x Chapter III x
Esok harinya
setelah menerima request Tobe, kami berencana untuk menganalisis detail dari
requestnya untuk menyusun rencana-rencana yang mungkin akan kami lakukan.
Sejujurnya,
requestnya itu sendiri sudah memberikanku banyak alasan untuk tidak terlibat di
dalamnya.
Lagipula,
kekhawatiran dan cerita cinta dari orang yang tidak dikenal hanyalah lelucon
bagiku, apalagi jika orang tersebut adalah sebuah lelucon seperti Tobe.
Melakukan ini secara serius mungkin hanya akan membuatku menyia-nyiakan waktu
berharga milikku.
Mari kita
simpulkan dahulu isi dari requestnya.
Tobe akan
menembak Ebina dan kita akan bertindak sebagai supportnya.
Apa-apaan
ide ini! Isi requestnya saja sudah mirip dengan slogan sebuah coklat yang
dijual di swalayan.
Setelah
kemarin menerima request tersebut, apa yang akan kita lakukan dengan request
tersebut akan diputuskan pada hari ini.
Yukinoshita
terlihat sedang menyusun kertas-kertas di tangannya dan melihat ke arah kami.
“Sekarang,
mari kita perjelas situasinya dahulu. Setelah kita mengumpulkan semua informasi
yang kita butuhkan, maka kita bisa menemukan solusinya.”
Hoho, sebuah
hal yang Yukinoshita-banget. Tapi kalau kita berbicara tentang manga olahraga,
tokoh yang suka mengumpulkan data-data secara sistematis biasanya sudah
ditakdirkan menjadi orang yang kalah, jadi ini memang agak mengkhawatirkan.
“Pertama,
kita mulai dengan mencari informasi mengenai Tobe dahulu.”
“Hmm, betul
juga. Ini mirip dengan kata-kata nenek moyang kita, ‘kenali musuhmu, kenali
dirimu, dan kau akan kalah dalam ratusan pertempuran'.”
“Sudah
diputuskan kalah dari sekarang?!”
Nah, bukan
kita menyerah dari sekarang, tapi benar-benar menyerah dari
sekarang!...Maksudku, lihat pria ini, tidak ada yang bagus darinya.
“Kalau
begitu, sebuah perkenalan singkat darimu kurasa sudah cukup membuka topik kita.”
Yukinoshita
berusaha membimbing pria yang sedang ‘senyum-senyum’ di depannya.
“Baiklah.
Saya Tobe Kakeru dari 2F. Member dari Klub Sepakbola.”
“Apa Klub
Sepakbolamu tidak masalah kau pergi kesini sepulang sekolah?”
“Tenang
saja, semua beres. Para senior kami sudah keluar dari klub karena ujian
kelulusan. Jadi sekarang, Hayato memegang jabatan ketua dan semuanya ‘bisa
diatur’.”
Kau
tampaknya memiliki sifat untuk menganggap enteng semuanya, fufufu...
“Mari kita
sekarang mencari sisi dari Tobe yang menarik. Kalau kita bisa mencocokkannya
dengan Ebina dengan cara yang efektif, aku yakin dia akan mempertimbangkan Tobe
dengan baik.”
Beep beep
beep booop.
Waktu
berpikir bagi Tobe terus berlanjut sehingga ruangan ini terasa sunyi, lalu dia
mengatakan “ah” dan menaikkan tangannya. Yak, Pak Tobe, dipersilakan!
“Kelebihanku...Aku
ini temannya Hayato?”
“Cepat
sekali memakai nama orang lain untuk citra dirinya...”
Yuigahama menggumamkannya seperti sudah dekat
dengan kata menyerah.
Jika kau
disuruh untuk menuliskan sisi menarik dirinya, aku cukup yakin kau akan
kesulitan untuk menulisnya kecuali itu adalah aku; aku punya banyak sisi
menarik dan aku juga orang yang luar biasa.
Apapun itu,
mungkin ada baiknya mendengar pendapat orang yang sedang mengamatinya dari
dekat.
“Yuigahama,
dapat sesuatu?”
Ketika
ditanya, Yuigahama menyilangkan lengannya seperti sedang memikirkan sesuatu.
“Umm, dia
terlihat cerah, kupikir?”
“Kalau untuk
menjadi populer adalah cerah, maka membuat kepala botak akan membantumu menjadi
populer.”
Kalau aku
bilang kepala lampu, mungkin akan terasa aneh. Tapi mungkin ada benarnya,
Pikachu kan populer.
Kalau
begitu, jika kita tidak bisa menemukan sisi menariknya, maka kesimpulannya
hanya satu, sisi dirinya yang menarik itu ada di bagian terdalam dari dirinya.
Kalau begitu, kita harusnya bertanya kepada orang yang bisa melihat lebih jauh
tentang diri seseorang.
“Yukinoshita?”
“Mari kita
lihat...”
Yukinoshita
mengangguk sambil berpikir dan menaruh tangannya di dagunya.
“Berisik...tidak,
nakal? Mungkin hiperaktif.”
Dia hanya
menggerutu saja, tapi setidaknya dia sedang sungguh-sungguh mencari sesuatu.
“...Baiklah,
tampaknya aku mengerti.”
Aku
tampaknya paham kalau pria ini tidak punya satupun hal yang bisa dibanggakan.
Yukinoshita tampaknya tidak puas dengan reaksiku barusan.
“Kenapa kau
mengatakan begitu sementara kau sendiri tidak mengatakan sesuatu tentangnya?”
“Bukan
begitu, memikirkan sesuatu yang keberadaannya tidak ada di dunia ini, kau pikir seperti
apa, coba?”
“Yang ‘keberadaannya
tidak ada’ sebenarnya adalah motivasimu, benar tidak?”
Aku sangat
yakin kalau apa yang tidak ada saat ini adalah ketertarikanku tentang Tobe.
Kalau
begitu, kuputuskan untuk diam saja karena berbicara tentangnya hanya akan
membuat image dirinya di kepalaku bertambah buruk.
Tapi, kita
tidak akan memperoleh kemajuan jika kita terus mengatakan tidak ada. Jadi,
sekarang aku akan mencoba memikirkannya lagi dengan serius.
Pertama,
pengetahuanku tentang pria ini adalah nol besar. Maksudku, aku saja baru tahu
nama pertamanya adalah Kakeru beberapa saat lalu.
Ngomong-ngomong,
spesifikasi diri Tobe itu, bagaimana ya, ya dia itu mirip ‘pria-pria semacam
itu’.
Kalau dia
terlihat berdua dengan Hayama, Tobe hanya membuat pemandangan indah Hayama
menjadi rusak saja. Meski begitu, dia tampaknya ahli dalam membawa suasana dan juga seorang pria yang baik.
Tapi menurut
Yukinoshita, dia adalah orang yang tidak berkompeten, berisik, dan individu yang
hiperaktif.
Sebenarnya,
anggapanku tentang dirinya juga kurang lebih begitu. Jujur saja, kalau dia
orangnya tidak berisik, mungkin dia tidak akan dianggap ada, tidak, 100% yakin
dianggap tidak ada. Kalau di sebuah film Hollywood, dia mungkin dipilih untuk
peran figuran.
Mungkin sisi
menarik dari pria bernama Tobe ini ada di tampilan luarnya.
Tapi,
sejujurnya aku tahu Tobe ketika awal masuk kelas 2 SMA dan yang kurasakan waktu itu
adalah dia merupakan ‘anak buah Hayama’.
Setelah itu,
kami pernah menginap di sebuah perkemahan musim panas, di bawah atap yang sama.
Kalau orang tahu soal itu, mungkin orang akan salah paham denganku. Tapi
intinya, kami pernah pergi ke perkemahan bersama-sama. Jadi tolong jangan berpikir tentang diriku yang aneh-aneh dengannya dan tetap dengan kesimpulan inti yang kukatakan tadi.
Dia ingin
menjadi populer sehingga dia mencoba menunjukkan ‘dirinya’ dan kini dia ingin
punya pacar, dia kurasa sudah berada di jalur yang benar. Akhirnya, jika di
sebuah grup yang isinya ‘single' dan teman satu grupmu itu menyukai seorang
gadis, maka kau membuat pria-pria di grupmu itu cemburu.
Dia adalah
tipe pria yang seperti itu.
Mungkin itu
bukan sebuah referensi yang bagus. Dia adalah seseorang yang kau panggil
sebagai ‘seorang anak’ yang bisa kau temukan dimana saja.
Kesimpulan
akhir: Tobe adalah pria normal, umum, dan seperti yang lainnya.
Aku
sebenarnya ingin lebih jauh menilainya, sebagai penghormatanku kepada budaya
Chiba yang terkenal karena orang-orangnya yang ramah. Aku ingin berpikir kalau
aku ini siswa SMA di Chiba yang normal, tapi ketika mendapat tugas untuk
mencari sisi menarik dari Tobe, entah mengapa aku serasa ingin menolak tugas
itu.
Dengan kata
lain, eksistensi Tobe sendiri sudah mendekati ‘tidak ada’.
Meskipun aku
sudah menganalisis dirinya sedetail ini, aku tidak bisa menemukan satupun hal
bagus tentangnya. Tapi Yukinoshita dan Yuigahama menatapku seakan memberitahuku
untuk secepatnya mengeluarkan pendapatku sementara Tobe melihatku dengan penuh
ekspektasi sambil mengatakan “Kau akan memberitahuku sebuah hal yang bagus
sebentar lagi, ya?”.
“Hal bagus
mengenai Tobe...Atau sebenarnya, kenapa kita tidak cocokkan saja dengan apa
yang membuat Ebina-san tertarik karena kupikir akan lebih cepat begitu. Tahu
tidak, semacam Ebina-san itu suka pria yang bagaimana; aku cukup yakin dia
punya hal-hal semacam itu, mungkin.”
[note: Ironisnya, orang yang mengatakan itu adalah
tipe pria yang disukai Ebina. Vol 7 chapter 9.]
“Ooh, begitu
ya.”
Yuigahama
tampaknya menyetujui usulanku. Baguslah, aku sebenarnya tidak benar-benar benci
kepada gadis yang mudah ditebak.
Yukinoshita
tampaknya mengangguk setuju.
“Jadi kita
mulai mencari titik lemah darinya mengenai pria. Seperti biasanya, tampaknya
tidak ada yang lebih baik darimu ketika membahas metode yang ‘diluar akal sehat’.”
“Terima
kasih atas pujiannya, tapi entah mengapa aku tidak senang mendengar pujianmu
tadi...”
Itu jelas
tidak membuatku senang. Memujiku saja itu sudah mencurigakan.
“Jadi,
bagaimana dirinya? Maksudku Ebina-san.”
Ebina-san
adalah seorang gadis yang cantik. Kalau kita bicara gadis, maka dia memang
berada di usia dimana dia mudah diterpa masalah percintaan. Sangat normal bila
para gadis sudah melibatkan dirinya dalam masalah cinta.
Aku melihat
ke arah Yuigahama untuk mengharapkan jawaban pertanyaanku tadi.
“Umm...Bagaimana
ya, kalau soa Hina...Dia itu suka kepada pria yang suka dengan pria...ya pria
semacam itu.”
...Hmm,
bunga Raflesia juga begitu. Meski busuk, itu adalah bunga yang berkualitas. Dan
yang busuk disini adalah Ebina-san.
“Nah,
begini, seperti apa yang dia suka, seperti itu? Seperti pria dengan spesifikasi
apa yang disukainya, benar tidak?”
Oh Tobe, itu
sangat mengagumkan, ternyata kau memperhatikan betul diskusi ini.
Tapi ini
yang mengkhawatirkan, ini juga bisa berarti dia sejak awal memang tidak punya
satupun hal yang menarik perhatian Ebina-san.
Tampaknya
Yukinoshita juga berpikir tentang hal yang sama, dia terlihat mengangguk dan
mengatakan sesuatu.
“Coba kita
taruh topik ini di samping dahulu...Bagaimana dengan kesan Ebina-san kepada
Tobe sendiri?”
“E-Entahlah?”
Yuigahama
langsung menjawab pertanyaan Yukinoshita sendiri. Whoa, itulah jawabannya!
“Oh, ini
cukup buruk, aku sebaiknya mempersiapkan diriku untuk ini.”
Tobe
tiba-tiba menjadi bersemangat.
“...Kau
yakin? Ini sebenarnya ‘itu’, semacam, ‘jawaban final’.”
“Nah, kalau
kita tidak mendengar jawabannya, kita tidak akan kemana-mana.”
“Be-begitu
ya.”
Kalau
begitu, silakan jawaban anda, nona Yuigahama.
“...’Kau
adalah pria yang baik’, itu mungkin yang ada di pikiran Hina.”
Setelah dia
mengatakannya, Yuigahama langsung memalingkan pandangannya.
Guh...dia
seperti mau menangis saja mengatakan itu...
Seorang pria
yang baik.
Pertama-tama,
bagi semua gadis, ‘seorang pria yang baik’ berarti 100% ‘aku sebenarnya tidak
peduli dengan pria itu’, atau sederhananya ‘pria yang itu’.
Dengan kata
lain, pria yang sudah tidak punya harapan.
Tapi, hanya
Tobe di ruangan ini yang tertawa dan memiliki ekspresi wajah penuh keyakinan.
“...Ini dia,
ini pasti nilai plus bagiku, benar tidak?”
Satu-satunya
poin plus disini adalah caramu berpikir hingga selalu menyimpulkan positif hal
yang buruk...Atau mungkin kepalamu menabrak sesuatu sehingga berubah menjadi
poin plus.
Pria bernama
Tobe ini sudah melebihi semua ekspektasiku dan dia terlihat sangat dangkal.
“Ta-Tapi
setidaknya ada satu hal bagus, yaitu dia tidak dibenci olehnya. Kurasa begitu.”
Yuigahama
hanya mencoba untuk menghibur Tobe, tapi Yukinoshita dan diriku sudah
memberikan sinyal ‘lempar handuk’.
“Kupikir
kita hanya bisa melakukan hal-hal yang terbatas dalam kasus ini...”
“Yeah,
terlalu banyak jarak yang terlihat antara Tobe dan Ebina-san.”
Coba kau
lihat sendiri, Tobe adalah pria hiperaktif, dia adalah tipe orang yang tidak
berpikir apapun dan berbicara semaunya. Sebaliknya, Ebina-san adalah gadis
dengan sifat ‘busuk’, meskipun dia sangat manis dan bertubuh oke.
Tapi dalam
kasus ini, Ebina-san mungkin yang menjadi faktor abnormal daripada Tobe
sendiri.
Melihat “Gadis
Fujoshi” berdiri di sebuah kasta tertinggi sosial sekitar, sangat langka
sekali. Tapi ini bisa saja terjadi kalau ternyata dia sebenarnya hanya bersembunyi
di balik topeng Fujoshi, sangat normal mereka berada di kasta elit. Bahkan
Fujoshi tipe seperti itu merupakan gadis yang sangat cantik dan ceria. Sumberku
mengatakan itu adalah manga. Aku pernah baca 801-chan dan Genshiken, jadi
kurasa aku tidak bisa meragukan opiniku barusan.
Aslinya,
Tobe dan Ebina-san harusnya berada di sebuah kasta yang berbeda. Tobe setiap
harinya menjadi orang yang menonjol di grupnya. Sedang Ebina-san yang cantik,
karena ada Miura, cantiknya seperti ditutupi bayang-bayang Miura.
Dari
pandangan umum, Ebina-san adalah tipe gadis yang “terlihat sangat cantik hanya
jika aku mengenalnya dengan baik” dan karena dia berada di ranking terbawah di
member klub teratas sekolah ini, membuat para pria di kalangan menengah dan
kebawah berpikir “mungkin aku bisa berkencan dengannya?”. Uh, jika aku adalah
diriku yang SMP, kuakui aku mungkin sudah jatuh cinta kepadanya.
[note: Nah looo!]
Tapi,
satu-satunya orang yang menghancurkan semua opini tadi adalah ‘kakak
perempuannya’, Miura Yumiko.
Tidak peduli
dimana, Miura dengan sifat elegan dan kerennya, dia dengan mudahnya bisa
membentuk grup yang berisi para gadis yang cantik. Miura bisa dengan mudahnya
membelokkan definisi gadis cantik di kalangan pria dan mendefinisikan kata
cantik itu menurut pendapatnya sendiri. Kalau begitu, kupikir agak aneh kalau
Kawasaki tidak berada di grupnya Miura. Dia sendiri punya wajah yang
cantik. Dia juga sebaiknya menghilangkan
sifat brocon dan penyendirinya juga.
Jadi dengan
Miura sebagai tokoh kunci yang mendefinisikan para gadis di lingkungannya,
kupikir dia adalah kunci dari request ini.
Dengan
memikirkan segala kemungkinan, Yuigahama menyebutkan nama Miura.
“Kupikir
akan sangat bagus jika kita mendapatkan bantuan dari orang lain, seperti Yumiko
atau semacam itu.”
“Benar
sekali, orang-orang pernah mengatakan ‘kalau ingin menembak jendralnya,
menyerahlah dahulu’ semacam itu.”
“Kau
mengatakan ingin menyerah lagi?!”
Sekali lagi,
Yuigahama terkejut mendengarnya. Tapi, aku memang punya alasan kuat untuk
menyerah.
“Kita
sebaiknya menyerah saja...Lagipula, aku sangat ragu Miura mau membantu kita.”
“U,
uhmm...Tapi, Yumiko suka cerita-cerita cinta semacam ini juga.”
“...Sudahlah,
menyerah saja.”
Setelah
mengatakan itu, Yuigahama melihatku dengan terkejut.
Ini terasa
lebih dingin dari yang seharusnya.
Kupikir
peluang request ini akan sukses sudah sangat kecil.
Dan jika
Miura benar mau membantu dan akhirnya Tobe ditolak, aku bisa dengan mudah
membayangkan bagaimana Ebina-san sudah tidak percaya lagi dengan hubungan grup
mereka ketika tahu Miura dan Yuigahama bersekongkol.
Meskipun
kebenarannya menyakitkan, tapi itulah yang akan terjadi.
Kalau cuma
Yuigahama sendiri yang membantu Tobe, dia bisa dimaklumi karena member Klub
Relawan, dan request Tobe adalah request yang sedang dijalankan klub. Sebagai
orang di luar grupnya, Yukinoshita dan diriku bisa menjadi mediator dan
mensupport Yuigahama.
Tapi, kalau
Miura sudah bergabung, maka ini bisa dengan mudah ditebak kalau semuanya
bermula dari ide Yuigahama. Kalau sudah begitu, sangat mudah menebak kalau
Ebina-san tidak akan pernah lagi punya perasaan respek kepada Yuigahama.
Aku tidak menyukai
kemana skenario ini akan berakhir.
Karena
resiko berbanding keuntungan yang didapat jika Tobe diterima, tidak sebanding.
“Begini
saja, untuk saat ini, kita pikirkan dulu dengan santai.”
“Yeah...Oke,
aku paham itu.”
Yuigahama
tidak bertanya lebih jauh. Untung saja. Aku sendiri tidak tahu harus
menjelaskannya seperti apa. Itu hanya argumen yang berdasarkan emosi dan teori
tidak jelas.
“Kalau
begitu, kurasa kita cukupkan wawancara kita untuk hari ini.”
Terlihat
agak lelah, Yukinoshita lalu melepaskan napasnya yang berat.
Benar
sekali, data-data yang kita dapatkan ini seperti membentuk suatu kata-kata ‘kita
sudah pasti kalah’. Kita bahkan tidak menemukan satupun hal positif darinya.
“Tobe, aku
jujur saja kepadamu, kenapa kau tidak menyerah saja?”
Setelah
mengatakannya terang-terangan, Tobe menepuk keningnya dan menurunkan posisi
bahunya.
“Gaah.
Hikitani, kau seram sekali! Hayato mungkin ada benarnya kalau kata-katamu
sangat kasar...Tapi tahu tidak, apakah memang benar begitu? Kamu adalah tipe
orang yang suka mengatakan hal-hal seperti itu?”
[note: Vol 6 chapter 10, Hayama mengatakan Hikigaya
adalah orang yang suka mengatakan hal-hal jelek, tapi kalau sudah sering
mengobrol dengannya, maka kau akan tahu kalau sebenarnya dia tidak sejelek yang
kau pikirkan.]
“Tidak, aku
benar-benar serius ketika mengatakan itu.”
Tampaknya,
dia tidak mau mendengarkanku.
“Tapi, ini
seperti kata mereka? Maksud sebenarnya berlawanan dengan kata-katanya. Pada
dasarnya, kau benar-benar berusaha serius menolongku, benar?”
Orang ini...
Kalau
membahas tentang orang yang mengganggu, level mengganggu orang ini setara
dengan Zaimokuza.
Lagipula,
kebalikan dari suka adalah benci.
Kalau kau
mengenal sesuatu, secara otomatis kau akan mengkategorikan itu menjadi suka atau
benci. Kalau kau sudah memasukkan itu dalam hal benci, maka kau akan terjebak
dalam lingkaran kebencian.
Tobe tidak
bisa membaca maksudku, dan dia hanya melihat ke arah jendela sambil mengatakan
ini dan itu.
“Hikitani,
aku juga serius soal ini...Yamato dan Ooka benar-benar mendukungku, aku melihat
mereka tidak becanda ketika mengatakan itu, tahu tidak...”
Tobe
berhenti sejenak ketika itu dan terlihat malu-malu.
“Oleh karena
itu, ketika kau mengatakan itu dengan serius, aku merasa senang karena kau
berusaha menghentikanku, Hikitani.”
“...”
Bukan itu
maksudku. Jangan membuat penjelasan abu-abu mengenai diriku, bro! Sebenarnya,
aku serius ini. Bisakah kau berhenti dan menyerah saja?
“Ebina juga,
dia punya sesuatu seperti itu. Kadang, aku, aku menatapnya sebentar dan dia
terlihat tidak seperti dirinya yang biasanya? Kurasa itu sedikit keren. Aah,
aku terdengar menjijikkan mengatakan hal-hal memalukan semacam itu!”
Seperti
berusaha menyembunyikan rasa malunya, Tobe mengelus-elus rambutnya yang berada
di belakang kepalanya.
Terima kasih
sudah menjelaskan hal yang tidak membuatku tertarik. Berhentilah tertawa sambil
memainkan rambut panjangmu. Potonglah rambutmu!
Tapi,
bagaimana ya, ternyata pria ini memperhatikan Ebina-san secara detail.
Aku adalah
pria yang menjalani kehidupan dengan mengamati bagaimana manusia lain hidup.
Oleh karena itu, kurang lebih, aku melihat Ebina-san tidak sekedar gadis cantik
hanya karena penampilannya berkata begitu.
Bahkan,
dirinya punya sesuatu yang dia sembunyikan dalam dasar hatinya.
Tobe mungkin
tidak melihat hal-hal semacam itu, tapi punya sebuah simpati dan observasi
terhadap Ebina-san, bisa saja dia sedikit banyak tahu soal itu.
Ya seperti
itulah, itu mulai membayangi pikirannya. Sebelum dia menyadarinya, kedua
matanya terus membayangi gadis tersebut dan akhirnya ketika dia mengetahui sisi
lain dari gadis tersebut, hatinya seperti bertambah galau. Ini berlaku ke
siapapun...Baik diriku, juga Tobe.
Kenapa para
pria begitu bodoh, mengapa? Meskipun si pria tahu kalau gadis itu bukanlah
gadis yang berada dalam levelnya, si pria tidak mau menyerah begitu saja. Pria
memang bodoh.
Dulu aku
juga pernah seperti itu, seperti Tobe yang sedang jatuh cinta. Entah Tobe
berasal dari kasta menengah kebawah atau teratas, dia hanya melakukan apa yang
dikatakan hatinya.
“Maksudku
begini, hanya saja kau punya start yang buruk untuk memulai misi ini...”
Kalau kau
memang benar-benar mau berusaha, maka aku akan membantumu. Lagipula, itulah
yang kita lakukan di klub ini.
“Naah, cukup
membantuku saja agar kata ‘menyerah’ tadi tidak terjadi!”
Tobe sepertinya memahami percakapan ini. Lalu,
suara panggilan HP menyala.
“Ah, ada
yang menelponku. Ada apa?...Eh, nah, mereka bilang salahku? Oke, aku akan
kesana!”
Tobe menutup
telponnya dan mengambil barang-barangnya yang ada di meja.
“Terjadi
sesuatu?”
Yuigahama
bertanya-tanya tentang apa yang terjadi dan Tobe tergesa-gesa berjalan menuju
pintu keluar.
“Ada
kegiatan klub! Para senior memberitahuku untuk segera berkumpul atau aku akan
mengalami hal yang buruk! Kalau begitu, sampai jumpa lagi!”
Tobe
mengatakan itu lalu berlari di lorong dan membiarkan pintunya terbuka. Yukinoshita
diam saja disana dan melihat kepergiannya, lalu dia menggumam.
“Dia
benar-benar berisik...”
Dengan
kepergian Tobe, ruangan ini kembali sunyi.
Kondisi yang
tenang ini, membuat kebosanan kembali melanda kami. Akhirnya kami mulai mencari
kesibukan masing-masing.
Yukinoshita
mulai mengisi ulang tehnya dan aku mengambil kembali bukuku. Yuigahama membuka
kembali majalah yang ada di tangannya.
Lalu
Yuigahama tiba-tiba menatap serius ke suatu halaman di majalah tersebut. Itu
membuatku penasaran sehingga aku melihat apa yang sedang dia baca.
“Tumben
sekali kamu membuka sebuah bacaan dan melihatnya dengan serius...Ooh, halaman ramalan
jodoh dari zodiak dan golongan darah?”
“Aku ingin
mencari sesuatu yang bisa dijadikan penyemangat untuk Tobecchi.”
Yuigahama
menjawabnya tanpa menoleh sedikitpun dari majalah tersebut. Lalu kemudian
Yukinoshita berjalan ke meja dan menyiapkan tehnya.
“Di Kyoto,
ada banyak kuil yang bisa digunakan untuk jimat mencari jodoh dan biasanya
jadwal darmawisata kita akan melewati kuil-kuil semacam itu. Tapi jauh-jauh
datang ke Kyoto hanya untuk berniat berdoa kepada Tuhan untuk jodoh orang lain,
sangat ironis...”
“Benar juga,
seperti kata orang-orang. ‘menyerahkan dirimu kepada Tuhan ketika datang
masalah’ atau semacam itu.”
Menyerah
lagi?! Aku merasakan agak aneh ketika tidak ada yang meresponku dengan
kata-kata itu kali ini.
Begitulah
yang terpikirkan olehku, Yuigahama entah mengapa, terlihat menemukan sesuatu.
“...Itu dia!”
“Itu?”
Berserah diri
kepada Tuhan, maksudmu biarkan Tuhan menentukan nasib Tobe? Sejujurnya, kalimat
itu terdengar buruk sekali sehingga aku tidak tahu apa maksud sebenarnya.
“Bukan,
bukan itu. Akan ada suasana yang nyaman ketika kita berjalan-jalan di Kyoto!
Maksudku, kita bisa membuat mereka lebih dekat di Kyoto. Hina kapan hari
mengatakan kepadaku kalau dia juga menyukai Kyoto!”
Dengan kata
lain, karena situasi mereka di sekolah sudah tidak ada harapan untuk menjadi
lebih dekat, maka kita bisa membuat darmawisata yang berada di lingkungan luar
sekolah menjadi sebuah peluang.
Rencana
darmawisata tersebut adalah empat hari tiga malam. Jadi misi kita kali ini
adalah “Bagaimana membuat mereka menjadi sepasang kekasih dalam empat hari tiga
malam” atau sesuatu yang sejenis itu. Ini terdengar seperti sebuah film
Hollywood, masalahnya yaitu si pria dan wanita yang bermain di film buatan kita
ini bukanlah Cameron Diaz dan Hugh Grant.
Sederhananya, dalam waktu sesingkat itu, kita perlu menciptakan suasana
dimana Ebina-san melihat Tobe sebagai pribadi yang menarik. Mungkin, ada
baiknya film yang kita buat tadi kita namai ulang dengan nama“Impossible Game”.
“Jadi,
pertama, kita perlu membuat situasi dimana Tobe dan Ebina bisa sering berduaan.”
Seperti kata
Yukinoshita yang sedang menuangkan tehnya. Yuigahama lalu mengambil mugnya dan
meminum tehnya, sesudah itu dia seperti menemukan sesuatu.
“Kurasa
tidak akan masalah karena sejak hari pertama kita akan pergi bersama sekelas.
Kupikir grup kami akan terdiri dari aku, Hina, dan Yumiko.”
Kedengarannya akan seperti itu. Karena mereka sudah seperti sebuah ‘gerombolan
paten’, tapi mereka butuh satu orang lagi agar genap menjadi empat orang dalam
satu kelompok.
Selanjutnya,
kalau kita mempertimbangkan Tobe, tapi Yuigahama langsung memotong pikiranku
ini dengan kata-katanya.
“Oke, jadi
untuk para pria, akan sangat bagus jika Hikki bisa satu grup dengan Tobecchi.
Dan jika kita bisa ‘mengatur’ agar jadwal di hari kedua antara grup kita sama,
maka kita bisa membuat mereka berduaan dengan mudah di hari kedua.”
“...Eh?
Tidak, aku sudah janji akan satu grup dengan Totsuka.”
Aku sudah
melambaikan tanganku untuk menolak itu dan Yukinoshita kali ini mendukungku.
“Bukankah
kelompok pertemanan Tobe sendiri berjumlah empat orang? Lagipula tidak ada
untungnya Hikigaya ada di grup itu dan tidak ada seorangpun yang akan senang
melihat hal itu terjadi.”
Aku harusnya
berterima kasih dengan bantuan Yukinoshita ini. Tapi entah mengapa, aku tidak
merasa perlu berterima kasih soal itu.
“Yeah, kalau
menuruti rencana Hikki tadi, di hari kedua hanya akan membuat mereka berdua
pergi ke tempat yang berbeda. Kurasa akan lebih baik jika kita bisa mensupport
mereka agar bisa berduaan di hari kedua.”
Ketika aku
sedang mencari timing untuk menolak idenya, Yukinoshita mengangguk.
“Begitu ya.
Mungkin karena Ooka dan Yamato kemarin datang kesini bersamanya dan
mendukungnya, kalau kita bisa menjelaskan rencana ini kepada mereka, kurasa
mereka akan setuju untuk memberikan slot grupnya.”
“Oke, ketika
tiba saatnya membicarakan grup nanti, aku akan membicarakan ini kepada mereka
berdua secara pribadi.”
Ah, ini
buruk sekali. Kalau melihat ujung dari pembicaraan ini, bisa-bisa aku akan satu
grup dengan Hayama dan gerombolannya. Aku harus menghindari itu!
“Tunggu
dulu, dengarkan dulu pendapatku...”
Ketika aku
mengatakan itu, Yuigahama langsung menepuk kedua tangannya dan memutuskan
sepihak.
“Oke, untuk
masalah grupnya, kita bisa pisahkan mereka berempat menjadi dua. Lalu aku akan
menempatkan Hikki dan Sai-chan di grup yang sama.”
...Oh,
ngomong dong dari tadi! Kalau begini, aku sangat setuju. Ayo secepatnya lakukan
itu!
x
x
x
Kelas 2F
mulai terdengar lebih berisik daripada biasanya. Mungkin alasan utamanya adalah
kalau ‘siswa-siswi pentolan kelas 2’ berada di kelas yang sama, Hayama Hayato
dan Miura Yumiko. Ketika keduanya sedang mengobrol bersama, akan sangat normal
jika siswa-siswa di kelas ini mulai tertawa dan tersenyum lebih dari biasanya.
Tapi hari
ini memang kuakui kita satu level lebih ramai daripada biasanya.
Alasan
terkuatnya adalah karena pembagian grup di darmawisata. Satu jam kita habiskan
untuk mendiskusikan tempat tujuan yang akan dikunjungi bersama di hari pertama,
meski sebenarnya, pembagian grup ini tidak diperlukan karena kenyataannya tidak
menghabiskan banyak waktu.
Mereka yang
sudah punya teman secara otomatis berada dalam satu grup. Dan sekarang, situasi
mencari grup ini seperti sebuah siksaan bagi seorang penyendiri. Sebuah waktu
yang memang disiapkan untuk mereka yang tidak punya grup.
Dengan
Yuigahama berbicara kepada Ooka dan Yamato, grup pertemanan mereka dipecah
menjadi dua. Lalu terbentuklah sebuah grup darmawisata yang terdiri dari aku,
Totsuka, Hayama, dan Tobe. Lucunya, ini adalah grup yang sama ketika menjalani
perkemahan musim panas lalu.
Karena grup
sudah diputuskan, saatnya untuk mengobrol tiba.
Di dekat
mereka terdapat grup Yuigahama yang sedang mencari anggota terakhir mereka
untuk darmawisata.
“Kita cuma
butuh satu orang lagi.”
Ketika
Yuigahama mengatakan itu, Miura memainkan rambutnya dan menjawab.
“Bisakah
grup kita hanya terdiri dari tiga orang saja?”
Dia mungkin
sangat lelah mendiskusikan siapa orang keempatnya. Ebina-san lalu menepuk
pundak Miura dari belakang.
“Heyloooo~!”
“Ah, Hina.
Soal grup yang harus empat orang...”
Yuigahama
dan diriku menoleh ke arah Ebina-san.
Ebina-san
lalu menyebut sebuah nama yang diluar ekspektasi semua orang.
“Bagaimana
kalau orang keempat itu si Sakisaki?”
Ketika
mendengar nama Sakisaki disebut, Kawasaki menoleh kepadanya dengan wajah yang
memerah.
“A-aku tidak
benar-benar butuh grup...dan jangan panggil aku Sakisaki!”
“Ayolah,
kami sendiri tidak masalah denganmu, jadi kenapa kau tidak gabung disini
saja?...Ah, grup kami ini nantinya akan jalan bareng dengan grup pria yang
disana loh, kalau kamu tidak keberatan.”
Yuigahama
mencoba menjelaskannya kepadanya, lalu dia melihat ke arah kami.
“Ah, begitu
ya.”
Yang
menjawab itu bukanlah Kawasaki, tapi Ebina-san. Dia lalu melihat ke arah kami.
Pandangan matanya sangat tajam. Dia tampaknya mengamati grup kami dengan
teliti.
“Apa kamu
serius akan jalan bareng dengan grup cowok?”
Ketika
Kawasaki bertanya, Ebina-san merespon. Tatapan tajam yang dia arahkan kepada
kami sudah hilang dan Ebina-san tiba-tiba sangat senang, lalu dia berkata.
“Tentu saja,
aku super setuju, kita akan melihat Hayama x Hikitani yang intim sepuas kita!
Kita akan bisa melihat HayaHachi di Kyoto!”
Jadi dia
dari tadi melihat ke arah grupku ini karena alasan itu, gadis ini...
“Apa
maksudmu tadi? Lagipula, Hikitani itu...”
Kawasaki
mengatakannya sambil melirik ke arahku. Lalu dengan kecepatan yang super cepat,
dia langsung memalingkan pandangannya kembali ke Ebina-san.
“Eh,
Hi-Hikitani yang kau maksud itu adalah dia? Mu-mustahil, mustahil lah, mustahil
dia begitu!”
“Ohoo. Tidak
apa-apa, pertama-tama, memang awalnya orang awam tidak akan membayangkan kalau
pasangan semacam itu memang nyata. Tapi kalau kau amati baik-baik, nantinya
akan terlihat masuk akal! Atau, begitulah akhir kisah mereka. Sebenarnya,
ketika Hayato menatapnya dengan tatapan yang hangat, wajahnya tampak penuh
dengan cinta.”
“Peduli amat
dengan Hayama!”
Ketika
Kawasaki mengatakan itu, seketika terdengar suara kursi dihentakkan.
“Ha? Coba
kau ulangi lagi yang barusan?”
Tiba-tiba,
udara di sekitar sini berubah menjadi sesak. Tampaknya Kawasaki memancing
amarah dari Ratu Miura.
Lalu dia
menggebrak mejanya seolah-olah menantangnya.
Tapi,
Kawasaki hanya membetulkan posisi rambut ponytailnya dan menatap Miura dengan
cuek.
Orang yang
menodongkan pistolnya dahulu, sama seperti kasus tempo hari dengan Yukinoshita,
orang itu adalah Kawasaki.
[note: Vol 2 chapter 4, Kawasaki duluan yang
memancing emosi Yukinoshita dengan menyebut Yukinoshita hanyalah gadis
bergelimang uang yang tidak tahu sulitnya menjadi orang bawah.]
“Kubilang
peduli amat dengan dia. Mungkin kau harus membersihkan telingamu sesekali?”
“Ha?”
“Ah?”
Pertempuran
final, pertempuran terakhir, super ultimate battle! Benar-benar menakutkan,
serius ini...
“Se-Sekarang.
Ngomong-ngomong, mari kita berdamai karena kita akan satu grup nantinya...”
Yuigahama
mencoba menengahi dan berusaha untuk membatalkan pertempurannya.
Aah, begitu
ya. Meski Kawasaki memang cantik dan manis, aku paham mengapa dia tidak cocok
berada di grup Miura. Baik Kawasaki dan Miura punya kepribadian yang sensitif
sehingga keduanya akan bentrok.
Aku sekarang
benar-benar tidak ingin pergi bersama grup mereka di darmawisata nanti...
Alasan Tobe menyukai Ebina, karena melihat sisi lain Ebina yang tidak seperti biasanya.
Hachiman-pun menyetujui hal tersebut.
Dan Hachiman mengalaminya sendiri di chapter 6 sepulang dari Restoran Ramen Tenka Ipin, bersama Yukino.
...
Kesan Ebina kepada Tobe, menurut Yui, sebagai pria baik...
Ini mengingatkan kembali kepada vol 5 chapter 6, ending chapter dimana Yui bercerita tentang bagaimana Hachiman yang baik dan suka menolong, meski kejadian kecelakaan itu tidak pernah terjadi.
Sebenarnya, ini sederhana. Jika jeli, posisi Yui ke Hachiman saat ini sama seperti Tobe ke Ebina.
...
Sungguh ironis.
Ketika Yukino, Yui, Tobe, dan Hachiman kebingungan tentang tipe pria seperti apa yang disukai oleh Ebina. Padahal, tipe pria yang disukai Ebina itu ada di depan mereka semua...
...
Jelas Saki langsung menyangkal gosip Hachiman yang gay dengan Hayama. Karena, di Festival Budaya lalu, Hachiman menembaknya. Itu artinya, Hachiman jelas-jelas memiliki selera yang normal, yaitu menyukai lawan jenis.
...
Ebina jelas membawa Saki karena hendak memanfaatkannya.
Saki memiliki hubungan buruk dengan Miura. Dan seluruh grup pertemanan mereka tahu kalau Miura itu dekat dengan Tobe. Bahkan, di vol 4 chapter 5 Totsuka mengira Tobe menyukai Miura karena kedekatan mereka. Dengan adanya Saki di grupnya, Ebina punya pion untuk digerakkan jika Miura tiba-tiba aneh dan membantu Tobe.
...
Perlu digarisbawahi disini, kalau Ebina sudah bertemu empat mata dengan Hayama di chapter 1.
Artinya, rencana Hayama yang membawa Tobe ke Klub Relawan jelas-jelas sudah diketahui oleh Ebina.
Sayang banget karakter saki nggak begitu diekspos di animenya, padahal dia cukup punya peran di dalam cerita
BalasHapus