Sabtu setelah pesta di karaoke, sebuah hari dimana diriku
harusnya bersantai-santai saja di rumah. Sayangnya, itu tidak akan terjadi.
Seperti yang dijanjikan, ditemani kegugupan yang
melandaku di sepanjang perjalanan, akhirnya sampailah diriku di rumah Yuigahama.
Ini adalah kedatangan keduaku. Yang pertama, bersama Yukinoshita, dan hanya
terbatas di kamar Yuigahama saja. Tapi kali ini, aku berada di ruang keluarga
sendirian. Aku seperti merasa berada di tempat yang asing.
Dekorasi ruangannya sangat berbeda dengan rumahku; ada
cucian yang sudah terlipat rapi, ada tanaman hias dengan nama yang tidak aku
kenal, kotak tissue dengan desain bunga-bunga, hiasan bunga yang ditaruh di
gelas besar, tanaman-tanaman di balkon, dan aroma pewangi ruangan dengan bau
pepohonan.
Tentunya, butuh keberanian yang besar bagi orang asing
untuk masuk ke ruang keluarga yang biasa dipakai untuk berkumpul para anggota
keluarga. Bukannya aku mau bilang kalau masuk ke kamar Yuigahama membutuhkan
keberanian yang tidak seberapa; malahan sebaliknya, itu benar-benar membutuhkan
keberanian yang sangat besar. Maksudku, super besar.
Tapi kau juga memiliki alasan untuk tetap bertahan di
ruang ini, dan itu adalah...Tidak adanya kehadiran anggota keluarga yang lain.
Tunggu dulu. Bukankah aku sudah diberitahu kalau GahaMom akan ada disini hari
ini...?
Setelah masuk ke ruang keluarga, aku hanya terdiam sambil
melirik ke seluruh penjuru ruangan. Kulihat kesana-kemari, hanya ada kesunyian,
Yuigahama, dan diriku di ruangan ini. Aku bahkan dengan mudahnya bisa mendengar
suara Yuigahama yang sedang melakukan sesuatu dengan peralatan pecah-belah di
dapur.
Yuigahama sendiri memakai pakaian yang casual, dimana
terlihat jauh lebih santai daripada biasanya, memakai Parker Sweater model
A-line dan sandal rumah dengan motif bulu tebal. Model pakaiannya yang cukup
longgar itu memang tipe pakaian yang kauharapkan dari anak muda di hari
liburnya.
Sedangkan aku, hanya memakai kemeja oxford berwarna navy
dan celana katun. Itu adalah pakaian yang telah dipilih oleh Komachi sejak dulu
agar pakaianku tidak memalukan ketika keluar rumah, atau lebih tepatnya, agar
tidak memalukan ketika pergi jalan-jalan dengannya. Ditambah jaket, maka
tampilanku akan terkesan kasual.
Aku sebenarnya tidak benar-benar berniat untuk menyiapkan
pakaian di kegiatan hari ini, namun ada kemungkinan akan bertemu GahaDad, jadi aku tidak ingin terlihat sebagai orang
yang tanggung. Dengan kata lain, pakaianku mencerminkan perasaan gugupku.
Sebaliknya, Yuigahama terlihat ceria.
“Aku akan membuatkan teh untukmu, silakan duduk.”
“O-Oke...”
Meja makan memiliki empat kursi, dan aku duduk di kursi
terdekat dengan pintu. Di atas meja terdapat tumpukan buku resep.
Alasan kunjunganku hari ini adalah untuk membuat semacam
kue, dan kalau memungkinkan, akan diberi panduan oleh GahaMom. Tapi dia tidak
terlihat hari ini. Aku juga menyiapkan diriku kalau ternyata ada GahaDad
disini, tentu saja karena ini hari Sabtu, dan dia juga tidak ada di ruangan
ini.
...Tahulah?
Hanya ada kita berdua di rumah ini, betul tidak?
Tunggu dulu, kalau tidak salah disini ada satu lagi
anggota keluarga, atau lebih tepatnya, peliharaan keluarga ini. Sambil mencari
pet tersebut, Yuigahama datang membawa teh dan kue di atas nampan. Dia lalu
duduk di kursi sebelahku dan memberiku secangkir teh.
“Terima kasih...Ngomong-ngomong, dimana Sable?”
“Sedang jalan-jalan dengan Ibuku. Harusnya mereka kembali
dalam beberapa menit lagi.”
“Begitu ya...”
Yuigahama kemudian menopang dagunya dengan tangan, dan
tangan lainnya membuka buku resep dan mengambil kue.
Kurasa inilah yang disebut merasa di rumah sendiri.
Dan memang pada dasarnya ini adalah rumahnya, jadi ini wajar sekali.
Ngomong-ngomong soal kedua orangtuanya, misteri keberadaan mereka mulai
menghantui kepalaku, terutama Ayahnya.
“Oke, jadi aku ada sebuah pertanyaan...”
“Ada apa?” Yuigahama memiringkan kepalanya ke arahku
sambil terus menatap ke buku resep dan mengunyah kue kedua yang diambil
olehnya.
“Ayahmu kemana hari ini?”
“Kenapa topiknya malah itu? Menjijikkan sekali.”
Yuigahama merasa kaget dengan yang kukatakan tadi, tapi
aku sendiri berpikir kalau itu wajar. Aku sendiri tidak keberatan bertemu
GahaMommalahan aku sendiri tidak sabar untuk bertemu dengannyatapi berbeda
dengan GahaDad. Aku sendiri bingung harus bersikap apa. Kalau aku jadi dia, aku
akan menghabisi orang seperti diriku ini. Tidak peduli hubungan pria ini dengan
putrinya seperti apa; aku akan menghabisinya tanpa ragu.
“Palingan sedang di tempat kerja? Entahlah.” dia
mengatakan itu dengan santainya, tanpa mempedulikan kecemasanku sedari tadi.
Untunglah, karena aku sendiri juga tidak tahu bagaimana
menyapanya...Kutepuk-tepuk dadaku dan mulai bernapas lega.
Yuigahama mulai mendorong kursinya mendekat ke arahku.
Akupun menarik kursiku menjauh untuk menciptakan jarak diantara kita. Lalu dia
menunjukkan buku resep tersebut dan memberi tanda agar kami melihatnya
bersama-sama.
“Jadi, aku sempat berpikir soal ini, tapi pastinya yang
kita buat nanti bukanlah sesuatu yang rumit kan?”
“Kurasa itu terlalu tinggi, buat saja sesuatu yang kita
pasti bisa.”
Akupun mulai menopang daguku dengan tangan, dan
membolak-balik buku resep dengan tanganku yang lain. Foto-foto kue yang cantik
terlihat setiap kali kami membuka halaman yang baru, tentunya diiringi perasaan
bimbang tentang apa yang akan kami buat. Di buku ini ada muffin, macaron, tarte
tatins, caneles, dan biskuit florentine...Mereka semua tampak cantik dan enak.
Komachi pasti dijamin suka dengan salah satu kue ini.
Masalahnya adalah apakah kita bisa membuatnya.
Aduh, mustahil...Bagaimana caranya memisahkan putih telur
dan kuning telur? Lalu apa yang harus kau lakukan dengan putih telurnya? Pasti
dipakai untuk mengoles kue? Benar tidak?
Sambil melihat buku resep yang sama, Yuigahama
menggerutu.
“Bisakah...Aku...Membuat...Kue...Mungkin saja?”
Sebuah pernyataan yang kurang meyakinkan...Dia hanya bisa
mengatakan itu sambil memiringkan kepalanya. Setelah itu, dia melihat ke
arahku.
“Begitu ya...Kalau kau saja bisa, kupikir aku harusnya
bisa.”
Kubalas tatapannya dengan gestur yang mendukung
pernyataanku barusan.
“Apa maksudmu?”
Yuigahama kemudian memukul bahuku.
“Ow...” kataku.
Sebenarnya tidak begitu sakit, tapi aku mulai
menggosok-gosok bahuku.
Tiba-tiba, ada yang mengintip dari atas bahuku. Dia
adalah Ibu dari Yuigahama, yang baru saja pulang dengan anjing peliharaan
mereka. Dia memakai sweater berwarna gelap dipadu rok panjang. Dia sedang
memegangi Sable di lengannya.
“Oh, kalau bisa jangan kue! Harusnya pilih sesuatu yang
akan meninggalkan kesan mendalam.” Dia mengatakannya sambil memandangi buku
resep.
Karena itu, aku bisa mencium baunya, kehangatannya, dan
kelembutannyaaku terhipnotis olehnya.
Maaf kalau kata-kataku agak bombastis, tapi itu benar
adanya. Juga, Sable yang menempel di telingaku benar-benar mengganggu. Malahan,
dia mulai menjilatiku...
“Maaf sudah merepotkan...Dan juga terimakasih atas
panduannya...” aku akhirnya bisa mengatakan kalimat sapaan, meski Sable sedang
menjilatiku.
GahaMom tersenyum.
“Serahkan padaku! Ibu akan melakukan yang terbaik!”
“Bu, kami akan memanggilmu nanti, jadi tolong tinggalkan
kami dulu...”
Yuigahama berdiri dan mulai mendorongnya menjauh.
“Loh, kan kamu yang minta Ibu untuk membantumu,
Yui!”
“Ya seperti kataku tadi, kami akan memanggilmu ketika
saatnya tiba!”
GahaMom yang bertahan dan Yuigahama yang mendorongnya.
Hasilnya, keduanya saling dorong-mendorong dengan menggunakan punggung mereka
masing-masing. Candaan antara Ibu dan putrinya memang pemandangan yang mengagumkan...
“Be-Begini, kalau kita ada yang tidak mengerti, Beliau
kan bisa memberitahu kita, jadi...”
Pemandangan yang kulihat ini memang enak dilihat, dan
sesuatu yang bisa kutonton sampai kapanpun. Namun, karena ini bisa berlangsung
sampai besok, maka aku harus turun tangan.
Seperti mendapatkan kawan, GahaMom mulai tersenyum.
“Betul itu! Akan lebih baik kalau aku ikut membantu
kalian, benar tidak?”
Yuigahama tampak menggerutu.
“Ya sudah. Jadi apa saran Ibu tentang yang akan kami buat
ini?”
Yuigahama kembali bersandar di tempat duduknya dan
menunjuk ke kursi seberang yang kosong. Ibunya tampak tersenyum dan duduk di
tempat yang ditunjuk tersebut.
“Karena awalnya kalian ingin membuat kue, membuat kue
yang bisa berkesan kurasa bagus juga.”
“Yang berkesan ya...” Yuigahama mengatakannya sambil
menatap ke arah langit-langit.
“Hikki-kun, kue seperti apa yang menurutmu bagus?”
GahaMom mengambil Sable yang ada di pangkuannya dan
menaruhnya di dada. Aku berada dalam situasi dimana mulutku hendak berkomentar
tentang sikapnya yang tidak bersalah itu, tapi tanganku menghentikanku.
“Sesuatu yang berkesan ya...Pastinya sesuatu yang enak
dilihat, instagrammable, kesannya barang mahal, tapi bisa dijadikan benda untuk
menyogok Ibu dari teman sekelas...”
“Tolong bahasanya!”
“Kau tadi berpikir dari sudut pandang seorang istri!?”
GahaMom tersenyum lebar sementara Yuigahama menatapku
dengan tatapan menyedihkan. Pernyataanku dicela, namun aku sendiri tidak
membantahnya. Wanita dewasa memang menyeramkan.
Akupun terdiam dan berpikir. Sambil menatap Sable, akupun
menjawab.
“Bagaimana...Kalau makaroni?”
Aku hanya melihat ke arah Sable saja, tidak lebih dari
itu. Tidak ada apapun dibalik Sable. Hanya Sable saja.
Apapun yang terlihat setelah itu, adalah diluar
kemauanku.
“Bzzt!”
GahaMom mengucapkan itu sambil menyilangkan jarinya. Wow,
dia benar-benar mempesona...
Dia lalu pura-pura batuk dan memasang wajah serius.
“Makaroni itu bagus untuk hadiah, namun tidak untuk
dibuat dari nol.”
“Yep, diberi makaroni memang membuatku senang.”
“Tapi membuatnya sendiri butuh perjuangan yang keras.”
Memangnya benar-benar berat kah untuk membuatnya?
Itulah yang terlintas di kepalaku ketika melihat buku resep itu. Kata
“makaroni” memang tertulis disana, dan langkah-langkah pembuatannya memang
terlihat sulit. Dan juga, harga bahan-bahannya mahal. Jadi, membeli ataupun
membuatnya memang sudah bukan lagi opsi disini.
GahaMom lalu pura-pura batuk.
“Jadi, aku punya rekomendasi! Dan rekomendasiku adalah
Tart Buah!”
“Huh? Bukannya membuatnya saja sudah cukup sulit?”
Yuigahama tampak keheranan. Akupun hanya mengangguk setuju.
Bukankah ini diluar kemampuan kita? Aku tidak punya
pengalaman untuk membuat kue yang manis-manis, apalagi Yuigahama. Kalau kau
meminta kami untuk membuatnya, maka hasilnya bisa dipastikan sebuah kue tart
yang cacat, tahu tidak? Akupun menatap GahaMom dengan tatapan ragu.
Dia hanya tersenyum, dan membuat gestur damai,
mengedipkan matanya, dan berkata.
“Tidak apa-apa, tenang saja! Kau bisa beli “tart crusts”
di toko kue, setelah itu pekerjaan yang tersisa adalah mengisinya, pasti mudah
sekali! Kalau kau pernah lihat fruit tarts seperti apa, kau bisa melakukannya
dengan mudah.”
“Kedengarannya bisa kulakukan!” Kedua mata Yuigahama tiba-tiba
bersinar.
Kalau kita diperbolehkan memakai barang jadi sebagai
bahan kuenya, maka tingkat kesulitan pembuatannya akan menurun drastis.
Penjelasannya memang cukup meyakinkan.
“Yeah, kurasa begitu...Benarkah?” Akupun masih belum
sepenuhnya “membeli” ide itu, dan kulihat sekelilingku.
“A-Aku bisa melakukannya! Benar kok! Sepertinya sih...”
dia mengatakan itu sambil mengepalkan tangan dan mengangguk.
Masalahnya, suaranya mulai pelan dan menghilang. Itulah
yang membuatku khawatir. Dia selalu mengacau dengan menambahkan perasa yang
tidak perlu atau sejenisnya. Itu artinya aku harus terus mengawasinya.
“Ya sudah, ayo kita lakukan.”
“Oke!”
Kami berdua mengangguk, dan GahaMom tersenyum.
“Oke, ayo kita berbelanja.”
Ketika Yuigahama dan diriku menjawabnya, Sable juga
menggonggong.
Hmm, maaf Sable, kali ini kau harus tinggal dan mengawasi
rumah...
x x x
Waktu menunjukkan kalau sebentar lagi sudah masuk jam
makan malam, dan pusat grosir di AEON yang lokasinya dekat rumah Yuigahama
terlihat ramai dengan berbagai aktivitas.
Interior toko tampak semarak. Yuigahama dan Ibunya
berjalan di depan, sedangkan aku mengikuti mereka di belakang dengan
mendorong kereta barang. Bagian atas
terlihat beras, daging, manisan, dan bermacam-macam barang menumpuk disana.
Kami tidak hanya berbelanja kebutuhan pembuatan kue kami, namun juga sekalian
berbelanja kebutuhan rumah tangga Yuigahama.
GahaMom menoleh ke arahku dan tersenyum.
“Maaf ya, malah membawa barang-barang yang berat seperti
ini.”
“Tidak masalah, saya sudah terbiasa dengan ini.”
Aku sering menemani Ibuku dan Komachi berbelanja. Waktu
masih kecil dulu, aku sering menyelipkan snack dan manisan ke kereta belanja
tanpa sepengetahuan kedua orangtuaku...Dan inilah yang dilakukan Yuigahama-san
saat ini, tepat di depanku!
Ngomong-ngomong, ini adalah pertamakalinya aku bisa
melihat ke seluruh sudut perbelanjaan disini. Biasanya aku hanya disuruh
memegang tas belanjaan ketika pergi bersama Ibuku dan Komachi. Mereka lalu
menyuruhku untuk membeli ini dan itu. Akhirnya aku sendirian pergi ke sudut ini
dan itu. Setelah kembali, mereka malah menatapku dengan keheranan.
Kenapa kau beli ini?
Bagaimana aku tahu kalau ini tahu kapas dan tahu
sutera? Mereka berdua sama-sama tahu...
Dengan skill belanja yang rendah, kegunaanku hanyalah
menampung belanjaan mereka, karena itulah aku berkomitmen penuh dan mengikuti
GahaMom sekitar tiga langkah di belakangnya.
“Enak ya kalau ada anak laki-laki yang membantu, seperti
memberi suasana baru!”
Pembicaraan semacam itu menghiasi rombongan kami dalam
perjalanan kami mengelilingi sudut-sudut toko. Dan akhirna, kami sampai di
bagian sayur dan buah-buahan, dimana yang terakhir tadi adalah salah satu
tujuan utama kami kesini. Buah-buahan yang ada disini dari pisang, jeruk, apel,
hingga ke buah tropis yang langka.
“Hei, yang kita cari adalah kiwi, pepaya, dan mangga,
benar?”
“Hmm, apa ya?” GahaMom berjalan menuju rak buah-buahan
sambil menyilangkan tangannya. Dia menaruh satu tangannya di dagu dan berpikir.
Yuigahama menaikkan tangannya dan berkata. “Buah persik!”
“Buah persik masih belum ada, musimnya persik ada di
musim panas, oke?” Ibunya dengan cepat menolak idenya.
“Oh, oke...Kupikir sudah musimnya...”
Kereta belanja kami sebenarnya banyak terdapat manisan
buah persik dan sejenisnya, yang diam-diam diselipkan Yuigahama.
Mungkin, banyak orang berpikir kalau musimnya buah persik
adalah musim semi gara-gara Festival Buah Persik yang diadakan di musim semi.
Beberapa makanan dan minuman menggunakan anggapan itu dalam marketing mereka
seperti jus persik, minuman sochu highballs, dan beberapa manisan khusus waktu
bulan Maret. Hal-hal semacam inilah yang membuat anggapan kalau sebuah buah
adanya musiman sudah mulai ditinggalkan.
Senada dengan itu,
jaman dimana impor dan buah organik adalah hal yang lumrah, membuat
makanan yang adanya cuma di musim-musim tertentu saja mulai menghilang dari
anggapan orang. Ada komikus yang terkenal mengatakan kalau “Ini semua gara-gara
perusahaan makanan di Jepang.” Belum lagi munculnya rasa peach putih.
Ketika aku mulai berpikir ini dan itu, GahaMom
menghentikan langkahnya.
“Buah terbaik di musim ini adalah...Stroberi!”
Rak di depannya terdapat banyak sekali buah-buahan, dan
dia sedang menunjuk ke salah satu buah yang sangat mencolok. Banyak sekali
stroberi yang terbungkus dalam pack dan diberi hiasan yang mencolok, hampir
seperti berada di Festival Big Starmiya Ichigo.
“Ohh, ini diluar dugaanku. Straberi menurutku terasa
seperti buah musim dingin.” Yuigahama mencondongkan tubuhnya ke depan dan mengendus
stroberi tersebut. “Baunya enak sekali...”
“Ya sudah, kita beli stroberi saja.”
Tepat ketika aku hendak mengambil satu pack stroberi,
GahaMom memegangi lenganku.
“Jangan.”
Dengan lembut, dia berbisik di dekat telingaku dan
membuatku mundur. Digabung dengan arome manis di area ini, tubuhku merasa geli
oleh sensasi ini. Akupun berhasil menahan diriku dari mengatakan sesuatu yang
aneh dan menatapnya dengan tatapan heran.
Dengan tatapan serius dan melambai-lambaikan jarinya ke
atas, dia berkata.
“Stroberi biasanya tidak cocok untuk manisan buatan
sendiri.”
“Be-Begitu ya...”
Aneh sekali. Banyak sekali manisan yang dibuat dari Stroberi,
tahu tidak? Aneh sekali. Lagipula, sampai kapan orang ini akan memegangi
lenganku? Aneh sekali. Meski, aku tidak keberatan soal itu.
Kepalaku masih bingung dengan hal ini, dan Yuigahama
menarik tangan Ibunya dariku.
“Kenapa tidak? Padahal disini banyak sekali manisan dari
Stroberi.”
“Karena itulah. Kau sering memakannya, bukan? Kau
harusnya memilih buah yang memberikan kesan mendalam.”
Kutatap Yuigahama dengan gestur “apa maksudnya?”
dan dia hanya membalas gesturku dengan ekspresi “entahlah”. Kemudian
kami menatap ke GahaMom untuk mencari jawabannya.
Dia malah bertanya kepadaku.
“Hikki-kun, kau suka buah apa?”
Aku tidak langsung menjawabnya, dan memilih untuk
berpikir terlebih dahulu. Tapi entah mengapa, Yuigahama menjawabnya untukku.
“Kacang, benar tidak?”
“Kenapa malah kau yang jawab? Dan kita ini sedang
membahas buah sekarang, buah.”
“Maksudku, kau kan suka Chiba, jadi...”
“Hei, kau tidak berpikir kalau setiap orang yang menyukai
Chiba harus memakan kacang atau sejenisnya kan?”
Hei, tahu tidak? Kacang itu tidak termasuk dalam
buah-buahan, atau bahkan turunan dari buah, atau bahkan buah dari Kinomi Nana.
Mereka adalah keluarga kacang-kacangan. Hanya sekedar berbagi pengetahuan saja.
Aku berharap bisa mengedukasinya dengan tatapan kesalku
ini, tapi Yuigahama malah menggerutu.
“Jadi, kau suka buah apa?”
“Kalau itu...Jawabannya Pir. Pir dari Chiba adalah yang
terbaik di Jepang, tidak, di dunia.”
“Kan akhirnya masih ada hubungannya dengan Chiba!”
“Aku tidak menolak kalau Chiba dimasukkan ke alasan itu,
tapi aku secara umum aku suka buah pir. Pir Kosui juga enak sekali. Tidak hanya
rasanya, tapi teksturnya. Super enak. Kami punya satu box penuh pir itu pada
musim panas lalu.”
“Wow, kau serius sekali menjawabnya! Menakutkan!”
Sebenarnya aku sendiri tidak terlalu bersemangat dalam
menjelaskannya tadi, tapi Yuigahama sendiri tidak mau menerima penjelasanku...Aneh
sekali, padahal yang kulakukan itu ya menjawab pertanyaannya...
Ibunya sendiri tidak terbawa suasananya, malahan masih
menaruh tangannya di dagu.
“Pir masih belum musimnya, meski begitu...Kalau persik sih,
ada versi persik kalengan.”
“Ooo, persik kalengan, kedengarannya enak...” Yuigahama
tampak gembira.
Kau ini sepertinya terlalu fans dengan persik,
sambil melirik ke arahnya. Kemudian, Ibunya mengangguk, sepertinya sudah
mencapai kesimpulan tentang sesuatu.
“Oke, mungkin saja bisa. Kita tidak perlu repot karena
sudah dalam bentuk buah compote dalam kaleng.”
“Mungkin...?” kumiringkan kepalaku, apa maksudnya dengan
mungkin.
Yuigahama juta meresponnya. “Compote...Begitu ya, simple
dan mudah...”
“Betul sekali!”
Bukan, compote yang kau maksud itu comfort, sedang
compote yang dimaksud Ibumu adalah buah yang sudah dicampur buah atau cairan
lain.
Tapi, ini memang masuk akal. Yuigahama karakternya suka asal
ngomong begini karena didikan Ibunya. Bukannya aku ingin bilang itu buruk,
tapi kurang lebih dia sudah dibesarkan dengan sangat baik. Lingkungan dimana
orang itu dibesarkan, adalah hal penting selain genetik orang tuanya. Kuharap
dia akan terus dibesarkan di lingkungan yang sehat...Dan akupun menatap ke arah
Yuigahama.
Yuigahama lalu menatapku dan berkata. “Persik kalengan,
huh...? Bagaimana menurutmu, Hikki?”
“Aku sendiri tidak masalah. Komachi bukan orang yang
pilih-pilih, jadi kupikir persik tidak masalah.”
Keluarga Hikigaya juga menganggap buah persik adalah buah
yang lezat, terutama di musim panas. Kalau melihat kebiasaan Komachi, harusnya
dia juga menyukai persik. Aku sendiri juga tidak masalah. Malahan, aku menyukai
persik tawawa!
Tapi, pilihan persik kalengan memang sedikit
mengkhawatirkanku.
“Kalau kita menggunakan persik kalengan, berarti musim
sudah tidak penting lagi, benar tidak?” kataku, sambil menatap ke arah GahaMom.
Dia lalu menatapku sambil tersenyum.
“Kau betul sekali soal itu...Tapi musim itu akan datang
kembali.”
Meski nada suaranya terdengar lembut, tapi suaranya
terdengar mengandung banyak sekali perasaan kesepian di dalamnya. Ekspresinya
yang seperti itu mirip dengan ekspresinya malam itu,
seperti sedang menderita karena memikul beban yang berat. Ekspresi yang hanya
bisa dibuat oleh orang dewasa.
“Ketika waktu berlalu, dan kau menjadi orang dewasa, lalu
memakan buah persik, kau akan memikirkan sesuatu yang pernah terjadi di masa
lalu, benar tidak? Itulah yang membuat manisan buah ini terasa berkesan.”
GahaMom membisikkan itu sambil menutup sebelah matanya,
seperti sedang membagikan sebuah rahasia. Suaranya seperti mengandung magis
sehingga akupun menjadi yakin akan kata-katanya tadi.
“Kedengarannya bagus sekali!” Yuigahama mengatakannya
dengan mata yang berbinar-binar.
Sambil melihat ekspresi putrinya, GahaMom menaruh
tangannya di mulut, tertawa kecil, dan mengedipkan sebelah matanya.
“Benar kan? Tapi entah ya, apa berhasil juga kalau
itu laki-laki.”
“Aw, Ibu ada-ada saja! Sekarang topiknya malah merembet
kemana-mana...”
Mendengar pembicaraan mereka, membuatku tersenyum kecut.
Dia benar, itu pasti memiliki efek yang sama dengan pria.
Setiap kali kau mendapati aroma yang menyegarkan itu, dan
setiap kali kau masuk dalam kehangatan yang manis ini, kau akan teringat akan
musim itu. Karena itulah, aku tidak akan melupakan itu.
GahaMom memang bijak; Ibu dari Gaha. Ketika Ibu dan
Putrinya menuju rak makanan kaleng, akupun melihat mereka dengan penuh hormat,
kagum, atau malahan rasa takut.
Mereka berdua saling memegang pinggang satu sama lain,
dan berjalan pelan sambil mengobrol sesuatu.
“Memangnya, Ibu pernah melakukan yang semacam itu?”
“Pernah! Ayahmu masih mengingat waktu kita”
Sebelum melanjutkan lebih jauh, Yuigahama memotongnya.
“Uhh, yeah, tidak usahlah. Aku tidak ingin mendengar
cerita semacam itu tentang Ayah, agak menjijikkan...”
Kasihan sekali kau Ayah...
x x x
Di sebuah dapur yang bukan milikmu, banyak hal yang
memiliki fungsi berbeda. Entah letak tempat cuci piringnya, keran airnya, mesin
pemanggangnya, letak piring dan gelasnya, karpet ruang masak, atau bau
deterjennya, semua hal disini berbeda dengan rumahku.
Tapi yang paling berbeda adalah celemek.
Tidak diduga, tampilan GahaMom mempesona. Dia menggigit
jepit rambut dengan motif bunga, dengan bibirnya yang mengkilap itu sambil
mengikat rambutnya di sanggul bagian belakang. Setelah itu, jepit rambut
tersebut terpasang disana. Dia lalu memakai celemek dan mengikatnya di
belakang.
Sangat jarang celemek dipakai di rumah keluarga Hikigaya.
Pemandangan di dapur kami seperti berasal dari dunia yang
berbeda. Komachi biasanya akan memakai baju training lusuhnya sambil menggoreng
di dapur. Ibuku hanya memakai baju biasa, melempar semua bahan ke panci yang
berisi mie yang entah untuk berapa lama.
Sedang Ayahku, yang jarang ke dapur, biasanya hanya memakai piyama
sambil memanaskan susu di microwave. Bagi orang dengan level sepertiku, kadang
aku setengah telanjang disana. Tidak pernah ada orang yang bertanya kepadaku Apakah
kau baik-baik saja?
Setelah dibesarkan di lingkungan yang antah-berantah itu,
akhirnya aku belajar menggunakan celemek di dapur. Apakah seperti ini rasanya hidup
dengan benar...
Ketika aku terperangah oleh pemandangan ini, GahaMom
tersenyum. Dia menarik tanganku dan memberikan celemek berwarna biru tua.
“Maaf ya, satu-satunya celemek yang tersisa adalah punya
Ayah.”
“Oh tidak perlu, saya tidak apa-apa...”
Malahan, sebenarnya aku tidak perlu celemek. Sebenarnya
aku tidak masalah kalau telanjang, ya, telanjang...Meski, aku berusaha
menyelesaikan kata-kataku, tapi aku sendiri tidak bisa menolaknya.
Kubuka celemek itu, dan kulihat celemek ini sepertinya
sudah terlalu sering digunakan. Karena itulah, aku merasa kalau menggunakan
celemek kali ini adalah hal yang benar. Malah ini adalah bukti kalau Si Ayah
sering menggunakan celemek ini ketika di dapur keluarga Yuigahama.
Tapi ini malah menimbulkan tanda tanya baru:
Kedua orangtuanya tampak sering memasak di dapur,
kenapa putrinya tidak bisa?
Akupun melihat Yuigahama dengan skeptis.
Yuigahama memakai celemek yang girly dan berenda, celemek
yang dibeli bersama Yukinoshita dulu. Dibandingkan waktu celemek itu tergantung
di toko, tampak kalau celemek ini pernah digunakan.
Yuigahama lalu memegang renda celemeknya dan tersenyum.
“Bagaimana tampilanku? Aku terlihat seperti orang yang
bisa masak kan?”
“...”
Sayangnya, betul.
Sinar matahari yang masuk ke area dapur digabung dengan
pencahayaan dari lampu dinding, memberikan kesan hangat di dapur. Ini
pemandangan yang indah dan berseni, dimana kau hanya bisa melihatnya di katalog
saja. Karena itulah, beberapa fantasi mulai berkeliaran di kepalaku.
Untuk menghilangkan itu, akupun dengan cepat menambahkan.
“Ya, Ok, itu cocok denganmu. Apa aku juga terlihat cocok
dengan ini?” kataku, sambil menepuk-nepuk celemek di pinggangku.
Yuigahama menaikkan alisnya dan menggerutu.
“Hmm...Sepertinya begitu, mungkin.”
“Apa-apaan dengan diam sejenak tadi?”
“Huh? Oh, maksudku, kau tampak seperti pelayan restoran,
tapi celemek itu seperti...”
Yuigahama memasang wajah kesal dan menambahkan.
“...Bau.”
“Bukankah itu keterlaluan? Maksudku itu tidak hanya
kepadaku. Bukankah ini celemek milik Ayahmu?”
“Memang, makanya...”
“Jangan khawatir, itu sudah dicuci!” GahaMom tertawa.
“Ayo kita mulai?”
“Yeah!” kata Yuigahama, sambil menaikkan kepalan
tangannya.
“Y-Ya...” sambil menaikkan tangan seperti kucing yang
memelas.
Ini memalukan...
Semua bahan sudah tersaji di meja makan. Ada tart crusts,
persik kalengan, dan fresh cream. Ada juga topping coklat, beberapa buah, dan
berbagai item tambahan lainnya.
Setelah kita mulai, resep rekomendasi tart buah ternyata
lebih mudah dari yang kubayangkan. GahaMom pasti sudah memperhitungkan diriku
yang belum pengalaman dan memilih dengan hati-hati resepnya.
Kulapis tart crushnya dengan kue spons yang tipis,
melapisinya lagi dengan fresh cream dan mendekorasinya dengan persik. Untuk
sentuhan akhir, aku menambahkan nappage, semacam gelatin. Ini dikarenakan
persik akan berubah warna ketika kontak dengan udara, jadi menggunakan nappage
akan membantu mempertahankan warna persik.
Semuanya berjalan dengan lancar, sesuatu yang tidak
kuharapkan terjadi ketika datang ke rumah ini.
“Lihat, kita masih punya banyak bahan-bahan yang tidak
terpakai, ayo kita coba beberapa variasi.”
GahaMom melihat kue tersebut dari belakang, seperti
katanya, akupun terus mengerjakannya. Tapi, ketika sesuatu terasa terlalu
mudah, wajar bila manusia ingin sesuatu yang lebih. Karena itulah, muncul
sebuah bola lampu berpijar di atas kepala Gahama-san.
“Oh! Aku rasa ini akan menjadi sangat enak jika kau
lapisi ini dengan colat.” Dia bertepuk tangan seperti menemukan sebuah penemuan
yang bagus.
Melihatnya mulai membuka bungkus coklat, membuatku harus
mengintervensinya.
“Kenapa kau seperti ini? Bisakah kau buat sesuatu secara
normal saja?”
“Huh? Maksudku...Bukankah ini akan terlihat lebih cantik
dan terasa enak?”
Ketika dia mengatakan itu, dia menaburkan coklat batangan
yang sudah dihancurkan itu ke buah-buahan yang ada di kue tart. Persik putih tersebut
mulai tertutupi coklat dan akhirnya bentuknya jadi kacau, jauh dari sebutan “cantik”.
Kombinasi yang dia sebut itu hanyalah sebuah harmoni di tengah kekacauan, ditakdirkan
untuk tidak cocok satu sama lain.
“Kau boleh berimprovisasi setelah paham tentang dasar-dasarnya
dahulu.”
“Itu kan yang selalu Yukinon katakan kepadaku...”
Wajahku tampak tegang ketika dia tiba-tiba menyebut nama
itu.
“Yeah, tahulah...Itu kan sudah umum,”
kataku sambil mencoba menjaga sikapku.
Sepertinya Yuigahama tidak menyadarinya, tapi sambil melumuri
kuenya dengan coklat, dia terus bercerita.
“Terakhir kalinya aku tinggal di apartemennya, kami
memasak bersama-sama. Kalau kau campur bahan-bahan yang enak itu jadi satu,
maka hasilnya pasti sesuatu yang enak, benar tidak?”
“Kau harusnya menyingkirkan pola pikir yang seperti
itu...”
“Huh? Benarkah...?”
Cola dan Steak Hamburg adalah sesuatu yang enak, tapi
kalau kau memanggang steak tersebut dengan cola, maka hasilnya akan menjadi
menjijikkan...Bahan-bahan semacam itu punya prosesnya masing-masing, tahu
tidak...
Akupun terdiam dan mulutku tampak terpaku. Yuigahama
mengambil kesempatan itu untuk memasukkan sepotong coklat bersama potongan
persik dari garpunya.
Tiba-tiba, aku mengucapkan “ahh” secara spontan.
Ja-Jangan, Ibumu sedang melihat ini...Aku sendiri tidak punya waktu untuk
merasa malu-malu karena terburu-buru untuk menelan dan membersihkan sirup yang
menempel di mulutku.
“Naah, rasanya enak kan?”
“Jadi begini, Nona...”
Kutatap dirinya dengan mata setengah tertutup. Bukannya
aku tidak senang atau sejenisnya, tapi ada baiknya memberitahuku dulu sebelum
melakukannya. Jadi aku bisa menyiapkan hatiku, atau menyiapkan alasan untuk
menolak...Sebelum aku melanjutkan kata-kataku, mulutku mulai merasa tidak enak.
Rasa persik yang segar dan aroma coklat
terasa...Hmm...Kurang cocok...
“Ini adalah titik dimana kau harusnya cicipi sendiri dulu
sebelum memberinya ke orang lain, oke?” Ini sangat tidak nyaman untuk dikunyah,
jadi aku paksa untuk menelannya saja, dan akupun memberi saran yang extreme ke
Yuigahama.
Tapi Yuigahama tampaknya tidak menangkap maksudku dan
memiringkan kepalanya.
“Huh? Kupikir rasanya pasti enak.”
Dia lalu mencicipinya sendiri, tidak lama kemudian,
wajahnya tampak pucat. Dia mengangguk dan terdiam. Sudah kubilang kan,
tidak cocok! Akupun senang karena indra perasanya masih berfungsi dengan baik,
tapi fungsi otaknya sebaliknya...
GahaMoom, yang sedari tadi melihat kita dari pinggir,
menaruh tangannya di mulut dan tertawa.
“Kalau kau mau memakai coklat, mungkin lebih baik
menggunakannya seperti ini.”
Dia kemudian melakukan sebuah demonstrasi. Dia mengambil
sisa tart crust seukuran kepalan tangan, melapisinya dengan coklat, dan diberi
hiasan buah. Dengan cepat, dia membuat sebuah tart buah mini.
Dia mengambil tart tersebut dan menyuapinya ke mulutku.
“Coba, aaaah.”
“Te-Terima kasih, tapi aku bisa memakannya sendiri.”
Hampa. Diriku tiba-tiba dihampiri kehampaan. Meski
ketiakku mulai berkeringat, dan kepalaku mulai basah dengan keringat, aku terus
berusaha untuk menjaga sikapku. Kuambil secara perlahan tart itu tanpa
menyentuh jari-jarinya.
“Grr...”
Bibir GahaMom tampak kecewa. Hahaha, aku, Hikigaya Hachiman, bisa mengontrol
emosiku selama aku sudah mempersiapkan diriku, hahaha, meski begitu, dia memang
manis, hahaha. Diriku mulai diserang oleh pemandangan yang manis ini, tapi akhirnya
aku bisa membentengi diriku dan fokus untuk mencicipi tartnya.
“Enak, enak sekali...”
Tidak seperti rasa sebelumnya yang melambangkan sebuah pulau
harta yang dipenuhi kasus pembunuhan, mini tart ini gurih di tekstur dan
memiliki rasa persik yang beraroma coklat. Aku seperti bisa mendengar suara
dari embusan angin...
Ketika ekspresiku termpampang dengan jelas, GahaMom
tersenyum lebar dan bernapas lega.
“Baguslah! Oke, Yui, ayo aaaah.”
“Aahh.”
Yuigahama memakan tart yang disuapi oleh Ibunya itu. Akupun
memandangi adegan itu, diriku membayangkan apakah mereka selalu melakukan hal
yang semacam ini di rumah. Ketika menyadari tatapanku, dia kemudian
menggoyang-goyangkan tangannya, disertai wajah yang memerah. Karena mulutnya
penuh dengan tart, dia tidak mengatakan apapun, tapi gestur tubuhnya
jelas-jelas mengatakan sebaliknya.
Itu tidak apa-apa, itu malahan bagus sekali, tidak ada
yang salah dengan itu, akupun mengangguk balik setelah menyaksikan pemandangan
yang hangat dan damai tersebut.
Yuigahama tampak tidak setuju dengan ekspresiku, tapi kedua matanya
tampak terkejut dengan tart yang barusan dia makan itu.
“Oh, ini memang enak.”
“Untuk coklatnya, kau harusnya menggunakannya sebagai
isian tart daripada sebagai lapisannya. Karena dengan begitu, kau bisa mempertahankan
rasa crunchy-nya dan membuat rasanya bertambah enak.”
“Ohh, masuk akal.”
Yuigahama kemudian melakukan saran Ibunya tadi di tart
crust. Melihatnya yang seperti itu, membuatku terkesan. Beritahu, tunjukkan
caranya, biarkan dia mencobanya, dan puji; kalau tidak begitu, orang tidak akan
mau melakukannya...Aku menyaksikan dengan kedua mataku bagaimana seorang
dibesarkan selama ini.
“Ohh...Anda memang sangat berpengalaman sekali...”
Gumamku.
GahaMom tampak bangga dan tertawa kecil.
“Betul kan? Asal tahu saja, aku sangat percaya diri kalau
membahas hal-hal tentang masak-memasak!”
Bukan begitu, maksudku soal mendidik putrimu,
tapi...okelah, kurasa itu tidak masalah! Lagipula senyum cerianya itu memang
manis sekali!
“Tidak ada cara yang benar-benar paten untuk membuat tart
buah, jadi kau bisa improvisasi. Bahkan kau bisa melakukan kombinasi dan
menghasilkan sesuatu yang enak.”
“Begitukah?”
“Pasti!” GahaMom mengatakannya sambil tersenyum.
Aku bisa paham darimana referensinya, tapi aku merasa
kalau hal-hal semacam itu hanya keluar dari mulut orang yang punya pengalaman
banyak di dunia memasak, yang bisa membawa citarasa di dalam pikirannya ke
dunia nyata...
Ketika aku berbicara dengan GahaMom, pikiranku muncul
sosok Yuigahama, dimana aku melihat dengan mata kepalaku, sedang melakukan
improvisasi dengan tartnya. Memangnya apa saja yang dia taruh disana...?
“Bu, bagaimana dengan ini?”
“Hmmm, itu bagus juga. Tinggal tambah resep rahasia, dan
selesai.”
“Resep rahasia?”
:Ya, itu adalah bumbu rahasia yang bisa kau tambahkan,”
kata GahaMom, dan kemudian dia membisikkan ke telinga Yuigahama.
Wajah Yuigahama langsung memerah.
“Ya ampun! Kalau Ibu mau mengatakan itu, mending
kesana saja!”
Yuigahama lalu mendorong Ibunya ke arahku. Karena
putrinya menolak untuk mengikuti permainannya, dia kemudian mengalihkan
perhatiannya ke arahku.
“Hei, Hikki-kun, menurutmu itu apa?”
“Hmm, apa ya? Haha, mungkin rasa lapar?”
Aku menjawabnya sambil pura-pura memeras fresh cream di tanganku,
pura-pura mendengar pertanyaannya, tapi GahaMom menghentikan waktunya. Sial,
ini adalah salah satu momen di Dragon Quest dimana kau tidak bisa lanjut ke
stage selanjutnya tanpa menjawab dengan benar pertanyaannya.
“Bagaimana kalau...Makanan gratis...Itu pasti akan selalu
terasa enak,” kataku.
GahaMom menaruh tangannya di dagu dan tersenyum kecut.
Sebaliknya, Yuigahama tampak kesal mendengarnya.
“Hikki, jawabanmu buruk sekali...”
“Mau bagaimana lagi, tapi makanan gratis memang enak sih.”
“Jangan dengarkan dia, Bu!”
Seperti tersugesti oleh putrinya, GahaMom pura-pura
batuk.
“Aku ingin mendengar sebuah jawaban tentang masakan
rumahan.”
Bumbu yang paling enak untuk membuat rasa makanan jadi
lezat ya rasa lapar, makanan gratis, atau kata orang kue ketika merokok.
Jujur saja, bawang, lemak hewani, atau micin adalah bahan-bahan utama
untuk membuat makanan menjadi gurih. Tapi ketiga hal tersebut tidak berlaku untuk
membuat kue yang enak. Jawaban yang dia tunggu sebenarnya hanya ada satu.
“Paling ya...Dibuat dengan tulus dan
sungguh-sungguh,” kataku, sambil malu-malu.
GahaMom mengkonfirmasi itu dengan sebuah senyuman.
x x x
“Mari kita tunggu kue tartnya dingin dulu” kata GahaMom, sambil menutup
kulkas.
Nappage, atau Banagher, atau apalah itu, harus ditaruh di
kulkas agar tart buahnya agak mengeras. Secara umum, tart buah memang lebih
enak kalau dingin.
Setelah selesai beres-beres, kulepaskan celemek yang
kupakai dan menuju ruang keluarga. Resepnya tidak begitu sulit, tapi memang
membuatku capek. Meski begitu, aku merasa puas dengan proses tersebut.
Dalam harapan untuk bisa beristirahat di sisa hari ini,
membuatku melangkah tergopoh-gopoh menuju sofa, dan aku merasakan lengan bajuku
ditarik. Ketika kulihat, Yuigahama yang memegangi Sable di lengannya sedang
menarik kemejaku.
“Um, kesini...” dia berbisik, meremas Sable untuk menyembunyikan
suaranya. Dia kemudian menarikku menuju arah yang dituju.
“O-Oke...Oh, kami permisi dulu.” Akupun membungkuk ke
GahaMom dan tubuhku ditarik menjauh dari ruang keluarga.
“Oke, santai saja. Nanti kuberitahu kalau tartnya
selesai.” Suaranya berasal dari belakangku, dan aku dengan terburu-buru
mengikuti Yuigahama. Tujuannya adalah kamarnya.
Dia memintaku duduk di bantal duduk sementara dia duduk
di kasur dengan Sable duduk di pangkuannya.
“Um...Jadi, apa yang kita lakukan sementara waktu?” dia
menanyakan itu dengan awkward.
Pertanyaannya itu mengingatkanku tentang pertanyaannya
waktu festival kembang api dulu. Membuatku mengatakan hal-hal yang tidak masuk
akal.
“Well...Kita mau apa? Bagaimana kalau pulang saja?”
“Ya tidaklah! Aku kan sudah di rumah! Dan
ini di kamarku” Yuigahama mengatakan itu dengan keras, dan diikuti oleh
gonggongan Sable.
“Bukannya memang tidak ada yang bisa dilakukan lagi
disini?”
“Ahh, benar, kurasa...Bagaimana kalau melihat buku
kelulusanku?”
Yuigahama menarik rak yang ada di dekat kasurnya dan
mengeluarkan sebuah album berwarna merah.
“Memangnya kita akan melakukan apa dengan itu...? Yang
bisa kulakukan dengan itu hanyalah memberi julukan ke orang yang terjelek di
foto.”
“Kita tidak akan melakukan itu! Kau benar-benar buruk
sekali! Buruk!” dia mengulanginya dengan nada yang rendah.
Mendengar hal itu berulang-ulang memang membuatku
terluka.
“Begini, anak laki-laki ya seperti itu. Menurut yang
kudengar, mereka juga menggunakan album ini untuk mengenalkan gadis-gadis di
album ke temannya. Ya semacam aplikasi kencan.”
“Itu juga buruk!”
Aku hanya mengingat-ingat yang kutahu saja, pengetahuan
itu kudapat dari menguping Tobe.
“Memangnya, kau melakukan itu juga, Hikki? Meminta untuk
dikenalkan dengan seseorang, atau sejenisnya...”
“Kalau aku ya, yang kubutuhkan adalah seseorang
yang akan mengenalkanku dengan seseorang yang bisa mengenalkanku.”
“Ah, betul, aku paham itu...”
Terimakasih sudah mengerti.
“Oh, aku juga tidak keberatan melihat fotomu waktu SMP.”
“Lupakan itu, terlalu memalukan. Kita sudahi saja ini.”
Yuigahama memindahkan Sable dan menaruh album itu kembali ke raknya.
Sayang sekali...
Sable kemudian menepuk kakiku.
“Whoa, ada apa?”
Ketika aku mulai mengelusnya, bulunya mulai menempel di
bajuku. Dia sepertinya sedang dalam fase merontokkan bulu-bulunya, dimana masuk
akal sekali kalau dia tidak boleh pergi ke dapur...
Yuigahama kemudian memanggil Sable ketika melihatku mulai
ditempeli bulu Sable.
“Ya ampun! Maaf! Sable, kesini!”
“Tidak apa-apa, aku terbiasa seperti ini karena kucing di
rumah juga begini. Boleh pinjam sisir hewan?”
“O-Oke...”
Kuambil sikat darinya, kusilangkan kakiku, meletakkan
Sable di lututku, dan mulai menyisir punggung Sable. Sable sendiri terdiam dan
mulai nyaman dengan gerakanku. Ketika aku fokus menyisirnya, Yuigahama duduk di
sebelahku dan melihatku dengan penuh perhatian.
“Wow, kau memang terbiasa dengan itu.”
“Ya begitulah, kau akan terbiasa kalau punya hewan
peliharaan. Sampai terbiasanya, melihat ada bulu di sup miso sudah tidak membuatku
terganggu sama sekali.”
“Itu bukan sesuatu yang bagus lah...”
Tiba-tiba Yuigahama berdiri, berjalan menuju lemari.
Kemudian dia duduk kembali di sampingku dan menunjukkan sesuatu.
“Ta-da, ini, pakai ini.”
Dia kemudian memberiku roller, yang biasa digunakan untuk
membersihkan karpet. Bagi sebuah rumah yang memelihara hewan, ataupun ada orang
tua disana, ini adalah alat yang perlu ada. Bulu-bulu menempel dimana-mana...Dan
akhirnya membuat bantal menjadi bau.
Roller sangat berguna untuk membersihkan, tapi mereka
benar-benar sangat efektif untuk membersihkan bulu yang menempel di baju.
“Terimakasih, aku akan menggunakannya nanti.”
“Akan kulakukan untukmu.” Yuigahama kemudian mulai
membersihkan bahu dan punggungku.
“Aku tidak apa-apa, hentikan itu, geli.”
Aku berjuang untuk menghindarinya, tapi malah membuatnya
semakin bersemangat. Semakin aku menjauh, dia malah semakin menjadi-jadi.
Sepertinya dia menikmati aktivitas ini.
“Terima ini. Dan ini.”
Dia mulai mengincar area-area yang tidak kuduga. Ini
menggelikan, memalukan, lembut, dan baunya enak, ah sudahlah; aku menyerah
saja. Tapi kalau aku terlalu menolak, bisa-bisa akan terjadi kontak kulit, dan
yang kulakukan sedari tadi ini mulai memberi stress ke piiranku, dan saraf
simpatetik mulai menimbulkan keringat di tubuhku.
“Um? Bisakah kau berhenti? Aku ini mulai lebih mirip
sirine daripada objek roller! Ah, jangan...”
Tidaaak!
Ketika aku hendak berteriak, tiba-tiba seseorang mengetuk
pintu.
Yuigahama tiba-tiba berhenti dan menjaga jarak.
“Yui, bolehkah Ibu masuk?”
“Ya.”
Dia menjawab suara lembut Ibunya. Suaranya cukup lembut
dibandingkan beberapa saat sebelumnya, dan dia bersikap seperti tidak pernah
terjadi sesuatu. Di lain pihak, aku sedang memeluk Sable, dan posisiku ini
tampak seperti orang jahat.
Setelah berhasil menenangkan diriku, GahaMom membuka
pintunya dan melihat ke arah kami.
“Hei, Hikki-kun, apa kau mau makan malam disini?”
“Umm, saya berencana untuk pulang sebelum terlalu
larut...”
Aku tidak ingin merepotkan mereka terlalu jauh.
Seorang pria harus tahu kapan dia harus pergi.
“Benarkah?” GahaMom tampak kecewa. Tapi, tiba-tiba
wajahnya berubah ceria. “Sayang sekali, aku sudah terlanjur membuatkan makan
malam untukmu!”
Dia kemudian membuat gestur peace dan mengedipkan
matanya.
Dia tidak seperti Nyonya Yukinoshita, dia memang membawa
kedamaian di hatiku...Meski, keduanya memang pintar membuat jebakan.
x x x
Angin malam terasa nyaman ketika menyentuh wajahku.
Setelah makan malam di rumah Yuigahama, akupun pamit.
Kota Chiba sudah diselimuti oleh malam. Tugas kami membuat kue sudah selesai,
dan sekarang aku membawa sekotak tart buah. Aku berjalan dengan hati-hati untuk
mencegah kotaknya bergoncang.
Yuigahama, yang mengantarku pergi, menatapku dengan
khawatir.
“Hikki, kau tadi makan banyak sekali, kau baik-baik saja?”
“Yeah, sebenarnya tidak sebanyak itu...”
Perasaan kenyang memang menyelimuti tubuhku saat ini.
Makan malam dengan Yuigahama dan Ibunya memang enak, awalnya gugup karena aku
khawatir GahaDad akan muncul. Gara-gara itu, aku selalu gugup, dan menjawab
kalau ditanya saja, dan hanya memasukkan nasi saja ke mulutku, persis seperti
cerita kuno di Jepang.
....Mau bagaimana lagi, semakin banyak yang kumakan,
semakin senang GahaMom.
Setiap kali mulutku penuh dengan nasi, dia memasang
ekspresi “Nah, gitu dong, laki-laki harus makan yang banyak!” dan
akhirnya aku terus tambah. Hasilnya: aku makan terlalu banyak. Jalan kaki ini
saja mulai menimbulkan rasa ingin muntah di mulutku.
Yuigahama kemudian meminta maaf.
“Maaf ya, Ibuku memang terlalu antusias. Kurasa dia
sangat antusias kalau melihat laki-laki yang makannya banyak.”
“Semua Ibu memang begitu...Ketika kami mengunjungi kakek
dan nenek, Ayahku dan diriku selalu kekenyangan.
Kurang lebih porsinya mirip makanan Stamina Taro.”
“Itu sudah kelewatan!?” Yuigahama menatapku dengan tidak
percaya.
Akupun mengangguk. Tapi aku tidak membenci itu. Makanan
nenek dan Stamina Taro memang enak! Aku suka Stamina Taro! Saking sukanya, aku
bisa menghancurkan kaca pembesar dengan pantatku.
Kami berjalan menuju Stasiun sambil mengobrol ini dan
itu. Yuigahama yang berjalan di sampingku mengatakan sesuatu dengan suara kecilnya.
“Terima kasih untuk hari ini.”
“Kurasa aku yang harus mengatakannya.”
“Benar, tapi aku merasa hari ini menyenangkan...Ketika
membuat sesuatu bersama-sama, memang menyenangkan.”
“Sebenarnya lebih efisien kalau sendirian.” secara spontan
aku mengucapkan komentar itu, dan Yuigahama tampak mulai kesal. Lalu, akupun
memasang ekspresi menyindir. “Tapi setelah kita mulai, aku merasa tidak sedang
mengerjakan sesuatu. Jadi, ya, mengerjakan sesuatu bersama-sama memang
menyenangkan.”
“Yep, kupikir begitu.” Yuigahama mengatakannya dengan
tersenyum.
Akupun mengangguk, dan mulai melihat secara perlahan
kotak yang kubawa ini.
“Kupikir Komachi akan suka. Dia suka kue buatan rumahan.”
Makanan rumahan belakangan ini menjadi tren disini,
bahkan ada acara live yang isinya tentang itu. Mungkin hadiah terbaik bagi
Komachi adalah memberinya sesuatu yang dibuat bersama-sama? Ada hal yang tidak
bisa dibeli dengan uang. Untuk yang lainnya, tinggal pakai uang orang tuamu.
Akulah MasterNEET!
Omong kosong mulai mengisi kepalaku, dan Yuigahama
mengatakan sesuatu.
“Betul. Mungkin sesuatu yang dibuat bersama-sama akan
jadi hadiah yang sempurna!”
“Benar, soal ini...” kataku, sambil memberinya salah satu
kotak kue tart.
Yuigahama menatapku dengan keheranan.
“Begini, ini kue buatanku, dan kurasa rasanya enak, jadi
mohon diterima sebagai rasa terimakasihku.”
Ketika berusaha memberinya kotak kue tersebut, Yuigahama
tertawa.
“Loh, kan aku masih punya kue tart juga di rumah,
lagipula kan bahannya sama dengan kue tartmu, benar tidak?”
“Tidak juga sih. Ada bumbu rahasianya disini...”
Dia tidaklah salah, karena kita menggunakan bahan yang
sama. Tapi aku memberikan yang terbaik untuk menambahkan resep rahasia yang
sudah diajarkan Ibunya.
Yuigahama menatap ke arah kotak itu dan menantapku
keheranan.
“Uh huh...Memangnya kau campur apa disana?”
“Bukan rahasia namanya kalau aku memberitahumu.”
“Betul juga.” Yuigahama tertawa dan menerima kotak tersebut.
“Oke kalau begitu, kurasa kau bisa mengantarku cukup
sampai disini saja. Sampai jumpa di sekolah nanti.”
“Oke, sampai jumpa nanti.” Yuigahama melambaikan
tangannya.
Aku mengangguk dan berjalan menuju Stasiun. Setelah
beberapa lama, aku membalikkan badanku dan melihat Yuigahama masih melambaikan
tangannya. Aku menaikkan tanganku sebentar dan melanjutkan perjalananku.
Cuaca dingin agak berkurang di depan Stasiun, dan jalan
utama sudah ramai oleh orang-orang yang merayakan liburan mereka. Musim dingin
yang sudah lama mereka jalani serasa akan segera berakhir.
Berakhirnya musim ini ditandai dari cahaya-cahaya di
kota, cahaya dari lampu jalanan, lampu lalu lintas, gedung-gedung, dan
apartemen yang bersinar lebih terang dari biasanya.
Mungkin, hari-hari yang menunggu ke depannya adalah
hari-hari yang semacam ini.
Sebuah jawaban dari pertanyaan Miura tempo hari terbersit
di pikiranku; jika aku bisa menjalani hari demi hari mengabulkan semua
permintaannya, maka...
Sebuah hal yang mustahil terpikirkan olehku...
Disini, Hachiman tahu betul kalau Yukino sekarang berada di posisi sulit dengan beban berat di pundaknya. Dan apa yang Hachiman lakukan hari ini?
Have fun!
. . .
Yui memiliki chapter terbaik di hidupnya pada chapter ini, sayangnya ini masih chapter 3 di vol.14
Ini pertanda kurang baik.
. . .
80,000 point untuk GahaMom!
. . .
Aroma dan wangi yang mengingatkan nostalgia musim itu, mengacu pada aroma teh dan senyum Yukino di Klub Relawan selalu mengingatkannya akan "rumah" ( Volume 7.5 ending arc turnamen Judo). Di ending volume 8, mengkonfirmasi kalau aroma teh dan senyuman Yukino sudah tidak ada lagi di ruangan itu.
. . .
Ketulusan dan kesungguhan pembuat kue itu adalah kata-kata yang Hachiman ucapkan ketika mereka melaksanakan request Yui di vol 1 chapter 3.
Hal itu yang membuat seorang pria tergerak hatinya ketika menerima kue pemberian seorang gadis.
. . .
Jika Hachiman sepenuh hati dengan Yui, seperti ending chapter ini, dan juga menjawab pertanyaan Miura, maka Hachiman akan kehilangan Yukino.
Ini dikonfirmasi pernyataan Hachiman ketika menjawab Hayama tentang peluang untuk berbalik untung sudah tidak akan ada lagi.
Hachiman memang akan selalu punya peluang untuk berbalik untung, seperti kata Hayama. Namun Hachiman harus melewati garis yang sudah dia gambar sejak dulu.
Bisakah?
. . .
Makanan gratis terasa enak adalah callback momen Yui-Yukino-Hachiman ketika wisata di Kyoto. Yui terlalu banyak membeli makanan dan akhirnya Hachiman harus membantunya untuk menghabiskan itu.
. . .
Apakah mereka sudah salah menilai diri mereka masing-masing?
Sialan..
BalasHapusIni chapter terbaik dari khapter yg lain.
Serius nih gara2 effek GAHAMOM gw merasakan keteganngan saat membacanya.
Tpi sayangnya hanya tinggal menunggu beberapa chapter lagi..
Volume 14 ini bakal ada brp chapter min?
BalasHapusMungkin seperti chpater sebelum nya.hanya 9 chapter
HapusEnding vol 14 tidak sesuai harapan q
BalasHapusLanjut min
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusAne pingin liat bagian YukiMom dan Hachiman yang disinggung di atas
BalasHapusMereka debat doang, tp ibunya Yukino ya snart banget lah, makanya menjebak gitu. Ada di volume 13
HapusY
BalasHapus