuakui kalau sikapnya ini
cukup anggun. Baik Ibu dan Putrinya memiliki gestur yang mirip, cara bicara,
dan detail-detail kecil lainnya. Sementara aku terpana oleh itu, ada yang
menyenggolku. Ketika kulihat, Yukinoshita dengan alisnya yang mengkerut hendak
menanyakan sesuatu kepadaku.
“Apa yang sedang kau rencanakan...?”
“Apa maksudmu?”
Ketika aku pura-pura bodoh, Yukinoshita menatapku dengan serius. Ketika
aku berusaha kabur dari tatapannya yang tajam itu, malah mendapati Ibunya
sedang memasang senyum yang kecut di wajah cantiknya itu. Beliau terlihat
seperti anak kecil yang polos dan barusaja memecahkan misterinya.
“Jadi kuasumsikan kalau kau merencanakan ini semua, benar?”
“Tentu saja tidak. Ini adalah sebuah error, ketidaksengajaan.”
Kataku sambil menaikkan bahuku.
“Apa kau yakin yang kau maksud tadi itu sengaja?” tanya Haruno-san
sambil tertawa.
Ketika dia mengatakan itu, sepertinya semua orang setuju dengan
pendapatnya.
Kalau begini, pura-pura bodoh akan membuatku kalah. Sedari tadi yang
kulakukan adalah mengajaknya masuk dalam arena negosiasi. Dengan kata lain, ini
adalah momen terpentingnya.
“Mengesampingkan sebentar masalah sengaja atau tidak, saya yakin sekolah
kita bisa memanfaatkan keikutsertaannya dalam acara gabungan ini. Ada beberapa
orang yang masih merasa kurang puas dengan acara Malam Perpisahan kita tempo
hari...Benar tidak?”
Akupun memasang senyum sarkas dan menatap ke Yukinoshita Haruno. Dia
hanya mengedip-ngedipkan matanya melihat responku yang seperti itu. Namun,
dengan cepat dia memasang sebuah senyuman. Hanya itu yang dia lakukan.
Karena Haruno-san dan diriku saling bertatapan satu sama lain, membuat
Nyonya Yukinoshita menatap ke Haruno-san dan bertanya.
“Apa kau merasa kurang puas dengan acara kemarin?”
“Tidak juga?” Haruno-san menjawabnya dengan ekspresi tanpa rasa bersalah
dan menaikkan bahunya. “Sebenarnya tidak terlalu spesifik sih.
Yukino-chan juga sepertinya merasa puas, sebagaimana Ibu juga merasa puas
dengan itu. Kalau sudah begitu, aku merasa tidak perlu berkomentar banyak,
benar tidak?”
Ibunya hanya tertegun keheranan dengan pertanyaan putrinya itu, dan
Yukinoshita hanya bisa mengembuskan napasnya. Beliau tetap tersenyum tanpa
membalas pernyataan Haruno-san. Tapi sikap diam itu sendiri sudah merupakan
jawaban. Yukinoshita sendiri tampaknya menyadari itu namun tampak tidak
terkejut. Dia sepertinya sudah tahu jawaban Ibunya tanpa perlu mendengarkan
pernyataan langsung dari Beliau.
Kesunyian yang tiba-tiba ini, membuat kata-kataku bertambah jelas.
“Saya sendiri juga merasa kurang puas.”
Semua orang kini menatapku. Kedua mata Nyonya Yukinoshita mulai menatapku
tajam, Haruno-san berusaha menahan tawanya, dan Hiratsuka-sensei mengangguk.
Hanya Yukinoshita yang sedang menatap ke arah lantai. Ibunya menatapnya sejenak
sebelum menatapku balik.
“Boleh kutahu mengapa?”
“Maksud saya, kalau dilihat lagi, rencana saya jelas yang paling bagus.
Dan saya merasa wajar kalau merasa begitu, coba kita semua bayangkan bagaimana
jika rencana saya yang terlaksana tempo hari, benar tidak?” kukatakan dengan
blak-blakan.
Hanya ada embusan napas di ruangan ini, karena sebuah kesunyian yang menusuk
hati telah tercipta disini. Ini semacam merasakan malaikat lewat di depanku.
Mungkin lebih tepat kalau dibilang banyak sekali malaikat sedang lewat di rumah
sakit Dokter Zaizen.
Aku menerima sebuah protes sunyi dari Hiratsuka-sensei dimana pinggang
kiriku merasakan cubitan yang sangat menyakitkan hingga tembus di pinggang
kanan. Kuabaikan rasa sakitnya dan melihat bahu Haruno-san sedang bergetar.
Satu-satunya orang yang memasang ekspresi serius disini hanyalah Nyonya
Yukinoshita.
“Dengan kata lain...Kau melakukan ini untuk memenuhi egomu?”
“Kasarnya mungkin seperti itu,” kataku dengan senyum kecut.
Masih merasa belum yakin, Beliau memiringkan kepalanya. Kedua matanya
mungkin sedang membaca maksudku.
“Tapi rencana ini sepertinya tidak memungkinkan untuk terlaksana. Kuharap
kau bisa memahami situasinya saat ini...”
Suaranya terdengar agak bingung. Mungkin wajar baginya. Tapi bagi
dirikuatau dirinyaini sudah jelas.
“Meski pada akhirnya tidak berjalan dengan baik, setidaknya saya ingin jawaban
yang jelas. Kalau kita tidak bisa mengambil keputusan soal ini, saya akan
selamanya dihantui hal ini,” kataku dengan senyum yang serius.
Haruno-san lalu tertawa.
“Kau ini benar-benar idiot. Kita punya orang idiot disini...Apa kau akan
mengadakan Malam Perpisahan hanya dengan alasan itu? Apakah kau benar-benar
idiot?”
Ini memang terbaca dengan jelas, dan aku sendiri sadar kalau itu tadi
terdengar idiot. Bahkan diriku sendiri tertawa.
“Seperti yang kalian semua lihat, memang ini terdengar sangat egois, jadi
saya memang tidak berharap semua orang memahami ini atau bersimpati.”
Sayangnya, ini hanyalah satu-satunya jawaban yang bisa kuberikan kepada
Yukinoshita Haruno.
Dia lalu mulai terdiam, dan menaruh jarinya di mulut. Tatapannya itu
terlihat tidak natural dan tidak terasa ada kehangatan di dalamnya. Aku merasakan dejavu dan sekujur
tubuhku seperti terbungkus es. Aku harus secepat mungkin menghilangkan kebekuan
ini dan membuka mulutku.
“Sayangnya, tidak ada embel-embel OSIS tiap SMA disini, jadi ini bisa
dikatakan sebagai kegiatan sosial kemasyara”
“Tidak semudah itu.” Haruno-san memotong.
Dia kemudian mengetuk pelan meja di depannya, dan melanjutkan.
“Apa kau sadar kalau kamilah yang sejak awal menolak proposal acaramu ini
dan meredam kasak-kusuk diantara para orangtua siswa, ingat tidak? Kalau
rencana ini tetap berjalan, kami jelas-jelas akan menerima komplain dari
mereka.”
Nyonya Yukinoshita tampak setuju dengan pernyataannya.
Jujur saja, Malam Perpisahan Gabungan memang sangat beresiko. Nyonya Yukinoshita hadir sebagai perwakilan
orangtua yang menolak itu. Dan faktanya, dia tidak hanya hadir sebagai wakil
asosiasi, tapi sebagai mediator kami dengan asosiasi. Kalau kita terus
menjalankan acara ini tanpa mengindahkan pendapat dari Keluarga Yukinoshita,
sama saja dengan menyeret nama mereka masuk ke kubangan lumpur.
Haruno-san melanjutkan kritiknya.
“Ini sudah menjadi masalah kami. Bahkan ketika Yukino-chan mendapatkan
mandat untuk melakukannya, benar tidak? Ibu juga menyatakan menyetujui acara
itu.”
Dia menatap ke arah Yukinoshita, lalu menatapku kembali dengan tatapan
gelapnya.
“Hikigaya-kun, apa kau mau menyangkal fakta-fakta itu? Apakah kau paham
akibatnya bila mencampuri urusan kami?”
“Itu”
Yukinoshita membuka mulutnya dan menjawab itu, padahal aku cukup yakin
dia akan menjawab kalau diriku harusnya tidak ada hubungannya dengan itu. Tapi
aku sendiri tidak ada niatan untuk membiarkan dia menjawab terus. Akupun
memotongnya dan memberikan anggukan beberapa kali.
“Aku paham.”
Aku paham kalau kata-kataku tadi cukup absurd. Aku sudah tahu sejak lama.
Dan aku sering diminta bantuan soal ini di masa lalu. Aku paham betul apa
implikasinya.
Itulah mengapa setiap kali aku ditanya, aku akan mencoba lari dari
jawabannya, atau melangkah keluar dan menipu diriku sendiri. Tapi Haruno-san
bukanlah tipe orang yang menerima jawaban ambigu, dan dia akan terus memburu
itu.
Karena situasinya sudah sampai di titik ini, Yukinoshita Haruno yang
kukenal pasti akan menanyakan itu lagi, pertanyaan yang memang sudah kutunggu
selama ini.
Aku tidak percaya kalau aku akan mengatakan ini di depan semua orang. Aku
seakan-akan ingin memotong kepalaku dan membelah dadaku karena diliputi rasa
malu. Tapi, hanya kartu ini yang bisa kusiapkan saat ini.
“Kalau memang ada tanggungjawab yang diembankan kepada saya, maka saya
akan menerimanya.”
Kukatakan itu dengan nada yang bercampur ragu, dan kusesali dengan
menggerutu tanpa henti. Aku tidak bisa menahan diriku yang dilihat banyak
orang, jadi aku hanya bisa menatap ke bawah. Dan, kudengar sebuah tawa.
“Oh...Kau ternyata memang benar-benar idiot.”
Suaranya terdengar hangat dan membuat kepalaku bisa berdiri tegak
kembali. Meski kedua matanya tampak sedih, mulutnya tampak tersenyum.
“Kau harusnya mengatakan hal-hal semacam itu dengan lebih berani dan
percaya diri.”
Nyonya Yukinoshita membuka kipasnya dan menyembunyikan mulutnya dibalik
itu. Tapi aku bisa merasakan kalau dia tersenyum dibalik itu. Tapi itu tidak
berarti ada sebuah kehangatan disana, tapi bisa berarti dia masih punya rasa
ingin tahu dan penasaran dengan diriku. Mirip mata seekor kucing rumahan yang
sedang menatap mainannya.
Kubetulkan posisi dudukku untuk melarikan diri dari tatapannya dan
Hiratsuka-sensei berpendapat.
“Kalau ini dikategorikan kegiatan siswa ke masyarakat luas, maka sekolah
tidak bisa mencampuri ini terlalu dalam. Tentunya, kami tetap akan memberikan
saran-saran, namun tidak akan memberikan supervisi langsung.”
“Ya, itu wajar menurutku.”
Nyonya Yukinoshita mengangguk. Lalu, dia menatapku.
“Memang, meski ini hanya dikategorikan kegiatan kemasyarakatan yang
dilakukan oleh siswa, sepertinya aku kurang menyetujui kegiatan yang
kemungkinan besar akan gagal...Apa kau percaya bisa menggelarnya dengan
sukses?”
“Saya tidak akan tahu kecuali saya diberikan kesempatan untuk
melakukannya.” Akupun menaikkan bahuku, tapi sepertinya tatapannya tidak mau
melepaskan diriku hingga mendapatkan jawaban yang jelas.
Aku jauh lebih tahu kalau merealisasikan acara itu sangatlah sulit. Seperti
tidak tahu bagaimana lari dari situasi ini, aku mendengar suara embusan napas
yang berat di sebelahku.
“Kau tidak perlu repot-repot memikirkan itu. Dana kami sudah hampir
habis, dan selama ini tidak dikategorikan sebagai event OSIS, kita tidak akan bisa
menggelarnya. Waktu yang tersisa sangatlah pendek, dan karena event ini
skalanya lebih besar, masalah menemukan lokasi eventnya juga adalah sesuatu
yang sulit kita lakukan. Ini mustahil.”
Kesimpulan situasi kita saat ini sudah disuarakan oleh Yukinoshita.
Sikapnya tampak menyerah dengan situasi ini. Ibunya juga tampak mengangguk dan
kembali menatapku dengan sebuah pertanyaan provokatif.
“Nah, sudah jelas?”
“Memang, mustahil bagi saya.”
Kujawab dengan jujur, dan Beliau juga tampak mengangguk. Reaksi Beliau
memang menurunkan semangatku, tapi itu memang sudah semestinya. Ketika aku
duduk tanpa bisa mengatakan sesuatu lagi, Beliau menikmati pemandanganku ini
setiap detiknya. Seperti sedang bertanya kepadaku tentang langkah selanjutnya.
Membalas senyum yang menunggu jawaban itu, kubalas dengan senyuman yang
santai.
“Tapi saya merasa beruntung, karena saya kenal orang yang berpengalaman
untuk menggelar acara Malam Perpisahan. Orang itu adalah Putri Nyonya.”
“Apahuh? Tunggu...”
Kata-kata keterkejutan itu muncul dari mulut Yukinoshita dan dia sekarang
sedang memegangi lenganku. Kupegang tangannya, dan kupusatkan pandanganku ke
depan.
“Atau Nyonya meragukan kemampuan putri anda sendiri? Apakah Nyonya merasa
kurang puas dengan acara Malam Perpisahan yang digelar beberapa hari yang
lalu?” tanyaku dengan nada sopan yang bercampur lancang.
Nyonya Yukinoshita tersenyum kecut.
“Kau sepertinya tidak akan goyah dari keputusanmu, apapun jawaban yang
keluar dariku.”
Betul sekali. Kalau dia tidak ragu, maka secara tidak langsung Beliau
mengijinkan untuk terus lanjut. Kalau ragu, maka Beliau harus menjelaskan apa
yang kurang puas pada acara itu.
Keputusanku tidak akan pernah berubah. Aku tidak ada niatan untuk
bernegosiasi dengan Nyonya Yukinoshita ataupun dengan Yukinoshita Haruno, dan
jika terjadi maka akan berakhir dengan situasi ini.
Seperti sudah tahu akan hal itu, Nyonya Yukinoshita menutup kipasnya dan
tersenyum.
“Terimakasih atas penjelasannya. Kalau ini hanyalah sebuah kegiatan siswa
kepada masyarakat sekitar dan tidak melibatkan dana OSIS, sebagai perwakilan
asosiasi orangtua siswa, maka kami tidak akan menghalangi.”
Haruno-san tertawa dan menambahkan sesuatu.
“Benar, sebagai perwakilan, sikap kami seperti itu, tapi bagaimana sikap
Ibu sebagai Ibu dari Yukino-chan?”
“Soal itu...?”
Dia menaruh jarinya di pipi dan mengembuskan napas beratnya.
“Yukino, kalau kau memang ingin bekerja seperti Ayahmu, maka kau harus
belajar di lingkungan yang tepat, kau perlu terlibat di lingkungan yang akan
memberimu pengalaman langsung. Memang pengalaman itu bagus, tapi kau juga tidak
harus terlibat di sesuatu yang dipastikan gagal.”
Seperti dinasehati dengan nada yang dingin, bahu Yukinoshita tampak mulai
tenggelam. Karena kata-katanya memang masuk akal, dan tidak ada hal yang bisa
diperdebatkan.
“Sebagai Ibumu, aku tidak menyetujui kau terlibat disini.”
Dia menutup percakapan itu dengan sebuah kalimat kesimpulan. Seperti
tidak bisa menolak, Yukinoshita hanya bisa menutup kedua matanya. Untuk memberikan
finisher karena situasinya yang sedang rapuh, Beliau menambahkan lagi.
“Karena itulah, Yukino, putuskanlah...Bukankah sekarang kaulah yang
hendak diberi mandat?”
Pertanyaannya itu terdengar agak kasar dan penuh dengan kritik. Ketika Yukinoshita
menegakkan pandangannya ke depan, dia bertemu dengan tatapan menantang dari
Ibunya. Dia seperti kehilangan arah dan suaranya tersangkut di tenggorokan.
Tapi, tidak lama kemudian, dia sedikit menggelengkan kepalanya dan meneguhkan
keputusannya.
Satu kartu yang perlu kupersiapkan hanyalah satu kartu final ini. Target
negosiasiku sejak awal hanyalah satu orang saja.
Orang itu adalah Yukinoshita Yukino.
“Yukinoshita...” kupanggil namanya, dan dia menoleh.
Kukumpulkan semua kata-kata yang perlu kukatakan. Tapi tidak ada kata-kata
yang benar disana. Semua kata-kata tersebut salah. Karena itulah, kupilih yang
terburuk dari itu semua.
“Jujur saja, aku sendiri tidak yakin rencana ini bisa berjalan lancar.
Kita kekurangan segala hal, seperti waktu dan uang, dan hanya masalah demi
masalah yang akan muncul ke depannya. Kesimpulannya, akan banyak masalah yang
harus dihadapi. Aku tidak bisa menjamin kalau tidak akan ada masalah besar yang
muncul. Jadi kukatakan sekali lagi, acara ini terjadi karena alasan personalku.
Kau tidak perlu membantuku jika kau tidak mau. Karena kupikir ini adalah
rencana yang sangat sulit, jadi kau tidak perlu memaksakan dirimu.”
Kata-kata jujurku itu membuat beberapa orang disini berusaha menahan
tawanya. Sial, bahkan aku sendiri hampir tertawa dengan kata-kataku tadi.
Tapi, inilah seharusnya yang terjadi antara Hikigaya Hachiman dan
Yukinoshita Yukino.
Seperti bingung harus membalas apa, kedua alisnya membentuk sebuah
penolakan. Wajah Yukinoshita tampak kebingungan dan hanya bisa menatap ke
bawah.
“Provokasimu tadi murahan sekali...”
Suaranya sangat pelan sehingga terdengar seperti sebuah keluhan atau
sindiran. Aku sendiri tidak masalah dengan itu, karena yang mendengar suaranya
tadi hanyalah diriku.
“Yeah, maaf ya, tolong rencanaku ini. Aku tahu rencana ini terdengar
mustahil, tapi tolong bantu aku.”
Kunaikkan bahuku secara perlahan, dan mengembuskan napas beratku. Setelah
menarik napas dalam-dalam, Yukinoshita menegakkan pandangannya ke depan.
“Ya sudah, akan kubantu. Lagipula, aku tidak suka dengan kekalahan.”
Dia mengatakan itu dengan tegas, diselingi senyuman, dan berusaha menyeka
sesuatu di ujung kedua matanya. Senyuman kecilnya itu yang biasa kutemui ketika
situasinya menjadi mustahil adalah sesuatu yang lama tidak kulihat. Setelah
itu, dia menatap Ibu dan Kakaknya.
“Aku akan bertanggungjawab atas digelarnya acara ini.”
“Begitu ya...”
Resolusinya sudah bertemu dengan senyuman dan anggukan dari Nyonya
Yukinoshita. Kemudian, Beliau menutup kedua matanya. Setelah itu, ekspresinya
berubah serius. Tatapannya yang dingin kini ditambahi dengan sebuah tekanan
yang kuat. Awalnya aku terkejut dengan itu, namun Yukinoshita dan Haruno-san
tidak.
“Yukino...Aku sudah mengatakan apa yang perlu kukatakan sebagai Ibumu.
Tapi kalau kau tetap ingin ambil bagian dalam rencana ini, maka kau harus
pastikan itu digelar sampai selesai.”
“Akan kupastikan itu.”
Yukinoshita mengibaskan rambutnya ke belakang disertai sebuah senyuman
penuh keyakinan. Melihatnya yang seperti ini mengingatkanku dengan sisi lain dari
Haruno-san yang menakutkanku.
Acara ini memang berpotensi untuk gagal.
Namun, menurut Hatano/ Sagami/ Zaimokuza...Hachiman juga tidak peduli kalau acaranya berantakan.
Jadi, jika Yukino sukses menggelarnya, maka Ibu dan Kakaknya mau tidak mau harus mengakui kemampuan Yukino. Dan ini secara tidak langsung menjawab keraguan Haruno di chapter 5 volume ini. Tapi jika gagal, maka Yukino bisa langsung dianggap tidak memiliki kemampuan manajemen yang diperlukan.
Tapi, sukses atau gagal menurut Hachiman tidaklah penting. Why? Karena Hachiman berkeyakinan kalau mengikuti jejak karir Ayahnya, hanyalah pelarian dari Yukino.
Bermula dari ending vol.11 dimana Hachiman tidak bisa menyampaikan secara jelas dan gamblang perasaannya, serta itu adalah momen dimana Yukino tahu orang yang disukai Yui di request kue coklat vol.1 adalah Hachiman.
Berpikir kalau kedekatannya dengan Hachiman selama ini karena sebatas pekerjaan Klub Relawan, bukan karena Hachiman memang menyukainya. Dan ditambah lagi, sahabatnya menyukai Hachiman. Akhirnya Yukino memutuskan untuk menyerah dengan perasaannya ini dan menjadikan karir Ayahnya itu sebagai pelarian.
Jadi, hal terpenting yang perlu Hachiman lakukan adalah menjelaskan perasaannya selama ini kepada Yukino. Bahwa selama ini dia hanya mencari-cari alasan dan menjadikan pekerjaan Klub sebagai kambing hitamnya.
Kau tidak akan pernah mengerti apa yang kau miliki hingga kau kehilangan.
Jadi, sekarang Klub sudah tidak ada. Hachiman sudah tidak punya alasan yang terdengar logis untuk dekat dengan Yukino lagi, apalagi bertemu dengannya. Melibatkan Yukino dalam persiapan acara gabungan akan membuat Hachiman memiliki momen untuk menyampaikan perasaannya.
Apakah pada akhirnya acara itu bisa berlangsung atau tidak, bahkan bisa digelar sampai selesai...Sudah menjadi urusan lain. Bagus sekali bila sukses.
Bila gagal sekalipun, setidaknya Hachiman sudah berhasil menyampaikan perasaannya.
Karena itulah...Malam Perpisahan Gabungan ini Hachiman sebut sebagai sebuah alasan personal.
Sial...Saya masih ingin melihat IrohasuxHachiman di masa mendatang...
Jadi dia belum jadian? Mereka udh tau perasaan masih masing gk? Jawab dong, aing males maca🙈
BalasHapusE buset
HapusBaca dong, aing males jawab ��
Hapusbuset males baca ngapain kesini wkwkw
HapusIni seperti pertemuan dengan calon mertua saja. Dan kupikir, Hachiman telah berhasil menunjukkan bahwa dia layak mendampingi Yukino. Menarik sekali, ya.
BalasHapusSetuju, komitmen kali tuh 8man
HapusAnjay hachiman kok bucin gini😂
BalasHapusNjay simp
BalasHapusY
BalasHapusKeluarga Yukinoshita di goblok-gobloki ama hachiman
Kehormatan nya berasa hilang gitu aja di tipu kasta bawah :v , tapi emang itu yang terjadi
HapusKasian kalah sama orang nolep ye gak?:V
HapusChapter 7 ini yang paling ditunggu adaptasi animenya. Dari percakapan hachiman dengan ibu mertuanya, dan tentu momen ketika hachiman nembak yukino....ahhh... can't wait xD
BalasHapusBaru sadar. Setelah baca ulang, Hachiman manggil ibu Yui Gahama-Mom tapi manggil Ibu Yukinoshita dengan sebutan Nyonya. Apa maksud dr semua ini?
BalasHapusSama min saya masi pengen liat irohasuxhachiman :(
BalasHapusBesok jumat woi adegannya
BalasHapusIbu yukino sebenarnya udah tau semua trik yang haciman mau pakai, dan kayak udah tau juga kenapa sih ini anak rewel banget. Tapi yang bikin aku sebagai pembaca rada kaget gimana beliau memberi haciman kesempatan buat ngelakuin hampir semua hal. Tapi itu juga mungkin juga karena sebegitu hebatnya rencana kaciman jadi ibu yokino jadi pingin tau lebih jauh lagi maksud dari rewelnya haciman.
BalasHapusKalo soal haruno setelah pembicaraan 4 matanya dengan haciman wajar kalo dia lebih suportif ke haciman dalam chapter ini. Tapi kalo liat ibu yukino rasanya kayak hampir ngga percaya beliau membiarkan haciman jalan dengan rencananya, apa mungkin beliau sudah mulai percaya akan diri haciman yang luar biasa keraskepal ? Jadi penasaran sama cerita versi yukinonya apa ada chapter yang membahas haciman dimata keluarga yukino ?
Terimaksih banyak bang aoi dan bang dan untuk transletenya, di tunggu translete berikutnya !
Numpang promo ya Admin^^
BalasHapusayo segera bergabung dengan kami di ionqq^^com
dengan minimal deposit hanya 20.000 rupiah :)
Kami Juga Menerima Deposit Via Pulsa & E-Money
- Telkomsel
- GOPAY
- Link AJA
- OVO
- DANA
segera DAFTAR di WWW.IONPK.ME (k)
add Whatshapp : +85515373217 x-)