Minggu, 28 Juni 2015

[ TRANSLATE ] Oregairu Vol 10.5 Chapter 2 : Isshiki Iroha terbuat dari gula, rempah-rempah, dan hal yang baik


  





   Bunyi pemanas ruangan seperti sudah mau rusak saja.

  Pemanas ruangan yang ada di ruang klub ini, memang sudah ada sejak lama. Karena sudah dipakai dalam waktu yang lama, nampaknya sudah menunjukkan tanda-tanda akan rusak. Kalau tidak kipasnya yang macet, mesinnya bermasalah, atau penutupnya yang hilang entah kemana.

  Ketika waktu mendekati petang, pemanas ruangan tersebut membuat suara yang aneh seperti mengumumkan kalau aktivitas klub sudah berakhir.

  Aku tidak memperhatikan hal itu semenjak fokus membaca dan mendengarkan Yuigahama dan Yukinoshita bercerita. Ketika mereka berdua diam, suara pemanas tersebut seakan menjadi suara latarnya.

  Yukinoshita yang menatap bukunya semenjak tadi, menutup bukunya dan melihat pemanas yang berada di dekat jendela. Nampaknya suara pemanas itu juga mengganggunya.

  "...Hari ini terasa sedikit tenang dari biasanya, bukan? "

  " Benar kan? Terasa menyegarkan."

  Yuigahama meregangkan tangannya, yang dari tadi bermain dengan handphone dan mugnya. Sama halnya denganku, aku menggenggam gelas tehku yang sudah mulai dingin.

  Kami semua bernapas lega dan puas, suara aneh yang menjadi latar ruangan tersebut akhirnya hilang kembali. Bahkan Yuigahama menyadari soal pemanas itu dan mulai menatapnya.

  Kami benar-benar tidak menyadari bagaimana mengganggunya suara pemanas tersebut selama ini. Mungkin karena Isshiki terlalu sering kesini belakangan ini.

  Tentu saja, ini bukan karena dia mengganggu, berisik, atau cerewet, tetapi perhatian kami secara otomatis berpindah ke hal yang lain ketika dia tidak ada disini. Dan setiap Isshiki mengunjungi kami, dia selalu membawa beberapa request yang tidak begitu penting, lalu setelahnya suasana menjadi ramai.

  Setelah semua yang terjadi, sudah lama ruangan klub menjadi sedamai ini.

  Setelah aku membantu menghangatkan teh dan manisan, aku membaca buku seperti dengan pikiran kosong sambil mendengarkan pembicaraan antara suara yang terpola dengan suara ceria, kadangkala aku juga mengkomentari mereka.

  Tidak ada yang berkunjung, tidak ada pekerjaan, hanya suasana mellow. Situasi ini membuatku yang terbiasa dari menjalani hari yang berat, lalu mendapatkan perasaan yang menyenangkan karena mendapatkan kedamaian lagi. Karena itu, suara berisik pemanas ruangan seperti suara pancuran air di pagi hari, menggambarkan ritme yang elegan.

  Aku menutup bukuku dan melihat ke jendela sembari mendengarkan suara pemanas ruangan.

  Aku menatap matahari yang sedang tenggelam dengan hampa dan Yukinoshita berbicara.

  " Kupikir, ini saatnya kita pulang? "

  " Yah, sepertinya tidak ada orang yang akan datang kesini," Yuigahama membalasnya. Dia mengambil kue terakhir, " Kue terakhir ini milikku! " dan mulai membersihkan alas kue dan perangkat teh.

  Yukinoshita dan diriku bersiap untuk pulang sembari memeriksa apakah pintu dan jendela klub sudah terkunci atau tidak. Sembari mengunci jendela, aku mematikan pemanas ruangan tersebut.

  "Kerja bagus untuk hari ini," Aku mengatakannya, dan mematikan tombolnya. Setelah kumatikan, bunyi aneh tersebut hilang. Kupikir musim dingin akan berlanjut cukup lama, mungkin meminta Hiratsuka-sensei untuk memeriksa pemanas ruangan ini agar diperbaiki adalah ide yang cukup baik.

  Setelah membenarkan mantel dan syal, kami berjalan keluar ruangan. Yukinoshita kemudian mengunci pintu ruangan tersebut.

  Dengan itu, pekerjaan kami hari ini telah selesai.

  Dengan pekerjaan selesai, yang tersisa hari ini hanyalah berjalan menuju rumah. Ketika kami berjalan menuju lorong ke gedung khusus dimana klub berada, Yuigahama kedinginan dan membenarkan mantelnya. " Yikes! Lorong ini seperti membeku "

  Lorong yang sepi bukan alasan kenapa terasa beku. Aku merasa hawa dingin memanjat dari arah kakiku. Aku meremas syalku dan mengikatnya lagi agar semakin ketat.

  " Kupikir aku baru menyadarinya setelah mendapati ruangan klubku cukup hangat dari tadi."

  " Lorongnya memang tidak dipasangi pemanas." Yukinoshita berjalan didepanku seakan-akan memberitahuku untuk menghadapi dingin tersebut. Yuigahama berjalan disampingnya dan memiliki wajah kedinginan sementara menggosok syalnya.

  "Mmm... Oh, aku tahu!" dia berkata, lalu memeluk lengan Yukinoshita. " Akan lebih hangat kalau aku melakukan ini!"

  "Y-Yuigahama-san, tunggu sebentar." Yukinoshita tidak bergerak, suaranya menajam dan matanya memandang lurus. Tetapi setelah melihat wajah Yuigahama yang seakan-akan memelas kepadanya, diapun menyerah.

  " ...Oooh, hangatnya."

  " Sulit sekali berjalan dengan keadaan seperti ini..."

  Dalam kenyataannya, temperatur mereka seharusnya tidak begitu berbeda, tetapi tidak dengan indeks panasnya. Melihat keduanya seperti itu cukup membuatku hangat.

  Bahkan ketika Yukinoshita selesai mengembalikan kunci tersebut ke ruang guru, Yuigahama melanjutkan dirinya menempel ke Yukinoshita.

  Aku mengikuti keduanya yang menempel dan berjalan menuju lorong keluar sekolah. Di jalan tersebut, wajah yang sangat familiar muncul dari ruangan OSIS.

  " Oh itu Iroha-chan, Yahallo." Yuigahama mengangkat tangan kirinya dan melambai, tangan kanannya tetap memeluk lengan Yukinoshita. Setelah melihat mereka, Isshiki berjalan menuju kami.

  " Ahh, selamat petang. Aku senang kalian ternyata masih disini."

  " Kami sebenarnya sedang berjalan pulang, " kata Yukinoshita, sedang Yuigahama masih memeluknya.

  Kamu akan berpikir kalau mereka berdua sedang bermesraan jika melihatnya dari jauh... Dari sini, sebenarnya akan ganjil kalau melihat mereka seaneh ini. Tetapi, begitulah Isshiki. Dia nampaknya sudah terbiasa dan dia tidak merasa aneh melihat hal ini.

   "Aku juga baru selesai mengerjakan beberapa pekerjaan, ketika bertemu kalian, aku teringat sesuatu kalau aku ada sedikit keperluan."

  "Ada yang bisa kubantu? "

  "Ya, sebenarnya ada," kata Isshiki, sambil mengangguk. Dia mengalihkan pandangan dari Yukinoshita dan Yuigahama, lalu berjalan ke arahku dan berbisik, 

  "Senpai, bisakah kau bantu aku? "

  " Huh? Ya, tentu." Aku memberi tanda ke Yukinoshita dan Yuigahama memberitahu mereka untuk berjalan lebih dulu. Dengan Isshiki menarik lenganku, kami menuju jendela dekat jalan keluar lorong.

  Langit berwarna twilight dan angin yang menyentuh tubuhku sangat dingin sekali. Dengan punggung membelakangi jendela, Isshiki bertanya kepadaku, 

  "Um, Senpai, bagaimana dengan request pekerjaan yang kuberikan padamu sebelumnya? Aku ingin segera ada keputusan tentang itu..."

  "Hmm, ya. Aku mengerti. Aku akan melakukan sesuatu tentang itu."

  Mendengar kata "kerja" membuatku merespond dengan motivasi seperti budak perusahaan. 'Sepertinya agak kurang menyenangkan kalau membahas pekerjaan ketika dalam perjalanan pulang. Urusan klub hari ini sudah selesai. Tolong kembali di lain waktu dengan request anda. Aku kedinginan dan ingin pulang.'

  Aku menoleh kepadanya setelah memberinya pandangan yang kosong. Lalu, respon yang hangat dan suara Isshiki muncul dari belakang. 

  "Oh, kalau begitu tidak masalah kalau kita bertemu besok jam 10 pagi di depan Stasiun Chiba? "

  " Huh? Besok? " Aku berbalik dan meyakinkan diriku.

  Besok memang libur. Keluarga Hikigaya mempunyai aturan bahwa Sabtu dan Minggu adalah waktu istirahat. Jadi, kalau memang waktuku istirahat, maka aku akan beristirahat. Namun masalahnya, klub relawan tidak memiliki aturan Sabtu dan Minggu libur untuk request. Entah mengapa aturan ini berbeda satu sama lain. Jadi, kapanpun klub relawan memiliki request, jika memang Sabtu dan Minggu diperlukan, maka akan dikerjakan pada hari itu juga. Dalam pikiranku, sistem apa yang tidak memiliki aturan 2 hari libur? Ada apa dengan sistem manis di klubku ini?

  "Tidak, aku pikir pekerjaan itu tidak harus dilakukan besok. "

  Aku memberi respon yang baik untuk memastikan jadwal akhir pekanku dan Isshiki memindahkan telunjuknya ke dagunya sembari menengok. 

  "Tetapi aku juga ragu kalau kau ada aktivitas besok? "

  "Jangan berpikir seperti itu, kaupikir aku akan tahu apa yang akan terjadi besok? "

  Ini selalu mengangguku setiap waktu, mengapa Isshiki selalu berbicara seperti dia tahu segalanya? Seperti aku akan tahu apa rencana dia sebenarnya. Aku tidak tahu segalanya, aku hanya tahu apa yang kutahu.

  Setelah memberi tahunya, pipi Isshikiterlihat memerah. 

  "Maksudku, aku tadi bertanya tentang Senpai pribadi."

  "Oh, kau tadi membahas mengenai diriku saja... Tunggu dulu, kenapa ini tentang diriku sekarang? Apakah itu tidak sedikit aneh? Meski begitu, kamu benar kalau aku tidak memiliki kegiatan apapun besok."

  "Tuh kan, benar kan. Kalau begitu, aku mengandalkanmu besok. Aku menunggu aksimu, Senpai! Kalau begitu, aku permisi pergi dulu."

  " Te-tentu..."

  Ah sial, aku membuat sebuah janji-kah tadi? Jika dia mengatakan itu suatu pekerjaan, kupikir Isshiki seharusnya memintaku untuk melakukan sesuatu... Sial, aku, seperti tidak memiliki petunjuk apa yang dia maksud.

  Setelah lama terdiam karena efek senyum Isshiki, aku berjalan menuju gerbang sekolah.

  Setelah berjalan beberapa langkah, aku menengok ke belakang dan Isshiki masih melambaikan tangannya dengan disertai senyuman kepadaku.

  Jadi, kalau itu memang benar ada perlu denganku, mungkin saja dia hanya memberitahuku hal-hal penting saja seperti request sebelumnya. Faktanya, mungkin hanya itu kemungkinannya. Hanya saja, dia tidak memberiku detail apa yang terjadi nanti.

  Tetapi seperti tidak ingin mengingat satupun hal, aku mengubur sebagian wajahku ke syal dan berpikir, tetapi aku tidak bisa memikirkan apapun tentang request itu.

  Kebekuan otakku ini menjadi pecah ketika menuju pintu gerbang dan melihat Yuigahama dan Yukinoshita seperti berbicara dengan santainya. Sepertinya, mereka menungguku dari tadi.

  " Ah, maaf. Kalian seharusnya sudah pulang tanpa menungguku tadi..." pintaku.

  Yuigahama seperti berjalan berputar-putar, dia seperti menyeret Yukinoshita bersamanya dengan memegang lengannya. Kau tahu, itu mengingatkanku akan anjing yang berjalan kesana-kemari ketika sedang berjalan dengan tuannya.

  "Sebenarnya kita tidak menunggumu. Seperti, aku dan Yukinon tengah berhenti untuk berbincang-bincang, benar kan Yukinon? "

  " ... Ya seperti itu. " Yukinoshita sepertinya membuang muka ketika Yuigahama bertanya kepadanya. Melihat perilakunya, mirip kucing yang tidak suka ketika diganggu.

  "Yah apapun itu, terima kasih. "

  Ketika kita diluar sekolah, suasana sudah beranjak malam. Mungkin sudah dekat dengan hari pertama musim semi, tetapi nampaknya hari berjalan begitu lama saat ini.

  Ketika kita menuju ke gerbang, Yuigahama berjalan di sebelahku. " Apa yang Iroha-chan katakan tadi? "

  "Sebenarnya, aku tidak tahu apa maksudnya... sepertinya dia butuh bantuanku untuk pekerjaan OSIS. Aku benar-benar tidak tahu apa maksudnya..."

  " Itu bukan penjelasan yang jelas... " 

  Yukinoshita mengatakan itu sambil tersenyum dan berjalan di belakangku.

  Meski begitu, sepertinya sudah umum untuk sebuah pekerjaan selalu tidak disertai dengan penjelasan yang baik. Faktanya, apa yang klub relawan lakukan selama ini juga disertai penjelasan yang minim. Meski begitu, semenjak aku mengatasi situasi itu dan menjelaskan semuanya, membuat segalanya menjadi mudah. Laporan, komunikasi, dan konsultasi memang penting.

  Apa-apaan yang kupikirkan tadi, lebih baik kulupakan semua ini dan fokus ke pekerjaan besok.






* * *






  Hari libur dengan langit musim dingin yang terang. Suasana di depan Stasiun Chiba dipenuhi dengan berbagai aktivitas.

  Aku membayangkan kalau area perkotaan akan lebih buruk dari ini, tetapi suasana kacau ini sudah cukup bagiku karena aku sendiri jarang pergi keluar ketika akhir pekan.

  Aku memandang lama ke orang-orang yang bepergian keluar-masuk pintu depan Stasiun dan memeriksa waktunya. Ini sudah jam 10 pagi lewat 15 menit.

  Ini sudah lewat jam yang dijanjikan dan Isshiki masih tidak terlihat. Sepertinya aku ingin memastikan lagi soal waktunya ke Isshiki, namun aku tidak mempunyai nomornya dan ini seperti sebuah kesialan bagiku.

  Ketika kau berjanji bertemu di depan Stasiun Chiba, biasanya orang salah paham dan menganggap tempat tersebut adalah Stasiun Chiba di pintu masuk yang sebelah timur, tetapi itu bisa juga dimaknai sebagai pintu masuk bagian barat. Bukan, mungkin kata Stasiun Chiba merujuk ke Stasiun kecil Chiba yang lain yang bernama Keisei-Chiba, atau Stasiun Nasional di depan Stasiun Chiba. Serius, nama stasiun macam apa itu? Mereka menaruh kata stasiun depan di namanya... Jika bukan itu, mungkin juga yang dimaksud Stasiun Chiba adalah Stasiun lainnya dengan nama mirip seperti Stasiun Nishi-Chiba, Stasiun Higashi-Chiba, Stasiun Hon-Chiba, Stasiun Minato-Chiba, Stasiun Koen-Chiba, Stasiun Chuuei-Chiba, atau mungkin, Stasiun Kotabaru Chiba dan banyak lagi Stasiun dengan nama Chiba di dalamnya. Mungkin bagi orang yang baru tahu Kota Chiba dan hanya tahu soal Stasiun Chiba, akan sulit untuk menemukan tempat yang dimaksud.

  Ketika seseorang dari Kota Chiba mengatakan " Aku akan pergi ke Chiba ", tanpa ragu mereka mengartikan itu adalah area di sekitar Stasiun Chiba. Ini mungkin agak ambigu bagi orang yang di luar daerah. Seperti, orang Hokkaido, kau tidak akan tahu apa yang mereka maksud ketika mereka mengatakan " Aku akan pergi ke Hokkaido". Atau orang dari Tokyo berkata " Aku akan pergi ke Tokyo" dan terdengar mereka seperti pergi mengejar mimpi yang lebih besar.

  Jadi, kupikir ketika dia mengatakan bertemu di depan Stasiun Chiba berarti adalah disini, aku menginjak lantai berulang kali untuk mengalihkan perhatianku dari hawa dingin ini. Lalu, dari gelombang orang-orang yang berlalu-lalang, aku bisa melihat Isshiki. 

  Memakai syal dari bulu, mantel berwarna beige-nya menutup rapat tubuhnya. Dengan sepatu boots di kakinya, dan rok pendek yang datar, dia sepertinya tidak terlihat kedinginan.

  Ketika dia melihatku, dia berlari kecil ke arahku. Setelah membetulkan syal dan tas kecilnya, dia menatapku.

   "Aku minta maaf karena membuatmu menunggu. Aku butuh waktu agak lama untuk bersiap-siap..."

   "Serius? Gara-gara itu aku harus menunggu? " Aku mengatakannya dengan maksud Irohasu, kau sangat lambaaaaan.

   Isshiki berkata. 

  "Umm, bukankah seharusnya kau mengatakan ' aku baru saja sampai '...? Karena kita akan pergi kencan. "

  " ... Kencan? "

  Itu adalah kata yang tidak akan kau dengar setiap hari... Apakah ini semacam ritual untuk menenangkan roh yang marah dengan syarat aku harus menemaninya...? Sesudah itu akan ada pertempuran! Atau hal-hal sejenis dengan itu. Namun, secara umum kalau berbicara tentang kencan, artinya jalan-jalan bersama antara pria dan wanita.

  Tetapi mengapa aku tiba-tiba kencan dengan Isshiki? Aku sangat curiga akan hal ini karena Isshiki menaruh tangannya di pinggangnya dan mengatakan.

  " Aku sudah memberitahumu, bukan? Kalau kita akan mengadakan simulasi kencan. "

  " ...Ahh."

  Ngomong-ngomong, dia memang mengatakan hal semacam itu bulan lalu. Berarti dia serius ketika mengatakannya? Aku memang menjawabnya dengan asal waktu itu. Sial, Aku tidak tahu kalau itu akan menjadi kenyataan!

  " Bisakah kau beritahu aku lain kali ketika hal semacam ini terjadi? Bahkan akupun harus bersiap-siap dahulu..."

  Misalnya siap-siap menolak dengan mengatakan jadwalku padat, atau menunda jadwal kencannya hingga waktu yang tidak ditentukan, atau tiba-tiba punya sakit perut ketika hari H, atau hal-hal semacam itu. Meski begitu, aku berpikir tidak akan ada yang berubah meskipun dia memberitahuku sebelumnya. Kapanpun kau membuat rencana yang menarik dan baik dan tiba pada hari H, kau akan berpikir, " Sepertinya akan menjadi hari yang berat.". Ada apa dengan fenomena tersebut?

  Meski aku mencoba untuk membuat penolakan, sepertinya tidak akan memiliki efek ke Isshiki.

  " Maksudku, kalau aku mengundangmu secara normal Senpai, kamu tidak akan mungkin datang, bukan? "

  " ... Benar juga."

  Kau memang benar-benar sesuatu. Dia mengerti aku dan mungkin mendapatkan ranking 3 dalam sertifikat Hikigaya.

  Kalau dipikir-pikir, memang kesalahanku menjawab asal-asalan dan membuat janji dengannya. Sudah sangat telat kalau hendak mencari alasan untuk membatalkan ini. Salah satu alasan kuat adalah karena aku tidak memberinya jawaban yang jelas. Dan akan sangat tidak bertanggung jawab kalau aku meninggalkannya disini.

  Jadi, hal yang benar adalah kuselesaikan ini secara cepat dan pulang ke rumah.

  " Baiklah, ayo kita pergi." Aku mengangguk dan Isshiki tersenyum. " Jadi, kita akan pergi kemana? "

  Seketika aku bertanya kepadanya, senyum Isshiki memudar. " Jadi yang kau lakukan pertama kali adalah bergantung ke si gadis... padahal aku berpikir kau akan memikirkan sesuatu tadinya..."

   " Aku hanya tertarik memikirkan rencana ketika sedang sendirian, namun ketika bersama orang lain, aku cenderung mengikuti mereka. "

   " Lupakan saja deh... Ayo kita pikirkan sambil berjalan! Disini sangat dingin." Bahu Isshiki nampaknya menandakan dia sangat kedinginan. Yep, nampaknya Irohasu tahu apa yang kurasakan dari tadi semenjak menunggunya.

   Ngomong-ngomong, siapa coba yang membuatku menunggu dari tadi di cuaca sedingin ini...?






*  *  *





  Kami berjalan menyusuri jalan yang menghubungkan ke pusat hiburan di Kota dari Stasiun Chiba.

  Distrik tersebut berada di jalan utama Chiba yang menghubungkan ke banyak restoran, fasilitas hiburan, dan perdagangan. Karena ini akhir pekan, banyak sekali orang-orang yang berlalu-lalang. Siswa-siswa bisanya kesini ketika libur dan malam hari, dan tempat ini sangat familiar denganku.

   Ketika kita berjalan lebih jauh, kita tiba di area dimana ada bioskop, toko buku, dan permainan ketangkasan.

   Namun, kalau kita berbelok ke kiri, kita tiba di toko Parco, dan jika kita berputar-putar di sekitar sini, kita akan melihat banyak sekali persimpangan jalan. Hari ini banyak sekali pejalan kaki dan mungkin mereka juga memiliki pikiran yang sama dengan diriku.

   Meski kau sudah terbiasa dengan berjalan-jalan di sekitar jalan ini, semuanya terasa berbeda ketika kau berjalan bersama seorang gadis. Berjalan bersama-sama harusnya terkesan natural, tetapi kalau aku tidak sadar langkah kakiku semakin cepat, aku mungkin meninggalkan Isshiki di belakangku tanpa kusadari. Aku menyesuaikan langkahku dengannya.

   Ketika aku selangkah di depan karena menghindari bergesekan dengan pejalan kaki di depanku, Isshiki mempercepat langkahnya dan berjalan di sebelahku. Dia mencondongkan tubuhnya ke depan dan menatap wajahku dari bawah.

   "Senpai, kemana kau biasanya pergi?"

    "Rumah."

    "Coba lagi."

   "Benar kok."

    Nada Isshiki berubah menjadi lebih tajam dan dia menatapku dengan setengah mata tertutup. Kamu menakutiku, Iroha-chan. Dengan Isshiki yang berubah diam, aku merasa berada dalam tekanan, aku pura-pura batuk dan mengkoreksi ucapanku.

   "Biasanya ke Perpustakaan atau ke Toko Buku. Aku biasa menghabiskan waktuku kesana, dan biasanya terasa menyenangkan bagiku pergi ke 2 tempat itu. "

   "Kencan di Perpustakaan..." Isshiki berbisik kepadaku dan menatap langit. Setelah berpikir sebentar, dia menundukkan kepalanya.

   "Maaf Senpai, sesuatu yang terkesan intelektual seperti itu adalah yang dilakukan Hayama-senpai. Jadi, aku menginginkan sesuatu yang lebih diluar standard darimu, Senpai."

   Hoo Hoo, gadis ini... Sebenarnya banyak hal tentang diriku yang terkesan intelektual. Namun, sebenarnya aku tidak berpikir akan ke Perpustakaan bersama Isshiki, jadi ini bukan masalah bagiku.

   Maksudku, sekarang, aku sangat gugup, meskipun ke tempat yang sepi bersama Isshiki, aku pikir aku tidak akan bertingkah tenang-tenang saja. Aku seperti seorang ayah yang ingin bersantai di akhir pekan, tetapi terpaksa menemani anak-anaknya. Kalau mengikuti logika, mungkin aku akan mendapatkan kedamaian apabila pergi ke Perpustakaan bersama Hayama. Oh tidak, apakah barusan aku seperti berpikir untuk berkencan dengan Hayama ke Perpustakaan? Aku enggak bisa membayangkan bagaimana Ebina-san jika tahu aku membayangkan hal seperti itu. Tidak, serius lah!

    Namun karena aku tidak peduli dengan Hayama, aku taruh dia di suatu tempat di ujung pikiranku selama-lamanya. Aku berpikir keras tentang tempat dimana orang-orang pada umumnya akan pergi.

   "Ada karaoke, darts, billiard, bowling, tenis meja...pusat batting baseball, tetapi tidak begitu banyak tempat seperti itu di sekitar Stasiun Chiba..."

   Aku bertanya ke Isshiki dengan harapan ada salah satu opsi yang kukatakan di atas dan dia menyukainya. " Aku sebenarnya tidak begitu peduli, tetapi billiard tidak begitu cocok denganmu, Senpai."

   "Baiklah, billiard kuhapus dari opsi."

   " Oh, tapi tenis meja memang cocok denganmu!"

   "Kau tidak perlu menambahkan kata-kata di belakang tenis meja tadi..."

    Sebenarnya, apa sebenarnya aku tadi agak keterlaluan soal tenis meja? Tenis meja sangat keren. Pernah tahu "pingpong"? Manga dan animenya sangat keren.

    Karena itu, kami tiba di perempatan Gosaro dan menunggu lampu hijau bagi pejalan kaki.

    Kami menuju ke Parco jika belok kiri, dan ke Bioskop apabila lurus ke depan. Tidak ada pilihan lain karena jalan ke kanan tidak ada.

    "... Bagaimana kalau kita lihat film? Kita bisa menghabiskan waktu 2 jam."

    "Kenapa kita harus menghabiskan waktu? Tapi, kaulah yang memimpin disini, Senpai..."

   "Baiklah, kalau begitu kita nonton film. "

    Isshiki terlihat sedikit tenang, tetapi semenjak aku mendapatkan perhatiannya, aku berjalan menuju bioskop. Karena ini akhir pekan, bioskopnya terasa penuh.

    Ketika aku melihat jadwal bioskop dan kursi yang tersisa, Isshiki menunjuk ke sebuah poster film Hollywood. Dan disana tertulis "Dinominasikan Academi Award"

    "Aku ingin menonton ini."

    " Baiklah, kalau begitu aku akan menonton film yang ini."

    Aku, memilih film yang lain dari Iroha. Kedua film berakhir di jam yang sama, jadi kita berdua akan keluar dari Bioskop di waktu yang hampir sama.

    "Kita butuh tempat dimana akan bertemu sesudah ini. Tidak apa-apa apabila kita bertemu di Starbuck dekat sini? "

    Kebiasaanku tidak memberiku opsi ketika menonton film dengan orang lain, jadi aku memutuskan sesuatu dengan lebih logis, aku bahkan memperhitungkan durasi filmnya, jadi kenapa wajah Iroha-chan seperti mengatakan tidak puas?

    "... Huh? Ada apa?" Aku mencoba bertanya.

    Isshiki mengangguk, sepertinya dia menemukan sesuatu. " Hoo aku baru tahu kalau itu yang ada di kepala Senpai."

   Aku tidak mengerti apa yang terjadi denganmu, tetapi aku senang kamu bisa mengerti. Isshiki berubah dan memandangi sesuatu selain poster film tadi.

    Ketika aku mencoba melihat ke arah pandangannya tertuju, disitu ada tanda bowling area. Dan di dasar papan tanda tersebut ada kata-kata tentang tenis meja.

    Setelah itu, Isshiki menatapku. " Baiklah, kita lupakan saja filmnya, kenapa kita tidak bermain tenis meja saja? "

   "Aku sih oke-oke saja, tetapi apakah sepatu yang kau pakai akan membuatmu sedikit kesulitan?" Aku mengatakannya sambil melihat sepatu Isshiki. Isshiki terdiam, dan memandangi sepatunya, lalu menatapku.

  Penampilan cerianya diikuti bibirnya yang terkesan terkejut akan perkataanku, membuatku tersadar bahwa Isshiki adalah gadis yang lebih muda dariku. 

   Wajahnya yang sedang berpikir, seakan-akan hendak mengatakan sesuatu.

   "A-Apa?"

   "Tidak ada apa-apa... Aku hanya sedikit terkejut kau sangat memperhatikan detail..."

   "Aku langsung tahu ketika aku dan dirimu memiliki tinggi yang berbeda dari biasanya" kataku.

   Isshiki berjalan tepat di depanku seperti mencocokkan tinggi dan menatapku. Dia memundurkan langkahnya sesekali, lalu maju mendekatiku seperti hendak memperhitungkan sesuatu. Dan dengan mengambil napas panjang diikuti senyum di bibirnya, dia mengatakan sesuatu.

   "Eh iya ternyata benar. Aku seperti hampir sama tinggi denganmu dari hari-hari biasanya."

    Karena jarak yang memisahkan wajah kita sangat dekat, aku menahan napasku ketika melihat senyum bibirnya yang merah merekah.

    Ketika aku terdiam karena tidak ada yang bisa kukatakan, bahkan Isshiki merasa terpengaruh juga dengan jarak kita yang dekat dan memalingkan wajahnya yang memerah. Lalu dia melihatku dengan ragu-ragu dan bertingkah seolah-olah malu untuk menunjukkannya.

   "... Kupikir kau bisa menyewa sepatu disana nantinya." Aku mengalihkan pandanganku dari Isshiki dan melangkah menuju Bowling area. Isshiki mengikutiku dari belakang setelah menyetujui tawaranku.

   Ya ampun, kenapa juniorku bisa selicik ini.

   Namun dibalik kelicikannya, membuat Isshiki berkurang sifat manisnya, jadi sifatnya tadi mengurangi kadar manis dirinya.

   Namun sejujurnya, dia memiliki wajah yang manis. Memang bahasa tubuhnya agak licik, tetapi memang manis. Sifat dirinya, mungkin banyak masalah di dalamnya, namun dari dia bertindak licik dan innocent, mungkin bisa aku kategorikan manis.

   Sial, apa-apaan tadi? Dia memang manis. Dia terlihat seperti idola sekolahan! Itu adalah Iroha-chan! Aku terlihat aneh apabila bereaksi seperti itu...Tidak, aku yakin tidak akan bereaksi seperti itu.

    Kelicikan dan manisnya, pastinya bertujuan untuk latihan menghadapi Hayama Hayato, bukan ke diriku, jadi aku bisa tenang-tenang saja menghadapinya. Aku cukup yakin kalau aku akan jatuh ke jebakan pertamanya dulu jika aku tidak memakai akal sehatku.

   Karena sebenarnya aku memiliki sebuah jati diri sebagai warga Chiba, aku mencintai kota ini. Karena aku sudah memiliki cinta ke kota Chiba, jebakan dari Irohasu tidak akan mempengaruhiku. Terima kasih Chiba, aku mencintaimu!

   Sambil memikirkan kembali masalah ini, aku membuat rangkuman utama tugasku hari ini. Tugasku hari ini adalah menjalankan sebuah simulasi kencan bagi Isshiki seandainya jika dia berkencan dengan Hayama.

   Ketika kita melewati area perbelanjaan dekat Stasiun, aku berpaling ke Isshiki ketika Bowling area terlihat dan memastikan kepadanya. " Sebenarnya, apa Hayama bermain tenis meja? Kupikir dia akan bermain sesuatu yang agak stylish."

   "Justru tenis meja yang tepat! Aku tidak terlihat seperti menjadi diriku sendiri ketika aku hanya mengikuti Hayama-senpai kemanapun yang dia mau, bukan? "

   "Benar juga..."

   Ketika dia menyebutkan itu, kupikir ada benarnya. Lawan Isshiki saat ini adalah Miura, dan dia sepertinya tidak akan mengajak Hayama ke sesuatu seperti tenis meja. Jadi, itu membuat alasannya masuk akal. Meski begitu, aku tidak yakin ini akan berakhir buruk atau bagus baginya kelak. Lagipula, aku juga tidak yakin Hayama akan peduli dengan itu...

   Jadi, karena ini demi juniorku yang manis, mari kita lakukan yang terbaik.

   




*   *   *





   Kita menuju ke bagian Bowling di dekat bioskop, check-in ke resepsionis, dan pergi ke area tenis meja di pojokan.
   
   Kami duduk di sofa kulit dan berganti sepatu.

   Isshiki duduk di sebelahku, melepas mantelnya, dan mengganti sepatu bootsnya.

   Sweater rajutan berwarna pink mengesankan sisi femininnya, rok tinggi-sepinggang menunjukkan bentuk pinggangnya. Ketika dia kesulitan memindahkan bootsnya dengan tangan, aku bisa melihat kakinya yang terawat baik dari celana ketatnya.

   Aku ketahuan telah memandanginya dan dia menunjukkan bahasa tubuh agak kekanak-kanakan. Ketika kedua mata kita saling menatap, dia mengatakan " Ada apa? " Tetapi tidak mungkin aku memberitahunya kalau sedang terpesona oleh dirinya, meski perilakunya kadang kekanak-kanakan. Jadi, aku memalingkan wajahku dan memberikan raketnya.

   Setelah Isshiki menerima raketnya, dia berjalan ke depan meja.

   "Aku belum pernah bermain tenis meja semenjak SMP."

   "Kau bisa ikut extrakurikuler tenis meja di kelas 2 SMA nanti."

   Aku berdiri di seberang Isshiki. Isshiki menggulung lengan sweaternya dan menodongkan raketnya kepadaku. Lalu membuat senyum dengan penuh determinasi!

   "Jadi, kalau aku menang nanti maka kau traktir aku makan siang?"

   "Hoo, taruhan makan siang? Baiklah kalau begitu..." Aku menjawab tantangan itu, dan mengirim bola ke Isshiki. Kupikir tidak ada yang membuat pertandingan menjadi menarik kecuali menaruh taruhan disana. Setelah memantul-mantulkan bola ke meja, Isshiki menggenggam bola tersebut dan memasang pose siap memulai pertandingan.

   "Kalau begitu, sudah diputuskan! Aku akan memulai dahulu!"

   Isshiki berteriak kencang ketika memukul bola itu ke area milikku.

   "Hoi."

   Aku mengembalikan bola tersebut tanpa mengurangi tenagaku. Bola memantul di area depan Isshiki. Dia mengembalikan bola dengan suara pelan, "Toh!".

   Bola pingpong berbunyi sangat keras ketika jual-beli ayunan terjadi di meja.

   Setiap bola membuat bunyi aneh, aku merasakan nostalgia. Mengingatkanku ketika aku bermain dengan Komachi ketika di pemandian air panas waktu bersama keluarga dulu. Terima kasih untuk itu, aku bisa bermain tenis meja dengan baik dan bisa berpura-pura serius. Gayaku bermain mirip Mario Kart dan Puyo Puyo. Maksudku, setiap Komachi kalah, dia akan sedikit sedih...

   Aku menggunakan itu dengan membuat rally pingpong di tempat dimana Isshiki dengan mudah mengembalikan bolanya.

   "Tah."

  "Hoi."

   Kami membuat bola tersebut menjadi rally sementara teriakan kami terkesan datar daritadi. Nampaknya salah satu dari 108 skill Onii-chan,menghibur adik kecil sudah mulai berkarat.

   Awalnya, Isshiki mengembalikan bola tersebut dengan gugup, namun nampaknya dia sudah mulai terbiasa dengan itu. Nampaknya dia sangat menikmatinya...Di akhir pikiranku, sesuatu yang mencurigakan terlihat dari tatapan mata Isshiki.

   Isshiki fokus menatap bola yang memantul, mengambil ancang-ancang, dan smash bola tersebut.

    "Mati kau!"

   "Uh, kenapa menyebut kata-kata itu?"


   Bola yang di-smash Isshiki terbang dengan pola parabola lalu menghilang entah kemana. Namun Isshiki tersenyum, "Kau menyukainya...!?" 

  Kita ini tidak sedang bermain dalam sebuah grand slam dimana akan ada orang yang membantu mengambilkan bolanya, nona.

   Aku mengambil bola tersebut. Meskipun aku yang memulai servis, tetapi aku melakukan kesalahan konyol dan sekarang menjadi giliran Isshiki untuk melakukan servis.

   "Oke, sekarang giliranku, bukan?"

   Isshiki memantulkan bolanya dan melakukan servis. Namun dia menyadari sesuatu, dia mengangkat tangannya untuk meminta pause. " Oh, Senpai, tunggu sebentar- HIYAH!"

   Tepat ketika dia hendak pause pertandingannya, dia tiba-tiba melanjutkan servisnya dengan sekuat tenaga. Namun aku tidak tertipu dengan aksi seperti itu. Aku dengan santai mengembalikan bola tersebut.

   "... Terlalu gampang."

   Ayahku dulu sering menggunakan trik itu di tenis meja ketika aku kecil dulu, jadi sebagai balas dendam, aku menggunakan trik yang sama berulang kali ke Komachi, dan dia tidak senang dengan itu! Kau mungkin berpikir betapa hinanya keturunan Hikigaya sekarang! Namun ketika Komachi menangis waktu aku bermain curang, " Aku tidak akan mau lagi bermain tenis meja denganmu, Onii-chan!" terlalu manis...

   Tentu saja, Komachi selalu mengingat kejadian tersebut, namun bagaimana Irohasu, sebagai orang dewasa juga melakukannya? Ketika aku melihatnya, dia seperti sedikit marah rencana curangnya gagal.

   "Grrr..."

   "Jika kau terus bermain seperti itu, aku akan bermain dengan serius..." Aku mengatakannya, dan melepas sweaterku. Aku menggosok lantai dengan sepatuku dan mengambil pose seperti atlit tenis meja sungguhan. Ketika aku melakukannya, Isshiki mengayunkan raketnya seperti hendak protes.

   "S-senpai, kau agak kekanak-kanakan!"

   "Terserah kau saja...bersiaplah, ini giliranku untuk servis."

   Aku berada di mode berbeda ketika  dari sebelumnya yang sengaja mengalah untuk menghibur dan sekarang ke mode serius. Aku memposisikan diriku di sudut dan membuat posisi untuk servis full-power. Meski dia sepertinya komplain, dia seakan-akan siap untuk menyambut bolaku dan mengejarnya. "Uryah!"

   Dan kemudian, raketnya seperti memotong udara dan rok dari Isshiki yang terlalu bersemangat berkibar. Sial, sekarang aku baru memikirkannya, dia memakai rok, bukan? Aku lebih baik menghindari membalas bolanya dengan bola-bola cepat...

   Setelah itu, aku kembali ke mode mengalah dan mengembalikan bolanya pelan-pelan. Namun sekarang aku malah memperhatikan roknya, tatapanku tidak mau berkompromi dengan kemauanku. Rok Isshiki yang berkibar ke atas dan ke bawah terus mengusik konsentrasiku.

    "Toh! Dasar pengecut!"

   Apaan pengecut? Meja tenis ini menghalangi pandanganku untuk melihat semuanya! Apa-apaan ini dengan spot detektif ini? Oh aku tahu, bagaimana kalau seseorang menciptakan meja tenis dengan material yang bisa tembus pandang? Pasti akan sangat populer. Masa bodoh, aku harusnya menemukannya dan menjadi kaya!

   Entah karena khayalan penemuan bodoh tadi atau imajinasi tentang rok tadi, aku berkali-kali mengayunkan raketku secara kosong dan Isshiki dari tadi terus mendapatkan point.

   Isshiki memalingkan wajahnya dan mengambil handuk kecil dari tasnya. Dia membersihkan wajahnya dari keringat dan mulai menghitung sesuatu dengan jarinya.

   "Umm, jadi Senpai punya 8 point. Dan sekarang aku punya...satu,dua,tiga,empat...oh Senpai, jam berapa sekarang?"

   Nampaknya aku cukup familiar dengan taktik ini, aku melihat jam di dinding dan menjawabnya, "Sekitar jam 11."

   "Sebelas ya? Okey. Ah, jadi poinku adalah 12, 13,..."

  "Poinmu enam. Enam!"

   Kau terlalu jelas untuk menggunakan strategi mengalihkan perhatian dengan waktu. Berapa poin yang di-skip saat menghitung tadi? Meski begitu, kau lumayan berpengetahuan dengan mengetahui strategi seperti itu, Isshiki.

   Ketika aku mengatakan poinnya tadi, Isshiki cemberut. Tetapi itu tidak akan merubah apapun disini.

  "Ini, ayo mulai!"

  Aku memberitahunya dan memulai servis pelanku. Aku menahan diri untuk memukul bolanya keras-keras, tetapi aku sengaja mengarahkan bolanya ke sudut yang sulit. Isshiki mengejar bolanya ke sudut meja, tetapi bola pingpongnya menyentuh meja dan melambung tinggi tak terkejar.

   Melihat bolanya melambung jauh, Isshiki tersenyum dan menatapku. "Ah, tadi out kan? Jadi aku mendapat point?"

   "Kalau out, tidak akan ada bunyi bola memantul di meja seperti tadi..."

   Apa-apaan tadi, terang-terangan berbohong?

   Untuk sejenak, bukankah metodenya terkesan tidak adil? Terlebih lagi, bagaimana roknya bergerak kesana kemari, kupikir itu sangat tidak adil!

   Dari situ, aku berhasil mencapai poin yang ditentukan, mengganti kehilangan poin akibat roknya, dan akhirnya menjadi pemenang.

   Dan aku keluar sebagai pemenang pertandingan ini.

   Kami berdua duduk di sofa setelah menyelesaikan pertandingan kami. Nafasku terasa berat karena sudah lama aku tidak bermain tenis meja.

   Di sisi lain, bahu Isshiki merendah sebagai tanda aku mengalahkannya...Kamu masih perlu belajar banyak, nak!

   "...Jadi, ini adalah kemenanganku, bukan?" Aku bertanya kepadanya untuk mengkonfirmasi kemenanganku.

   Isshiki mengangguk perlahan. "Ya... nampaknya begitu. Aku akui kekalahanku kali ini..."

   Aku cukup terkejut dia jujur dengan kekalahannya kalau melihat bagaimana strategi curangnya tadi. Memiliki banyak taktik seperti itu, seharusnya dia sudah memenangkan pertandingannya.

   Aku bukannya bangga akan kemenanganku, namun menang bukanlah perasaan yang buruk-buruk amat. Aku tersenyum atas kemenanganku, namun melihat Isshiki yang sedih dan menunduk, aku tidak mampu tertawa.

   "Kalau begitu, terima kasih atas makan siangnya ya." Aku tersenyum dan pura-pura bersikap baik semampuku. Ketika aku mengatakannya, Isshiki menggerakkan bahunya...Huh, jangan bilang kau akan menangis, Irohasu? E-eh, k-kalau beneran bagaimana ini?

   Ketika aku dilanda kepanikan, suara tawa kecil terdengar di sebelahku.

   "...Fufufu."

   Ketika aku melihat dirinya, Isshiki memiliki senyum yang menakutkan.

   "Huh, apa itu? Apa ada yang salah denganku?" Tanyaku.

   Isshiki menaruh tangannya di pinggang dan menatapku dengan senyum kemenangan. "Aku memang mengatakan bahwa kalau Aku menang Kau harus mentraktirku, tetapi Aku tidak mengatakan bagaimana seandainya kalau Kau yang menang, Senpai."

   Apa yang dia katakan barusan? Aku menatapnya dengan curiga dan mencoba mengingat-ingat percakapan sebelum pertandingan...Hmm?

   "...Kurasa kau benar."

   Memang benar, kondisi persyaratan pemenang yang Dia berikan adalah jika Dia menang...Enggak buruk juga, Aku belajar sesuatu disini...Lain kali kalau Aku menantang Komachi, Aku bisa menggunakan jurus ini. Membayangkan Komachi membenciku karena kalah setelah sekian lama membuat diriku kegirangan...Tetapi meski begitu, hal yang dikatakan Irohasu dan dia lakukan memang sangat buruk.

   "Sebenarnya, memang pada awalnya aku tidak ada rencana untuk membuatmu mentraktirku, jadi kurasa tidak masalah. Tetapi, bukankah kau menjadi sedikit tidak adil...?" Kataku.

   Bagaimanapun, Isshiki nampaknya tidak terlalu peduli dengan apa yang kukatakan. Malahan, dia tersenyum.

   Dia menundukkan kepalanya setinggi dadanya, dan mulai melirikku dari bawah. Kedua matanya seperti ingin mempermainkanku.

   "Menjadi sedikit tidak adil membuatku terlihat seperti seorang gadis, bukan?"

   "Ahh, itu..."

   Kata-kata Isshiki sedikit konyol, namun cukup meyakinkan. Aku pikir kata-kata itu berasal dari cerita kuno bahwa gadis itu terbuat dari gula dan rempah-rempah, dan semua hal-hal yang baik.

   Itu memang benar adanya. Meski dalam kasus Isshiki, dia terlihat kelebihan rempah-rempah.

   "Ya terserah kamulah, tetapi jangan berharap logika tersebut mempan terhadap semua pria. Terutama hari ini."

   Meski begitu, aku cukup yakin pria seperti Hayama dan Tobe akan menikmati hal semacam ini dan melihat bagaimana penampilan Isshiki dan cara bicaranya, aku pikir dia akan dimaafkan dalam segala situasi. Sialnya, bahkan akupun memaafkannya kali ini!

   Ketika memikirkannya, Isshiki membuat gerakan tidak terduga, dia membuat gerakan seolah-olah mengerti apa yang kukatakan. Lalu dia melambaikan tangan tanda menolak argumenku.

   "Tidak, tidak, tidak, aku pastinya tidak akan melakukannya ke Hayama-senpai. Apa yang terjadi kalau dia membenciku nantinya?"

   "...Hmm, kupikir Hayama akan senang mendengarnya."

   "Serius itu? Darimana kau dapat info itu?"

   "Entahlah, cuma pikiranku saja."

   Karena dia sedang sibuk berpikir, aku berusaha menjauh dari tatapannya. Isshiki tidak mendekatiku lebih jauh dan menyilangkan tangannya. " Kalau sumbernya tidak jelas, tentu infonya tidak valid...Aku merasa belum waktunya bersikap seperti itu."

   "Kenapa harus buru-buru memikirkannya? Sementara waktu, dia   "

   Perkataanku dipotong oleh gerakan Isshiki yang berada di sampingku.

   "Oleh karena itu, sekarang..."

   Isshiki terdiam dan mendekatkan bibirnya ke telingaku seperti hendak berbisik sesuatu yang rahasia.

   Dia menambahkan rempah-rempah tersebut dengan gula.

   "Hanya kepadamulah aku bersikap seperti ini, Senpai."

   "Kau sadar itu seperti mengatakan tidak apa-apa aku tidak menyukaimu, bukan?" Kataku,  sambil menjauhkan tubuhku dari dirinya. Isshiki tertawa kecil.

   Berapapun kau tambahkan gula ke Jalapenos, itu tetap Jalapenos. Berapapun sirup yang kau tambahkan ke Tabasco, itu tetap Tabasco.

   Kecuali disana ada sesuatu yang baik, maka tidak ada yang akan berubah.






*   *   *







   Setelah olahraga kecil tadi, aku merasa lapar.

   Isshiki yang sedari tadi berjalan disampingku, menepuk pundakku ketika kita meninggalkan area Bowling. " Apakah kau tidak merasa lapar?"

   "Hm, ya. Aku berpikir untuk mencari sesuatu yang bisa dimakan."

   "Okay."

   Aku menatap wajahnya ketika menjawab itu, dan dia tersenyum kepadaku. Tetapi dia tidak mengatakan apapun dan terus tersenyum.

   Jangan katakan bahwa sebentar lagi adalah waktunya untuk pertanyaan itu...

   Aku mempersiapkan diriku dan perlahan-lahan mengatakan sesuatu. " Apakah ada yang ingin kau makan?"

   "Apapun tidak masalah bagiku."

   Ini nih! Dia adalah type gadis yang akan mengatakan apapun oke ketika kau tanya dia mau makan apa!!!

   Ada rumor yang mengatakan bahwa gadis menilai seberapa Laki si Pria berdasarkan dari saran dan pilihan yang si Pria berikan. Si Pria seperti sedang diuji. Namun aku memilih untuk menolak pemikiran seperti itu.

   Apakah mungkin antara pria dan wanita saling berbagai hubungan timbal balik yang adil dalam menguji pasangannya masing-masing, kalau memang ada maka itu akan menjadi kunci suksesnya hubungan.

   Aku sepertinya ingin mengirim kata-kata ini ke semua orang.

   "Ketika kau menatap terus neraka itu, maka neraka itu akan terus menatapmu pula." (Nietzsche).

   Jika ada sesuatu yang berbeda di masa lalu, pertanyaan Isshiki tadi mungkin membuat diriku marah dan menjadi Super Saiyan, tetapi aku sekarang sudah dewasa dari pengalaman-pengalaman masa laluku.

   "Bagaimana kalau pasta? Arrabbiata? Atau mungkin Tagliata?"

   "Kenapa kok semuanya pasta?"

   "Kecuali Tagliata, itu bukan pasta."

   Tagliata adalah irisan daging steak tipis, atau semacam itu.

   Alis Isshiki sepertinya tidak suka dengan apa yang kutawarkan. Tetapi begitulah dia, tetap bertahan dengan senyumannya.

   Meskipun terlihat senang dari luar, sebenarnya dia terlihat kecewa di dalam. Dengan suara kecil, dia menggerutu. "...Duh, Senpai, kau sepertinya punya selera yang buruk."

   "Begitu juga kau." Kataku.

   Isshiki menggerakkan jari telunjuknya ke dagu dan berpikir tentang apa yang barusan kukatakan. "Meski begitu, kau pernah mengatakan aku memiliki kepribadian yang menarik, bukan?"

  Berkata seperti itu dengan ekspresi kosong menunjukkan betapa kuat dirinya. Memang benar, dia memiliki kepribadian yang baik. Hanya mentalnya saja yang...

   Kami berjalan sekaligus melihat tempat yang sekiranya bisa dijadikan tempat makan siang kita.

   "Kalau kau tidak masalah dengan makanan apapun, kalau begitu... Restoran Saizeriya terdengar cukup bagus."

   Isshiki menggeleng-gelengkan kepalanya. Ayolah, bukannya baru saja kau katakan tidak masalah dengan makan apapun? Pada akhirnya, aku hanya menyebutkan satu-persatu makanan yang mungkin disukai oleh Isshiki.

   Kalau begitu, kita mulai saja 'Quiz menebak makan siang Irohasu!'. Aku akan menyebut semua tempat makan satu-persatu sampai Isshiki mengatakan suka.

   "Oke, bagaimana kalau Jolly Pasta?"

   Isshiki menggelengkan kepalanya tanda menolak. Ini salah juga...

   "Tsk, baiklah. Aku akan menyebutkan semua tempat yang kutahu sampai Tora no Ana."

   Isshiki menggelengkan kepalanya lagi, "Maaf, bisa kau ulang tadi?"Grr, dimana lagi kau bisa memakan pasta?

   "Capricciosa?"

   Lagi-lagi, Isshiki menolaknya. Nampaknya, waktuku sudah habis. Jawaban benar dari quiz "Tebak makan siang Iroha" adalah nol, jadi tidak ada point untukku.

   "Pasta dan pasta lagi, huh? Aku tidak masalah ikut kemanapun pilihanmu, Senpai."

   "Sungguh? Jadi kau tidak masalah dengan pasta atau avocado?"

   "Serius, jadi itu yang kau inginkan untuk makan siang kita? " Isshiki terlihat kurang senang denganku.

   Tidak, gadis seharusnya menyukai pasta dan avocado... Oh, dan juga udang. Gadis seharusnya memiliki image menyukai udang. Tahu maksudku? Seperti Cobb Salada pasta, kombinasi dari pasta dan avocado, bukankah itu hal terenak yang pernah ada?

   Dia bilang tadi kemana saja boleh, tetapi tadi menolak Saizeriya. Aku mencoba meyakinkan diriku. " Kau yakin? Kau tidak sedang mengujiku, kan? "

   Isshiki menggerutu dan menatapku dengan kosong. " Hmm, normalnya, aku memang melakukannya, tapi..."

   Jadi kau memang melakukannya, huh...? Irohasu, kau sangat menakutkan.

   "Tapi khusus hari ini, aku tidak masalah dengan tempat manapun dimana kau biasa makan, Senpai."

   ...Syukurlah, satu-satunya toko pasta yang aku tahu adalah Tapas Tapas, meski begitu lokasinya tidak di sekitar Stasiun Chiba.

   Jadi artinya aku hanya perlu mengajaknya ke tempat dimana aku biasa makan.

   Namun meskipun banyak sekali tempat yang cocok bagi anak SMA seperti kami disini, opsi yang ada sebenarnya tidak terlalu banyak. Di akhir pekan, restoran keluarga dan cafe biasanya sudah penuh. Sayangnya, aku tidak terlalu tahu mengenai tempat-tempat unik disini juga.

   Meminjam kata-kata Isshiki hari ini, dia mengatakan kepadaku kalau dia mengharapkan sesuatu yang diluar standard dari diriku.

   Kalau soal itu, maka hanya ada satu jawaban.

   "Baiklah, kurasa aku harus pergi kesana..." Kataku, dan berjalan menuju pusat Chiba untuk membawa Isshiki.

   Di jalan utama Chiba dimana mall belanja seperti SOGO, PARCO, dan C-ONE memang berisi banyak restoran, namun ada pula restoran jalanan dan di pinggiran gedung-gedung tersebut.

   Namun bagi warga kota Chiba sepertiku, aku lebih suka lewat gang-gang kecil dan mencoba makanan baru dari tempat makan yang kutemui.

   Normalnya, aku akan pergi bertualang menemukan tempat makan baru, namun kali ini aku membawa teman.

   Dalam kondisi ini, memilih tempat yang sudah kukenal baik sepertinya adalah hal yang bagus.

   Ketika kita sudah sampai di jalan yang dituju, ada papan tanda dengan lampu orange bertuliskan nama tempat yang akan kutuju. Di bawah papan tersebut, ada tanda tangga yang berarti tempatnya berada di bawah tanah.

   Mata dari Isshiki terlihat berbinar-binar melihat lokasi yang berada di bawah tanah.

   "Kamu akan mendapatkan banyak poin jika kau tahu mengenai tempat yang enak!" Isshiki menarik-narik lenganku, menunjukkan ketertarikannya.

   Kami tiba di toko ramen, Naritake, dan itu adalah ramen terkenal di Chiba. Saat ini, mereka membuka cabang di Tokyo dan Nagoya. Mereka juga punya cabang di Paris, Perancis, jadi kadang aku memanggilnya Paritake.

   "Dan... kita akan memakan ramen?" Isshiki melihat toko tersebut dan tiba-tiba ketertarikannya menghilang. Dan dia, sudah tidak memegang lenganku lagi.

   "Kaubilang tempat apapun dimana aku biasa makan, bukan?"

   "Ya...baiklah karena yang menentukan kali ini adalah Senpai." Dia mengatakannya seperti sudah menyerah.

   O-Okai... maksudku tentu ini bukan tempat yang stylish atau apapun itu, tapi kupikir kau tidak perlu sebegitu kecewanya terhadap pilihanku.

   Berdasarkan pengalamanku, gadis biasanya menyukai ramen. Sumber : Hiratsuka-sensei. Sial, sumberku ternyata tidak kredibel. Pastinya, dia sendiri tidak dalam usia dimana dia dipanggil gadis lagi. Jadi, ini hal yang buruk. Apanya yang buruk? Memanggilnya gadis adalah hal yang buruk.

   Kalau Hiratsuka Sensei ada disini, mungkin dia langsung melompat kegirangan untuk makan secepatnya.

   Coba kita pikir dari sudut yang berbeda, mungkin ini adalah kesempatan yang baik untuk mengenalkan Naritake ke Isshiki. Ada pepatah orang tua mengatakan, "Dimana kau sedang dalam situasi terjepit, disitu ada masalah besar, namun disitu juga ada peluang. Jika ada masalah datang, biasanya kau akan menganggapnya hanyalah sekedar masalah. Namun jika kau melihat dari datangnya masalah itu ada sebuah peluang yang baik, masalah itu akan pergi dengan sendirinya. Jadi, aku hanya perlu fokus saja.

   "Umm, bagaimana kalau kau simpan dulu penilaiannya setelah kau mencoba rasanya?" Aku tiba-tiba mengatakan itu dengan nada yang sopan ke Isshiki.

   Isshiki menatapku, dan akhirnya mengangguk. " Kupikir tidak masalah. Maksudku, Akulah yang memintamu untuk memilihkan untukku."

   Oh benarkah? Benarkah? Kalau begitu, berarti tidak masalah bagiku.

   Aku masuk ke toko tersebut dan ada sambutan selamat datang dengan suara yang penuh semangat. " Hallo, Selamat Datang!"

   Kebanyakan kursi yang ada sudah penuh sejak siang tetapi beruntung bagi kita, dua tempat duduk sedang kosong. Aku membeli tiket makannya dari mesin tiket di dekat tempat itu. Isshiki nampaknya sedang mencermati tulisan di tombolnya dan dipenuhi dengan rasa bingung.

   "Aku sarankan kau mencoba yang rasa Shoyu. Yang Miso juga cukup enak, tetapi untuk orang yang pertama kali, paling bagus yang Shoyu.

   "Baiklah, aku coba itu."

   Setelah Isshiki membeli tiket makannya, kita menuju ke konter. Kami duduk di tempat duduk yang disediakan dan hal pertama yang keluar dari mulutku adalah memanggil pelayannya.

   "Gita gita."

   "Gita? Huh?" Duduk di sebelahku, Isshiki bertanya-tanya apa yang kuucapkan tadi.

   "Itu kode kadar lemak dari yang kauinginkan di porsimu. Maaf, bisa kau berikan dia porsi lemak assari kepadanya?"

   Dulu, lemak dan rasa yang kuat adalah nilai jual dari Naritake, meski kau memesan dengan kadar lemak yang normal sekalipun, rasanya masih sangat kuat daripada toko ramen lainnya. Sangat recommended bagi pemula untuk memulai dari assari ramen.

   "... Kau nampaknya cukup sering kesini ya, Senpai?"

   "Lumayan sering." Kuanggap tadi adalah sebuah pujian. Namun nampaknya reaksi dia sangat datar-datar saja.

   Ketika aku menatapnya, Isshiki sepertinya berusaha menjauh dan memandangku dengan tatapan rendah.

   Hmm, Irohasu nampaknya tidak begitu terkesan denganku...Kami duduk bersebelahan, namun kenapa kami merasa seperti jauh satu sama lain?

   Hey para cowok! Dengarkan aku! Kita bisa memamerkan pengetahuan kita tentang makanan kelas B seperti ramen dan kari sesuka kita, namun gadis-gadis tidak melihat itu adalah hal yang luar biasa! Cowok sejati harus tetap melakukannya, ingat itu!

   Aku melihat ke arah dapur di depanku karena tidak ada obrolan yang muncul dan aku menyadari. " ...Pria yang mengatakan selamat datang tadi sedang berada disini. Nampaknya ramen kita akan mendapatkan sesuatu ekstra di dalamnya."

   "Huh? Apa maksudmu? "

   "Maksudku, Naritake pada normalnya memang enak, tetapi itu juga bergantung ke waktunya, orang yang membuat ramen berbeda-beda setiap shift waktunya. Dan biasanya ketika aku ke toko ini, orang yang mengucapkan selamat datang tadi adalah orang yang sedang berada di shift dapur ini."

   "..Um, nampaknya penjelasanmu tidak memberiku penjelasan yang kuinginkan."

   Ketika dia mengatakan itu, ramen pesanan kami sudah datang. Konsentrasi "Gita-Gita" di ramen tersebut seperti membentuk gunung Fuji, dan uap panas seperti keluar dari kawah gunung Fuji.

   "Eh? Apa ini, apa ini lemak, serius?" Isshiki menaikkan nada suaranya setelah melihat isi mangkoknya, tetapi aku  tidak punya waktu untuk meladeninya.

   "Terima kasih makanannya." Aku berdoa mengucapkan terima kasih. Aku mengambil sendok kuah dan sumpit, lalu memakan ramenku. Itu memang rasa yang sangat adiktif bagiku.

   Di lain pihak, Isshiki nampaknya melihatku sedang menikmati gurihnya ramen ini, setelah menahan napasnya sejenak, dia mengambil sumpit. Dia dengan sendirinya mengambil sendok kuah tersebut, membuka mulutnya, dan memakan ramennya.

   Lalu dia terdiam sebentar. Sesudah itu dia kembali ke dirinya yang dulu dan memakan mie dengan sumpitnya, meniupnya dengan bibirnya yang berkilau, dan mulai memakannya lagi.
  
   Nampaknya, aku tidak meninggalkan kesan buruk kepadanya. Aku senang melihat reaksinya, dan makanku-pun kulanjutkan lagi.

   Kami melanjutkan memakan ramen tersebut dalam sunyi dan menghabiskannya tanpa kita sadari.

   "...Agak aneh kalau kukatakan" Isshiki berbisik di telingaku. Aku melihatnya dengan senyum dan dia mengangkat wajahnya. Dia nampaknya kebingungan, dan melanjutkan kata-katanya.

   "Tetapi, tadi itu memang enak..." Dia tiba-tiba menyembunyikan wajahnya. Aku merasa seperti ingin tersenyum melihat sikapnya tadi.

   "...Aku senang mendengarnya."

   "Hmm, nampaknya membawa gadis ke toko dimana dia biasanya sulit kesana sendirian akan memberikan point yang cukup tinggi untukmu." Isshiki mengangguk dan meyakinkan dirinya seakan-akan ingin mempengaruhi seseorang. Selama dia menyukainya, aku sudah cukup puas.

   Ketika kupikir-pikir lagi, pasta dan ramen memang mirip kalau yang kita bicarakan tentang kandungan minyaknya, soal avocado dan lemak memang hal yang berbeda.

   Karbohidrat dan lemak tidak akan mendiskriminasi pria dan wanita dan mungkin itu adalah hal terbaik bagi mereka.

   Naritake memang sesuatu yang ada di level God-like.






*   *   *






   Baiklah, karena kita selesai makan, mari kita pulang!

   Setidaknya, itulah yang ingin kukatakan, tetapi kenyataannya kita masih berjalan-jalan di sekitar Chiba.

   "Apa kamu ingin makan sesuatu yang manis?"

   Dia seperti bertanya kepadaku, namun pada kenyataannya, itu adalah sebuah perintah. Aku menerima tawarannya dan berjalan untuk mencari tempat seperti kafe.

   "Disana banyak kafe bagus kalau kita pergi ke arah sana." Isshiki menunjukkan arah kepadaku. Arah yang dituju sebenarnya tidak berada di pusat kota, dan lebih dekat ke jalan kecil yang terintegrasi dengan taman, perkantoran, dan apartemen.

   Kita melewati depan Stasiun dan berjalan menyusuri jalan yang nampak terawat dengan baik. Area sekitar sini, tidak seperti jalan ramai yang biasanya, sangat jarang ada gedung di sekitarnya.

   Itu juga mungkin alasan kenapa angin daerah sini terasa kencang.

   Secerah apapun cuacanya, angin yang bertiup dari utara ini memang sangat dingin.

   Dengan perutku terisi ramen yang hangat, aku merasa hangat dan nyaman- dan rasanya aku ingin pulang secepatnya. "Kau lihat itu? Toko yang itu!"

   Ketika kulihat, sepertinya sebuah kafe yang cukup stylish.

   Tampilan luar kafe tersebut memiliki banyak panel kayu dengan jendela berukuran besar yang menjadi lubang cahaya untuk situasi di dalam kafe, terasnya sangat luas, memiliki payung tenda berwarna hijau yang besar, dan didepan kafe ada papan hitam dengan menu yang ditulis di papan dan terlihat jelas di siang hari betapa stylishnya kafe tersebut. Hey, jangan becanda, kita ini sedang ada di Chiba, kau tahu? Apa enggak apa-apa punya cafe seperti ini di Chiba?

   Bagaimana dengan ini? Kau tidak masalah dengan toko ini? Apa kita akan masuk ke dalam? Kau tidak tahu maksudku 'aku enggak mau masuk' bukan? Isshiki menarik syalku diam-diam seperti sudah menjawab pertanyaanku tadi. Tahukah kamu kalau syalku ini bukan tali?

   "Kurasa, kafe ini tidak masalah bagiku."

   Sekali lagi, diluar sangat dingin, jadi kemanapun bagiku tidak masalah. Aku tahu pasti kalau aku malas masuk ke kafe semacam ini, karena hari ini aku ditemani oleh Isshiki, maka mereka harus memberi pengampunan kepadaku karena masuk ke area stylish.

   "Okay, let's g-, ehh tungguu!" Isshiki tiba-tiba berhenti.

   "Ada apa?"

   Dia menarik lenganku, memaksaku utuk berhenti. Lenganku bukan pusat kendali gerakanku...Dia kemudian bersembunyi di belakangku. Lalu dia mengintip lewat sisi lain dan menunjuk ke arah kafe tersebut.

   "Coba kau lihat arah sana."

   "Hmm."

   Saya melihat ke arah dimana ada pasangan baru keluar dari kafe. Gadis berkacamata dengan rambut pigtail dan seorang pria biasa dengan ciri-ciri pria standar pada umumnya... Setelah keluar dari toko tersebut, mereka berjalan ke arah yang berlawanan dari kita.

   Aku melihatnya secara cermat dengan menyilangkan lenganku.

   Sepertinya wajah mereka cukup familiar...Seperti yang kuduga, muncul suara di belakangku.

   "Yang cowok itu wakil ketua OSIS SMA Sobu, dan yang cewek itu sekretaris OSIS SMA Sobu."

   ...Ah benar juga, aku pernah bertemu mereka.

   Tungguuu duluu! Kenapa mereka keluar dari kafe yang sama dan berduaan?

   "Apa...jangan-jangan mereka sedang berkencan?" Aku bertanya ke Isshiki yang berada di belakangku.

   Dia mengangkat kepalanya. " Siapa yang tahu? Kupikir tidak begitu? Hanya karena mereka keluar bersama-sama bukan berarti mereka sedang berkenca   "

   Isshiki berhenti berbicara dan berjalan menuju depanku.

   "Ha! Apa maksud pertanyaanmu tadi? Apa kau mencoba untuk menembakku? Agak memalukan kalau dipikir kau bisa bersikap seperti pacarku hanya karena kita keluar bersama untuk bersenang-senang. Maafkan aku, tapi lakukanlah setelah kita keluar beberapa kali." Dia menggunakan gestur menjauhiku sambil kedua tangannya berusaha menolakku.

   "...Ahh, ya, tentu. Lupakan saja, lupakan saja perkataanku tadi."

   Pasti akan 'ribet' kalau tanya bagaimana dia bisa menyimpulkan itu... Juga, mengingat sudah berapa kali dia menolakku dengan kata-kata semacam itu dan aku mulai terlihat seperti orang tolol.

   "Apa katamu saja-lah, ayo masuk ke dalam. Aku kedinginan."

   "Hei, tunggu aku!"

   Aku masuk ke toko dengan Isshiki berusaha mengejarku di belakang.

  Aku melihatnya sangat stylish kalau dari luar, namun interior ruangannya ternyata tidak jauh berbeda. Mereka nampaknya memikirkan dengan baik lokasi kursi dan meja begitu pula dengan jaraknya. Dinding dan perlengkapan kabinetnya didekorasi dengan hiasan yang cantik, interior semacam itu mungkin akan sangat populer dengan pelanggan wanita.

   Kursi yang kita pilih adalah di sebelah kanan pintu masuk dan sofa standard dibandingkan interior lainnya. Cahaya matahari masuk melalui jendela setengah lingkaran yang menghadap ke jalan.

   Isshiki yang duduk di seberangku membuka menunya. " Oh, Yeyyy! Aku seperti, tidak tahu harus memilih apa! "

   Meski dia bertanya begitu, aku tidak melihat ini seperti dia bertanya kepadaku ketika dia membolak-balikkan menunya sendiri. Itu Irohasu, cukup licik memang. Dia sedang mempraktekkan tipu muslihat feminisnya. Tapi, tipu muslihat sebenarnya tidak begitu masalah karena banyak gadis yang menyukai hal-hal yang manis. Misalnya, ada seorang monster kue di klub yang memakan kue untuk teh di ruangan klub...Meski belakangan ini, dia memakan kue beras juga.

   Ketika aku melihat ke arah Isshiki, dia memberiku daftar menunya.

   Hoo, menunya cukup bervariasi.

   Makaroni, Roll Swiss, Gateau Au Fromage Cheesecake, Creme Brulee... disitu juga ada Gelato dan Sorbet. Aku kadang bertanya-tanya apa perbedaan keduanya?

   Dengan tidak ada ide yang ada di kepalaku, aku hanya membandingkan nama dan gambar menunya saja sampai Isshiki muncul dari samping menu yang kubuka.

   "Aku siap!"

   "Baiklah, mari kita panggil pelayannya kesini."

   Setelah memanggil pelayan, Isshiki menunjuk ke menu dan memesan. " Aku pesan teh assam dan makaron."

   "Dan aku... Coffee Blend dan Gellato."

   Setelah memesan, waktu santai akhirnya tiba.

   Alunan musik lembut Bossa Nova melatari Kafe ini, serasa hangat, dan cahaya hangat matahari setelah siang. Setiap hal di atas berkontribusi membangun suasana nyaman di kafe ini. Bahkan suara dari pelanggan Kafe lainnya seperti tidak ada dan sunyi.

   Tetapi dari semua suara itu, perhatianku tertuju ke orang yang berada di depanku.

   Isshiki sepertinya cukup sering mengunjungi toko ini, karena dia seperti menenggelamkan diri ke sofa ini seakan-akan sudah sering kesini.

   Aku melihat pemandangan di luar sembari mendengar suara pelannya. Pemandangan yang kulihat di luar seperti pemandangan kota Chiba pada umumnya, namun gorden transparan di jendela membuatnya terlihat seperti pemandangan yang luar biasa. Mungkin daya magis kafe ini yang membuat aku melihat ilusi seperti itu.

   Mungkin, Isshiki merasa suka dengan suasana ini dan memutuskan untuk sering kesini. Nampaknya itu juga alasan para pelanggan lainnya untuk terus datang kesini.

   "Apa kamu sering menggunakan kafe ini sebagai tempat pertemuan OSIS? " Aku bertanya kepadanya, mengingat kedua member OSIS sebelumnya juga kesini. Isshiki memalingkan wajahnya ke arahku.

   Lalu, Isshiki menepuk tangannya, memindahkannya ke dagunya, dan mulai berpikir.

   "Hoo, maksudmu tentang wakil ketua dan sekretaris tadi? Itu bisa saja karena aku bercerita tentang kafe ini ke mereka minggu lalu."

   "Sudah kuduga..."

   Jadi begitukah ceritanya sehingga kita bisa bertemu mereka disini.

   Tidak, mungkin si wakil ketua menggunakannya sebagai modus untuk mengajak si sekretaris. 'Hey, mau coba pergi ke Kafe yang Isshiki-san ceritakan kapan hari? Mau pergi kesana bersama-sama?' atau sejenis itu. Pfft, menjijikkan. Apa sih yang sebenarnya mereka lakukan di OSIS? Jangan berpacaran saja, lakukan pekerjaan OSIS dengan benar.

   ...Tunggu dulu. Nampaknya kurang masuk akal kalau si wakil ketua yang mengajak. Pasti si gadis lugu sekretaris OSIS yang mengumpulkan segenap keberaniannya untuk mengundangnya, nah itu baru alasan yang logis bagiku untuk mendukungnya! Tentu saja, saya tidak ada niatan untuk menyemangati wakil ketua OSIS! Karena kalau dipikir-pikir, keduanya sama seperti Tobe. Dan maksudku, mereka berdua adalah korban dari Isshiki Iroha.

   Ketika aku sedang berpikir, Isshiki Iroha berkata kepadaku.

   "Sebenarnya, aku yang bertanya ke wakil ketua apakah ada tempat yang bagus untuk bersenang-senang di akhir pekan. Dan dia menyarankanku tempat ini, untuk hari ini! " Kata Isshiki, menegaskan kalimat terakhirnya kepadaku. Kau menekankan apa yang penting, huh? Menjadi blak-blakan tidak akan memberikan nilai tinggi di Hachiman Point.

   "Aku memang mengapresiasi usahamu mengajakku kesini, namun aku lebih suka jika kau menanyakanku terlebih dahulu. "

   Seperti, menanyakan pendapatku tentang tempat ini dan apa maksud dari tempat untuk bersenang-senang. Harusnya banyak hal yang perlu dijelaskan terlebih dahulu.

   Namun nampaknya komplain ku masuk ke  telinga kanan dan keluar ke telinga kiri, Isshiki seketika mengubah pandangan dan topiknya. " Dan aku sebenarnya tidak tahu kalau akan bertemu mereka disini, jadi tadi seperti hampir ketahuan."

  Dia berhenti berbicara dan menatapku langsung. Lalu, dia secara lembut menutup mulutnya dengan tangan dan memberi kesan hendak membisikkan sesuatu yang rahasia kepadaku. " Lain kali, ayo kita pergi ke suatu tempat dimana kita tidak akan melihat orang yang akan mengenali kita."

   "Ternyata ada pertemuan lanjutan setelah ini?" Kataku. Aku membayangkan kata-katanya dan masalah yang akan timbul kelak.

   Mendengar perkataanku tadi, Isshiki membalasnya. " Kenapa kau sepertinya tidak menyukai ide itu? "

   " Ah bukannya aku tidak suka atau semacamnya... katakanlah begini, aku akan menyiapkan diri untuk bisa menampilkan sisi positif diriku sebanyak yang aku bisa."

   "Jeez, kata-katamu seperti tidak realistis sama sekali." Isshiki menatapku dengan senyum. Lalu bibirnya membentuk lingkaran dan tanda sangat senang muncul di matanya. Aku menatap ke arah tatapannya, nampaknya di belakangku ada pelayan yang mengantarkan cake set kepada kami.

   Makaron, teh, gelato, dan kopi secara rapi ditaruh di atas meja kami. Setelah melihat makanan dan minuman dengan senang, Isshiku mengambil handphonenya dan mulai mengambil gambar. Untuk beberapa alasan, dia mengambil gambar dari gelato milikku juga.

   Setelah dia puas mengambil gambar, dia mulai menaruh handphonenya. Akhirnya kupikir bisa mulai memakan gelato-ku, Isshiki melambaikan tangannya.

  "Permisi, bisakah kau mengambil foto kami?"

   Pelayan tersebut datang dengan cepat dan menerima handphonenya. Mengambil foto lagi? Berapa lama lagi kau akan membuatku menunggu? Aku ingin memakan gelato-ku secepatnya! Ketika aku hendak mengambil sendok, tanganku tertahan oleh Isshiki.

   Isshiki mendekati dan berpose di depan pelayan tersebut dengan handphone dalam mode kamera.

   "Ayo Senpai, buat tanda peace dengan tangan Senpai. Peace."

   " Aku enggak mau. Kamu tidakk benar-benar membutuhkan fotoku. Gelatonya sudah mau meleleh, loh."

   "Itu tidak akan meleleh secepat itu. Ayo, cepat!" Isshiki mengatakan cepat-cepat. Nampaknya, dia cukup kuat bertahan dengan pose itu selama mungkin. Sepertinya sudah tidak sabar, si pelayan secara sopan bertanya kepadaku.

   "Um, pak?" Kata si Pelayan, menatapku dengan senyum. Tatapan pelayan tersebut menandakan rasa bingung dan tertekan. Ma-maafkan aku karena mengganggu pekerjaanmu.

   "Senpai, ayo!"Isshiki memintaku dengan cepat. Karena aku sudah kehabisan opsi, aku memindahkan piringnya dan berada di samping Isshiki.

   "Kalian bisa lebih dekat lagi?" Pelayan tersebut menginstruksikanku agar lebih dekat lagi. Dan tiba-tiba aku mencium bau shampoo. Sepertinya mataku tertutup rambut Isshiki yang berkibar. Wajahnya nampak sangat dekat. Ketika aku mencoba membuat tubuhku menjauh darinya, pelayan tersebut berkata.

   " Nah, sudah. Ini cukup bagus. Siap ya?"

   Dan kemudian, dua dan tiga suara jepretan kamera.

   "Terima kasih banyak."

   Setelah mengucapkan terima kasih, Isshiki mengambil kembali handphonenya dan kembali bersantai di sofa. Aku tidak berpikir bahwa mengambil foto ternyata secapek ini... Mungkin mitos kalau jiwamu tersedot ke foto ketika fotomu diambil benar adanya.

   Ketika aku memandangi kopiku, uap kopi tersebut nampaknya mulai menghilang. Aku ingin meminumnya sebelum menjadi dingin.

   "...Boleh kumakan sekarang?"

   "Ah silakan." Isshiki membalasku sembari memeriksa foto-foto di handphonenya. Kuharap wajahku tidak memerah di foto itu.

   ...Sial, ternyata memang sudah sedikit meleleh.






*   *   *






   Aku meninggalkan kafe tersebut setelah membayar tagihannya dan diluar nampaknya sudah mulai gelap. Sepertinya, ketika kita membahas hal-hal tidak penting dalam percakapan tadi bersama dengan menikmati kue toko tersebut, kita tidak sadar sudah lama menghabiskan waktu di kafe.

   Malam sudah datang, dan tiupan angin sedikit lebih kencang menembus syalku.

   Aku membetulkan kerah mantelku dan merapikan syalku lagi, Isshiki keluar dari toko tersebut tidak lama kemudian.

   "Maaf sudah menunggu. Aku hampir lupa kertas tagihannya."

  Isshiki membuat pose aneh dengan wajahnya dengan "tehee, oops". Sangat licik... Lalu kemudian, aku berpikir untuk apa dia menyimpan kertas billing kafe tadi? Ngomong-ngomong soal kertas billing juga, ketika kita bermain tenis meja dan memakan ramen, dia juga menyimpan kertas billing tersebut. Apa dia hendak menulis laporan keuangan atau semacamnya?

   "Baiklah, kurasa kita harus menuju ke Stasiun."

   "Okay." Isshiki mengangguk dan mulai berjalan.

   Banyak sekali orang lalu-lalang dari Stasiun Chiba saat ini. Dengan gelombang manusia ini, kota ini menunjukkan wajah aslinya di akhir pekan. Di akhir pekan, suasana kota terasa semakin hidup.

   Memang belum larut malam, tetapi aku menguap kecapekan gara-gara pertandingan tenis meja tadi. Nampaknya menular ke Isshiki yang berjalan di sebelahku dan dia juga menguap.

   Ketika dia menyadari aku memperhatikan dia sedang menguap, dia tersipu malu. Dia lalu mendekatiku.

   "Kurasa, hari ini kau mendapat 10 poin." Kata Isshiki.

   Nampaknya aku mendapatkan 10 poin dalam simulasi kencan ini.

   "Nampaknya aku harus tanya ini, 10 poin dari berapa poin maksimal?"

   "Seratus poin, tentunya."

   "Apa-apaan itu? Kok terlalu rendah?"

   Apa kau tidak tahu kalau aku sudah berusaha keras hari ini? Apa kau tahu kalau ini sedikit tidak adil? Aku menatap Isshiki dengan tidak senang dan dia menaikkan kedua tangannya yang tertutup sarung tangan.

   Dia berpura-pura memegang tumpukan kertas dengan jarinya. " Pertama, kau minus 10 poin karena kau bukan Hayama-senpai."

   "Aturan yang tidak masuk akal mana lagi itu?"

   Namun teriakan hatiku tidak bisa mencapai Isshiki dan dia terus menghitung dengan jari-jarinya seperti sedang membolak-balik kertas. Tolong berhenti, semakin kau balik kertas itu, semakin kau membalik perasaanku.

   "Kalau memperhitungkan sikapmu selama kencan tadi, total minusnya 40 point!"

   "Baiklah, kurasa cukup adil." Aku mengangguk. Jika fakta aku kehilangan poin karena sikapku, artinya aku telah bersikap cukup baik. Kurasa aku bisa lebih minus lagi kalau melihat bagaimana sikap Isshiki selama kencan tadi juga.

   "Oh, jadi kau juga mengerti tentang hal itu."

   Dia mengatakan itu dengan penuh kekecewaan. Hoo, jadi kau ingin memberiku poin gratis?

   Lalu, tabel skor Isshiki-sensei berlanjut. Isshiki tiba-tiba menggenggam tangannya dan memukul dengan pelan diriku. "Kau minus 50 poin karena mudah sekali menerima permintaan kencan seorang gadis."

   "Bukannya kamu yang mengajakku? Tunggu dulu, berarti poinku 0 dong?"

   Aku tidak merasa sakit sedikitpun ketika dia memukulku tadi, tetapi cukup aneh, mengapa ada sesuatu yang aneh di dadaku. Orang yang memanggilku kencan hari ini sepertinya meninggalkan kesan ganjil di pikiranku.

   Setelah mencubitku, Isshiku melangkah di depanku, merapatkan tangannya ke depan. " Namun, hari ini aku senang sekali, jadi aku memberimu 10 poin sebagai bonus."

    "... Yaa, terima kasih. "

   Total, hanya 10 poin. Evaluasi tadi cukup tidak berimbang, namun 10 poin bonus tadi kurasa cukup sebagai permintaan maaf.

   Sambil berbincang-bincang, nampaknya kita sudah berada di depan Stasiun.

   Dari sini, aku akan menaiki Sobu Line dan Isshiki akan menaiki monorail ke rumahnya. Jadi, nampaknya kita akan berpisah disini.

   "Jadi, bagaimana denganmu, senpai?"Isshiki bertanya kepadaku ketika kita sampai di depan rotary yang menghubungkan dengan tangga menuju Stasiun. Karena dia menatap ke bawah, aku tidak bisa melihat ekspresi wajahnya, jadi aku tidak begitu mengerti maksud pertanyaannya.

   Meski begitu, aku harusnya tidak berpikir terlalu jauh dari apa yang sudah ada di pikiranku saat ini.

   "Well, kupikir seperti itu untukku...aku juga sangat lelah."

   "Apakah kau harus sejujur itu mengatakan kalau sedang kelelahan? Maksudku, tidak apa-apa apabila itu berarti kau menjadi partner yang tepat untukku!"

   Isshiki tersenyum dengan penuh energi. Aku hanya menunjukkan wajah datarku. Ketika Isshiki melihat senyumku yang datar, ekspresi Isshiki nampaknya kurang senang kepadaku.

   Ahh, itu memang sangat sulit untuk dipercaya. Aku mencoba mendahului Isshiki.

   "...Aku bisa membayangkan. Tidak banyak orang yang tidak menjadi masalah bagi orang lain."

   "Wow, kau memang sangat menyakitkan, Senpai." Isshiki berputar dan membuat ekspresi wajah menyebalkan lebih dari diriku tadi. Gadis ini cukup kejam.

   Tempo jalan kita melambat sambil berpikir betapa banyak masalah yang kita temui hari ini. Namun tempat pertemuan pagi tadi nampaknya sudah di depan kita. Setelah berada di spot pertemuan kita tadi pagi, Isshiki dan diriku berhenti.

   "Apapun itu, hari ini adalah hari yang baik untuk memperoleh pengalaman bagiku. Terima kasih banyak."

   Isshiki membungkuk untuk menunjukkan terima kasihnya. Untuk membalas rasa terima kasihnya, aku membungkuk juga. Isshiki mengangkat kepalanya dan tertawa.

   "...Senpai, pastikan untuk selalu mengingat apa yang terjadi hari ini, oke?"

   Dia memiliki tatapan yang lembut, dan memperhatikan detail.

   " Ya, kau tahu, terima kasih untuk hari ini."

   Aku rasa aku belajar sesuatu yang baru hari ini. Tentu saja, sukses tidaknya hari ini tergantung apa yang Isshiki dapatkan dari simulasi ini, jadi kupikir mungkin dia tidak mendapatkan banyak hal baru hari ini. Selain itu, setiap orang memiliki penilaian yang berbeda mengenai orang lain.

   "Oke, sampai jumpa besok di sekolah."

  "Hati-hati ketika pulang."

   Setelah saling mengucapkan selamat jalan, Isshiki menuju ke platform monorail. Dia lalu menaiki eskalator, dan semakin menjauh.

   Tiba-tiba, Isshiki berbalik dan melambaikan tangannya. Aku melambaikan tanganku sebagai balasan dan melihatnya dari kejauhan.

   Gadis, memang terbuat dari gula, rempah-rempah, dan hal-hal yang baik.

  Hal baik yang Isshiki Iroha miliki. Itu adalah manis, dan sedikit gurih. Dan mungkin sedikit asam dan kecut. Hal baik dalam dirinya  awalnya terlihat membosankan sampai-sampai kau tidak bisa memahaminya, kecuali kau merasakannya sendiri.

   Dan tanpa ragu, Isshiki bukanlah satu-satunya gadis yang memiliki sesuatu yang natural seperti dua gadis yang aku ketahui, juga memilikinya.

   Seperti apa sesuatu yang natural dari Isshiki?

   Sambil melihat Isshiki hilang menjauh dari pandanganku, sejenak, sesuatu itu melintasi pikiranku.


   

   

  x Chapter II | END x




  Buat yang belum tahu, permintaan Iroha agar Hachiman mau membantunya simulasi kencan dengan Hayama, terjadi di vol 10 chapter 3.

  ...

  Jika kita jeli, apa yang dilakukan Iroha di kencan ini adalah apa yang harusnya dilakukan oleh Yui setelah vol 3 chapter 6.

  Dalam vol 3 chapter 6, Hachiman ingin si gadis melihatnya sebagai Hikigaya Hachiman, bukan entah siapa pria penolongnya.

  Iroha 'mengintrograsi' Hachiman dari hal-hal yang disukainya, bahkan sengaja membiarkan Hachiman memilihkan menu makan siang mereka. Jelas, Iroha tidak ingin melihat Hachiman sebagai Pria dari Klub Relawan yang membantunya, tapi sebagai seorang pria yang bernama Hikigaya Hachiman.

  ...

  Iroha adalah gadis kedua yang pernah makan ramen bersama Hachiman. Pertama adalah Yukino di vol 7 chapter 6. Tapi jika kita kategorikan Hiratsuka-sensei sebagai gadis, maka Yukino kedua dan Iroha ketiga. Tapi saya tidak cukup gila untuk melakukannya.

  ...

  Buat yang belum tahu, Wakil Ketua dan Sekretaris OSIS memang berpacaran. Dan patut diduga, satu-satunya alasan Wakil Ketua yang kelas 2 mau menjadi wakil Isshiki karena gadis kacamata pigtail yang diincarnya adalah tipe gadis yang suka berorganisasi.

  ...

  Siapapun yang membaca adegan ini, jelas tahu kalau Isshiki yang merekomendasikan kafe itu kepada Wakil dan Sekretarisnya. Isshiki seperti familiar dengan perabotan kafe itu, artinya Isshiki sudah sering kesana.

  ...

  Saya tidak menyertakan keterangan-keterangan tentang ramen, karena bisa anda baca dengan sangat lengkap di vol 5 chapter 4.

  ...

  Kencan terpanjang yang pernah dimiliki oleh Hachiman adalah bersama Isshiki, dari pagi hingga malam. Dengan Yukino, vol 3 chapter 4, dari pagi hingga sore. Kencan terpendek adalah bersama Yui, dari sore hingga pukul 9-10 malam, vol 5 chapter 6.

  ...

  Pasangan kencan Hachiman yang mengatakan menikmati kencan mereka hari itu hanyalah Yukino di vol 3 chapter 4, dan Isshiki di chapter ini.

  ...

  Kadang, kita bertanya apakah Iroha menyukai Hachiman...

  Tapi dengan diberikannya coklat Valentine Isshiki kepada Hachiman di vol 11 chapter 6, maka jawabannya adalah YA.

  

1 komentar: